Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja Responden

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pengukuran

Berdasarkan tabel 4.2.1 yaitu distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2010, kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur 25-34 tahun yaitu 27 orang 57,4. Dapat dilihat bahwa usia responden berada pada usia produktif 15-64 tahun menurut kategori BAPPENAS yang mempunyai kemampuan untuk berproduksi. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2010, Kelompok jenis kelamin terbanyak adalah kelompok dengan jenis kelamin perempuan yaitu 36 orang 76,6. Distribusi frekuensi responden berdasarkan status kawin di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2010, Kelompok responden terbanyak berdasarkan status kawin adalah kelompok yang sudah kawin yaitu 41 orang 87,2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan masa kerja di di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2010. Lama kerja 5 tahun yaitu 18 orang 38,3, lama kerja 5-10 tahun yaitu 16 orang 34,0 dan lama kerja 10 tahun yaitu 13 orang 27,7. Universitas Sumatera Utara

5.2 Kelelahan Kerja Responden

Berdasarkan tabel 4.2.3 yaitu distribusi frekuensi responden berdasarkan kelelahan kerja di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2010, lelah 28 orang 59,6, tidak lelah yaitu 19 orang 40,4. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari Kuesioner Alat Ukur Persaan Kelelahan Kerja KAUPK2, dapat diketahui bahwa pekerja yang paling banyak mengalami kelelahan yaitu pada kategori lelah. Perasaan lelah biasanya dirasakan setelah selesai melakukan kegiatan kerja dan pada saat bekerja. Nilai kelelahan kerja yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan KAUPK2 dapat dilihat berdasarkan keterangan tabel 4.2.2 yaitu ditribusi responden berdasarkan perasaan mengenai gejala-gejala kelelahan yang ada pada pertanyaan dalam KAUPK2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 30 orang 63,8 menyatakan merasa susah berfikir, 30 orang 63,8 merasa lelah berbicara, 34 orang 72,3 merasa gugup menghadapi sesuatu, 33 orang 70,2 merasa tidak pernah berkonsentrasi dalam menghadapi sesuatu pekerjaan, 29 orang 61,7 merasa tidak mempunyai perhatian terhadap sesuatu, 39 orang 83,3 cenderung lupa terhadap sesuatu, 23 orang 48,9 merasa kurang percaya terhadap diri sendiri, 22 orang 46,8 merasa tidak tekun dalam melaksanakan pekerjaan anda, 24 orang 51,1 merasa enggan menatap mata orang, 30 orang 63,8 merasa enggan bekerja cekatan, 31 orang 66,0 merasa tidak tenang dalam bekerja, 46 orang 97,9 merasa lelah seluruh tubuh, 33 orang 70,2 merasa bertindak lamban, 29 orang 61,7 merasa tidak kuat lagi berjalan, 31 orang Universitas Sumatera Utara 66,0 merasa sebelum bekerja sudah lelah, 35 orang 74,4 merasa daya pikir menurun, 38 orang 80,9 merasa cemas terhadap sesuatu hal. Berdasarkan keterangan tersebut, kategori lelah pada perawat di ruang rawat inap RSUD Dr. Tengku Mansyur sebanyak 59,6 menunjukkan bahwa tenaga kerja mengalami gejala-gejala kelelahan seperti lelah berbicara kurang konsentrasi dalam menghadapi sesuatu, mengantuk saat bekerja, perasaan berat di kepala, pikiran kacau dan lain-lain namun intensitas munculnya masih jarang. Seharusnya keadaan seperti ini tidak dapat dibiarkan berlanjut karena gejala-gejala tersebut yang kemudian dapat mengakibatkan kelelahan kronis Suma mur, 1996. Apabila seseorang menderita lelah berat secara terus- menerus maka akan mengakibatkan lelah kronis dengan gejala: lelah sebelum mulai bekerja. Apabila lelah itu terus berlanjut dan menimbulkan: sakit kepala, pusing, mual dan sebagainya, maka kondisi itu dinamakan lelah klinis yang akan mengakibatkan mangkir atau malas bekerja. Sedarmayanti, 2009 Faktor personal pribadi yang cukup berpengaruh terhadap timbulnya kelelahan kerja yang dirasakan oleh responden dapat dilihat pada table 4.2.8. Berdasarkan tabulasi silang antara jenis kelamin dan status kawin responden diketahui bahwa di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai bahwa jumlah responden yang mengalami kelelahan terbanyak berdasarkan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 21 orang 60,0, berdasarkan status kawin yang mengalami kelelahan sebagian besar pada status sudah kawin yaitu sebanyak 25 orang 61.0. Menurut hasil penelitian konflik peran lebih dirasakan oleh kaum Universitas Sumatera Utara perempuan daripada laki-laki. Ada beberapa fenomena sebagai hasil proses sosialisai yang menyebabkan perbedaan tersebut. Pertama, sifat permintaan peran. Moen dalam Ruri 2009 mengatakan bahwa sifat permintaan peran kerja dan peran keluarga bagi perempuan adalah serentak simultaneous roles, sedangkan peran yang harus dilakukan oleh laki-laki lebih bersifat berurutan sequential roles. Peran yang bersifat serentak memerlukan skala proiritas, sedangkan peran yang bersifat berurutan dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan sendiri. Prioritas peran ini bias menimbulkan konflik jika tidak sesuai dngan kepentingan sendiri dan tidak sesuai dengan harapan dari pelakunya. Kedua, pembagian kerja yang ambigu di dalam rumah yang tidak seimbang. Perempuan masih mempunyai tanggung jawab yang lebih tinggi terhadap peran di rumah, baik sebagai suri rumah penyapu rumah, pencuci piring, pencuci baju, pemasak dll maupun sebagai ibu dan peran ini tidak berkurang meskipun mereka bekerja. Ketiga, majikan memisahkan urusan kerja dan rumah, artinya majikan menganggap bahwa persoalan rumah bukan urusan tempat kerja sehingga kebijakan-kebijakan yang memperingan perempuan dalam mengurus keluarga belum diperhatikan. Hal ini sesuai dengan penelitian Resayana 2008 Faktor individu seperti umur dan jenis kelamin dapat berpengaruh terhadap timbulnya perasaan lelah tenaga kerja. Wanita cenderung lebih mudah lelah dibandingkan laki- laki hal ini disebabkan perbedaan kodisi fisik. Resayana, 2008 Berdasarkan hasil pengamatan, responden dalam melakukan pekerjaannya dilakukan dengan sistem kerja shift. Shift kerja pada RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai dilaksanakan dengan pola 2-2-2 8-16-24 yang seharusnya jam kerja malam berganti pada pukul 00.00 WIB namun pada kenyataannya perawat shift Universitas Sumatera Utara malam masuk pada pukul 20.30 sampai dengan pukul 07.30 WIB dengan 10 jam kerja. Sedangkan shift pagi masuk pukul 07.30-14.30 WIB dengan 7 jam kerja dan shift sore masuk pukul 14.30-21.30 WIB dengan 7 jam kerja. Hal ini tidak sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 pasal 76 yang menyatakan jam kerja malam antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 dan pasal 77 ayat 2 huruf b yang menyatakan bahwa dalam satu hari seorang bekerja 8 jam kerja. Perawat yang bekerja pada malam hari dengan waktu shift kerja malam cenderung merasa letih dan mengantuk sedangkan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut sangat sulit. faktor organisasi kerja seperti pengaturan waktu kerja termasuk didalamnya shift kerja dan periode istirahat juga berpengaruh terhadap timbulnya kelelahan kerja. Shift kerja secara nyata berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja, hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan Silaban 1996 yang menyatakan bahwa shift kerja berpengaruh terhadap timbulnya kelelahan terutama shift kerja siang dan shift kerja malam. Kedua shift ini nyata lebih lelah dibandingkan shift pagi karena menyebabkan gangguan circadian rhythm gangguan tidur. Resayana, 2008 Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristina Sitorus 1999, dalam penelitiannya di Rumah Sakit Herna Medan mengatakan bahwa kerja gilir malam paling berpengaruh terhadap kelelahan kerja pada perawat kemudian diikuti oleh shift sore dan shift pagi. Folkard dan Monk dalam Heri Firdaus 2005 mengatakan bahwa irama sirkadian tiap individu berbeda dalam menyesuaikan kerja terutama terhadap shift kerja di malam hari, namaun antara shift pagi dan siang terlihat sedikikit perbedaan. Selain pola aktivitas tubuh akan terganggu bila bekerja Universitas Sumatera Utara dimalam hari dan maksimum akan terjadi selama bekerja pada shift malam. Hal ini terjadi karena secara umum semua fungsi tubuh meningkat pada siang hari, mulai melemah pada sore hari dan menurun pada malam hariuntuk pembaharuan dan pemulihan. Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa shift kerja malam cenderung merasa lebih mudah mengalami kelelahan kerja akibat mengantuk karena waktu tidur kurang dari 8 jam dengan alasan tidur pada siang hari tidak seefektif tidur pada malm hari, gangguan nafsu makan, lelah otot dan kurang waktu luang untuk kehidupan keluarga dan masyarakat. Karnagi dan Wawolumaya dalam Dina Hertaty Sinurat 2006 mengatakan bahwa kurang tidur yang berlarut-larut akan menimbulkan kelelahan kronis. Kuswadji 1997 juga mengatakan bahwa 80 pekerja gilir malam akan mengalami kelelahan dan 60-80 mengalami gangguan tidur. Suma mur 1993 menyatakan bahwa salah satu penyebab kelelahan kerja adalah lamanya kerja mental atau fisik dan faktor-faktor lain yang telah disebutkan sebelumnya. Pengaruh-pengaruh tersebut berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah. Perasaan ini dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja seperti halnya kelelahan fisiologis seperti mengantuk. Dan para pekerja shift rotasi maupun shift permanent sangat potensial mengalami kelelahan tersebut karena metabolism tubuh terganggu, Suma mur, 1996 Adapun kelelahan yang di rasakan oleh responden menurut penelitian ini adalah kelelahan akibat faktor psikologis atau kelelahan palsu, yang timbul dalam perasaan orang yang bersangkutan dan terlihat dalam tingkah lakunya atau pendapat- pendapatnya yang tidak konsekuen lagi, serta jiwanya yang labil dengan adanya Universitas Sumatera Utara perubahan walaupun dalam kondisi lingkungan atau kondisi tubuhnya sendiri. Jadi hal ini menyangkut perubahan yang bersangkutan dengan moril seseorang, sebab kelelahan ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, diantaranya: kurang minat dalam bekerja, berbagai penyakit, keadaan lingkungan, adanya hukum moral yang mengikat dan merasa tidak sesuai, sebab-sebab mental seperti: tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik. Pengaruh tersebut seakan-akan terkumpul dalam tubuh dan menimbulkan rasa lelah. Sedarmayanti, 2009 Dalam melakukan pekerjaannya perawat dituntut dapat menjadi figur yang dibutuhkan oleh pasiennya, dapat bersimpati kepada pasien, selalu menjaga perhatiannya, fokus dan hangat kepada pasien. P.A Parker Kulik dalam Windayanti dan Cicilia, 2007. Di samping itu perawat juga harus dapat melaksanakan tugasnya walaupun dalam keterbatasan rekan sekerja tanpa mengorbankan mutu. Begitu banyaknya tanggung jawab dan tuntutan yang harus dijalani oleh perawat menunjukkan bahwa profesi perawat mengalami kelelahan mental terhadap pekerjaannya. Cook dalam Taylor, 2000 menyebutkan bahwa kelelahan psikologi atau kelelahan mental cenderung dialami oleh perawat dan pekerja sosial lainnya seperti konselor, guru dan polisi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maslach dan Jackson pada pekerja-pekerja yang memberikan bantuan kesehatan yang dibedakan antara perawat-perawat dan dokter-dokter menunjukkan bahwa tenaga kesehatan ini beresiko mengalami emotional exhaustion kelelahan emosional. Windayani, 2007 Kerja mental merupakan kerja yang melibatkan proses berpikir dari otak kita. Pekerjaan ini akan mengakibatkan kelelahan mental bila kerja tersebut dalam kondisi Universitas Sumatera Utara yang lama, bukan diakibatkan oleh aktifitas fisik secara langsung melainkan akibat kerja otak kita. Karyawan yang lebih banyak bekerja dengan menggunakan otot ketimbang otak akan semakin mudah mengalami kelelahan fisik. Sementara di kalangan manajemen yang sering menggunakan otak untuk berpikir akan berpeluang mengalami kelelahan mental. Walaupun demikian kedua jenis karyawan itu manajemen dan non-manajemen bisa saja mengalami dua jenis kelelahan sekaligus. Yang membedakan adalah frekuensi dan bobotnya kelelahan. Kelelahan kerja dapat terjadi pada setiap individu ketika berada ditempat kerja, hal itu sesuai dengan pendapat Sritomo 2003 bahwa individu dapat mengalami lelah otot , mental, dan monotoni. Lingkungan kerja yang kurang aman juga berpengaruh terhadap timbulnya perasaan lelah yang dialami oleh responden. Beberapa penyebab utama lingkungan kerja yang tidak aman bersumber dari pekerjaan yang mempunyai potensi kecelakaan yang tinggi, sering mengalami kecelakaan pada saat bekerja misal: terpotong, terpercik bahan berbahaya, terkena benda tajam dan pekerjaan yang memerlukan sikap hati-hati yang berlebihan. Dari hal tersebut pelayanan yang diberikan perawat memantau perkembangan kesehatan pasien secara langsung, memberikan asuhan keperawatan, tindakan cepat dan tepat serta sikap hati-hati karena berhubungan langsung dengan pasien. Kategori tidak lelah tidak berarti responden sama sekali tidak mengalami kelelahan. Berdsarkan hasil wawancara langsung dengan responden, mereka mengalami gejala-gejala kelelahan yang bersifat umum dan ringan dan tidak setiap waktu seperti pusing, pegal-pegal dan rasa kantuk yang dapat dikurangi dengan Universitas Sumatera Utara beristirahat sejenak. Namun permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah bahwa perawat dalam melakukan tugasnya tidak diberikan waktu untuk beristirahat dan ruangan khusus untuk tempat beristirahat. Hal inilah yang berkemungkinan besar menambah kelelahan kerja yang dialami oleh responden. Jika sudah tidak sanggup lagi untuk melakukan pekerjaannya tidak jarang perawat akan mencuri-curi waktu kerjanya untuk beristirahat. Secara fisiologis istirahat sangat perlu untuk mempertahankan kapasitas kerja. Terdapat empat jenis istirahat, yaitu istirahat secara spontan, istirahat curian, istirahat oleh karena adanya pertalian dengan proses kerja, dan istirahat yang ditetapkan. Istirahat secara spontan adalah istirahat pendek segera setelah pembebanan. Istirahat curian terjadi jika beban kerja tak dapat diimbangi oleh kemampan kerja. Istirahat oleh karena proses kerja tergantung dari bekerjanya mesin, peralatan, atau prosedur- prosedur kerja. Istirahat yang ditetapkan adalah istirahat atas dasar ketantuan perundang-undangan seperti istirahat paling sedikit setengah jam sesudah 4 jam bekerja secara berturut- turut. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa pengaturan waktu istirahat yang tepat berakibat positif bagi produktivitas Suma mur, 1996. Berdasarkan tabel 4.2.8 yaitu tabulasi silang antara karakteristik responden dengan kelelahan kerja di ruang rawat inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai diketahui bahwa berdasarkan umur, jenis kelamin, status dan masa kerja dengan tingkat kelelahannya yaitu dari 47 responden yang memiliki kelelahan yaitu sebagian besar pada umur 25 34 tahun yaitu sebanyak 13 orang 50.0, kelelahan kerja berdasarkan jenis kelamin sebagian besar yaitu pada yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 21 orang 60.0, kelelahan kerja berdasarkan status Universitas Sumatera Utara perkawinan sebagian besar ada pada kelompok yang sudah kawin yaitu sebesar 25 orang 61.0, kemudian kelelahan kerja berdasarkan masa kerja sebagian besar berada pada kelompok dengan masa kerja 5 tahun.

5.3 Kepuasan Kerja Responden