Hubungan Kelelahan Kerja Dan Kepuasan Kerja Dengan Produktivitas Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2010

(1)

HUBUNGAN KELELAHAN KERJA DAN KEPUASAN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP

RSU Dr. TENGKU MANSYUR TANJUNGBALAI TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH

YUSDARLI HASIBUAN NIM. 061000060

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

HUBUNGAN KELELAHAN KERJA DAN KEPUASAN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP

RSUD Dr. TENGKU MANSYUR TANJUNGBALAI TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

YUSDARLI HASIBUAN NIM. 061000060

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(3)

Skripsi Dengan Judul :

HUBUNGAN KELELAHAN KERJA DAN KEPUASAN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP

RSUD Dr. TENGKU MANSYUR TANJUNGBALAI TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

YUSDARLI HASIBUAN NIM. 0610000060

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi PadaTanggal 21 Maret 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dra. Lina Tarigan, Apt. MS Ir. Kalsum, M.Kes

NIP. 195908061988112001 NIP. 195908131991032001

Penguji II Penguji III

dr. Halinda Sari Lubis, M.KKK Umi Salmah, SKM, M.Kes

NIP. 196506151996012001 NIP.

Medan, Maret 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : Hubungan Kelelahan Kerja dan Kepuasan Kerja dengan Produktivitas Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2010 .

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt. MS selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM USU.

3. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt. MS selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Ibu Ir. Kalsum M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.


(5)

6. Ibu Umi Salmah, SKM, M Kes, selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. 7. Ibu Ir. Evi Naria, M. Kes selaku Dosen Penasihat Akademik.

8. Para Dosen dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ibu dr. Diah Retno selaku Direktur RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai dan Bapak Edi Subroto, SKM, M.Kes selaku Kepala Bidang Program RSU Dr. Tengku mansyur Tanjungbalai.

10. Kepada Orang Tua Tercinta yang telah memberikan doa tanpa kenal waktu, semangat, nasihat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. Kalian adalah inspirasi terbesar dalam pencapaian tujuan hidupku.

11. Abang, Kakak dan Adik-adik serta seluruh saudaraku yang telah memberikan dukungan selama penulis menyusun skripsi

12. Sahabat-sahabat seperjuangan, Hengky, Andre, Fitra, Afdhal, Iqbal, Mansyur, Nana, Ipak, Tia, Ajem, Conel, Adel, Dely, Bila, Amy , dan Tika.

13. Adik- adik junior di FKM USU: Putri, Isas, Popo, Juni, Mayan, Rizka Wita, Rini Ria Kardina, Dewi Sarah, Uthy Asyab yang selalu membarikan motivasi bagi penulis

14. Rekan-rekan peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan seluruh teman-teman di FKM USU yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per-satu Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan


(6)

kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Maret 2011


(7)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Lampiran ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelelahan Kerja... 8

2.1.1 Definisi kelelahan Kerja... 8

2.1.2 Jenis Kelelahan Kerja... 9

2.1.3 Faktor- faktor Yang Menyebabkan Kelelahan Kerja ... 11

2.1.4 Proses Terjadinya Kelelahan Kerja... 13

2.1.5 Akibat Kelelahan Kerja ... 15

2.1.6 Pengukuran Kelelahan Kerja... 16

2.1.7 Cara Mengatasi Kelelahan Kerja ... 19

2.2 Kepuasan Kerja ... 21

2.2.1 Definisi kepuasan Kerja ... 21

2.2.2 Kepuasan Kerja Sebagai Suatu Sikap Kerja ... 22

2.2.3 Teori-Teori Tentang kepuasan Kerja ... 23

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja ... 25

2.2.5 Pengukuran Kepuasan Kerja ... 34

2.3 Produktivitas ... 37

2.3.1 Pengertian Produktivitas ... 37

2.3.2 Pengertian Produktivitas Kerja ... 40

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja... 42

2.3.4 Pengukuran Produktivitas Kerja ... 44 2.4 Hubungan Kelelahan Kerja dan Kepuasan Kerja


(8)

Dengan Produktivitas Kerja ... 50

2.4.1 Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Produktivitas Kerja .... 50

2.4.1 Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Produktivitas Kerja .... 51

2.5. Perawat... 54

2.5.1 Pengertian Perawat... 54

2.5.2 Peran dan Fungsi Perawat ... 54

2.5.3 Proses Keperawatan ... 56

2.6. Kerangka Konsep... 57

2.7. Hipotesis Penelitian ... 57

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 58

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 58

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi... 58

3.3.2 Sampel... 59

3.4 Metode Pengumpulan Data... 59

3.5 Defenisi Operasional... 60

3.6. Aspek Pengukuran ... 61

3.7. Analisa Data ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran RSU Dr.Tengku Mansyur Tanjungbalai ... 64

4.1.1 Stuktir Organisasi RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai ... 70

4.1.2 Struktur Organisasi Ruang Rawat Inap RSU Dr. Tengku mansyur Tanjungbalai... 71

4.2 Hasil Pengukuran ... 72

4.2.1 Karakteristik Responden ... 72

4.2.2 Kelelahan Kerja Responden ... 73

4.2.3 Kepuasan Kerja Responden ... 77

4.2.4 Produktivitas Kerja Responden... 83

4.2.5 Tabulasi Silang... 87

4.2.6 Hubungan Kelelahan Kerja dengan Produktivitas Kerja .... 91

4.2.7 Hubungan Kepuasan Kerja dengan Produktivitas Kerja ... 91

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pengukuran ... 93

5.2 Kelelahan Kerja Responden ... 94

5.3 Kepuasan Kerja Responden ... 102


(9)

5.5 Hubungan Kelelahan Kerja dengan Produktivitas Kerja ... 114 5.6 Hubungan Kepuasan Kerja dengan Produktivitas Kerja ... 116

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 118 6.2 Saran ... 119


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian Lampiran 2 : Hasil Penilaian Kuesioner Lampiran 3 : Karakteristik Responden Lampiran 4 : Tabulasi Silang

Lampiran 5 : Analisa Uji Chi-Square

Lampiran 6 : Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampran 7 : Surat Keterangan Penelitian dari RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Perawat Tetap di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai

Tabel 2 Jumlah Perawat Tetap Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai

Tabel 4.2.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Status Kawin, Masa Kerja di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai

Tabel 4.2.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pertanyaan Kelelahan Kerja di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tabel 4.2.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kelelahan di

Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai

Tabel 4.2.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pertanyaan Kepuasan Kerja di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tabel 4.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepuasan Kerja di Ruang

Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai

Tabel 4.2.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Produktivitas Kerja di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai

Tabel 4.2.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Produktivitas Kerja di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai

Tabel 4.2.8 Tabulasi Silang Antara Karakteristik Responden dengan Kelelahan Kerja di Ruang rawat Inap RSUD Dr. Tengku mansyur Tanjungbalai Tabel 4.2.9 Tabulasi Silang Antara Karakteristik Responden dengan Kepuasan

Kerja di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tabel 4.2.10 Tabulasi Silang Antara Karakteristik Responden dengan Produktivitas

Kerja di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tabel 4.2.11 Hubungan Kelelahan Kerja dengan Produktivitas Kerja di Ruang Rawat

Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai

Tabel 4.2.12 Hubungan Kepuasan Kerja dengan Produktivitas Kerja di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai


(12)

ABSTRAK

HUBUNGAN KELELAHAN KERJA DAN KEPUASAN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP

RSU Dr. TENGKU MANSYUR TANJUNGBALAI TAHUN 2010

Kelelahan merupakan masalah yang harus mendapat perhatian. Semua jenis pekerjaan baik formal dan informal menimbulkan kelelahan kerja. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah kesalahan kerja. Menurunnya kinerja sama artinya dengan menurunnya produktivitas kerja. Kepuasan kerja juga merupakan sasaran penting dalam manajemen sumber daya manusia karena secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas kerja karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan.

Jenis Penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional untuk menganalisis hubungan kelelahan kerja dan kepuasan kerja dengan produktivitas kerja perawat RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2010. Sampel 47 orang dari perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai.

Pengukuran kelelahan kerja, kepuasan kerja dan produktivitas kerja masing-masing menggunakan kuesioner. Kelelahan kerja menggunakan KAUPK2, kepuasan kerja menggunakan kuesioner kepuasan kerja sedangkan untuk mengukur produktivitas kerja dengan menggunakan kuesioner produktivitas kerja.

Hasil penelitian didapat bahwa perawat yang lelah ada 28 orang (56,6 %), produktivitas kerja perawat yang tidak sesuai ada 24 orang (51,1 %) dan yang sesuai ada 4 orang (7,7 %). Perawat yang tidak lelah ada 19 orang (40,4 %), produktivitas kerja perawat yang tidak sesuai ada 8 orang (17,0 %) dan sesuai ada 11 orang (23,4 %). Perawat yang tidak puas ada 25 orang (53,2%), produktivitas kerja perawat yang sesuai ada 25 orang (53,2%) dan produktivitas kerja perawat tidak sesuai tidak ada (.0%). Perawat yang puas ada 22 orang (46,8%), produktivitas kerja perawat yang tidak sesuai ada 7 orang (14,9%) dan produktivitas kerja perawat yang tidak sesuai ada 15 orang (31,9%). Hubungan kelelahan kerja dan kepuasan kerja dengan produktivitas kerja menunjukkan hasil yang signifikan (p < 0,05).

Diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja selain faktor kelelahan dan kepuasan.


(13)

ABSTRACT

FATIGUE RELATED WORK PRODUCTIVITY AND JOB SATISFACTION WITH WORK IN THE HOSPITAL NURSE

Dr. Tengku Mansyur Network YEAR 2010

Fatigue was a problem that should receive attention. All types of work both formal and informal labor caused fatigue. Fatigue of work would reduce performance and increased job errors. The reduce of performance was synonymous with reduce of work productivity. Job satisfaction was also an important target in human resource management because it was directly or indirectly affected the productivity of employees in an organization or company.

This research type was analytical survey with cross sectional design to analyze the relationship between job fatigue and job satisfaction with work productivity of nurses at Dr. Tengku Mansyur Hospital in Tanjung Balai. Samples were 47 nurses who worked in the inpatient ward Dr. Tengku Mansyur Hospital.

Measurement of work fatigue, job satisfaction and job productivity each used questionnaires. Work fatigue was measured by using KAUPK2, job satisfaction using questionnaire of job satisfaction while work productivity using questionnaire work productivity.

The results showed that there were 28 people (56.6%) who had fatigue, 24 people (51.1%) had appropriate productivity and 4 people (7.7%) had inappropriate productivity. There were 19 people (40.4%) who didn t have work fatigue, 8 people (17.0%) had appropriate productivity and 11 people (23.4%) had inappropriate productivity. There were 25 people (53.2%) who didn t have satisfaction, 25 people (53.2%) had appropriate productivity. There were 22 people (46.8%) who had satisfaction, 7 people (14.9%) had appropriate productivity and 15 people (31.9%) didn t have appropriate productivity. The relationship of work fatigue and job satisfaction with work productivity showed significant results (p <0.05).


(14)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama :YUSDARLI HASIBUAN

Tempat/ Tanggal Lahir : Tg. Leidong / 13 Juli 1987

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah Nama Orang Tua

Ayah : (Alm). Darzis Hasibuan

Ibu : Saleha Amto

Anak ke : 8 dari 8 orang bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Puskesmas No. 228 Tanjung Leidong Kabupaten Labuhan Batu

Riwayat Pendidikan

Tahun 1993 1999 : SD Inpres No.117857 Tg. Leidong

Tahun 1999 2002 : Madrasah Tsanawiah Swasta YMPI Sei. Tualang Raso Tahun 2003 2006 : SMAN.1 Kualuh Leidong

Tahun 2006 2011 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

Riwayat Organisasi :

1. Wasekjend. Minat Bakat PEMA FKM USU 2009 2. Kadis Minat Bakat PEMA FKM USU 2010 3. Kabid. Humas PHBI FKM USU 2009


(15)

ABSTRAK

HUBUNGAN KELELAHAN KERJA DAN KEPUASAN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP

RSU Dr. TENGKU MANSYUR TANJUNGBALAI TAHUN 2010

Kelelahan merupakan masalah yang harus mendapat perhatian. Semua jenis pekerjaan baik formal dan informal menimbulkan kelelahan kerja. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah kesalahan kerja. Menurunnya kinerja sama artinya dengan menurunnya produktivitas kerja. Kepuasan kerja juga merupakan sasaran penting dalam manajemen sumber daya manusia karena secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas kerja karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan.

Jenis Penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional untuk menganalisis hubungan kelelahan kerja dan kepuasan kerja dengan produktivitas kerja perawat RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2010. Sampel 47 orang dari perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai.

Pengukuran kelelahan kerja, kepuasan kerja dan produktivitas kerja masing-masing menggunakan kuesioner. Kelelahan kerja menggunakan KAUPK2, kepuasan kerja menggunakan kuesioner kepuasan kerja sedangkan untuk mengukur produktivitas kerja dengan menggunakan kuesioner produktivitas kerja.

Hasil penelitian didapat bahwa perawat yang lelah ada 28 orang (56,6 %), produktivitas kerja perawat yang tidak sesuai ada 24 orang (51,1 %) dan yang sesuai ada 4 orang (7,7 %). Perawat yang tidak lelah ada 19 orang (40,4 %), produktivitas kerja perawat yang tidak sesuai ada 8 orang (17,0 %) dan sesuai ada 11 orang (23,4 %). Perawat yang tidak puas ada 25 orang (53,2%), produktivitas kerja perawat yang sesuai ada 25 orang (53,2%) dan produktivitas kerja perawat tidak sesuai tidak ada (.0%). Perawat yang puas ada 22 orang (46,8%), produktivitas kerja perawat yang tidak sesuai ada 7 orang (14,9%) dan produktivitas kerja perawat yang tidak sesuai ada 15 orang (31,9%). Hubungan kelelahan kerja dan kepuasan kerja dengan produktivitas kerja menunjukkan hasil yang signifikan (p < 0,05).

Diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja selain faktor kelelahan dan kepuasan.


(16)

ABSTRACT

FATIGUE RELATED WORK PRODUCTIVITY AND JOB SATISFACTION WITH WORK IN THE HOSPITAL NURSE

Dr. Tengku Mansyur Network YEAR 2010

Fatigue was a problem that should receive attention. All types of work both formal and informal labor caused fatigue. Fatigue of work would reduce performance and increased job errors. The reduce of performance was synonymous with reduce of work productivity. Job satisfaction was also an important target in human resource management because it was directly or indirectly affected the productivity of employees in an organization or company.

This research type was analytical survey with cross sectional design to analyze the relationship between job fatigue and job satisfaction with work productivity of nurses at Dr. Tengku Mansyur Hospital in Tanjung Balai. Samples were 47 nurses who worked in the inpatient ward Dr. Tengku Mansyur Hospital.

Measurement of work fatigue, job satisfaction and job productivity each used questionnaires. Work fatigue was measured by using KAUPK2, job satisfaction using questionnaire of job satisfaction while work productivity using questionnaire work productivity.

The results showed that there were 28 people (56.6%) who had fatigue, 24 people (51.1%) had appropriate productivity and 4 people (7.7%) had inappropriate productivity. There were 19 people (40.4%) who didn t have work fatigue, 8 people (17.0%) had appropriate productivity and 11 people (23.4%) had inappropriate productivity. There were 25 people (53.2%) who didn t have satisfaction, 25 people (53.2%) had appropriate productivity. There were 22 people (46.8%) who had satisfaction, 7 people (14.9%) had appropriate productivity and 15 people (31.9%) didn t have appropriate productivity. The relationship of work fatigue and job satisfaction with work productivity showed significant results (p <0.05).


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang-undang RI No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 68 ayat 1 menyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Agar tenaga kerja ada dalam keserasian sebaik-baiknya, yang berarti dapat terjamin keadaan kesehatan dan produktivitas setinggi-tingginya, maka perlu ada keseimbangan yang menguntungkan dari faktor beban kerja, beban tambahan akibat lingkungan kerja dan kapasitas kerja.

Tanaja dan Srimulyani, mengatakan bahwa diantara sumber daya, manusia merupakan harta kekayaan yang terpenting dam mempunyai kontribusi paling besar bagi keberhasilan suatu organisasi. Hal ini juga di dukung oleh Gomez, yang mengatakan bahwa sumber daya manusia memegang peranan penting dan menentukan keberhasilan suatu organisasi. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, muncullah fenomena yang merugikan dan dapat menghancurkan tujuan organisasi perusahaan, diantaranya adalah ketidakpuasan kerja, kelambanan kerja, kebosanan kerja, kelelahan kerja, penurunan efisiensi kerja, senioritas, kecemburuan sosial, penurunan semangat kerja dan penurunan produktivitas kerja. (Almigo, 2004)

Menurut Lumenta, salah satu upaya penting yang dilakukan dalam pembangunan di bidang kesehatan adalah dengan menyelenggarakan pelayanan


(18)

kesehatan. Bagian yang terpenting dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan adalah pelayanan keperawatan. Dan perawat merupakan tenaga kerja terbesar dibanding tenaga kerja lainnya yang bekerja di rumah sakit. Jumlah yang besar ini tidak akan berarti apabila tidak ada usaha untuk meningkatkan mutu profesionalisme perawat tersebut (Ambar, 2006)

Menurut Depkes RI tahun 1990, Pada dasarnya produktivitas dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu beban kerja, kapasitas kerja, dan beban tambahan akibat lingkungan kerja. Beban kerja berhubungan dengan beban fisik, mental maupun sosial yang mempengaruhi tenaga kerja. Kapasitas kerja berkaitan dengan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan pada waktu tertentu Sedangkan beban tambahan akibat lingkungan kerja meliputi faktor fisik, kimia, dan faktor pada tenaga kerja sendiri yang meliputi faktor biologi, fisiologis, dan psikologis (Ambar,2006).

Menyadari pentingnya peran produktivitas tenaga kerja bagi keberhasilan maupun kestabilan tempat kerja, maka setiap tempat kerja harus memperhatikan dua komponen supaya produktivitas supaya prodiktivitas dapat meningkat yaitu pekerja dan lingkungan kerja dimana satu dengan yang lain saling mempengaruhi.(Evy, 2004)

Menurut Setyawati (2003) faktor manusia yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja adalah masalah tidur, kebutuhan biologis, dan kelelahan kerja, bahkan diutarakan bahwa penurunan produktivitas tenaga kerja di lapangan sebagian besar di sebabkan oleh kelelahan kerja. Kelelahan keja merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap orang, yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan kegiatan. (Sedarmayanti, 2009)


(19)

Kelelahan merupakan masalah yang harus mendapat perhatian. Semua jenis pekerjaan baik formal dan informal menimbulkan kelelahan kerja. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah kesalahan kerja. Menurunnya kinerja sama artinya dengan menurunnya produktivitas kerja. Apabila tingkat produktivitas seorang tenaga kerja terganggu yang disebabkan oleh faktor kelelahan fisik maupun psikis maka akibat yang ditimbulkannya akan dirasakan oleh perusahaan berupa penurunan produktivitas perusahaan. (Ambar, 2006)

Selain itu, menurut Yuli.S kepuasan kerja atau job satisfaction merupakan sasaran penting dalam manajemen sumber daya manusia karena secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas kerja karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan, adapun komponen kepuasan kerja yang dimaksud antara lain : upah atau gaji, pekerjaan atau aktivitas kerja, pengawasan, promosi karir, hubungan dalam kelompok kerja, dan kondisi lingkungan kerja. Kepuasan kerja terkait dengan pemenuhan kebutuhan, karyawan yang merasa terpenuhi kebutuhannya akan mempersiapkan dirinya sebagai karyawan yang memiliki kepuasan atas pekerjaannya. (Rini, 2007)

Kepuasan kerja menjadi masalah yang cukup menarik dan penting, karena terbukti besar manfaatnya baik bagi kepentingan individu, industri. Bagi individu, penelitian mengenai sebab-sebab dan sumber-sumber kepuasan kerja memungkinkan timbulnya usaha-usaha untuk peningkatan kebahagiaan hidup mereka. Bagi industri, penelitian mengenai kepuasan kerja dilakukan dalam rangka usaha peningkatan produksi dan pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku


(20)

Menurut Davis keberadaan perawat sebagai ujung tombak juga harus benar-benar diperhatikan dan dikelola secara profesional. Apalagi tempat kerjanya merupakan usaha yang fungsinya pelayanan kesehatan masyarakat dimana merupakan bagian dari tanggung jawab mereka, dan usaha tempat mereka bekerja tidak hanya berorientasi pada segi ekonomis, namun juga sosial yang dapat memberikan pengaruh ketidakpuasan perawat dalam melakukan pekerjaannya. Adanya ketidakpuasan dalam bekerja dapat merugikan pihak rumah sakit seperti terjadinya penurunan kualitas pemberian pelayanan kesehatan pada pasien-pasien.(Cucu, 2005).

Menurut Kurniasari apabila tingkat kepuasan kerja dalam suatu organisasi atau perusahaan rendah, maka dapat menimbulkan gejala-gejala negatif yang akan terjadi dalam organisasi atau perusahaan seperti gejala kemangkiran, malas bekerja, rendahnya kualitas produksi, indisipliner, dan meningkatkan angka turnover

karyawan tentunya, karena karyawan memilih untuk berhenti atau berpindah kerja pada perusahaan pesaing atau perusahaan yang bergerak dibidang yang berbeda. (Rini, 2007)

Rumah Sakit Umum Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai merupakan salah satu industri jasa yang bekerja selama 24 jam. Salah satu unit pelayanan di Rumah Sakit Umum Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai adalah Ruang Rawat Inap. Unit ini membutuhkan pengawasan yang maksimal 24 jam oleh tim dokter dan tenaga keperawatan yang kompeten. Karena begitu kompleknya pekerjaan di unit ini, sangatlah diperlukan teknik-teknik dan keterampilan/ kemahiran tersendiri dalam menangani pasien, maka kesiapan fisik, mental, lingkungan kerja yang sangat baik


(21)

sangatlah dibutuhkan oleh setiap perawat dalam bekerja. Karena jika tidak kelelahan kerja dan ketidakpuasan kerja akan terjadi setiap saat,dan secara langsung dapat menurunkan produktivitas kerja perawat tersebut.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai perawat mengeluhkan lelah pada saat melakukan asuhan keperawatan. Berbagai kebutuhan pasien, mulai dari pergantian infus, pemberian dan pengawasan makan obat, pertolongan mendadak jika pasien shock juga pekerjaan rutin yaitu menuliskan langkah-langkah asuhan keperawatan yang dilakukan dalam menangani setiap pasien. Pemajanan ekskresi feses, darah dan muntahan juga cukup sering dialami. Pekerjaan malam hari juga menyebabkan mereka sering mengantuk dan lelah. Pekerjaan yang monoton ini menyebabkan perawat cepat merasa jenuh dan dan stress sehingga berkemungkinan menimbulkan kelelahan. Perawat Rumah Sakit Umum Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai juga mengakui adanya ketidakpuasan dari pekerjaan mereka yang disebabkan oleh faktor-faktor yang beragam diantaranya faktor-faktor finansial yang dirasa masih kurang dan minimnya penghargaan yang diterima serta beban kerja yang berat. Manajemen sumber daya manusia yaitu perawat mempunyai peran utama dan merupakan kunci pokok dalam setiap kegiatan perusahaan. Salah satu pelaksanaan manajemen sumber daya manusia yaitu adanya sistem penilaian produktivitas kerja/ kinerja. Dengan adanya pelaksanaan Penilaian kinerja diharapkan akan memberikan feed back yang tepat, dan akhirnya membawa perubahan perilaku karyawan kearah peningkatan produktivitas kerja. Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut


(22)

dengan produktivitas kerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti adalah belum diketahui adanya hubungan kelelahan kerja dan kepuasan kerja dengan produktivitas kerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kelelahan kerja dan kepuasan kepuasan kerja dengan produktivitas kerja perawat yang bekerja di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui :

1. Karakteristik (umur, status kawina, masa kerja, dan pendapatan) perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umun Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2010.

2. Kelelahan kerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai tahun 2010.

3. Kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2010.


(23)

4. Produktivitas kerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2010.

5. Hubungan kelelahan kerja dengan produktivitas kerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai tahun 2010. 6. Hubungan kepuasan kerja dengan produktivitas kerja perawat di ruang rawat

inap Rumah Sakit Umum Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2010.

1.4. Manfaat penelitian

1. Sebagai masukan bagi pihak Rumah Sakit Umum Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai mengenai kelelahan kerja dan kepuasan kerja dan hubungannya dengan produktivitas kerja yang ada di rumah sakit tersebut untuk bahan pertimbangan dalam membina dan mengembangkan kualitas dan sumber daya manusia bagi tenaga perawat.

2. Menambah Pengetahuan penulis dalam penelitian lapangan


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelelahan Kerja

2.1.1. Definisi Kelelahan Kerja

Kelelahan bagi setiap orang memiliki arti tersendiri dan bersifat subyektif. Lelah adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan (Suma mur, 1996).

Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja (Suma mur, 1989). Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja (Eko Nurmianto, 2003).

Menurut Cameron kelelahan kerja merupakan kriteria yang kompleks yang tidak hanya menyangkut kelelahan fisiologis dan psikologis tetapi dominan hubungannya dengan penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan motivasi dan penurunan produktivitas kerja. (Ambar, 2006)

Kelelahan kerja (job bournout) adalah sejenis stress yang banyak dialami oleh orang-orang yang bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan pelayanan terhadap manusia


(25)

lainnya seperti perawat kesehatan, transportasi, kepolisian, dan sebagainya. (Schuler, 1999).

Menurut Mc Farland kelelahan kerja merupakan suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan. (Hotmatua, 2006).Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output menurun, dan kondisi fisiologis yang dihasilkan dari aktivitas terus-menerus. (Anastesi, 1993).

Kelelahan akibat kerja sering kali diartikan sebagai menurunnya efisiensi, performans kerja dan berkurangnya kekuatan / ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2000).

2.1.2. Jenis Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma mur, 1996). Kelelahan kerja dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

1) Berdasarkan proses dalam otot

Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum (AM Sugeng Budiono, 2003) :

a. Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)

Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan gejala yang ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang


(26)

kurang menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya.Gejala Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar atau external signs (AM Sugeng Budiono, 2003)

Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot. Sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan saraf adalah penyebab sekunder. Sedangkan pada teori saraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel saraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang (Tarwaka, 2004).

b. Kelelahan Umum (General Fatigue)

Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan


(27)

tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa ngantuk (AM Sugeng Budiono, 2003).

Kelelahan umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan dirumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004). 2) Berdasar penyebab kelelahan

Menutut Kalimo dibedakan atas kelelahan fisiologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan (fisik) ditempat kerja, antara lain: kebisingan, suhu dan kelelahan psikologis yang disebabkan oleh faktor psikologis (konflik-konflikmental), monotoni pekerjaan, bekerja karena terpaksa, pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk (Ambar, 2006)

Menurut Phoon disebabkan oleh kelelahan fisik yaitu kelelahan karena kerja fisik, kerja patologis ditandai dengan menurunnya kerja, rasa lelah dan ada hubungannya dengan faktor psikososial.(Ambar, 2006)

3). Berdasarkan waktu terjadinya

a. Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan.

b. Kelelahan kronis, menurut Grandjean dan Kogi (1972) terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari, berkepanjangan dan bahkan kadang-kadang telah terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan.


(28)

2.1.3. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kelelahan Kerja

Timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi dari berbagai faktor penyebab yang mendatangkan ketegangan (stress) yang dialami oleh tubuh manusia (Wignjosoebroto,2000).

Green (1992) dan Suma mur (1994) dari proceeding mengemukakan faktor yang mempengaruhi kelelahan ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal antara lain : faktor somatis atau faktor fisik, gizi, jenis kelamin, usia, pengetahuan dan sikap atau gaya hidup. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah keadaab fisik lingkungan kerja (kebisingan, suhu, pencahayaan, faktor kimia (zat beracun), faktor biologis (bakteri, jamur), faktor ergonomi, kategori pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin atau peraturan perusahaan, upah, hubungan sosial dan posisi kerja atau kedudukan.

Menurut Grandjean (1988). Faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan dengan: sifat pekerjaan yang monoton (kurang bervariasi), intensitas lamanya pembeban fisik dan mental. Lingkungan kerja misalnya kebisingan, pencahayaan & cuaca kerja. Faktor psikologis misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang berlebihan, serta konflik yang kronis/ menahun, status kesehatan dan status gizi.

Menurut Siswanto yang dikutip dari Ambar (2006), faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan dengan:

a. Pengorganisasian kerja yang tidak menjamin istirahat dan rekreasi, variasi kerja dan intensitas pembebanan fisik yang tidak serasi dengan pekerjaan. b. Faktor Psikologis, misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang


(29)

c. Lingkungan kerja yang tidak menjamin kenyamanan kerja serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan pekerja.

d. Status kesehatan (penyakit) dan status gizi.

e. Monoton (pekerjaan/ lingkungan kerja yang membosankan)

Menurut Suma mur (1989) terdapat lima kelompok sebab kelelahan yaitu: 1) Keadaan monoton

2) Beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental

3) Keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan. 4) Keadaan kejiwaan seperti tanggungjawab, kekhawatiran atau konflik. 5) Penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya kelelahan. (Grandjean, 1988):

Kelelahan merupakan hasil dari berbagai ketegangan yang dialami oleh tubuh manusia sehari-hari. Untuk mempertahankan kesehatan dan efisiensi, banyaknya istirahat dan pemulihan harus seimbang dengan tingginya ketegangan kerja. Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran.

Menurut Setyawati (1994), faktor individu seperti umur juga dapat berpengaruh terhadap waktu reaksi dan perasaan lelah tenaga kerja. Pada umur yang lebih tua terjadi penurunan kekuatan otot, tetapi keadaan ini diimbangi dengan stabilitas emosi yang lebih baik dibanding tenaga kerja yang berumur muda yang dapat berakibat positif dalam melakukan pekerjaan.


(30)

2.1.4. Proses Terjadinya Kelelahan Kerja

Menurut Sedarmayanti (2009) kelelahan kerja merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap orang, yang telah tidak sanggup lagi melakukan kegiatan.

Pada dasarnya timbulnya kelelahan disebabkan oleh dua hal, yaitu : 1. Kelelahan Akibat Faktor Fisiologis (Fisik atau Kimia)

Kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahan fisiologis dalam tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh manusia dapat dianggap sebagai mesin yang dapat membuat bahan bakar, dan memberikan keluaran berupa tenaga yang berguna untuk melakukan kegiatan.

Pada prinsipnya, ada 5 macam mekanisme yang dilakukan tubuh, yaitu : a. Sistem peredaran darah

b. Sistem pencernaan c. Sistem otot

d. Sistem syaraf e. Sistem pernafasan

Kerja fisik yang kontinyu, berpengaruh terhadap mekanisme tersebut, baik secara sendiri-sendiri maupun secara sekaligus. Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk sisa ini bersifat mambatasi kelangsungan kegiatan otot. Produk sisa ini mempengaruhi serat-serat syaraf dan system syaraf pusat sehingga menyebabkan pegawai menjadi lambat bekerja jika sudah lelah.


(31)

Kelelahan ini dapat dikatakan kelelahan palsu, yang timbul dalam perasaan orang yang bersangkutan dan terlihat dalam tingkah lakunya atau pendapat-pendapatnya yang tidak konsekuen lagi, serta jiwanya yang labil dengan adanya perubahan walaupun dalam kondisi lingkungan atau kondisi tubuhnya sendiri. Jadi hal ini menyangkut perubahan yang bersangkutan dengan moril seseorang., Sebab kelelahan ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, diantaranya : kurang minat dalam bekerja, berbagai penyakit, keadaan lingkungan, adanya hukum moral yang mengikat dan merasa tidak sesuai, sebab-sebab mental seperti : tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik. Pengaruh tersebut seakan-akan terkumpul dalam tubuh dan menimbulkan rasa lelah.

2.1.5. Akibat kelelahan kerja

Konsekuensi kelelahan kerja menurut Randalf Schuler (1999) antara lain : 1. Pekerja yang mengalami kelelahan kerja akan berprestasi lebih buruk lagi daripada

pekerja yang masih penuh semangat .

2. Memburuknya hubungan si pekerja dengan pekerja lain.

3. Dapat mendorong terciptanya tingkah laku yang menyebabkan menurunnya kualitas hidup rumah tangga seseorang.

Menurut Suma mur (1996) ada 30 gejala kelelahan yang terbagi dalam 3 kategori yaitu :

1) Menunjukkan terjadinya pelemahan kegiatan.

Perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki merasa berat, sering menguap, merasa kacau pikiran, manjadi mengantuk, marasakan beban pada mata,


(32)

2) Menunjukkan terjadinya pelemahan motivasi.

Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam pekerjaan.

3) Menunjukkan gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum.

Sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, terasa pernafasan tertekan, haus, suara serak, terasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat.

Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat terjadinya kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan kadang-kadang sebelumnya. Perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala. Gejala-gejala psikis ditandai dengan perbuatan-perbuatan anti sosial dan perasaan tidak cocok dengan sekitarnya, sering depresi, kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini sering disertai kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan pencernaan,tidak dapat tidur dan lain-lain. Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik-konflik mental atau kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun akibat (Suma mur, 1996).


(33)

2.1.6 Pengukuran Kelelahan Kerja

Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku karena kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan pendekatan secara multidisiplin (Tarwaka, 2004)

Banyak parameter yang digunakan untuk mengukur kelelahan kerja antara lain : Waktu Reaksi Seluruh Tubuh atau Whole Body Reaction Test (WBRT), Uji ketuk jari (Finger Taping Test), Uji Flicker Fusion, Uji Critical Fusion, Uji Bourdon Wiersma, Skala kelelahan IFFRC (Industrial Fatique Rating Comite), Skala Fatique Rating(FR Skala),Ekresi Katikolamin, Stroop Test.(Suma mur, 1995)

Menurut Tarwaka,dkk (2004), pengukuran kelelahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:

1) Kualitas dan kuantitas hasil kerja

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti; target produksi; faktor sosial; dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan

causal factor(Tarwaka, 2004)

Kuantitas kerja dapat dilihat pada prestasi kerja yang dinyatakan dalam banyaknya produksi persatuan waktu. Sedangkan kualitas kerja didapat dengan menilai kualitas pekerjaan seperti jumlah yang ditolak, kesalahan,


(34)

2) Pencatatan perasaan subyektif kelelahan kerja, yaitu dengan cara Kuesioner. Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar

pertanyaan yang terdiri dari:

(1) 10 Pertanyaan tentang pelemahan kegiatan: 1.Perasaan berat di kepala, 2.Lelah di seluruh badan, 3.Berat di kaki, 4.Menguap, 5.Pikiran kacau, 6.Mengantuk, 7.Ada beban pada mata, 8.Gerakan canggung dan kaku, 9.Berdiri tidak stabil, 10.Ingin berbaring

(2) 10 Pertanyaan tentang pelemahan motivasi: 1.Susah berfikir, 2.Lelah untuk bicara, 3.Gugup, 4.Tidak berkonsentrasi, 5.Sulit untuk memusatkan perhatian, 6.Mudah lupa, 7.Kepercayaan diri berkurang, 8.Merasa cemas, 9.Sulit mengontrol sikap, 10.Tidak tekun dalam pekerjaan

(3) 10 Pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik : 1.Sakit dikepala, 2.Kaku di bahu, 3.Nyeri di punggung, 4.Sesak nafas, 5.Haus, 6.Suara serak, 7.Merasa pening, 8.Spasme di kelopak mata, 9.Tremor pada anggota badan, 10.Merasa kurang sehat

3) Alat Ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPKK).

Menurut Setyawati KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) merupakan parameter untuk mengukur perasaan kelelahan kerja sebagai gejala subjektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang tidak menyenangkan. Keluhan-keluhan yang dialami pekerja sehari-hari membuat mereka mengalami kelelahan kronis.(Hotmatua, 2009).


(35)

4) Pengukuran gelombang listrik pada otak dengan Electroenchepalography

(EEG).

5) Uji psiko-motor (psychomotor test), dapat dilakukan dengan cara melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor dengan menggunakan alat digital reaction timer untuk mengukur waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.

6) Uji mental, pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersman test merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi.

Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena beberapa faktor, seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap paksa dan pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat. Sumber kelelahan dapat disimpulkan dari hasil pengujian tersebut.


(36)

2.1.7 Cara Mengatasi Kelelahan Kerja

Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadang-kadang salah satu dari padanya lebih dominan sesuai dengan keperluan. Sistem

aktivasi bersifatsimpatis, sedangkaninhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut harus berada pada kondisi yang memberikan stabilitasi kepada tubuh (Suma mur, 1989)

Untuk menghindari rasa lelah diperlukan adanya keseimbangan antara masukan sumber datangnya kelelahan tersebut (faktor-faktor penyebab kelelahan) dengan jumlah keluaran yang diperoleh lewat proses pemulihan (recovery). Proses pemulihan dapat dilakukan dengan cara antara lain memberikan waktu istirahat yang cukup baik yang terjadwal atau terstruktur atau tidak dan seimbang dengan tinggi rendahnya tingkat ketegangan kerja.

Dengan memperpendek jam kerja harian akan menghasilkan kenaikan output per jam sebaliknya dengan memperpanjang jam kerja harian akan menjurus memperlambat kecepatan (tempo) kerja yang akhirnya berakibat pada penurunan prestasi kerja per jamnya (Wignjosoebroto, 2000).

Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja. Misalnya, banyak hal yang dapat dicapai dengan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat yang tepat, kamar-kamar istirahat, masa-masa libur dan rekreasi, dan lain-lain.


(37)

2.2. Kepuasan Kerja

2.2.1. Definisi Kepuasan Kerja

Biasanya orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang ia jalankan, apabila apa yang ia kerjakan itu dianggapnya telah memenuhi harapannya, atau sesuai dengan tujuan ia bekerja. Apabila ada seorang mendambakan sesuatu, maka ia akan memiliki harapan, dan dengan demikin ia akan termotivasi untuk melakukkan tindakan ke arah pencapaian harapan tersebut. Heider, misalnya menyatakan bahwa prestasi kerja seseorang akan ditentukan oleh motivasi dan kecakapannya. (Anoraga,2001).

Mengenai batasan atau definisi kepuasan kerja belum ada keseragaman. Walaupun demikian tidaklah terdapat perbedaan yang prinsipil daripadanya. Menurut beberapa ahli antara lain : menurut Wexley & Yukl, kepuasan kerja adalahthe way an employee feels about his / her job, artinya perasaan seseorang terhadap pekerjaan. Sedangkan menurut Athanasiou, kepuasan kerja adalah sebagai positive emosional state. Vroom menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah refleksi dari job attitudeyang bernilai positif dan Hoppeck manyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Luthan mengatakan bahwa kepuasan kerja karyawan biasanya bersumber pada (1) pekerjaan itu sendiri (Intrinsic factory) ; (2) lingkungan kerja karyawan yang bersangkutan(Ekstrinsic factors); dan (3) proses kerja dan hasil kerja

(Satisfaction on the work process and outcome).(As ad, 1998).


(38)

dengan karyawan. Pengertian kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Blum merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri, dan hubungan sosial individual di luar kerja (As ad, 1998).

Handoko mengemukakan kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini tampak dalam sikap posotif keryawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. (Sutrisno, 2009)

Howell dan Dipboye (1986) yang dikutip oleh Munandar (2001) memandang bahwa kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap pekerjaannnya. Dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya.

Dari batasan- batasan mengenai kepuasan kerja diatas sebenarnya batasan yang sangat sederhana dan operasional adalah suatu sikap positif yang menyangkut penyesuaian diri yang sehat dari para karyawan terhadap kondisi dan situasi kerja termasuk didalamnya masalah upah, kondisi sosial, kondisi fisik dan kondisi psikologis . Ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaannya . (As ad, 1998).

2.2.2 Kepuasan Kerja Sebagai Suatu Sikap Kerja

Menurut Berry secara umum, sikap dipertimbangkan sebagai proses yang disadari pada struktur persepsi sosial dan hasil reaksi terhadap tindakan nyata. Suatu sikap tidak dapat diamati, namun dapat diduga melalui kebiasaan dan ekspresi emosi


(39)

yang dapat mempengaruhi rangsangan untuk tindakan selanjutnya. Sikap kerja didefinisikan sebagai pola tetap dari pemikiran, perasaan dan kebiasaan terhadap beberapa aspek pekerjaan mereka. Seperti sikap secara umum, kepuasan kerja digambarkan sebagai syarat komponen afektif dan emosi. Ketika pengaruh dari sikap positif, kita menyebutnya kepuasan kerja; dan ketika negatif disebut ketidakpuasan. Kita juga dapat menganggap bahwa syarat kepuasan kerja yaitu komponen kognitif disebut juga pengalaman kerja. (Relli, 2007)

Akhirnya kepuasan kerja dapat disimpulkan sebagai komponen kebiasaan atau kecenderungan untuk tindakan promosi. Suatu tindakan cenderung menggambarkan apa yang diinginkan seseorang, memberi mereka kesempatan untuk berkarir dan merasakan pekerjaannya. Suatu tindakan cenderung memungkinkan seseorang untuk meninggalkan pekerjaannya.(Relli, 2007).

2.2.3. Teori-Teori Tentang kepuasan Kerja

Menurut Wexley dan Yulk (1997) Yang dikutip oleh As ad (1998) secara umum ada tiga teori tentang kepuasan kerja yang lazim dikenal yaitu :

1. Discreppancy Theory(Teori Pertentangn)

Teori ini pertama kali di pelopori oleh Porter (1961) dimana kepuasan ini diukur dengan menghitung selisih dari apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan(difference between how much of somethingthere should be and how much there is now). (As,ad, 1995). Kemudian Locke (1969) menyatakan bahwa kepuasan ataun ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan atas dua nilai yaitu pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang


(40)

diinginkan seorang individu dengan apa yang ia terima, dan pentingnya apa yang diinginkan individu. (Munandar, 2001).

2. Equity Theory

Pendahulu teori ini adalah Zea eznik (1958) dan dikembangkan oleh Adams (1963). Prinsip dari teori ini adalah orang akan merasa puas, tergantung apakah ia merasakan keadilan (equity)atau tidak atas situasi tertentu. Perasaanequity

atauinequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun ditempat lain. Menurut teori ini elemen-elemen dari equity inequity ada tiga yaitu input, outcomes, comparison person dan equity inequity. Input adalah sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan, sedangkan outcomes adalah hasil dari sesuatu yang berharga yang dirasakan oleh karyawan sebagai hasil dari pekerjaannya. Dan comparison person adalah kepada orang lain siapa karyawan membandingkan rasio input outcomes yang dimilikinya. Comparison person bisa berupa seseorang diperusahaan yang sama atau ditempat lain tau bisa pula dengan dirinya sendiri di waktu lampau.

Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input outcomesdirinya dengan rasioinput outcomesorang lain(comparison person). Bila perbandingannya dianggap cukup adil (equity), maka ia akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan (over compensation equity),

bisa menimbulkan kepuasan bisa pula tidak. Namun bila perbandingan itu tidak seimbang dan merugikan akan menimbulkan ketidakpuasan.


(41)

3. Two Tactor Theory

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg (1969). Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok stisfiers atau motivator dan kelompok dissatisfiers

atauhygiene factors.

Satisfiers (motivator) atau intrinsic factor, job content dan motivator, adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikan sebagai sumber kepuasan kerja terdiri dari :

achievement, recognition, work it self, responsibility and advancement. Hadirnya faktor ini akan menimbulkan kepuasan tetapi tidak hadirnya faktor ini tidak selamanya menimbulkan ketidakpuasan.

Dissatisfiers (higiene factors) atau extrinsic factor, job content, adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan , yang terdiri dari : company policy and administration, suprvision technical, salary, interpersonal, relation, working condition, job security dan status. Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja. Artinya, bahwa perbaikan terhadap

salary dan working condition tidak akan menimbulkan ketidakpuasan tetapi hanya mengurangi ketidakpuasan. (As ad, 1999).

2.2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Munandar (2001) mengatakan bahwa banyak faktor yang telah diteliti sebagai faktor yang mungkin menentukan kepuasan kerja. Beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya sehubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi


(42)

1. Harold E. Burt, menyatakan faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja adalah :

ï‚· Faktor hubungan antar karyawan, antara lain hubungan antara manajer dengan karyawan, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial di antara karyawan, sugesti dari teman kerja, emosi dan situasi kerja.

ï‚· Faktor individual, seperti sikap orang terhadap pekerjaannya, umur orang sewaktu bekerja dan jenis kelamin.

ï‚· Faktor luar seperti keadaan keluarga karyawan, rekreasi dan pendidikan 2. Ghiselli dan Brown, menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan kerja

adalah :

ï‚· Kedudukan

Pada umumnya manusia yang beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas dari pada mereka yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah.

ï‚· Pangkat

Kedudukan / pangkat yang naik dalam suatu organisasi atau perusahaan merupakan suatu hal yang membuat seseorang merasa senang dan bangga.

ï‚· Umur

Umur menurut penelitian mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan kerja. Umur di antara 25-34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur yang bisa menimbulkan perasaan yang kurang puas terhadap pekerjaan.


(43)

ï‚· Jaminan finansial dan jaminan sosial

Jaminan-jaminan ini secara nyata banyak berpengaruh terhadap kepuasan kerja.

ï‚· Mutu pengawasan

Hal ini berupa adanya perhatian dan hubungan yang baik antara pihak pimpinan dan bawahan sehingga karyawan merasa bahwa ia adalah merupakan bagian penting dari perusahaan atau organisasi.

3. Blum, menyebutkan faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja adalah:

ï‚· Faktor individual seperti umur, kesehatan, watak, dan harapan

ï‚· Faktor sosial seperti hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berekreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan.

ï‚· Faktor utama dalam pekerjaan seperti upah, pengawasan, ketentraman, hubungan sosial didalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, dan perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas.

4. Gilmer mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah:

ï‚· Kesempatan untuk maju, yaitu ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.

ï‚· Keamanan kerja, yaitu keadaan yang aman yang sangat mempengaruhi perasaan karyawan sewaktu bekerja.


(44)

ï‚· Gaji, yang mana gaji lebih banyak tidak selamanya menimbulkan kepuasan kerja karena jarang orang mengekspresikan kepuasannya dengan sejumlah uang.

ï‚· Perusahaan dan manajemen, dimana perusahaan yang baik adalah perusahaan yang memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil.

ï‚· Pengawasan (supervisi), dengan supervisi yang baik dari seorang supervisor dapat berperan sebagai figur ayah bagi bawahannya dapat mengurangi tingkat absensi danturn over.

ï‚· Faktor intrinsik dari pekerjaan, sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan .

ï‚· Kondisi kerja, termasuk kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin, dan tempat parkir.

ï‚· Aspek sosial dalam pekerjaan, adalah sikap yang sulit untuk digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor penyebab puas atau tidak puasnya dalam bekerja.

ï‚· Komunikasi, yaitu adanya komunikasi yang lancar antara atasan dengan bawahan dan adanya penghargaan terhadap pendapat ataupun prestasi karyawan.

ï‚· Fasilitas seperti adanya cuti, dana pensiun, dan perumahan. 5. Caugemi dan Claypool, hal-hal yang menyebabkan rasa puas adalah :

ï‚· Prestasi


(45)

ï‚· Kenaikan jabatan

ï‚· Pujian

Sedangkan penyebab ketidakpuasan adalah :

ï‚· Kebijaksanaan perusahaan

ï‚· Supervisor

ï‚· Kondisi kerjja

ï‚· Gaji

Dari berbagai pendapat tersebut, Sutrisno (2009) dalam bukunya menyimpulkan bahwa secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut :

A. Faktor psikologis

Merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap tehadap kerja, bakat dan keterampilan. Untuk menelusuri faktor ini, maka perlu diketahu faktor-faktor yang merupakan sumber perbedaab individu dalam bekerja, yaitu :

1. Faktor fisik

a. Bentuk tubuh dan komposisinya

Bentuk tubuh meliputi besar kecilnya tubuh, bagian-bagiannya, warna kulit dan kelengkapan anggota badan. Sedangkan komposisinya meliputi bagaimana letak dan kesesuaiannya dengan bagian-bagian tubuh lainnya. Penting dan tidaknya pengaruh kedua hal tersebut di dalam pekerjaan tergantung jenis pekerjaanya.


(46)

Taraf kesehatan pada umumnya berbeda. Perbedaan ini bisa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya ada yang mudah di serang penyakit dan ada pula orang yang daya tahannya terhadap penyakit cukup kuat.

c. Kemampuan panca indera

Kemampuan fisik yang terwujud kemampuan panca indera diperlukan di dalam bekerja. Misalnya untuk bekerja di bagian perusahaan rokok diperlukan kemampuan penciuman yang baik.

2.Perbedaan individu dalam segi psikis

a. Bakat

Bakat ialah kemampuan dasar yang menentukan sejauhmana kesuksesan individu untuk memperoleh keahlian tertentu, apabila individu itu diberi latihan-latihan tertentu. Setiap pekerjaan membutuhkan bakat yang berbeda-beda. Dengan adanya kesesuaian antara bakat dengan pekerjaan, maka hasilnya pekerjaan lebih sukses.

b. Minat

Minat adalah sikap yang membuat orang senang akan objek situasi atau ide-ide tertentu. Hal ini diikuti oleh perasaan senang dan kecenderungan untuk mencari objek yang disenangi itu.

B. Faktor Sosial

Merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan dengan atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.


(47)

Kebutuhan sosial bisa diperoleh dari hubungan antara atasan dengan bawahan. Pada hakekatnya setiap karyawan membutuhkan perlakuan yang adil. Mereka ingin agar suara mereka didengar kalau atasannya melakukan tindakan yang salah, mereka ingin agar diakui kalau melakukan pekerjaan dengan baik, dan akhirnya setiap karyawan menginginkan adanya perhatian, baik dari atasan maupun dari teman sekerja. Tidak peduli apakah pekerjaan yang dilakukan berhasil dengan baik atau tidak. Perbedaan individual mengenai besarnya perhatian yang diterima tetap merupakan masalah bagi pimpinan yang baik. Tidak semua karyawan mempunyai perasaan yang sama terhadap perhatian yang diberikan oleh seorang pimpinan. (Heidjarachman, 1984)

C. Faktor Fisik

Merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan suhu ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya.

Kondisi lingkungan kerja perlu mendapatkan perhatian yang serius karena lingkungan kerja yang nyaman dan aman sangat menentukan puas tidaknya karyawan dalam melakukan pekerjaannya di lingkungan tersebut. Lingkungan harus memenuhi syarat-syarat lingkungan kerja yang baik, pemeliharaan rumah tangga yang baik, meliputi penimbunan, pengaturan mesin, bejana-bejana dan lainnya, keadaan gedung yang selamat, memiliki alat pemadam kebakaran, pintu keluar darurat, lubang ventilasi dan lantai yang baik, dan perencanaan yang baik yang terlihat dari


(48)

pengaturan operasi, pengaturan tempat mesin, proses yang selamat, cukup alat-alat, cukup pedoman-pedoman pelaksanaan aturan. (As ad. 1999)

Mengenai masalah waktu kerja, dalam Undang-Undang No.1 tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang-undang Kerja tahun 1948 No. 12, telah diatur tentang aturan waktu kerja dimana dalam pasal 10 ayat 1 kalimat pertama berbunyi Buruh (pekerja) tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Begitu pula dengan waktu istirahat dimana dalam pasal 10 ayat 2 Undang-undang yang sama menyebutkan bahwa setelah buruh atau pekerja menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus-menerus diadakan waktu istirahat tidak termasuk jam kerja.Waktu istirahat ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali tenaganya dan waktu istirahat makan setelah bekerja setengah jam lamanya untuk memulihkan kembali menjalankan pekerjaannya. (Suma mur, 1996)

D. Faktor Finansial

Merupakan faktor yang berhubungan dengan kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji (upah), jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya. (As ad, 1999)

Faktor ini cukup berpengaruh terhadap kepuasan karyawan. Misalnya faktor upah, sebagian besar karyawan bila ditanya apa yang menjadi motivasinya untuk bekerja, maka ia akan menjawab untuk memperoleh gaji. Ini berarti gaji / upah mempunyai arti penting dalam kerja. Upah adalah pengganti atas jasa yang telah diserahkan kepada pihak lain atau majikan dan wujudnya dapat bermacam-macam. (Heidjarachman,1984)


(49)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi balas jasa (upah, tunjangan) dari dalam perusahaan adalah :

a. Berat ringannya suatu pekerjaan, untuk pekerjaan yang mengandung risiko tinggi pemberian kompensasi akan lebih tinggi dibanding pekerjaan yang tidak mengandung risiko tinggi.

b. Kemampuan kerja dari karyawan tersebut, kemampuan seseorang harus dihargai perusahaan dengan memberikan kompensasi yang memadai dengan kemampuan karyawan.

c. Jabatan atau pangkat.

d. Pendidikan, dalam memberikan kompensasi balas jasa pendidikan menjadi pertimbangan, pemberian kompensasi sesuai dengan pendidikan karyawan yang bersangkutan.

e. Lama bekerja, makin lama karyawan bekerja tentu akan mengharapkan kompensasi balas jasa yang meningkat sesuai dengan lamanya karyawan bekerja. (mulia, 2001)

Selain faktor upah, faktor finansial lain yang tak kalah pentingnya adalah promosi atau kesempatan untuk maju. Salah satu dorongan bekerja pada suatu perusahaan adalah adanya kesempatan untuk maju. Sudah menjadi sifat manusia pada umumnya untuk menjadi lebih baik, lebih maju dari posisi yang dipunyai pada saat ini. Kesempatan untuk maju di dalam organisasi sering disebut sebagai promosi (naik pangkat). Suatu promosi berarti perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Biasanya perpindahan ke


(50)

jabatan yang lebih tinggi disertai dengan peningkatan gaji / upah dan hak-hak lainnya. (Heidjarachman, 1984)

2.2.5. Pengukuran Kepuasan Kerja

Terdapat banyak cara untuk mengukur kepuasan kerja karyawan dalam suatu organisasi/ perusahaan baik besar maupun kecil. Menurut Luthan terdapat empat cara yang dapat dipakai untuk mengukur kepusan kerja, yaitu (1) Rating Scale, (2) Critical incidents, (3) Interviews dan (4) Action Tendencies. (Muhaimin, 2004)

1. Rating Scale

Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan kerja dengan menggunakanRating Scale antara lain: (1) Minnessota Satisfaction Questionare, (2)

Job Descriptive Index, dan (3)Porter Need Satisfaction Questionare.

Minnesota Satisfaction Questionare (MSQ) adalah suatu instrumen atau alat pengukur kepuasan kerja yang dirancang demikian rupa yang di dalamnya memuat secara rinci unsur-unsur yang terkategorikan dalam unsur kepuasan dan unsur ketidakpuasan. Skala MSQ mengukur berbagai aspek pekerjaan yang dirasakan sangat memuaskan, memuaskan, tidak dapat memutuskan, tidak memuaskan dan sangat tidak memuaskan. Karyawan diminta memilih satu alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisi pekerjaannya.

Job descriptive index. adalah uatu instrumen pengukur kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Kendall, dan Hulin. Dengan instrumen ini dapat diketahui secaara luas bagaimana sikap karyawan terhadap komponen-komponen dari pekerjaan itu. Variabel yang diukur adalah pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, supervisi dan mitra kerja.


(51)

Porter Need Satisfaction Questionare adalah suatu intrumen pengukur kepuasan kerja yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja para manajer. Pertanyaan yang diajukan lebih mempokuskan diri pada permasalahan tertentu dan tantangan yang dihadapi oleh para manajer.

2.Critical Incidents

Critical Incidents dikembangakan oleh Frederick Herzberg. Dia menggu-nakan teknik ini dalam penelitiannya tentang teori motivasi dua faktor. Dalam penelitiannya tersebut dia mengajukan pertanyaan kepada para karyawan tentang faktor-faktor apa yang saja yang membuat mereka puas dan tidak puas.

3.Interview

Untuk mengukur kepuasan kerja dengan menggunakan wawancara yang dilakukan terhadap para karyawan secara individu. Dengan metode ini dapat diketahui secara mendalam mengenai bagaimana sikap karyawan terhadap berbagai aspek pekerjaan. 4.Action Tendencies

Action Tendencies dimaksudkan sebagai suatu kecenderungan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kepuasan kerja karyawan dapat dilihat berdasarkanaction tendencies.

Sementara itu menurut Robbins (Wibowo, 2007) ada dua pendekatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :

1. Single Global Rating yaitu meminta individu merespon atas suatu pertanyaan seperti; dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda? Individu bisa menjawab puas dan tidak puas.


(52)

2. Summation Scorenyaitu dengan mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang maing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitngkan adalah sifat pekerjaan, supervisi, upah, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja.

Dalam penelitian ini kepuasan kerja diukur melalui faktor-faktor kepuasan kerja seperti: minat, ketentraman, hubungan dengan sesama perawat, hubungan dengan atasan, pengaturan waktu kerja, gaji, suhu, dan promosi, yang dikembangkan dalam instrument kuesioner dengan meminta individu merespon atas suatu pertanyaan dengan jawaban puas dan tidak puas (Single Global Rating).

Arnold dan Feldman (1986) menyatakan 5 kegunaan dari survei mengenai kepuasan kerja yaitu :

1. Mendiagnosa permasalahan organisasi

2. Mengevaluasi efek dari manajemen perubahan 3. Meningkatkan komunikasi dengan pekerja 4. Melakukan assesmant terhadap serikat kerja 5. Untuk memahami terjadinyaabsentdanturn over


(53)

2.3. Produktivitas

2.3.1 Pengertian Produktivitas

Menurut Dewan Produktivitas Nasional (1983) dikatakan bahwa produktivitas mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini . (Sedarmayanti, 2009). Pengertian ini mempunyai makna bahwa kita harus melakukan perbaikan. Dalam suatu perusahaan, manajemen harus terus- menerus melakukan perbaikan proses produksi, sistem kerja, lingkungan kerja, teknologi dan lain-lain.

Kedua, produktivitas adalah perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input). Perumusan ini berlaku untuk perusahaan, industri dan ekonomi secara keseluruhan. Lebih sederhana, maka produktivitas adalah perbandingan secara ilmu hitung, antara jumlah yang dihasilkan dan jumlah setiap sumber daya yang dipergunakan selama proses berlangsung. (AM. Sugeng Budiono, 2003)

Produktivitas secara umum diartikan sebagai hubungan antara keluaran (barang dan jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan, uang). Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan. Masukan sering dibatasi dengan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik, bentuk dan nilai (Sutrisno, 2009).

Menurut L. Greenberg, produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Produktivitas juga diartikan sebagai (Sinugan, 2008) :


(54)

b. Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satu-satuan (unit) umum.

Paul Mali (1978) dalam Sedarmayanti (2009) mengutarakan bahwa produktivitas adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Oleh karena itu produktivitas sering diartikan sebagai rasio antara keluaran dan masukan dalam satuan waktu tertentu.

Beberapa pengertian produktivitas antara lain :

a.Rome Conference Euroopean Produktivity agencytahun 1958 menyebutkan : 1. Produktivitas adalah tingkat efisiensi dan efektivitas dari pengguanaan elemen

produksi

2. Produktivitas merupakan sikap mental. Sikap mental yang selalu mencari perbaikan terhadap apa yang telah ada

b. Dewan produktivitas Nasional RI tahun 1983 merumuskan :

1. Produktivitas mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari pada kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini

2. Produktivitas mengandung pengertian perbandingan atau rasio antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan

c. Piagam Produktivitas OSLO tahun 1984 menyebutkan :

produktivitas adalah konsep yang universal, dimaksudkan untuk menyediakan semakin banyak barang dan jasa untuk kebutuhan dan semakin banyak orang dengan menggunakan sedikit mungkin sumber daya. (Sedarmayanti,2009)


(55)

Dari beberapa pengertian produktivitas diatas dapatlah dikelompokkan manjadi tiga yaitu : (Sinugan, 2008)

a. Rumus tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain adalah dari pada yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan (input)

b. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.

c. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor esensial yaitu : investasi, termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset, manajemen dan tenaga kerja.

Produktivitas meningkat apabila : (Sedarmayanti, 2009)

a. Volume atau kuantitas keluaran bertambah besar, tanpa menambah jumlah masukan

b. Volume atau kuantitas keluaran tidak bertambah akan tetapi mesukannya berkurang

c. Volume atau kuantitas bertambah besar sedang masukannya juga berkurang d. Jumlah masukan bertambah asalkan volume atau kuantitas keluaran bertambah


(56)

Berdasarkan pengertian produktivitas sebagai keluaran maka produktivitas dapat dibedakan kedalam berbagai tingkatan yaitu produktivitas tingkat individu (tenaga kerja), tingkat satuan (kelompok kerja) dan tingkat organisasi perusahaan (produktivitas sub sistem, sistem maupun supra sistem). (Ambar, 2006).

Dewasa ini, produktivitas individu mendapat perhatian cukup besar. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa sebenarnya produktivitas manapun bersumber dari individu yang melakukan kegiatan. Namun individu yang dimaksud adalah individu sebagai tenaga kerja yang memiliki kualitas kerja yang memadai. (Sedarmayanti, 2009)

2.3.2 Pengertian Produktivitas Kerja

Menurut Sedarmayanti (2009) produktivitas kerja menunjukkan bahwa individu merupakan perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian unjuk kerja maksimal) dengan efisiensi salah satu masukan (tenaga kerja) yang mencangkup kuantitas, kualitas dalam waktu tertentu. Produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada hasil kerja atau kinerja seseorang dengan proses input sebagai masukan dan output sebagai keluarannya yang merupakan indikator daripada kinerja karyawan dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.

Menurut Kussrianto, produktivitas kerja adalah rasio dari hasil kerja dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja (Sutrisno, 2009). Produktivitas kerja menurut Cascio sebagai pengukuran output


(57)

berupa barang atau jasa dalam hubungannya dengan input yang berupa karyawan, modal, materi atau bahan baku dan peralatan (Almigo, 2004).

Menurut Pandji, produktivitas kerja adalah efisiensi proses menghasilkan dari sumber daya yang digunakan. Menurut Sritomo, produktivitas seringkali juga diidentifikasikan dengan efisiensi dalam arti suatu rasio antara keluaran (output)dan masukan (input). Menurut Sugeng, produktivitas disini adalah perbandingan secara ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dari setiap jumlah sumber daya yang dipergunakan selama proses berlangsung (Wahyu, 2009). Produktivitas dari tenaga kerja ditunjukan sebagai rasio dari jumlah keluaran yang dihasilkan per total tenaga kerja yang jam manusia (man hours), yaitu jam kerja dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut (Sritomo Wignjosoebroto, 2003).

Dari definisi-definisi tersebut di atas, dapat disimpulakan bahwa produktivitas kerja terdiri dari tiga aspek,yaitu pertama produktivitas adalah keluaran fisik per unit dari usaha produktif; Kedua produktivitas merupakan tingkat keefektifan dari manajemen industri dalam menggunakan fasilitas-fasilitas untuk produksi dan ketiga, produktovitas adalah keefektivan dari penggunaan tenaga kerja dan peralatan. (Sutrisno, 2009)

Jadi produktivitas bukanlah hanya satu masalah teknis maupun menejerial tetapi merupakan suatu masalah yang kompleks, merupakan masalah yang bekenaan dengan badan-badan pemerintahan, serikat buruh dan lembaga-lembaga sosial lainnya, yang semakin berbeda tujuannya akan semakin berbeda pula definisi produktivitasnya. (Sinugan,2008)


(58)

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Menurut Simanjuntak, ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, yaitu : (Sutrisno,2009)

1) Pelatihan

Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi karyawan dengan keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja. Untuk itu latihan kerja diperlukan bukan hanya sebagai pelengkap tetapi sekaligus untuk memberikan dasar-dasar pengetahuan. Karena dengan latihan karyawan belajar untuk mengerjakan sesuatu dengan benar-benar dan tepat, serta dapat memperkecil dan meninggalkan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Stoner (1991), mengemukakan bahwa peningkatan produktivitas bukan pada pemutakhiran peralatan, akan tetapi pada pengembangan karyawan yang paling utama. Dari hasil penelitian beliau menyebutkan 75% peningkatan produktivitas justru dihasilkan oleh perbaikan pelatihan dan pengetahuan kerja, kesehatan dan alokasi tugas.

2) Mental dan kemampuan fisik karyawan

Keadaan mental dan fisik karyawan merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik dan mental karyawan mempunyai hubungan yang erat dengan produktivitas kerja karyawan.

3) Hubungan antara atasan dan bawahan

Hubungan atasan dengan bawahan akan mempengaruhi kegiatan yang akan dilakukan sehari-hai. Bagaimana pandangan atasan terhadap bawahan, sejauh mana bawahan diikutsertakan dalam penentuan tujuan. Sikap yang saling jalin-menjalin telah mampu meningkatkan produktivitas karyawan dalam bekerja. Dengan


(59)

demikian, jika karyawan diperlakukan secara baik, maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik pula dalam proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja.

Sedangkan Tiffin dan Cormick (dalam Siagian, 2003) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dapat disimpulakan menjadi dua golongan yaitu:

1). Factor yang ada pada diri individu, yaitu umur, temperamen, keadaan fisik individu, kelelahan dan motivasi.

2). Factor yang ada diluar individu, yaitu kondisi fisik seperti suara, penerangan, waktu istirahat, lama kerja, upah, bentuk organisasi, lingkungan social dan keluarga.

Faktor-faktor yang diinginkan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas adalah : 1. Pekerjaan yang menarik, 2. Upah yang baik, 3. Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan, 4. Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan, 5. Lingkungan atau suasana kerja yang baik, 6. Promosi dan perkembangan diri pekerja sejalan dengan perkembangan tempat kerja, 7. Merasa terlibat dalam kegiatan organisasi, 8. Pengertian dan simpati atas persoalan pribadi, 9. Kesetiaan pimpinan pada diri si pekerja, 10. Disiplin kerja

Produktivitas bukanlah produksi, kedua kata ini mempunyai pengertian yang berbeda. Peningkatan produksi mengacu pertambahan hasil yang dicapai, sedangkan peningkatan produktivitas mengandung pengertian pertambahan hasil dan perbaikan cara atau tehnik perproduksi. Peningkatan produksi tidak selalu disebabkan oleh


(1)

STAT.KWN * TKT.KEL Crosstabulation TKT.KEL

Total lelah tidaklelah

STAT.KWN Kawin Count 25 16 41

% within

STAT.KWN 61.0% 39.0% 100.0%

tidak kawin Count 3 3 6

% within

STAT.KWN 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 28 19 47

% within

STAT.KWN 59.6% 40.4% 100.0% MASA_KJA * TKT.KEL Crosstabulation

TKT.KEL

Total lelah tidaklelah

MASA_KJA < 5 tahun Count 13 6 19

% within

MASA_KJA 68.4% 31.6% 100.0%

5-10 tahun Count 9 6 15

% within

MASA_KJA 60.0% 40.0% 100.0% >= 10

tahun % withinCount 6 7 13

MASA_KJA 46.2% 53.8% 100.0%

Total Count 28 19 47

% within

MASA_KJA 59.6% 40.4% 100.0%

Tabulasi Silang Karakteristik Responden dengan Tingkat Kepuasan Kerja

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

UMUR *

TKT.KEP 47 100.0% 0 0.0% 47 100.0%

JK * TKT.KEP 47 100.0% 0 0.0% 47 100.0%

STAT.KWN *


(2)

UMUR * TKT.KEP Crosstabulation

TKT.KEP

Total tidak

puas puas

UMUR 20 - 24 tahun Count 5 2 7

% within UMUR 71.4% 28.6% 100.0%

25 - 34 tahun Count 15 11 26

% within UMUR 57.7% 42.3% 100.0%

35 - 44 tahun Count 4 7 11

% within UMUR 36.4% 63.6% 100.0%

45 - 54 tahun Count 1 2 3

% within UMUR 33.3% 66.7% 100.0%

Total Count 25 22 47

% within UMUR 53.2% 46.8% 100.0% JK * TKT.KEP Crosstabulation

TKT.KEP

Total tidak

puas puas

JK laki-laki Count 8 4 12

% within JK 66.7% 33.3% 100.0%

Perempuan Count 17 18 35

% within JK 48.6% 51.4% 100.0%

Total Count 25 22 47

% within JK 53.2% 46.8% 100.0% STAT.KWN * TKT.KEP Crosstabulation

TKT.KEP

Total tidak

puas puas

STAT.KWN Kawin Count 22 19 41

% within

STAT.KWN 53.7% 46.3% 100.0%

tidak kawin Count 3 3 6

% within

STAT.KWN 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 25 22 47

% within


(3)

MASA_KJA * TKT.KEP Crosstabulation TKT.KEP

Total tidak

puas Puas

MASA_KJA < 5 tahun Count 11 8 19

% within

MASA_KJA 57.9% 42.1% 100.0%

5-10 tahun Count 8 7 15

% within

MASA_KJA 53.3% 46.7% 100.0%

>= 10 tahun Count 6 7 13

% within

MASA_KJA 46.2% 53.8% 100.0%

Total Count 25 22 47

% within

MASA_KJA 53.2% 46.8% 100.0%

Tabulasi Silang Karakteristik Responden dengan Tingkat Produktivitas Kerja

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N

UMUR * TKT.PROD 47 100.0% 0 0.0% 47

JK * TKT.PROD 47 100.0% 0 0.0% 47

STAT.KWN *

TKT.PROD 47 100.0% 0 0.0% 47

MASA_KJA *

TKT.PROD 47 100.0% 0 0.0% 47

GAJI * TKT.PROD 47 100.0% 0 0.0% 47

UMUR * TKT.PROD Crosstabulation

TKT.PROD

Total produktivitas

tidak sesuai produktivitassesuai

UMUR 20 - 24 tahun Count 6 1 7

% within UMUR 85.7% 14.3% 100.0%

25 - 34 tahun Count 18 8 26

% within UMUR 69.2% 30.8% 100.0%

35 - 44 tahun Count 7 4 11


(4)

JK * TKT.PROD Crosstabulation

TKT.PROD

Total produktivitas

tidak sesuai produktivitassesuai

JK laki-laki Count 10 2 12

% within JK 83.3% 16.7% 100.0%

perempuan Count 23 12 35

% within JK 65.7% 34.3% 100.0%

Total Count 33 14 47

% within JK 70.2% 29.8% 100.0%

STAT.KWN * TKT.PROD Crosstabulation

TKT.PROD

Total produktivitas

tidak sesuai produktivitassesuai

STAT.KWN kawin Count 29 12 41

% within STAT.KWN 70.7% 29.3% 100.0%

tidak kawin Count 4 2 6

% within STAT.KWN 66.7% 33.3% 100.0%

Total Count 33 14 47

% within STAT.KWN 70.2% 29.8% 100.0% MASA_KJA * TKT.PROD Crosstabulation

TKT.PROD

Total produktivitas

tidak sesuai produktivitassesuai

MASA_KJA < 5 tahun Count 13 6 19

% within MASA_KJA 68.4% 31.6% 100.0%

5-10 tahun Count 11 4 15

% within MASA_KJA 73.3% 26.7% 100.0%

>= 10 tahun Count 9 4 13

% within MASA_KJA 69.2% 30.8% 100.0%

Total Count 33 14 47


(5)

Lampiran 5. Analisa Uji Chi-Square

TKT.KEL * TKT.PROD

Crosstab

TKT.PROD

Total produktivitas

tidak sesuai produktivitassesuai

TKT.KEL lelah Count 24 4 28

% within TKT.KEL 85.7% 14.3% 100.0%

tidak lelah Count 9 10 19

% within TKT.KEL 47.4% 52.6% 100.0%

Total Count 33 14 47

% within TKT.KEL 70.2% 29.8% 100.0% Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.(2-sided) Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided) Pearson

Chi-Square 7.958 1 0.005

0.009 0.006 Continuity

Correction(a) 6.230 1 0.013

Likelihood

Ratio 7.997 1 0.005

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear

Association 7.789 1 0.005

N of Valid

Cases 47

a. Computed only for a 2x2 table


(6)

TKT.KEP * TKT.PROD

Crosstab

TKT.PROD

Total produktivitas

tidak sesuai produktivitassesuai

TKT.KEP tidak puas Count 24 1 25

% within TKT.KEP 96.0% 4.0% 100.0%

puas Count 9 13 22

% within TKT.KEP 40.9% 59.1% 100.0%

Total Count 33 14 47

% within TKT.KEP 70.2% 29.8% 100.0% Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.(2-sided) Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided) Pearson

Chi-Square 16.982 1 0.000

0.000 0.000 Continuity

Correction(a) 14.450 1 0.000

Likelihood

Ratio 19.086 1 0.000

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear

Association 16.620 1 0.000

N of Valid

Cases 47

a. Computed only for a 2x2 table