15
D. Kajian Pustaka
Para  peneliti  yang  interes  terhadap  kajian  kurikulum,  cukup  banyak, diantaranya,  Bistok  Adrianus  Siahaan,
37
Sukamto,
38
Anwar  Jasin,
39
Muhammad Zuhdi,
40
Muhammad  Sirozi.
41
Para  peneliti  ini,  meneliti  dalam  bentuk  tesis  dan disertasi.
Judul disertasi yang Adrianus tulis, dalam rangka mencapai gelar doktornya, Pengembangan Kurikulum Suatu Analisis Isi Kurikulum Bahasa Indonesia dari Sudut
Fungsi  Bahasa.  Konsentrasi  pembahasan  kurikulum  Adrianus  adalah  kurikulum 1975. Pembaharuan kurikulum, tegas Adrianus, adalah penting sekali, oleh karenanya
disadari  bahwa  sistem  kurikulum  adalah  unsur  strategis  yang  menentukan  dapat berperannya sistem pendidikan.
42
Pembaharuan kurikulum ini terjadi, karena memang prinsip  kurikulum  tidak  kaku,  tetapi  fleksibel,  tegas  Adrianus.
43
Adrianus  tidak mengfokuskan  penelitiannya  pada  salah  satu  jenjang  pendidikan,  tetapi  konsentrasi
pada kurikulum  1975.  Kurikulum  yang dimaksud di sini adalah kurikulum  nasional,
37
Bistok  Adrianus  Siahaan,  “Pengembangan  Kurikulum  Suatu  Analisis  Isi  Kurikulum Bahasa Indonesia dari sudut fungsi Bahasa”, Disertasi IKIP Jakarta, 1982.
38
Sukamto,  “Aspek-aspek  Filosofis  Kurikulum  Sejarah  SMA  dari  Zaman  Orde  Lama Sampai dengan Orde Baru”, Tesis IKIP Jakarta, 1991.
39
Anwar  Jasin,  “Pembaharuan  Kurikulum  SD  di  Indonesia  Suatu  Analisa  Perkembangan tentang  Perubahan  Konseptual  Kurikulum  Sekolah  Dasar  Sejak  Proklamasi  Kemerdekaan  dengan
Menggunakan Bahan-bahan yang Relevan”, Disertasi IKIP Jakarta, 1983.
40
Muhammad  Zuhdi,  “Political  and  Social  Influences  on  Religious  School:  A  Historical Perspective on Indoesian Islamic School Curricula” Disertasi, Montreal-Canada: McGill University,
2006.
41
Muhammad  Sirozi,  Politik  Kebijakan  di  Indonesia:  Peran  Tokoh-tokoh  Islam  dalam Penyusunan UU No. 2  1989 Disertasi Leaden-Jakarta: INIS, 2004.
42
Adrianus,  Pengembangan  Kurikulum  Suatu  Analisis  Isi  Kurikulum  Bahasa  Indonesia dari Sudut Fungsi Bahasa, 1.
43
Prinsip-prinsip  yang  melandasi  kurikulum,  prinsip  fleksibilitas,  efesiensi,  efektifitas, berorientasi pada tujuan, kontinuitas, prinsip pendidikan seumur hidup. Lihat, Departemen Pendidikan
dan  Kebudayaan,  Ketentuan-ketentuan  Pokok  Kurikulum  Sekolah  Menengah  Pertama  1975,  Buku  I Jakarta:  Balai  Pustaka,  1981,  14  -19,  lihat  pula,  Bistok  Adrianus  Siahaan,  ”Pengembangan
Kurikulum Suatu Analisis Isi Kurikulum Bahasa Indonesia dari Sudut Fungsi Bahasa”, 2.
16 dalam  arti  sekolah-sekolah  di  bawah  otoritas  Departemen  Pendidikan  Nasional,
bukan kurikulum Depag. Dalam  menyelesaikan  studi  S2-nya,  Sukamto  menulis  tesis,  Aspek-aspek
Filosofis  Kurikulum  Sejarah  SMA  dari  Zaman  Orde  Lama  Sampai  dengan  Orde Baru. Kamto bermaksud  menggali aspek-aspek  filosofis kurikulum  sejarah di SMA.
Kurikulum,  ujar  Kamto,  semestinya  disusun  dengan  dasar-dasar  yang  kokoh,  agar menjawab  tantangan  zaman  dan  secara  dialektis  menunjukan  suasana  zamannya.
Dasar  penyusunan  kurikulum  yang  kurang  kuat  dapat  mengakibatkan  gagalnya kurikulum  dalam  pelaksanaannya  atau  ditolaknya  kurikulum  dalam  praktek.
44
Sementara  disertasi  ini  melihat  pergeseran  kurikulum  MA,  yang  secara  spesifik melihat  pergeseran  komponen  kurikulumnya,  dimana  aspek  politisnya  yang  lebih
dominan  mempengaruhinya.  Rentang  waktu  kurikulum  yang  diteliti  Kamto,  dari zaman  Orde  Lama  sampai  Orde  Baru,  berarti  aspek-aspek  filosofis  itu  terus
berkembang, dan penelitian ini untuk kurikulum SMA. Nampak beda, sebab disertasi ini  mengkaji  pergeseran  kurikulum Madrasah  Aliyah dari  sejak  munculnya Undang-
Undang  Pendidikan Nasional,  yaitu:  Undang-Undang Pendidikan No. 4 Tahun  1950 JO  UU  No.  12  Tahun  1954,  sampai  munculnya  UUSPN  No.  20  tahun  2003.  Yang
jelas, bila cross chek sejarah kurikulum di Indonesia, perkembangan kurikulum SMA berbeda dengan kurikulum MA.
45
Anwar  Jasin  dalam  meneliti  disertasinya,  Pembaharuan  Kurikulum  SD  di Indonesia  Suatu  Analisa  Perkembangan  tentang  Perubahan  Konseptual  Kurikulum
Sekolah Dasar Sejak  Proklamasi Kemerdekaan dengan Menggunakan Bahan-bahan yang  Relevan.  Anwar,  menyoroti  pembaharuan  kurikulum  SD
46
di  Indonesia.
44
Sukamto,  ”Aspek-aspek  Filosofis  Kurikulum  Sejarah  SMA  dari  Zaman  Orde  Lama Sampai dengan Orde Baru”, 8.
45
Sukamto  dalam  tesisnya  menulis  sejarah  kurikulum  SMA  secara  detel,  lihat  Sukamto, ”Aspek-aspek Filosofis Kurikulum Sejarah SMA dari Zaman Orde Lama Sampai dengan Orde Baru”,
21.
46
Nama Sekolah Rakyat dirubah Sekolah Dasar berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan  Kebudayaan  RI  No.  13  tahun  1963  Selanjutnya    istilah  Sekolah  Dasar  digunakan  juga  sebagai
17 Pembaharuan  diawali  oleh  perubahan,  indikatornya,  sejak  proklamasi  kemerdekaan
sampai  1975,  tegas  Anwar  kurikulum  SD  telah  berubah  4  kali.  Banyak  faktor  yang mendorong  perubahan,  seperti  faktor  ideologi,  politik,  ekonomi,  sosial,  budaya,
agama,  teknologi dan  faktor intern pendidikan  itu sendiri.
47
Berbeda dengan Anwar, disertasi ini menekankan pada faktor politik yang lebih dominan mempengaruhinya.
Dalam menyelesaikan disertasi doktornya di McGill University, Muhammad Zuhdi  menulis  Political  and  Social  Influences  on  Religious  School:  A  Historical
Perspective  on  Indonesian  Islamic  School  Curricula.  Sepintas  agak  mirip  tulisan Zuhdi dengan disertasi  ini,  namun  bila ditelusuri  banyak perbedaan.  Disertasi Zuhdi
berbicara  tentang  pengaruh  sosial  politik  terhadap  sekolah  Islam  di  Indonesia, khususnya  kurikulumnya.  Zuhdi  membatasi  sekolah  Islam  dari  SDMI  sampai
MASMA,  bahkan  ia  juga  membahas  tentang  pesantren.  Zuhdi  tidak  membatasi kurikulum madrasah saja, tetapi kurikulum sekolah umum yang berlebel Islam juga ia
kemukakan.
48
Pembahasan Zuhdi tidak secara spesifik terhadap komponen kurikulum sekolah-sekolah  tersebut,  sementara  disertasi  ini  fokus  pada  pergeseran  komponen
kurikulum  MA,  yang  diasumsikan  lebih  dominan  dipengaruhi  faktor  politik.  Uraian Zuhdi sampai 2004,
49
sementara disertasi ini sampai 2006. Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam
Penyusunan UU No. 21989, demikian judul disertasi yang ditulis Muhammad Sirozi, dalam menyelesaikan Ph.D nya, yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku. Disertasi
ini  berisi  studi  kasus  tentang  keterlibatan  para  pemimpin  Muslim  dalam
pengertian umum yang mencakup sekolah rendah, Sekolah Rakyat dan Sekolah Dasar.  Anwar Jasin, ”Pembaharuan  Kurikulum  SD  di  Indonesia  Suatu  Analisa  Perkembangan  tentang  Perubahan
Konseptual Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan dengan Menggunakan Bahan- bahan yang Relevan”, 5.
47
Anwar, ”Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisa Perkembangan tentang Perubahan  Konseptual  Kurikulum  Sekolah  Dasar  Sejak  Proklamasi  Kemerdekaan  dengan
Menggunakan Bahan-bahan yang Relevan”, 5.
48
Zuhdi, Political and Social Influences on Religious School: A Historical Perspective on Indoesian Islamic School Curricula, 148, 152, 154.
49
Zuhdi, “Political and Social Influences on Religious School: A Historical Perspective on Indoesian  Islamic School Curricula”, 159.
18 pengembangan  kebijakan  UUSPN  ketika  ada  ketegangan  politik  dan  budaya  antara
mereka  yang  ingin  mengembangkan  satu  sistem  pendidikan  nasional  yang “beragama” dan mereka yang menganggap pendidikan sekuler lebih relevan.
50
Sirozi lebih  melihat  tarik  menarik  kepentingan  politik  intern  tokoh  Muslim,  sementara
disertasi  ini  lebih  melihat  tarik  menarik  otoritas  pengelolaan  madrasah  antara Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional. Sirozi juga mengfokuskan
penelitian  disertasinya  pada  perjuangan  politik  para  pemimpin  Muslim  untuk memasukkan  pendidikan  Agama  wajib  dalam  pendidikan  nasional.
51
Sementara disertasi  ini  mengfokuskan  pada  pergeseran  komponen  kurikulum  MA,  tidak
menyinggung kurikulum persekolahan secara umum. Penelitian  yang  sudah  dipublikasikan  dalam  bentuk  buku,  seperti  tulisan
A.V.  Kelly,
52
John  McNeil,
53
Jon  Wiles  dan  Joseph  Bondi,
54
Walter  Feinberg  dan Jonas F. Soltis,
55
Alex More,
56
dan William H. Schubert.
57
Menarik,  apa  yang  diuraikan  Kelly,  dalam  The  Curriculum  Theory  and Practice,  bahwa  proses  pengembangan  kurikulum  harus  memperhatikan  pendekatan
ideologi  yang  respek  terhadap  pendidikan,  masyarakat,  pengetahuan  manusia,  dan kemanusiaan  itu  sendiri.
58
Posisi  nilai  amat  menentukan  di  sini,  lanjut  Kelly,  tetapi tidak harus eksplisit, cukup implisit. Nampaknya Kelly lebih menghendaki kurikulum
berkembang  secara  humanis.  Disamping  pengembangan  Kelly  juga  berbicara,
50
Sirozi, Politik Kebijakan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam Penyusunan UU No. 2  1989, 1.
51
Sirozi, Politik Kebijakan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam Penyusunan UU No. 2  1989, 1.
52
A.V. Kelly, The Curriculum Theory and Practice London: Sage Publications, 2004.
53
Neil, Curriculum A Comprehensive Introductio.
54
Jon  dan Josep, Curriculum Development, A Guide to Practice.
55
Walter dan Jonas, School and Society.
56
Alex, Schooling, Society and Curriculum.
57
William H. Schubert, Curriculum, Perspective, Paradigm and Possibility USA: Prentice Hall, 1987.
58
Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 76.
19 perubahan  dan  inovasi  kurikulum,  menurutnya,  pengembangan  kurikulum  juga
didasarkan  pada  politik  Negara.
59
Sebenarnya  posisi  disertasi  ini  akan  memperkuat pendapat  Kelly,  tetapi  dengan  satu  revisi,  bahwa  faktor  politik  bukan  satu-satunya
yang  mempengaruhi  pergeseran  kurikulum  melainkan  lebih  dominan  dibanding faktor lain.
John McNeil, dalam Curriculum A Comprehensive Introduction, mengurai 5 klasifikasi  besar,  pertama,  konsepsi  kurikulum,  kedua,  pengembangan  kurikulum
ketiga, manajemen kurikulum, keempat,  isu-isu dan trend kurikulum, kelima,  inquiri kurikulum:  masa  lalu  retrospect  dan  masa  depan  prospect  kurikulum.  Terkait
dengan posisi tulisan Neil terhadap disertasi ini, secara umum Neil mengurai kontek pengembangan  kurikulum,
60
fungsi  kurikulum,
61
prinsip-prinsip  pengembangan kurikulum.
62
Dengan  demikian,  pada  dasarnya  Neil  hanya  mengenalkan  dasar-dasar kurikulum pada bukunya, maka nampak perbedaan yang tajam dengan disertasi ini.
Jon  Wiles dan  Joseph Bondi,  dalam  Curriculum  Development,  A Guide To Practice,  merekam  bahwa  pengembangan  kurikulum  itu  harus  dimanage.  Jon  dan
Joseph,  menjabarkan  bahwa kenyataan di sekolah,  sukses pengembangan kurikulum sering diartikan dengan baiknya manajemen proses pengembangan kurikulum. Lebih
lanjut  Jon  dan  Joseph  melaporkan  bahwa  bukti  modernisasi  pengembangan kurikulum,  melibatkan  lebih  banyak  implementasi  jalan  pengajaran  yang  baru  atau
standar  kemudahan  yang  diberikan  oleh  lembaga.  Hal  ini  adalah  bagian  dalil kebenaran  yang  terjadi  pada  era  teknologi.
63
Pada  periode  1990-2005,  kurikulum  di sekolah  berubah  secara  signifikan,  tulis  Jon dan Joseph,  kurikulum  berubah,  kenapa
tidak.  Kurikulum  harus  bertanggung  jawab  terhadap  implementasi  pembelajaran  di
59
Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 102.
60
Neil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 116.
61
Neil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 118.
62
Neil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 149.
63
Jon  dan Josep, Curriculum Development, A Guide to Practice, 73.
20 kelas,  sebagai  jaminan  keefektifannya.
64
Jon  dan  Joseph  memberikan  indikator modernisasi  kurikulum,  tetapi  hal  itu  merupakan  hasil  dari  pengembangan  dan
perubahan  kurikulum,  sementara  indikator  modern  dalam  disertasi  ini  merupakan hasil  dari  pergeseran  transformasi  kurikulum.  Bila  diamati  sangat  sedikit
perbedaannya,  tetapi  modernisasi  yang disebutkan Jon dan Joseph  lebih dipengaruhi oleh faktor teknologi, sementara dalam disertasi ini lebih merupakan hasil dinamisasi
politik, walaupun faktor perkembangan teknologi tidak dapat dikecilkan. Walter Feinberg dan Jonas F. Soltis, dalam School and  Society.  Dalam bab
5  Walter  dan  Jonas,  membahas  secara  detel  tentang  “hidden  curriculum”.
65
Secara eksplisit disertasi ini tidak mengkaji hidden curriculum namun pergeseran kurikulum
lebih dominan dipengaruhi faktor politik. Alex  More  lebih  cenderung  pembahasannya  tentang  posisi  sekolah  dan
kurikulum di masyarakat, pembahasan ini Alex uraikan dalam Schooling, Society and Curriculum. Di sini Alex jelas menegaskan bahwa kurikulum tidak dapat terlepas dari
masyarakat, dimana secara kompleks di masyarakat terdapat, sosial, ekonomi, politik, budaya  dan  agama.  Disertasi  ini  tidak  menafikan  faktor-faktor  itu  semua
mempengaruhi  pergeseran  kurikulum,  tetapi  dominasinya  dalam  disertasi  ini  adalah lebih dipengaruhi faktor politik.
William  H.  Schubert,  dalam  Curriculum,  Perspective,  Paradigma  and Possibility,  melaporkan  cukup  lengkap  tentang  serba-serbi  kurikulum.  Ada  tiga
bagian  besar  yang  William  tulis  yaitu  perspektif,  paradigma  dan  kemungkinan possibility.William lebih cenderung memakai pendekatan filosofis dalam membahas
kurikulum.  Seperti  komponen  kurikulum,  yaitu  tujuan  purpose,  isi  content, organisasi dan evaluasi dilihat dari perspektif paradigma analisis perennial, demikian
ungkap William.
66
William melihat bahwa ada beberapa kemungkinan ke depan yang
64
Jon dan Josep, Curriculum Development, A Guide to Practice, 175.
65
Walter  dan Jonas, School and  Society, 59.
66
William, Curriculum, Perspective, Paradigm and Possibility, 188, 212, 233, 261.
21 dihadapi  kurikulum,
67
baik  itu  tantangan  maupun  harapan.  Walaupun  komponen kurikulum  yang  diurai  William  tidak  jauh  beda  dengan  komponen  kurikulum  yang
dibahas  pada  disertasi  ini,  namun  William  menggunakan  pendekatan  filosofis, sementara, disertasi ini menggunakan pendekatan historis dan politis.
Kumpulan tulisan  artikel  kurikulum  yang diedit oleh para ahli kurikulum seperti  Vincent A. Anfara, dan Jr. Sandra L. Stacki ed.,
68
Philip W. Jakcson ed.,
69
serta David J. Flinders dan Stephen J. Thornton ed..
70
Vincent dan Sandra yang telah mengedit buku dengan judul  Middle School Curriculum  Instruction  and  Assessment,  lebih  cenderung  pembahasannya  tentang
kurikulum  pelajaran  dan  penilaian  di  sekolah  menengah.  Sementara  disertasi  ini memasukkan  penilain  sebagai  salah  satu  komponen  kurikulum.  Berbeda  dengan
Jakcson, dalam Handbook of Research on Curriculum, dia mengedit  34 tulisan yang terkait  dengan  kurikulum.  Tiga  puluh  empat  tulisan  ini  diklasifikasikan  ke  dalam  4
bagian,  pertama,  berbicara  konsep  dan  metodologi  kurikulum,  kedua,  bagaimana kurikulum  dibuat,  ketiga,  kurikulum  adalah  sebuah  kekuatan,  keempat,  topik-topik
dan isu-isu kurikulum.
71
George F. Madaus dan Thomas Kellaghan menulis evaluasi dan taksiran kurikulum, dalam tulisannya George dan Thomas memperdebatkan kata
evaluasi  evaluation  dan  taksiran  assessment,  suatu  ketika  diartikan  sinonim,  di lain  sisi  diartikan  beda.
72
Sementara  evaluasi  yang  dimaksud  dalam  disertasi  ini adalah evaluasi sebagai komponen kurikulum. Di sisi lain Larry Cuban dari Stanford
University, lebih tertarik menyoroti stabilitas dan perubahan kurikulum. Ada tiga hal yang  perlu  diperhatikan,  lanjut  Cuban,  pertama,  merencanakan  perubahan  adalah
67
William, Curriculum, Perspective, Paradigm and Possibility, 341
68
Vincent dan Sandra ed., Midle School Curriculum, Instruction and Assesment.
69
Philip ed., Hand Book of Research on Curriculum.
70
David dan Stephan, The Curriculum Studies Reader.
71
Philip ed., Hand Book of Research on Curriculum, 1, 155, 463, 685.
72
George  F.  Madaus  dan  Thomas  Kellaghan,  Curriculum  Evaluation  and  Assessment, dalam Philip ed., Hand Book of Research on Curriculum, 119.
22 baik,  kedua,  perubahan  dapat  mencerai  beraikan  stabilitas,  ketiga,  sekali
merencanakan  perubahan  harus  diambil,  untuk  perbaikan  yang  tepat.
73
Alan  Peskin, dari  universitas  Illinois,  menulis  hubungan  kebudayaan  dengan  kurikulum,  dalam
cuplikan  tulisannya  ia  berpendapat,  bahwa  dunia  pendidikan  harus  menyesuaikan dengan  lingkungannya  –sosial    budaya–  dimana  lembaga  tersebut  berada,
74
secara otomatis  kurikulumnya  mengikuti.  Tulisan  Alan  ini  sebenarnya  yang  akan  dikritisi
dalam  disertasi  ini,  bahwa  sosial  budaya  mempengaruhi  pergeseran  kurikulum, namun    lebih  dominan  faktor  politik.  Sementara  John  I.  Goodlad  dari  universitas
Washington  dan  Zhixin  Su  dari  universitas  California,  menulis  organisasi kurikulum,
75
Charles  E  Bidwell  dan  Robert  Dreeben,  keduanya  dari  University  of Chicago,  menulis organisasi sekolah dan kurikulum.
76
Kumpulan tulisan  yang diedit Jackson  inilah  yang  akan  jadi  rujukan  primer  sebagai  bahan  pembanding  rujukan
primer  yang  berupa  naskah  kurikulum  MA  sejak  munculnya  Undang-Undang Pendidikan  No.  4  Tahun  1950  Jo.  UU  Pendidikan  No.  12  Tahun  1954  sampai
munculnya UUSPN No. 20 Tahun 2003. Farnis
‘
Abd  Nu r,  dalam  tulisannya  al-Tarbiyah  wa  al-Mana
hij.  Buku  ini memberikan
informasi pembahasan
tentang pendidikan
dan kurikulum,
perkembangan pemikiran pendidikan dan kurikulum, asas atau prinsip kurikulum dan lain-lain.
‘
Abd  al-Nu r  lebih  menulis  kurikulum  dan  pendidikan  secara  teoritis.
77
Berbeda  dengan  Muhaimin,  dalam  bukunya  Pengembangan  Kurikulum  Pendidikan Agama  Islam  di  Sekolah,  Madrasah  dan  Perguruan  Tinggi.  Dalam  buku  ini
73
Cuban, “Curriculum Stability and Change”, dalam Philip ed., Hand Book of Research on Curriculum, 216.
74
Alan  Peshkin,  “The  Relationship  Between  Culture  and  Curriculum:  A  Many  Fitting Thing”, dalam Philip  ed., Hand Book of Research on Curriculum, 248.
75
John  I.  Goodlad  dan  Zhixin  Su,  “Organization  of  The  Curriculum”,  dalam  Philip  ed., Hand Book of Research on Curriculum, 327.
76
Charles E. Bidwell dan Robert Dreeben, “School Organization and Curriculum”, dalam Philip ed., Hand Book of Research on Curriculum, 345.
77
‘ Abd
al-Nu r, al-Tarbiyah wa al-Mana
hij, 144.
23 Muhaimin  banyak  mengkritik  dan  menganalisis  keberadaan  kurikulum  madrasah
yang  terkesan  masih  dikotomik.  Eksistensi  kurikulum  madrasah  masih  dipandang sebelah mata dengan penafsiran simbolis–kuantitatif, bukan substansialis–kualitatif.
78
Bergesernya kurikulum madrasah ke arah modern ini yang akan bisa mengarah pada substansialis-kualitatif, berarti disertasi ini dapat memperkuat teori Muhaimin.
Madrasah  cukup  banyak,  baik  pada  zaman  klasik  Islam,
79
pertengahan, kolonial Belanda, kemerdekaan –kalau di Indonesia–
80
maupun modern.
81
Charles  Michael  Stanton,  dalam  bukunya  Higher  Learning  In  Islam,  The Clasic  Period,  A.D.  700  –  1300  yang  telah  diterjemahkan  oleh  Afandi  dan  Hasan
Asari  “Pendidikan  Tinggi  dalam  Islam  Sejarah  dan  Peranannya  dalam  Kemajuan Ilmu  Pengetahuan”.  Stanton  membahas  madrasah  pada  masa  klasik,  dimana  ia
menyebut  madrasah  sebagai  akademi  college.
82
Ia  juga  berbicara  kurikulum madrasah, tetapi  pada masa klasik.
83
Karel  A.  Steenbrink,  dalam  bukunya  Pesantren,  Madrasah,  Sekolah, Recente  Ontwikkelingen  in  Indonesisch  Islamonderricht,  yang  telah  diterjemahkan
oleh  penulis  sendiri  Karel  A.  Steenbrink  dan  Abdurrahman,  menjadi  Pesantren, Madrasah, Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Steenbrink membahas
sejarah pesantren hingga madrasah dan sekolah sejak zaman kolonial Belanda hingga
78
Muhaimin,  Pengembangan Kurikulum  Pendidikan Agama Islam, di  Sekolah,  Madrasah dan Perguruan Tinggi, 198.
79
Charles  Michael  Stanton,  Higher  Learning  in  Islam,  The  Classical  Period,  A.D.  700- 1300, Pendidikan Tinggi dalam Islam, terj. Afandi dan Hasan Asari Jakarta: Logos, 1994. Lihat pula,
Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya.
80
Steenbrink,  Recente  Ontwikkelingen  in  Indonesisch  Islamonderricht,  Pesantren Madrasah, Sekolah Pesantren, Madrasah, Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern.
81
Abdul Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi.
82
Stanton,  Higher  Learning  in  Islam,  The  Classical  Period,  A.D.  700-1300,  45-52.  Lihat pula,  Maksum,  Madrasah,  Sejarah  dan  Perkembangannya,  51-78.  Walaupun  dalam  buku  ini  ada,
dijelaskan mengenai kurikulum madrasah tapi hanya sebagai contoh saja, seperti kurikulum madrasah 1973 dan 1994.
83
Stanton, Higher Learning in Islam, The Classical Period, A.D. 700-1300, 52-57.
24 zaman  kemerdekaan  Indonesia.
84
Perubahan  dalam  materi  pelajaran  agama, diantaranya  ada  pembahasan  tentang  kurikulum  dan  silabus  mata  pelajaran.  Dalam
pembahasan ini Steenbrink lebih menfokuskan pembahasannya mengenai arti penting bahasa Arab diajarkan di madrasah, yang merupakan ciri khasnya.
85
Steenbrink jelas secara spesifik tidak membahas kurikulum dalam bukunya.
Abdul  Rachman  Shaleh,  dalam  bukunya  Madrasah  dan  Pendidikan  Anak Bangsa,  Visi,  Misi  dan  Aksi,  buku  ini  secara  menyeluruh  membahas  tentang  isu
madrasah  dalam  era  kini.  Secara  spesifik  Abdul  Rachman  memunculkan pembahasannya  mengenai  kurikulum  madrasah,  tetapi  hanya  satu  jenis  kurikulum
yaitu 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK. Para  peneliti  kurikulum  yang  telah  penulis  sebut,  sedikit  banyak  telah
memberikan  informasi  tentang  kurikulum,  yang  merupakan  issue  sentral  dalam disertasi  ini,  sekaligus  mendunia.  Hal  ini  dapat  dijadikan  bahan  masukan  dalam
penulisan disertasi ini sekaligus pembanding. Adapun issue intern –yang ada di dalam Islam atau Indonesia adalah Madrasah Aliyah– dimana secara eksplisit mereka –para
peneliti terdahulu– belum menjelaskan secara panjang lebar tentang Madrasah Aliyah ini. Demikian pula Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang perjalanannya
adalah  progres  ke  depan,  dimana  para  peneliti  terdahulu  belum  secara  komplit mendapat  informasi  sampai  masa  kini  –sampai  2006,  dimana  menjadi  batasan  akhir
pembahasan kurikulum MA dalam disertasi ini. Dengan  penelusuran  hasil-hasil  karya  para  peneliti  terdahulu  tentang
kurikulum  ini,  dimungkinkan  oleh  peneliti  disertasi  ini  belum  pernah  ditulis  oleh penulis    sebelumnya.  Praktis,  judul  disertasi  ini  mendapat  ruang  lakuna  untuk
diteliti lebih lanjut.
84
Steenbrink,  Recente  Ontwikkelingen  in  Indonesisch  Islamonderricht,  Pesantren Madrasah Sekolah, 1-102.
85
Steenbrink,  Recente  Ontwikkelingen  in  Indonesisch  Islamonderricht,  Pesantren Madrasah Sekolah, 163-221.
25
E.   Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian