Atau dengan terang-terangan menyiarkan sesuatu, tulisan, tidak dengan

50

6. Dihukum kurungan selama-lamanya dua bulan atau denda sebanyak-

banyaknya Rp. 3.000,-. Pasal 534 KUHP mengatur delik kesusilaan yang berkaitan dengan alat pencegah kehamilan atau upaya mencegah kehamilan. Untuk menghindari hukuman bagi petugas-petugas penyeluhan keluarga berencana KB, maka jaksa agung mengeluarkan surat Edaran N B-0714- 351976 yang menyatakan bahwa, jika terjadi pelanggaran terhadap Pasal 283 dan 534 KUHP, yang dilakukan oleh petugas keluarga berencana dan perbuatannya tersebut dilakukan dalam rangka menjalankan tugasnya, maka hal tersebut merupakan perkecualian yang harus dikesampingkan. Pasal 535 KUHP Barangsiapa dengan terang-terangan mempertunjukkan ikhtiar untuk menggugurkan hamil, atau dengan dengan terang-terangan atau dengan tidak diminta menawarkan ikhtiar demikian atau pertolongan pekerjaan untuk menggugurkan hamil, atau menunjukkan, bahwa ikhtiar atau pertolongan itu boleh didapat, dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-sebanyaknya Rp. 4.500,-. Pasal 534 dn 535 KUHP ini isinya hampir sama, perbedaannya terletak pada obyek yang dipertunjukkannya atau yang ditawarkannya. Kalau pada Pasal 534 KUHP yang dipertunjukkan adalah sarana untuk mencegah kehamilan, sedang pasal 535 KUHP adalah sarana untuk menggugurkan kandungan. Menggugurkan kandungan bukan merupakan proyek keluarga berencana. Menggugurkan kandungan bukan merupakan proyek keluarga berencana, sehingga tidak ada dasar pemaaf meskipun yang melakukan hal itu adalah petugas. 51

B. Delik pornogrfi dalam Peraturan Perundang-Undangan di luar KUHP

Delik pornografi selain diatur dalam KUHP, juga diatur dalam peraturan perundang-undangan di luar KUHP. Peraturan perundangn-undangan di luar KUHP yang mengatur ketentuan pidana mengenai delik pornografi, antara lain: 1. UU No. 8 tahun 1982 tentang perfilman 2. UU No. 27 tahun 1997 tantang Penyiaran 3. UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers

1. Delik Pornografi dalam UU No. 8 tahun 1982 tentang Perfilman

Dalam Pasal 1 1 UU No. 8 tahun 1992, disebutkan definisi film, sebagai berikut: “Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya.” Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 1 2 UU No. 8 tahun 1982, bahwa perfilman adalah seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pembuuatan, jasa, teknik, pengeksporan, pengimporan, pengedaran, pertunjukkan, dan atau penayangan film.