BAB II PERGESERAN KURIKULUM DALAM PERDEBATAN
Perdebatan seputar pergeseran kurikulum menarik, ketika dua kubu yang berbeda saling mempertahankan pendapatnya masing-masing, yang pertama
mengatakan bahwa pergeseran kurikulum dipengaruhi oleh faktor ideologi agama, ekonomi, sosial, budaya, teknologi dan intern pendidikan itu sendiri. Kedua,
berargumen bahwa pergeseran kurikulum dipengaruhi faktor politik, bahkan struktur politik itu sendiri masuk dalam pendidikan. Ini merupakan perdebatan inti dalam bab
ini, yang akan dikemas dalam bentuk landasan teori.
A. Pergeseran Kurikulum adalah Sebuah Keniscayaan
Berkembangnya ideologi, sosial, budaya, ekonomi dan politik masyarakat menyebabkan kurikulum
1
harus bergeser berinovasi, berkembang dan berubah. Berkembang dan berubahnya faktor-faktor tersebut di atas memunculkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini juga menjadi pemicu utama pergeseran kurikulum. Ini diperkuat oleh Posner dan Rudnisky, bahwa kurikulum
harus diorganisir, dikembangkan dan dianalisis. Kurikulum memberikan indikasi untuk dipelajari, tujuan-tujuan itu memberikan indikasi mengapa kurikulum harus
dipelajari, dan perencanaan pengajaran memberikan indikasi, bagaimana mempelajari
1
Ornstein dan Hunkins, mengatakan bahwa secara umum fondasi kurikulum adalah include mengikuti area ilmu pengetahuan sebagai berikut; filsafat, sejarah, psikologi dan sosial. Lihat, Susan
Pennnock Smith, Barriers Encountered In The Instruction of Students Who Have Sustained Brain Injuries: An Instructional Curriculum To Assist in Eliminating Barriers Detroit, Michigan: Graduate
School of Wayne State University, 2005, 15. Bandingkan dengan Norman Cousins, dalam Modern Man is Obsolete, seperti dikutip S. Nasution, bahwa kita senantiasa terbelakang bila kita tidak
senantiasa menyesuaikan diri dengan perkembangan sosial, politik, ekonomi. Lihat, S. Nasution, Asas- asas Kurikulum Jakarta: Bumi Aksara, 1995, 154. Bandingkan pula dengan Imam Tholkhah, bahwa
pengembangan –pergeseran– kurikulum sekolah –madrasah– tidak bisa dilepaskan dari keterkaitannya dengan perkembangan budaya, tradisi, dan peradaban masyarakat yang ada serta ilmu pengetahuan dan
teknologi. Lihat, Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan, Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam Jakarta: Rajawali Pers, 2004, 229.
dan memanfaatkan fasilitas-fasilitas pendidikan itu.
2
Bahkan Dewey memperkuat, bahwa kurikulum dan pembelajar adalah dua elemen yang simpel, keduanya harus
didefinisikan menjadi satu proses.
3
Berbeda dengan Khodadad Khodi Kaviani, yang berpendapat bahwa pendidikan tidak hanya berisi kurikulum dan buku teks, tetapi
juga berisi pengalaman para siswa dan interaksi guru dalam diskusi kelas.
4
Dalam arti yang luas sebenarnya apa yang dikatakan Khodi, pengalaman siswa dan interaksi
guru dalam diskusi kelas termasuk kurikulum. Dengan demikian seorang pendidik harus hati-hati memahami kurikulum, Suyanto jeli melihat ini, dia berkomentar, jika
kurikulum dipahami dalam arti yang sempit, jangan diharapkan kalau pendidikan dan pengajaran yang dilaksanakan akan mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan dan
pendidikan yang diselenggarakan tidak akan menghasilkan generasi yang pintar tangguh dan cerdas.
5
Sebagai jawaban beberapa argumentasi di atas, pergeseran kurikulum adalah sebuah keharusan.
Demikian pula berkembangnya dunia pendidikan, konsep kurikulum juga turut mengalami perkembangan dan pergeseran makna isi ke proses pendidikan.
Seperti dinyatakan oleh Doll, secara umum definisi kurikulum mengalami perubahan dari isi dan subyek dan jalan untuk semua pengalaman yang mengarahkan para siswa
di bawah pengawasan secara langsung dari sekolah.
6
Argumentasi ini dikuatkan oleh Dasar pengembangan kurikulum sebenarnya cukup jelas, seperti disebut dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, pasal 36 ayat 1,
2
George J Posner and Alan N Rudnitsky, Course Design-A Guide To Curriculum Development For Teachers New York: Longman Inc, 1982, 7.
3
Lihat, Rosalie M Mirenda, A Conceptual - Theoretical Strategy For Curriculum Development in Baccalaureate Nursing Programs tk: Widener University Press, 2.
4
Khodadad Khodi Kaviani,
“Influences on Social Studies Teachers’ Issue-Selection for
Classroom Discussion: Social Positioning and Media”, dalam Social Studies Research and Practice, Volume 1, Number 2 Summer, 2006, 3.
5
Lihat, Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, 53-54.
6
Lihat, Syaifuddin Sabda, Model Kurikulum Terpadu Iptek dan Imtaq Ciputat: Quantum Teaching, 2006, 22.
yang menyatakan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan dan dilakukan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan
satuan pendidikan potensi daerah dan peserta didik.
7
Sebelum munculnya Undang- Undang ini kurikulum dikembangkan secara sentralistik, namun sekarang sudah
desentralisasi dengan melihat h{asanah potensi daerah baik budaya culture, sumber daya alam, manusia dan lain-lain.
Dalam hal belajar umpamanya, Bruner seperti dikutip oleh Judith Howard, bahwa belajar adalah membawa kita untuk sesuatu yang lebih mudah, memperoleh
kemampuan aplikasi guna menyelesaikan problem-problem baru.
8
Tafsir belajar yang lebih maju menurut Howard ini mengindikasikan bahwa kurikulum juga harus dapat
mengatasi masalah-masalah baru yang muncul. Dengan demikian kurikulum harus menyesuaikan baik dari sisi tujuan, content, strategi pembelajaran maupun
evaluasinya. Maka diperlukan lembaga pendidikan yang profesional, seperti ditulis oleh Kenneth J. Meier, bahwa sistem pendidikan yang establish dari sebuah lembaga
pendidikan selalu bersifat profesional terhadap murid-muridnya sebagai peserta didik dan kemudian mendesain secara spesial kurikulum untuk mereka.
9
Laporan Yu suf al-Ani
zy dapat dijadikan dasar, bahwa pendidikan sekarang lebih difokuskan pada permasalahan umum, masalah umum diibaratkan dengan
sesuatu yang harus didahulukan, kita dapat melihat Amerika lima puluh tahun yang lalu, ketika Amerika memisahkan diri dengan Rusia sebagai awal bagi Amerika
untuk menjadi penguasa dunia, maka terjadilah kebangkitan pendidikan di wilayah itu, dan berkembang pula kurikulum dan sistem pendidikannya, yang demikian terjadi
7
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Jakarta: Sinar Grafika, 2008, 24.
8
Judith Howard, Curriculum Development Elon University: Center for the Advancement of Teaching and Learning, t.t., 1.
9
Desain Kurikulum secara special maksudnya secara khusus, disesuaikan dengan tujuan institusi, perkembangan anak didik dan daerah di mana institusi itu berada. Kenneth J. Meier, “School
Boards and the Politics of Education Policy”, dalam Christina Wolbrecht And Rodney E. Hero Ed., The Politics of Demokratic Inclusion Philadelphia: Temple University Press, 2005, 239.
di Amerika sebagai negara yang telah maju ilmu pengetahuan umumnya. Dari sini terjadi perkembangan ilmu-ilmu tadi ke negara lain. Hal seperti ini adalah
sunnatulla h QS. Al-Fathir: 43.
10
Lapangan pendidikan, demikian laporan yang diberikan Yu suf al-Ani
zy, sebagai content dari kurikulum adalah luas, hal ini mengharuskan untuk mengikat
pendidikan mengandung berbagai makna, masuknya pendidikan adalah beserta ilmu yang lain. Ada bekas dari pendidikan itu dan ada bekas pula dalam pendidikan itu.
Di antara beberapa contoh ilmu yang merupakan content dari kurikulum ini adalah ilmu agama, ilmu politik, ilmu ekonomi, ilmu jiwa, ilmu sosial, sejarah dan lain-
lain.
11
Dalam Islam, ungkap Salabi, kurikulum sebagai bagian penting dari sistem pendidikan Islam telah ada sejak periode awal keberadaan pendidikan Islam, yaitu
pada masa hidup Rasulullah Muhammad SAW. Mata pelajaran yang menjadi bagian penting dari kurikulum pada periode tersebut adalah berupa; membaca, menulis dan
sha‘ir ‘A rab.
12
‘
Ali Ashraf menambahkan dengan al-Qur’an dan Hadis, Tata Bahasa, Retorika, dan Prinsip-Prinsip Hukum.
13
Kurikulum pendidikan Islam pernah mengalami kemajuan pesat, seperti diungkap Nakosteen, ketika pendidikan Islam sudah mulai diformalkan, masa
kemajuan ini pada abad klasik pertengahan, content kurikulumnya meliputi; Matematika Aljabar, Trigometri dan Geometri, Sains Kimia, Fisika dan
Astronomi, Kedokteran Anatomi, Pembedahan, Farmasi, dan cabang-cabang ilmu kedokteran khusus, Filsafat Logika, Etika dan Metafisika, Kesusasteraan Filologi,
Tata Bahasa, Puisi dan Ilmu Persajakan Ilmu-ilmu Sosial Sejarah, Geografi, disiplin-disiplin yang berhubungan dengan Politik, Hukum, Sosiologi, Psikologi dan
10
Yu suf al-Ani
zy, Mana hij al-Bah}si al-Tarbawi
bain al-Nadz}ariyah wa al-Tat}biqiyah Beirut: Maktabah al-Fala
h li al-Nashri wa al-Tauzi ’i, 2005, 54.
11
Yu suf al-Ani
zy, Mana hij al-Bah}su al-Tarbawi
bain al-Naz}ariyah wa al-Tat}biqiyah, 59.
12
Ahmad Salabi, History of Muslim Education Beirut: Da r al-Kashaf, 1954, 16.
13
Syed Ali Asyraf, New Horison in Muslim Education Cambridge: Hodder and Staughton The Islamic Academy, 1985, 29-30.
Jurisprudensi Fikih, Teologi Perbandingan Agama, Sejarah Agama, Studi al- Qur’an, Tradisi Religius Hadis dan topik-topik ilmu keagamaan lainnya.
14
Jika melihat content kurikulum yang telah diuraikan di atas, jelas bahwa kurikulum pendidikan Islam pada awalnya terpadu monisme antara ilmu-ilmu
keagamaan
shar ‘ i
yah dan ilmu-ilmu alamiyah qauniyah. Mengalami pergeseran ketika dunia Islam mundur, yaitu terjadi dikotomi ilmu. Selanjutnya muncul abad
pembaharuan pendidikan Islam, yang jika diamati memunculkan sekularisme dan ortodoks. Di sini jelas kurikulum mengalami pergeseran. Bila melihat kasus sejarah
pendidikan Islam, kurikulum bergeser bisa ke arah kemajuan, juga bisa ke arah kemunduran.
Ada statement yang mengatakan bahwa ganti menteri, berubah pula kurikulumnya, ini juga dibenarkan oleh William J. Ellena, kepemimpinan dalam
pengembangan kurikulum adalah respon utama dari pengawasan. Operasional dari sistem sekolah dengan kepemimpinan yang salah dalam kurikulum adalah potensi
sebuah kerusakan untuk kualitas pendidikan tiap anak.
15
Seraya menguatkan pendapat Ellena, William A. Niles, melaporkan bahwa ada sebuah tingkatan yang
tinggi dari ekspektasi pengawasan sekolah yang harus terlibat dalam pengembangan kurikulum. Tetapi secara alami dan lebih luas keterlibatan tidak diakui semua.
16
Seraya mengurai secara rinci, tentang kepemimpinan dalam pengembangan kurikulum, Saylor dan Alexander mengidentifikasikan, bahwa ada tiga tugas
lapangan kepemimpinan kurikulum; 1 Kepemimpinan, adalah proses perencanaan kurikulum, 2 Koordinasi, adalah usaha dari semua kelompok dan individu bekerja
pada problem-problem kurikulum, 3 Acting, adalah sebuah agen perubahan untuk
14
Lihat, Syaifudin Sabda, Model Kurikulum Terpadu Iptek dan Imtaq, Desain Pengembangan dan Implementasi, 1-2.
15
William J. Ellena Ed., Curriculum Handbook For School Ececutives Arlington, Virginia: AASA, 1973, 370.
16
William A. Niles, Pennsylvania Superintendents Perception of Their Role In Curriculum Development and The Improvement of Instruction Temple: University Board, 1986, 38.
perbaikan kurikulum.
17
Jelas bahwa pergeseran kurikulum harus didasarkan pada kepemimpinan yang kuat, koordinasi yang jelas dan acting dalam rangka
merealisasikan perubahan ke arah yang lebih baik. Pergeseran pengembangan kurikulum sebenarnya terjadi secara umum di
semua negara, tidak hanya di Indonesia, sebagai contoh Mansour A. M. Bin Salamah, menjelaskan secara panjang lebar dalam disertasinya, bahwa pengembangan
kurikulum juga terjadi di Arab Saudi.
18
Terlebih Indonesia adalah negara berkembang, maka pergeseran kurikulum lebih sering terjadi dari pada negara maju.
Beberapa argumen di atas cukup kuat mengatakan bahwa pergeseran kurikulum merupakan sebuah keniscayaan.
B. Pergeseran, Inovasi, Pengembangan dan Perubahan Kurikulum