Maksud, Tujuan, Kedudukan Tugas dan Fungsi Pekerja Sosial

E. Pekerja Seks Komersial di Tangerang Selatan

Pelacuran merupakan gejala sosial yang berlangsung dalam sejarah umat manusia yang panjang karena berbagai faktor yang berkaitan menyebabkan gejala ini ada dari waktu ke waktu, faktor-faktor yang mendorong terjadinya pelacuran terletak baik pada aspek kodrati manusiawi terutama yang berhubungan dengan Bio- psikologis, khususnya nafsu seksual manusia baik itu pria atau wanita. Serta faktor-faktor luar yang mempengaruhi seperti faktor sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain yang terjalin sedemikian rupa sehingga drama pelacuran atau Prostitusi ada terus dari waktu ke waktu sepanjang sejarah manusia. Secara tepatnya pentas pelacuran dianggap mulai ada sejak adanya norma hukum perkawinan. Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun dibutuhkan evil necessity. Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya biasanya kaum laki-laki, tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa kaum perempuan baik-baik. Masalah pelacuran yang ada di Kota Tangerang Selatan akan berdampak pada rusaknya moral generasi muda. Berdasarkan hal tersebut di atas, Pemerintah Kota Tangerang antara lain mengeluarkan Perda Nomor 8 Seri E Tahun 2005 tentang Larangan Pelacuran dalam wilayah Kota Tangerang Selatan. Susunan peraturan daerah ini terdiri dari enam bab dan dua belas pasal yang isinya tentang ketentuan umum, pelarangan, penindakan dan pengendalian, ketentuan pidana, penyidikan dan ketentuan penutup. Pasal 1 ayat 3 Perda Nomor 8 Seri E Tahun 2005 menyebutkan pelacuran adalah hubungan seksual di luar pernikahan yang dilakukan oleh pria atau wanita, baik ditempat berupa Hotel, Restoran, Tempat Hiburan atau lokasi pelacuran ataupun ditempat – tempat lain di daerah dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa. Dalam proses pelaksanaan Perda Nomor 8 Seri E Tahun 2005 Tentang Larangan Pelacuran, penertiban PSK dilaksanakan oleh: - Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan Kota Tangerang Selatan; - Dinas Pariwisata Kota Tangerang Selatan; - Kantor Polisi Pamong Praja Kota Tangerang Selatan; - Komando Distrik Militer Kodim Kota Tangerang Selatan; - Kepolisian Kota Tangerang Selatan; - Bagian Hukum dan Ortala Sekretariat Kota Tangerang Selatan, selaku Koordinator Tim Yustisia. BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS PERAN PEKERJA SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP PEKERJA SEKS KOMERSIL Pekerja sosial masyarakat sebagai warga mayarakat yang memiliki jiwa pengabdian sosial dan telah memiliki kopetensi dalam pekerjaan sosial 1 , tentu akan sangat memiliki peran penting dalam memberikan berbagai arahan kepada para pekerja seks komersil, baik arahan yang bersifat edukasional dan keterampilan maupun arahan yang bersifat membantu dalam menyampaikan berbagai informasi penting terkait kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, para pekerja sosial masyarakat tentu memiliki berbagai hasil penelitian, yang menurut peneliti dapat dijadikan bahan analisis dalam menentukan program yang tepat bagi para pekerja seks komersil di Tangerang Selatan. Seperti data hasil penelitian yang dilakukan oleh para pekerja sosial masyarakat Tangerang Selatan yang menunjukkan bahwa kondisi pekerja seks komersial di Tangerang Selatan yang didominasi latar belakang pendidikan yang hanya pada tingkat Sekolah Menegah Pertama SMP dan Sekolah Menengah Atas SMA. Bab ini akan menguraikan temuan lapangan dan analisis mengenai peran pekerja sosial masyarakat terhadap pekerja seks komersil yang terdiri atas tiga subbagian, yaitu pertama; deskripsi informan yang merupakan penjelasan mengenai gambaran latar belakang informan, yang terdiri dari dua orang pekerja seks komersil 1 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 01 Tahun 2012. Bab I Pasal 1 Tangerang Selatan, satu orang wakil ketua pekerja sosial masyarakat Tangerang Selatan, dan satu orang pegawai pemerintah daerah Tangerang Selatan, kedua; temuan lapangan, mengenai berbagai pemaparan fakta yang peneliti temukan dilapangan terkait peran pekerja sosial masyarakat Tangerang Selatan baik dalam peran fasilitatif, edukasional, representasioal, dan teknis. Pada subbagian ini akan disajikan temuan berupa kutipan-kutipan hasil wawancara, catatan obserasi lapangan, dan beberapa hasil studi dokumentasi, ketiga; analisis yang peneliti lakukan mengenai hasil temuan fasilitatif, edukasional, representasioal, dan teknis yang dilakukan pekerja sosial masyarakat Tangrang Selatan terhadap para pekerja seks komersil.

A. Deskripsi Informan

1. Informan 1 Pekerja Seks Komersil

Informan 1 dalam penelitian ini, adalah seorang pekerja seks komersil yang berinisial AM, berumur 32 tahun dan berasal dari daerah Sukabumi. Dalam kehidupan keseharinnya sebelum menjadi pekerja seks komersil, AM adalah ibu rumah tangga yang memiliki seorang anak laki-laki. Namun, pada umur 28 tahun AM bercerai dengan suaminya dikarenakan suami AM tidak bisa memenuhi nafkah yang dibutuhkan oleh AM dan anaknya. Dengan berbekal pendidikan hingga tingkat SMA, AM mengikuti seorang tetangga di dekat rumahnya untuk merantau ke daerah Muncul, Tangerang Selatan.