Kajian Pustaka Pergeseran kurikulum madrasah dalam undang-undang sistem pendidikan nasional

15

D. Kajian Pustaka

Para peneliti yang interes terhadap kajian kurikulum, cukup banyak, diantaranya, Bistok Adrianus Siahaan, 37 Sukamto, 38 Anwar Jasin, 39 Muhammad Zuhdi, 40 Muhammad Sirozi. 41 Para peneliti ini, meneliti dalam bentuk tesis dan disertasi. Judul disertasi yang Adrianus tulis, dalam rangka mencapai gelar doktornya, Pengembangan Kurikulum Suatu Analisis Isi Kurikulum Bahasa Indonesia dari Sudut Fungsi Bahasa. Konsentrasi pembahasan kurikulum Adrianus adalah kurikulum 1975. Pembaharuan kurikulum, tegas Adrianus, adalah penting sekali, oleh karenanya disadari bahwa sistem kurikulum adalah unsur strategis yang menentukan dapat berperannya sistem pendidikan. 42 Pembaharuan kurikulum ini terjadi, karena memang prinsip kurikulum tidak kaku, tetapi fleksibel, tegas Adrianus. 43 Adrianus tidak mengfokuskan penelitiannya pada salah satu jenjang pendidikan, tetapi konsentrasi pada kurikulum 1975. Kurikulum yang dimaksud di sini adalah kurikulum nasional, 37 Bistok Adrianus Siahaan, “Pengembangan Kurikulum Suatu Analisis Isi Kurikulum Bahasa Indonesia dari sudut fungsi Bahasa”, Disertasi IKIP Jakarta, 1982. 38 Sukamto, “Aspek-aspek Filosofis Kurikulum Sejarah SMA dari Zaman Orde Lama Sampai dengan Orde Baru”, Tesis IKIP Jakarta, 1991. 39 Anwar Jasin, “Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisa Perkembangan tentang Perubahan Konseptual Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan dengan Menggunakan Bahan-bahan yang Relevan”, Disertasi IKIP Jakarta, 1983. 40 Muhammad Zuhdi, “Political and Social Influences on Religious School: A Historical Perspective on Indoesian Islamic School Curricula” Disertasi, Montreal-Canada: McGill University, 2006. 41 Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam Penyusunan UU No. 2 1989 Disertasi Leaden-Jakarta: INIS, 2004. 42 Adrianus, Pengembangan Kurikulum Suatu Analisis Isi Kurikulum Bahasa Indonesia dari Sudut Fungsi Bahasa, 1. 43 Prinsip-prinsip yang melandasi kurikulum, prinsip fleksibilitas, efesiensi, efektifitas, berorientasi pada tujuan, kontinuitas, prinsip pendidikan seumur hidup. Lihat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ketentuan-ketentuan Pokok Kurikulum Sekolah Menengah Pertama 1975, Buku I Jakarta: Balai Pustaka, 1981, 14 -19, lihat pula, Bistok Adrianus Siahaan, ”Pengembangan Kurikulum Suatu Analisis Isi Kurikulum Bahasa Indonesia dari Sudut Fungsi Bahasa”, 2. 16 dalam arti sekolah-sekolah di bawah otoritas Departemen Pendidikan Nasional, bukan kurikulum Depag. Dalam menyelesaikan studi S2-nya, Sukamto menulis tesis, Aspek-aspek Filosofis Kurikulum Sejarah SMA dari Zaman Orde Lama Sampai dengan Orde Baru. Kamto bermaksud menggali aspek-aspek filosofis kurikulum sejarah di SMA. Kurikulum, ujar Kamto, semestinya disusun dengan dasar-dasar yang kokoh, agar menjawab tantangan zaman dan secara dialektis menunjukan suasana zamannya. Dasar penyusunan kurikulum yang kurang kuat dapat mengakibatkan gagalnya kurikulum dalam pelaksanaannya atau ditolaknya kurikulum dalam praktek. 44 Sementara disertasi ini melihat pergeseran kurikulum MA, yang secara spesifik melihat pergeseran komponen kurikulumnya, dimana aspek politisnya yang lebih dominan mempengaruhinya. Rentang waktu kurikulum yang diteliti Kamto, dari zaman Orde Lama sampai Orde Baru, berarti aspek-aspek filosofis itu terus berkembang, dan penelitian ini untuk kurikulum SMA. Nampak beda, sebab disertasi ini mengkaji pergeseran kurikulum Madrasah Aliyah dari sejak munculnya Undang- Undang Pendidikan Nasional, yaitu: Undang-Undang Pendidikan No. 4 Tahun 1950 JO UU No. 12 Tahun 1954, sampai munculnya UUSPN No. 20 tahun 2003. Yang jelas, bila cross chek sejarah kurikulum di Indonesia, perkembangan kurikulum SMA berbeda dengan kurikulum MA. 45 Anwar Jasin dalam meneliti disertasinya, Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisa Perkembangan tentang Perubahan Konseptual Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan dengan Menggunakan Bahan-bahan yang Relevan. Anwar, menyoroti pembaharuan kurikulum SD 46 di Indonesia. 44 Sukamto, ”Aspek-aspek Filosofis Kurikulum Sejarah SMA dari Zaman Orde Lama Sampai dengan Orde Baru”, 8. 45 Sukamto dalam tesisnya menulis sejarah kurikulum SMA secara detel, lihat Sukamto, ”Aspek-aspek Filosofis Kurikulum Sejarah SMA dari Zaman Orde Lama Sampai dengan Orde Baru”, 21. 46 Nama Sekolah Rakyat dirubah Sekolah Dasar berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 13 tahun 1963 Selanjutnya istilah Sekolah Dasar digunakan juga sebagai 17 Pembaharuan diawali oleh perubahan, indikatornya, sejak proklamasi kemerdekaan sampai 1975, tegas Anwar kurikulum SD telah berubah 4 kali. Banyak faktor yang mendorong perubahan, seperti faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, teknologi dan faktor intern pendidikan itu sendiri. 47 Berbeda dengan Anwar, disertasi ini menekankan pada faktor politik yang lebih dominan mempengaruhinya. Dalam menyelesaikan disertasi doktornya di McGill University, Muhammad Zuhdi menulis Political and Social Influences on Religious School: A Historical Perspective on Indonesian Islamic School Curricula. Sepintas agak mirip tulisan Zuhdi dengan disertasi ini, namun bila ditelusuri banyak perbedaan. Disertasi Zuhdi berbicara tentang pengaruh sosial politik terhadap sekolah Islam di Indonesia, khususnya kurikulumnya. Zuhdi membatasi sekolah Islam dari SDMI sampai MASMA, bahkan ia juga membahas tentang pesantren. Zuhdi tidak membatasi kurikulum madrasah saja, tetapi kurikulum sekolah umum yang berlebel Islam juga ia kemukakan. 48 Pembahasan Zuhdi tidak secara spesifik terhadap komponen kurikulum sekolah-sekolah tersebut, sementara disertasi ini fokus pada pergeseran komponen kurikulum MA, yang diasumsikan lebih dominan dipengaruhi faktor politik. Uraian Zuhdi sampai 2004, 49 sementara disertasi ini sampai 2006. Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam Penyusunan UU No. 21989, demikian judul disertasi yang ditulis Muhammad Sirozi, dalam menyelesaikan Ph.D nya, yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku. Disertasi ini berisi studi kasus tentang keterlibatan para pemimpin Muslim dalam pengertian umum yang mencakup sekolah rendah, Sekolah Rakyat dan Sekolah Dasar. Anwar Jasin, ”Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisa Perkembangan tentang Perubahan Konseptual Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan dengan Menggunakan Bahan- bahan yang Relevan”, 5. 47 Anwar, ”Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisa Perkembangan tentang Perubahan Konseptual Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan dengan Menggunakan Bahan-bahan yang Relevan”, 5. 48 Zuhdi, Political and Social Influences on Religious School: A Historical Perspective on Indoesian Islamic School Curricula, 148, 152, 154. 49 Zuhdi, “Political and Social Influences on Religious School: A Historical Perspective on Indoesian Islamic School Curricula”, 159. 18 pengembangan kebijakan UUSPN ketika ada ketegangan politik dan budaya antara mereka yang ingin mengembangkan satu sistem pendidikan nasional yang “beragama” dan mereka yang menganggap pendidikan sekuler lebih relevan. 50 Sirozi lebih melihat tarik menarik kepentingan politik intern tokoh Muslim, sementara disertasi ini lebih melihat tarik menarik otoritas pengelolaan madrasah antara Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional. Sirozi juga mengfokuskan penelitian disertasinya pada perjuangan politik para pemimpin Muslim untuk memasukkan pendidikan Agama wajib dalam pendidikan nasional. 51 Sementara disertasi ini mengfokuskan pada pergeseran komponen kurikulum MA, tidak menyinggung kurikulum persekolahan secara umum. Penelitian yang sudah dipublikasikan dalam bentuk buku, seperti tulisan A.V. Kelly, 52 John McNeil, 53 Jon Wiles dan Joseph Bondi, 54 Walter Feinberg dan Jonas F. Soltis, 55 Alex More, 56 dan William H. Schubert. 57 Menarik, apa yang diuraikan Kelly, dalam The Curriculum Theory and Practice, bahwa proses pengembangan kurikulum harus memperhatikan pendekatan ideologi yang respek terhadap pendidikan, masyarakat, pengetahuan manusia, dan kemanusiaan itu sendiri. 58 Posisi nilai amat menentukan di sini, lanjut Kelly, tetapi tidak harus eksplisit, cukup implisit. Nampaknya Kelly lebih menghendaki kurikulum berkembang secara humanis. Disamping pengembangan Kelly juga berbicara, 50 Sirozi, Politik Kebijakan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam Penyusunan UU No. 2 1989, 1. 51 Sirozi, Politik Kebijakan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam Penyusunan UU No. 2 1989, 1. 52 A.V. Kelly, The Curriculum Theory and Practice London: Sage Publications, 2004. 53 Neil, Curriculum A Comprehensive Introductio. 54 Jon dan Josep, Curriculum Development, A Guide to Practice. 55 Walter dan Jonas, School and Society. 56 Alex, Schooling, Society and Curriculum. 57 William H. Schubert, Curriculum, Perspective, Paradigm and Possibility USA: Prentice Hall, 1987. 58 Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 76. 19 perubahan dan inovasi kurikulum, menurutnya, pengembangan kurikulum juga didasarkan pada politik Negara. 59 Sebenarnya posisi disertasi ini akan memperkuat pendapat Kelly, tetapi dengan satu revisi, bahwa faktor politik bukan satu-satunya yang mempengaruhi pergeseran kurikulum melainkan lebih dominan dibanding faktor lain. John McNeil, dalam Curriculum A Comprehensive Introduction, mengurai 5 klasifikasi besar, pertama, konsepsi kurikulum, kedua, pengembangan kurikulum ketiga, manajemen kurikulum, keempat, isu-isu dan trend kurikulum, kelima, inquiri kurikulum: masa lalu retrospect dan masa depan prospect kurikulum. Terkait dengan posisi tulisan Neil terhadap disertasi ini, secara umum Neil mengurai kontek pengembangan kurikulum, 60 fungsi kurikulum, 61 prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. 62 Dengan demikian, pada dasarnya Neil hanya mengenalkan dasar-dasar kurikulum pada bukunya, maka nampak perbedaan yang tajam dengan disertasi ini. Jon Wiles dan Joseph Bondi, dalam Curriculum Development, A Guide To Practice, merekam bahwa pengembangan kurikulum itu harus dimanage. Jon dan Joseph, menjabarkan bahwa kenyataan di sekolah, sukses pengembangan kurikulum sering diartikan dengan baiknya manajemen proses pengembangan kurikulum. Lebih lanjut Jon dan Joseph melaporkan bahwa bukti modernisasi pengembangan kurikulum, melibatkan lebih banyak implementasi jalan pengajaran yang baru atau standar kemudahan yang diberikan oleh lembaga. Hal ini adalah bagian dalil kebenaran yang terjadi pada era teknologi. 63 Pada periode 1990-2005, kurikulum di sekolah berubah secara signifikan, tulis Jon dan Joseph, kurikulum berubah, kenapa tidak. Kurikulum harus bertanggung jawab terhadap implementasi pembelajaran di 59 Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 102. 60 Neil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 116. 61 Neil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 118. 62 Neil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 149. 63 Jon dan Josep, Curriculum Development, A Guide to Practice, 73. 20 kelas, sebagai jaminan keefektifannya. 64 Jon dan Joseph memberikan indikator modernisasi kurikulum, tetapi hal itu merupakan hasil dari pengembangan dan perubahan kurikulum, sementara indikator modern dalam disertasi ini merupakan hasil dari pergeseran transformasi kurikulum. Bila diamati sangat sedikit perbedaannya, tetapi modernisasi yang disebutkan Jon dan Joseph lebih dipengaruhi oleh faktor teknologi, sementara dalam disertasi ini lebih merupakan hasil dinamisasi politik, walaupun faktor perkembangan teknologi tidak dapat dikecilkan. Walter Feinberg dan Jonas F. Soltis, dalam School and Society. Dalam bab 5 Walter dan Jonas, membahas secara detel tentang “hidden curriculum”. 65 Secara eksplisit disertasi ini tidak mengkaji hidden curriculum namun pergeseran kurikulum lebih dominan dipengaruhi faktor politik. Alex More lebih cenderung pembahasannya tentang posisi sekolah dan kurikulum di masyarakat, pembahasan ini Alex uraikan dalam Schooling, Society and Curriculum. Di sini Alex jelas menegaskan bahwa kurikulum tidak dapat terlepas dari masyarakat, dimana secara kompleks di masyarakat terdapat, sosial, ekonomi, politik, budaya dan agama. Disertasi ini tidak menafikan faktor-faktor itu semua mempengaruhi pergeseran kurikulum, tetapi dominasinya dalam disertasi ini adalah lebih dipengaruhi faktor politik. William H. Schubert, dalam Curriculum, Perspective, Paradigma and Possibility, melaporkan cukup lengkap tentang serba-serbi kurikulum. Ada tiga bagian besar yang William tulis yaitu perspektif, paradigma dan kemungkinan possibility.William lebih cenderung memakai pendekatan filosofis dalam membahas kurikulum. Seperti komponen kurikulum, yaitu tujuan purpose, isi content, organisasi dan evaluasi dilihat dari perspektif paradigma analisis perennial, demikian ungkap William. 66 William melihat bahwa ada beberapa kemungkinan ke depan yang 64 Jon dan Josep, Curriculum Development, A Guide to Practice, 175. 65 Walter dan Jonas, School and Society, 59. 66 William, Curriculum, Perspective, Paradigm and Possibility, 188, 212, 233, 261. 21 dihadapi kurikulum, 67 baik itu tantangan maupun harapan. Walaupun komponen kurikulum yang diurai William tidak jauh beda dengan komponen kurikulum yang dibahas pada disertasi ini, namun William menggunakan pendekatan filosofis, sementara, disertasi ini menggunakan pendekatan historis dan politis. Kumpulan tulisan artikel kurikulum yang diedit oleh para ahli kurikulum seperti Vincent A. Anfara, dan Jr. Sandra L. Stacki ed., 68 Philip W. Jakcson ed., 69 serta David J. Flinders dan Stephen J. Thornton ed.. 70 Vincent dan Sandra yang telah mengedit buku dengan judul Middle School Curriculum Instruction and Assessment, lebih cenderung pembahasannya tentang kurikulum pelajaran dan penilaian di sekolah menengah. Sementara disertasi ini memasukkan penilain sebagai salah satu komponen kurikulum. Berbeda dengan Jakcson, dalam Handbook of Research on Curriculum, dia mengedit 34 tulisan yang terkait dengan kurikulum. Tiga puluh empat tulisan ini diklasifikasikan ke dalam 4 bagian, pertama, berbicara konsep dan metodologi kurikulum, kedua, bagaimana kurikulum dibuat, ketiga, kurikulum adalah sebuah kekuatan, keempat, topik-topik dan isu-isu kurikulum. 71 George F. Madaus dan Thomas Kellaghan menulis evaluasi dan taksiran kurikulum, dalam tulisannya George dan Thomas memperdebatkan kata evaluasi evaluation dan taksiran assessment, suatu ketika diartikan sinonim, di lain sisi diartikan beda. 72 Sementara evaluasi yang dimaksud dalam disertasi ini adalah evaluasi sebagai komponen kurikulum. Di sisi lain Larry Cuban dari Stanford University, lebih tertarik menyoroti stabilitas dan perubahan kurikulum. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan, lanjut Cuban, pertama, merencanakan perubahan adalah 67 William, Curriculum, Perspective, Paradigm and Possibility, 341 68 Vincent dan Sandra ed., Midle School Curriculum, Instruction and Assesment. 69 Philip ed., Hand Book of Research on Curriculum. 70 David dan Stephan, The Curriculum Studies Reader. 71 Philip ed., Hand Book of Research on Curriculum, 1, 155, 463, 685. 72 George F. Madaus dan Thomas Kellaghan, Curriculum Evaluation and Assessment, dalam Philip ed., Hand Book of Research on Curriculum, 119. 22 baik, kedua, perubahan dapat mencerai beraikan stabilitas, ketiga, sekali merencanakan perubahan harus diambil, untuk perbaikan yang tepat. 73 Alan Peskin, dari universitas Illinois, menulis hubungan kebudayaan dengan kurikulum, dalam cuplikan tulisannya ia berpendapat, bahwa dunia pendidikan harus menyesuaikan dengan lingkungannya –sosial budaya– dimana lembaga tersebut berada, 74 secara otomatis kurikulumnya mengikuti. Tulisan Alan ini sebenarnya yang akan dikritisi dalam disertasi ini, bahwa sosial budaya mempengaruhi pergeseran kurikulum, namun lebih dominan faktor politik. Sementara John I. Goodlad dari universitas Washington dan Zhixin Su dari universitas California, menulis organisasi kurikulum, 75 Charles E Bidwell dan Robert Dreeben, keduanya dari University of Chicago, menulis organisasi sekolah dan kurikulum. 76 Kumpulan tulisan yang diedit Jackson inilah yang akan jadi rujukan primer sebagai bahan pembanding rujukan primer yang berupa naskah kurikulum MA sejak munculnya Undang-Undang Pendidikan No. 4 Tahun 1950 Jo. UU Pendidikan No. 12 Tahun 1954 sampai munculnya UUSPN No. 20 Tahun 2003. Farnis ‘ Abd Nu r, dalam tulisannya al-Tarbiyah wa al-Mana hij. Buku ini memberikan informasi pembahasan tentang pendidikan dan kurikulum, perkembangan pemikiran pendidikan dan kurikulum, asas atau prinsip kurikulum dan lain-lain. ‘ Abd al-Nu r lebih menulis kurikulum dan pendidikan secara teoritis. 77 Berbeda dengan Muhaimin, dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Dalam buku ini 73 Cuban, “Curriculum Stability and Change”, dalam Philip ed., Hand Book of Research on Curriculum, 216. 74 Alan Peshkin, “The Relationship Between Culture and Curriculum: A Many Fitting Thing”, dalam Philip ed., Hand Book of Research on Curriculum, 248. 75 John I. Goodlad dan Zhixin Su, “Organization of The Curriculum”, dalam Philip ed., Hand Book of Research on Curriculum, 327. 76 Charles E. Bidwell dan Robert Dreeben, “School Organization and Curriculum”, dalam Philip ed., Hand Book of Research on Curriculum, 345. 77 ‘ Abd al-Nu r, al-Tarbiyah wa al-Mana hij, 144. 23 Muhaimin banyak mengkritik dan menganalisis keberadaan kurikulum madrasah yang terkesan masih dikotomik. Eksistensi kurikulum madrasah masih dipandang sebelah mata dengan penafsiran simbolis–kuantitatif, bukan substansialis–kualitatif. 78 Bergesernya kurikulum madrasah ke arah modern ini yang akan bisa mengarah pada substansialis-kualitatif, berarti disertasi ini dapat memperkuat teori Muhaimin. Madrasah cukup banyak, baik pada zaman klasik Islam, 79 pertengahan, kolonial Belanda, kemerdekaan –kalau di Indonesia– 80 maupun modern. 81 Charles Michael Stanton, dalam bukunya Higher Learning In Islam, The Clasic Period, A.D. 700 – 1300 yang telah diterjemahkan oleh Afandi dan Hasan Asari “Pendidikan Tinggi dalam Islam Sejarah dan Peranannya dalam Kemajuan Ilmu Pengetahuan”. Stanton membahas madrasah pada masa klasik, dimana ia menyebut madrasah sebagai akademi college. 82 Ia juga berbicara kurikulum madrasah, tetapi pada masa klasik. 83 Karel A. Steenbrink, dalam bukunya Pesantren, Madrasah, Sekolah, Recente Ontwikkelingen in Indonesisch Islamonderricht, yang telah diterjemahkan oleh penulis sendiri Karel A. Steenbrink dan Abdurrahman, menjadi Pesantren, Madrasah, Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Steenbrink membahas sejarah pesantren hingga madrasah dan sekolah sejak zaman kolonial Belanda hingga 78 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, 198. 79 Charles Michael Stanton, Higher Learning in Islam, The Classical Period, A.D. 700- 1300, Pendidikan Tinggi dalam Islam, terj. Afandi dan Hasan Asari Jakarta: Logos, 1994. Lihat pula, Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya. 80 Steenbrink, Recente Ontwikkelingen in Indonesisch Islamonderricht, Pesantren Madrasah, Sekolah Pesantren, Madrasah, Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. 81 Abdul Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi. 82 Stanton, Higher Learning in Islam, The Classical Period, A.D. 700-1300, 45-52. Lihat pula, Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, 51-78. Walaupun dalam buku ini ada, dijelaskan mengenai kurikulum madrasah tapi hanya sebagai contoh saja, seperti kurikulum madrasah 1973 dan 1994. 83 Stanton, Higher Learning in Islam, The Classical Period, A.D. 700-1300, 52-57. 24 zaman kemerdekaan Indonesia. 84 Perubahan dalam materi pelajaran agama, diantaranya ada pembahasan tentang kurikulum dan silabus mata pelajaran. Dalam pembahasan ini Steenbrink lebih menfokuskan pembahasannya mengenai arti penting bahasa Arab diajarkan di madrasah, yang merupakan ciri khasnya. 85 Steenbrink jelas secara spesifik tidak membahas kurikulum dalam bukunya. Abdul Rachman Shaleh, dalam bukunya Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, buku ini secara menyeluruh membahas tentang isu madrasah dalam era kini. Secara spesifik Abdul Rachman memunculkan pembahasannya mengenai kurikulum madrasah, tetapi hanya satu jenis kurikulum yaitu 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK. Para peneliti kurikulum yang telah penulis sebut, sedikit banyak telah memberikan informasi tentang kurikulum, yang merupakan issue sentral dalam disertasi ini, sekaligus mendunia. Hal ini dapat dijadikan bahan masukan dalam penulisan disertasi ini sekaligus pembanding. Adapun issue intern –yang ada di dalam Islam atau Indonesia adalah Madrasah Aliyah– dimana secara eksplisit mereka –para peneliti terdahulu– belum menjelaskan secara panjang lebar tentang Madrasah Aliyah ini. Demikian pula Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang perjalanannya adalah progres ke depan, dimana para peneliti terdahulu belum secara komplit mendapat informasi sampai masa kini –sampai 2006, dimana menjadi batasan akhir pembahasan kurikulum MA dalam disertasi ini. Dengan penelusuran hasil-hasil karya para peneliti terdahulu tentang kurikulum ini, dimungkinkan oleh peneliti disertasi ini belum pernah ditulis oleh penulis sebelumnya. Praktis, judul disertasi ini mendapat ruang lakuna untuk diteliti lebih lanjut. 84 Steenbrink, Recente Ontwikkelingen in Indonesisch Islamonderricht, Pesantren Madrasah Sekolah, 1-102. 85 Steenbrink, Recente Ontwikkelingen in Indonesisch Islamonderricht, Pesantren Madrasah Sekolah, 163-221. 25

E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian