Pengertian Delik Delik Pornografi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

34 feit. 2 Porf. Satochid Kartanegara, salah seorng sarjana hukum yang menggunakan istilah tindak pidana sebagai terjemahan dari straafbare feit, memberikan penjelasan bahwa istilah tindak tindakan mencakup pengertian melakukan atau berbuat actieve handeling danatau pengertian tidak melakukan, tidak berbuat, tidak melakukan suatu perbuatan passieve handeling. 3 S.R. Sianturi menyatakan bahwa istilah “Tidak Pidana” yang digunakan Prof. Satochid Kartanegara, lebih tepat. Selain itu, S.R. Sianturi juga menggunakn istilah “delik” yang menurut pendapatnya mempunyai arti yang sama dengan “tindak pidana” 4 . Terjemahan straafbare feit yang lebih tepat menurut S.R. Sianturi adalah “delik” dan “tindak pidana”. Wirjono Prodjodikoro menjelaskan secara singkat bahwa tindak pidana delik adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. 5 E. Utrecht menerjemahkan istilah strafbare feit dalam bahasa Indonesia sebagai “peristiwa pidana”, meskupun sering juga ia menyebutkan sebagai delik. 6 Secara teoritis, suatu “peristiwa pidana” adalah suatu pelanggaran kaidahtata hukum normovertreding, yang diadakan 2 S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perempun, cet.4, Jakarta: ALUMNI AHAEM-PETEHAEM, 1996, hal. 202-203 3 S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perempun, cet.4, Jakarta: ALUMNI AHAEM-PETEHAEM, 1996, hal. 202-203 4 S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perempun, cet.4, Jakarta: ALUMNI AHAEM-PETEHAEM, 1996, hal. 202-203 5 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, edisi kedua, bandung: PT Eresco,1989, hal.55 6 E. Utrecht, Hukum Pidana I, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, hal. 251 35 karena kesalahan pelanggar, dan yang harus diberi hukuman untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum. 7 Suatu delik tindak pidana dapat diuraikan unsur-unsurnya, yaitu 8 : a. Subjek, b. Kesalahan, c. Bersifat melawan hukum dari tindakan, d. Suatu tindakan aktifpasif yang dilarang atau diharuskan oleh undang- undangperundangan dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana. e. Waktu, tempat dan keadaan unsur objektif lainnya. Dari uraian unsur-unsur delik tersebut, Sianturi dapat merumuskan pengertian dari delik tindak pidana sebagai berikut: “Suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorng yang mampu bertanggung jawab.” 9 7 E. Utrecht, Hukum Pidana I, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, hal. 252. 8 S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perempun, cet.4, Jakarta: ALUMNI AHAEM-PETEHAEM, 1996, hal.207 9 S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perempun, cet.4, Jakarta: ALUMNI AHAEM-PETEHAEM, 1996, hal.207 36

2. Delik Pornografi Sebagai Delik Kesusilaan dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana Indonesia Ada dua macam penempatan delik pornografi dalam peraturan undang-undang hukum pidana di berbagai negara, yaitu 10 : a. Menggambungkan delik pornografi dalam bab delik kesusilaan. b. Memisahkan delik pornografi dan menempatkannya secara tersendiri. Kitab Undang-Undang hukum Pidana KUHP Indonesia menggabungkan delik pornografi dalam bab delik pornografi, sama seperti wetboek van Strafecht. 11 Delik pornografi diatur dalam buku II KUHP, Bab XIV mengenai kejahatan-kejahatan melanggar kesopanan dan buku III KUHP, Bab VI mengenai pelanggaran-pelanggaran kesopanan. 12 R. Soesilo menjelaskan bahwa “kesopanan” dapat diartikan sebagai “kesusilaan” yaitu perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin. 13 Pengertian kesusilaan yang terdapat penjelasan KUHP terjemahan R. Soesilo kurang jelas, sehingga sulit diphami. 10 Andi Hamzah, “Pornografi Dalam Hukum Pidana: Suatu Studi Perbandingan”, Cet I, Jakarta: Bima Mulia, 1987, hal. 31 11 Andi Hamzah, “Pornografi Dalam Hukum Pidana: Suatu Studi Perbandingan”, Cet I, Jakarta: Bima Mulia, 1987, hal. 31 12 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Wetboek van Strafrecht, diterjemahkan oleh R. Soesilo, cet.10, Bogor;Politeia, 1995, Buku III bab VI 13 Lihat penjelasan Pasal 281KUHP, diterjemahkan oleh R. Soesilo, cet.10, Bogor;Politeia, 1995, hal. 204 37 Sianturi menjelaskan pengertian kesusilaaan, sebagai berikut: “yang dimksud kesusilaan adalah dalam arti yang bukan hanya menyangkut soal kebirahin atau sex saja. Akan tetapi mempunyai kebiasaan hidup yang pantas dan berahlak dalam suatu kelompok masyarakat tertentu yang sesuai dengan sifat msyarakat yang bersangkutan.” 14 Pengertian yang diberikan oleh Sianturi ini lebih jelas, namun sulit dipahami. Akan tetapi, ada suatu titik temu dari pendapat R. Soesilo dan Sianturi, yaitu bahwa kedua pendapat itu melihat kesusilaan sebagai suatu hal yang berhubungan dengan nafsu kelamin dan seksualitas. Demikianlah KUHP telah menggolongkan delik pornografi sebagai delik kesusilaan, dimana permasalahan pornografi lebih dilihat sebagai persoalan moralitas.

3. Perumusan Pasal-Pasal KUHP yang Mengatur Delik Pornografi

a. Delik Pornografi dalam Buku II KUHP tentang Kejahatan

Andi Hamzah menyatakan bahwa di dalam buku II KUHP Bab XIV terdapat pasal-psal yang langsung dan tidak langsung terkait dengan delik pornografi. 15 disebutkan oleh Andi Hamzah bahwa pasal 282 dan pasal 283 KUHP adalah pasal-pasal yang lansung terkait dengan 14 S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perempun, cet.4, Jakarta: ALUMNI AHAEM-PETEHAEM, 1996, hal. 26 15 Andi Hamzah, “Pornografi Dalam Hukum Pidana: Suatu Studi Perbandingan”, Cet I, Jakarta: Bima Mulia, 1987, hal. 32