Tinjauan Pekerja Seks Komersial

2. Orang setempat yang menjadi pelacur yang sukses. Seseorang yang memiliki aspirasi yang tinggi terhadap materi. Ia akan mewujudkan aspirasinya demi materi yang didapatnya. Salah satunya yakni bekerja. Pekerjaan yang paling mudah, yaitu sebagai model. Seorang PSK, ia akan memenuhi materi dengan menjadi model. Salah satu pekerjaan menjadi model dilakukan karena, adanya perasaan bangga yang dapat ditunjukkan pada orang lain. Menjadi model selain wajah yang cantik dan tubuh yang tinggi, akan membuat orang lain tertarik, sehingga banyak yang menginginkan dia untuk dikontrak jadi model. Pekerjaan menjadi model dapat menjadi kaya dan terpenuhi kebutuhan hidup. 3. Sikap permisif dari lingkungan. Lingkungan sekitar yang terdapat banyak PSK, menyebabkan seseorang mengikuti cara bekerja dengan menjadi PSK. PSK yang tinggalnya bersama dengan warga, maka warga secara tidak langsung mengizinkan pekerjaan PSK dan PSK dapat bersosialisasi dengan warga sekitar. 4. Dukungan orang tua. Setiap orang tua yang memiliki anak, mereka pasti menginkan anaknya berhasil. Anak mereka berhasil agar, dapat mengumpulkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat orang tua yang memiliki ekonomi yang rendah dalam keluarga. Satu sisi orang tua mempunyai aspirasi untuk mengumpulkan materi yang banyak, namun sisi lain orang tua tidak mempunyai kemampuan untuk mewujudkan. Inspirasi dari orang tua tersebut agar dapat terwujud, maka terpaksa anak mereka di beri izin untuk bekerja. Salah satu alternatif untuk bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga yakni, menjadi PSK. 5. Faktor ekonomi. Seseorang bekerja seperti menjadi PSK adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Seseorang yang memiliki ekonomi yang rendah, sementara biaya kebutuhan banyak dan tuntutan kebutuhan hidup semakin meningkat. Untuk mengantisipasi faktor ekonomi yang rendah dan untuk meningkatkan ekonomi yang tinggi, sehingga kebutuhan dapat terpenuhi maka alternatifnya bekerja. Kebanyakan seseorang bekerja sebagai PSK dikarenakan faktor ekonomi, agar dapat bertahan hidup. Belakangan ini ramai polemik tentang istilah pelacur menjadi PSK. Dalam setiap forum, kelompok liberal dan para pezinah kerap menggunakan istilah PSK dengan dalih berempati dengan wanita yang mencari nafkah untuk diri dan keluarganya. Sementara, kaum religius, menolak istilah PSK untuk mengganti dari kata pelacur. Manusia adalah makhluk sosial, yakni makhluk yang berkodrat hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. Dalam kehidupan sehari-hari manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan diantaranya tempat tinggal. Tuntutan menuntut ilmu atau bekerja mencari nafkah, sering menjadi alasan untuk bisa hidup layak atau dapat berfungsi sosial. Untuk mencapai semua itu diperlukan semangat dan keterampilan, akan tetapi realita yang terjadi belum tentu sesuai dengan apa yang direncanakan. Oleh karena itu, ketidaksiapan mental sering terjadi dalam menyikapi sebuah kehidupan yang berakibat timbulnya rasa tidak percaya diri dan banyak penyimpangan-penyimpangan dalam hidup. Pada saat itu banyak perempuan menjadi objek eksploitasi seperti tercermin dalam wadah lembaga pernikahan, tradisi kawin paksa dipoligami tanpa batas dan tanpa syarat, ditukar, disetubuhi budak untuk dijual anaknya, bahkan model prostitusi atas nama kawin kontrak untuk waktu tertentu dengan jumlah mahar yang telah disepakati dan berbagai bentuk kekerasan terhadap wanita. Tentunya hal itu merupakan realita lain dari perempuan yang termarginalkan. 17 Selain pelacur, kini muncul istilah baru yakni Pekerja Seks Komersial PSK sebagaimana kerap dipakai oleh para pakar. Istilah PSK ditolak oleh pemerintah, terutama berkenaan dengan statistik tenaga kerja. Dengan menggunakan PSK, berarti sama dengan memasukkan sektor pelacuran kedalam ruang lingkup lapangan pekerjaan yang sah, sehingga mereka harus didata dan dimasukkan kedalam statistik tenaga kerja. Selain pelacur dan PSK, kemudian berkembang istilah WTS wanita tuna susila karena menganggap bahwa perempuan yang melacurkan diri tidak menuruti aturan susila yang berlaku di masyarakat. Secara legal, pemerintah Indonesia mengeluarkan surat Keputusan Menteri Sosial No. 17 Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf, Cet. 2. Yogyakarta; LSSPA, 2003, h. 33-34 23HUK96 yang menyebut pelacur dengan istilah WTS. Namun menurut upaya pemerintah saat itu sebenarnya tidak lain untuk melebih haluskan istilah pelacur. Menarik, Ketua Indonesia Tanpa JIL ITJ Akmal Sjafril sampai menyebut penghalusan kata pelacur menjadi PSK sebagai bentuk ‘Konspirasi” . Ia mempertanyakan, siapa sebenarnya yang pertama kali menggunakan istilah PSK , namun yang jelas, nampaknya semua media sudah bersepakat atau berkonspirasi untuk menggunakannya secara konsisten. Kata PSK adalah sebuah istilah yang sangat kontradiktif. Bukan merupakan penghalusan, melainkan pengaburan makna yang sebenarnya. Secara lebih tegas, penolakan istilah WTS atau PSK dan memilih untuk menggunakan pelacur. Hal ini disebabkan karena: a. Arti pelacur baik secara denotatif maupun konotatif lebih lengkap dan lebih spesifik b. Istilah pekerja seks berlaku terlalu luas, tidak spesifik dan bermakna ganda c. Istilah pekerja seks dapat diartikan sebagai pengakuan bahwa melacur merupakan pekerjaan. Berdasarkan semua definisi diatas bisa disimpulkan bahwa seorang pelacur adalah seorang yang berjenis kelamin wanitaperempuan yang digunakan sebagai alat untuk memberi kepuasan seks kepada kaum laki- laki. Perempuan berperan sebagai budak dan dibayar oleh laki-laki atas jasa seks mereka. Sejak kapan istilah WTS dipakai? Konon, istilah itu dimunculkan pada era Orde Baru. Jaman itu banyak pula istilah di tengah masyarakat yang diperhalus. Misalnya ditangkap polisi karena mengritik pemerintah diistilahkan dengan diamankan. Kenaikan harga bahan bakar minyak diistilahkan dengan penyesuaian harga. Penjara sebagai tempat para penjahat menjalani hukuman diistilahkan dengan Lembaga Pemasyarakatan. Kini istilah WTS lebih diperhalus lagi dengan Pekerja Seks Komersial PSK. Ketika pers semakin bebas, banyak ide dan gagasan dalam memberi istilah baru, termasuk menghaluskan bahasa Eufimisme. Sangat aneh dan ironis, jika pelacur dianggap bagian dari pekerjaan. Bahkan disetarakan dengan buruh, petani, nelayan, pedagang. Atau mungkin meningkat pula menjadi profesi semacam dengan dokter, notaris, dosen, dan guru. Peraturan Daerah seperti di Kabupaten Bantul dan Kota Sambas dalam menyebut pelaku perbuatan seks guna memperoleh uang adalah tetap pelacur. Maka, apapun bentuk jasa layanan seks komersial, entah itu di pinggir jalan, rel kereta api, gubuk reot, beralas tikar, lokalisasi, layanan internet, online, hotel-hotel berbintang, tetap saja tak bisa menaikkan derajat kaum pezinah atau pelacur. Baik laki-laki atau perempuan yang menjajakan tubuhnya dengan yang bukan muhrimnya, mereka adalah pelacur . Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual untuk uang. Di Indonesia pelacur pekerja seks komersial sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa perilaku perempuan sundal itu sangat buruk, hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak ketertiban, mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan melacur atau nyundal sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa ke masa. Sundal selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku seks bebas tanpa pengaman bernama kondom. Kata pekerja sudah bisa dipastikan ada hubungannya dengan lapangan pekerjaan serta orang atau badan hukum yang mempekerjakan dengan standar upah yang dibayarkan. Kemudian, lapangan pekerjaan yang diperbolehkan harus memenuhi syarat-syarat kerja secara normatif yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, termasuk sistem pengupahan dan keselamatan kesehatan kerja. Untuk selanjutnya, jenis pekerjaan tidak boleh bertentangan dengan moralitas bangsa atau agama yang diakui oleh pemerintah. “Seks” tidak termasuk kelompok suatu jenis jabatan maupun pekerjaan. Jadi, tidak tepat kalau istilah pekerja seks komersial itu ditujukan bagi para pekerja seks komersial atau pelacur. Istilah pekerja seks sepertinya merupakan sebuah pemolesan bahasa yang dapat berakibat kepada pembenaran terhadap perbuatan amoral tersebut. Secara struktural, kinerja, germo, mucikari, calo, pekerja keamanan, hingga pekerja seks itu sendiri mempunyai batas-batas kerja yang jelas dan profesional. Jika melihat latar belakang kultural dan tempat transaksi ekonomi indonesia yang beragam maka transakasi seksualitas tak hanya ada lima kategori di atas. Banyak juga pekerja seks yang bekerja di mall sebagai pegawai mall dan merangkap pekerja seks untuk mencari uang tambahan. Pekerja seks sekaligus mahasiswi, akrab disebut ayam kampus, pekeja seks yang merangkap sebagai para pekerja atau pelayan di tempat- tempat hiburan malam yang ada didaerah perkotaan dan di kantor-kantor sebagai sekertaris, yang harga tubuh mereka cukup tinggi dan transaksi terkadang melalui kartu kredit. Dari hal di atas dapat kita lihat bahwa pekerja seks sebagai bagian dari prasyarat kinerja dan transaksi dagang yang tidak selalu lepas dari ramainya pusat-pusat ekonomi yang strategis. Sistem pekerja seks cenderung mempunyai hubungan yang bersifat temporer insidental. Strategi tersebut tampak pada mekanisme kerja mereka mengenai istilah short time dan long time booking yang semuanya hanya terjadi dalam waktu tertentu setengah jam, satu jam, satu malam. PSK adalah para pekerja yang bertugas melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau imbalan dari yang telah memakai jasa mereka tersebut. Banyak perempuam PSK yang berperan sebagai pelacur dalam dunia pertama datang dari dunia kedua, ketiga dan keempat. Di Eropa dan di tempat lain banyak dari mereka yang diiperdagangkan dari negeri lain untuk melayani permintaan jumlah pelanggan yang meningkat. Perbudakan manusia tidak baru, Organisasi Internasional pekerja ILO menaksir 12,3 juta orang diperbudak dalam kerja paksa dan 2,4 juta dari mereka adalah korban industri perdagangan dan penghasilan pertahunnya ditaksir sejumlah 10 milyar. Lebih lanjut dalam kalangan PSK juga mempunyai tingkatan- tingkatan operasional diantaranya : a. Segmen kelas rendah Dimana PSK tidak terorganisir, tarif pelayanan seks terendah yang ditawarkan, dan biaya beroperasi dikawasan kumuh seperti halnya pasar, kuburan, taman-taman kota dan tempat lain yang sulit dijangkau, bahkan kadang-kadang berbahaya untuk dapat berhubungan dengan para PSK tersebut. b. Segmen kelas menengah Dimana dalam hal tarif sudah lebih tinggi dan beberapa menetapkan tarif harga pelayanan yang berlipat ganda jika dibawa keluar untuk di booking semalaman. c. Segmen kelas atas Pelanggan ini kebanyakan dari masyarakat dengan penghasilan yang relatif tingggi yang menggunakan night club sebagai ajang pertama untuk mengencani wanita panggilan atau menggunakan kontak khusus hanya untuk menerima pelanggan tersebut. d. Segmen kelas tertinggi Kebanyakan mereka dari kalangan artis televisi dan film serta wanita model. Super germo yang mengorganisasikan perdagangan wanita kelas atas ini.

3. Penyebab Pekerja Seks dari Perspektif Politik, Pendidikan, Sosial,

dan Ekonomi a. Penyebab adanya pekerja seks perspektif politik Pekerja seks merupakan sejarah panjang keberadaan perempuan dimana pilihan kehidupan seksual mereka hanya mempunyai beberapa opsi secara garis besar yakni menikah dan membujang atau menjadi pekerja seks. Pekerja seks juga sering dan bahkan selalu menjadi bagian dari kondisi dan prasyarat tingkat dua terhadap lahirnya kota dan industrialisasi. Baik itu dibidang pertambangan, jasa hingga pariwisata. Pada masa kini, beberapa daerah di dunia maupun di Indonesia mempunyai keragaman dalam menyikapi mencuatnya keberadaan kegiatan pekerja seks tersebut. Hal ini dapat dilihat dari variasi latar belakang kebudayaan mereka. Di samping itu, pekerja seks seakan menjadi komunitas tertentu yang seringkali dimarginalkan oleh masyarakat, begitu juga hak-haknya. Selain itu banyak yang memperlakukan pekerja seks dengan tidak selayaknya karena profesi mereka yang dianggap juga tidak layak, bahkan ketika lokalisasi tempat mereka bekerja di razia seakan-akan posisi mereka selalu salah. b. Penyebab adanya pekerja seks dari perspektif pendidikan Selain itu latar belakang pendidikan merupakan ajang pemicu lainnya. Mereka tidak mendapatkan ruang kesempatan untuk memasuki ladang pekerjaan yang membutuhkan latar belakang pendidkan setingkat sarjana. Selain itu juga kemampuan memadai dalam memasuki berbagai sektor pekerjaan yang dianggap lebih terhormat dan bergengsi oleh masyarakat. Rendahnya pendidikan membuat kaum pekerja seks tak mempunyai keleluasaan secara ekonomi dalam hal memilih pekerjaan. Dalam hal ini rendahnya latar belakang pendidikan pekerja seks juga sering menimbulkan lemahnya daya tawar mereka, timbulnya kepasifan dan kepribadian yang naif dalam melakukan sebuah interaksi. Selain itu mereka juga membuka lebar ruang-ruang pemaksaan serta kekerasan untuk masuk menerjang mereka, baik dari pihak mucikari, pelanggan, hingga pemerintah daerah sendiri. c. Penyebab adanya pekerja seks perspektif sosial Penyebab lahirnya pekerja seks yang diakibatkan oleh kesulitan ekonomi seperti yang dijelaskan di atas akan menjadi sebuah bahan dari perdebatan hangat jika dilihat dari perspektif kultural. Dari perspektif sosial kultural akan terlihat berbagai nuansa yang lolos dari sudut pandang dan hitungan ekonomi. Pekerja seks lahir dari berbagai latar belakang sosial kultural yang menstimulasinya seperti permisfitas kultural, tekanan keluarga, aspirasi materil oleh individu hingga lahirnya pemujaan simbol akibat hasrat konsumsi yang tinggi, yaitu merupakan fenomena pergeseran masyarakat dari yang sekedar mengkonsumsi barang berdasarkan kebutuhan dasar dan mendesak kepada kebutuhan akan pemenuhan citra dan nilai simbolitas yang dapat meningkatkan gengsi sosial ditengah pergaulan dengan sekitar. d. Penyebab adanya pekerja seks dari perspektif ekonomi Jika ditilik dari prasyarat kerja, pemaknaan pelacur memenuhi unsur yang nyaris serupa dan memang sama terhadap berbagai prasyarat yang dimasukkan sebagai unsur kerja. Mulai dari profesionalitas, skill, disiplin dan pengalaman yang diiperlukan. Selain itu, ada terdapat pula unsur yang diperdagangkan dan ditransaksikan. Permasalahan kemudian adalah barang apa yang ditransaksikan dengan objek lawan interaksihubungan mereka. Jika seorang guru menjual otaknya, jika seorang kuli menjual tenaga dan pundaknya, maka seorang pekerja seks menjual kelaminnya. Kelamin yang dianggap privat inilah yang kemudian menjadi permasalahan ketika berpindah atau ditransaksikan ke area publik. Pada fenomena pekerja seks, terdapat beberapa unsur transaksi yang merupakan unsur dari mekanisme kerja, dimana sang subjek menggunakan tubuh sebagai komoditas untuk dijual dalam satuan harga yang telah dibuat dan disepakati bersama oleh kedua belah pihak tanpa ada yang merasa dirugikan dan kedua belah pihak merasa puas. Uang atau barang tertentu menjadi elemen utama perantara kedua subjek yang tengah melakukan kesepakatan. Karena mudah, menjadi elemen yang dapt digerakkan kembali, maka pekerjaan menjual tubuh juga merupakan bagian dari mata pencaharian, dimana mereka menumpukan sandaran pada kerja tersebut. Jika lokasi mata pencaharian mereka dirusak seperti pembongkaran atau penggusuran lokalisasi, maka hilanglah mata pencaharian mereka sebagai andalan dan sandaran. Hal ini tentunya tak berbeda dengan mata pencaharian lainnya, seperti petani, nelayan, dan guru. Jenis pekerjaan ini juga memiliki disversifikasi yang baik dalam struktur hingga operasional kerjanya. Dalam melihat fenomena di Indonesia, jenis pekerjaan seks dibagi kedalam dua kategori besar berdasarkan kriteria struktur dan sistem operasional, diantaranya :  Pekerja seks jalanan Pekerja seks ini sering kita temui di berbagai jalanan besar di Indonesia. Sang pekerja lebih bersifat independen. Ketika terjadi interaksi tak ada perantara ketiga seperti germo maupun penjaga keamanan. Harga tubuh yang ditawarkan pun lebih miring. Hal ini karena selain tak ada tips kepada pihak ketiga secara tetap. Kemolekan serta kecantikan mereka lebih dibawah serta seusia mereka terkadang lebih tua dibanding mereka yang berada di dalam lokalisasi.  Pekerja seks bar dan kafe Para pegawai perempuan merupakan pelaku utama sebagai pekerja seks yang didukung oleh pegawai lainnya laki-laki misalnya. Berperan sebagai mediator bagi pengunjung yang ingin membooking mereka. Transaksi bisa dilakukan di tempat kerja tersebut yang akan berlanjut dengan hubungan seks di tempat lain, di hotel misalnya. Pekerja seks di lokalisasirumah pelacuran brothel. Sistem kerja ini merupakan area yang paling mudah diamati karena berbagai hal. Ia merupakan pekerjaan yang diakui oleh negarapemerintah setempat karena dikenakan pajak atau retribusi daerah. Pekerja seks legal ini berada dibawah pengawasan dan aturan dinas sosial. Secara tempat, kawasan ini selalu dipisahkan dengan bentuk pembatasan yang jelas seperti tembok, pagar kawat, bahkan dipisahkan dari perkampungan masyarakat. Sistem kerja mereka pun sangat tertata dimana secara rutin tim kesehatan akan datang seminggu sekali, misalnya ke area lokalisasi untuk mengecek kesehatan para pekerja. Bentuk program kerja yang dijalankan oleh dinas sosial dan kesehatan dalam bentuk pemberian kondom cuma-cuma, pembuatan jadwal olahraga pagi dan sejenisnya. 1. Akibat-Akibat Pelacuran Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran yaitu : a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin atau kulit. b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Suami-suami yang tergoda oleh pelacur terkadang melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakan. c. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika. d. Merusak seni-seni moral, susila, hukum dan agama. Terutama sekali menggoyahkan norma perkawinan sehingga menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum dan agama. e. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya wanita-wanita pelacur itu cuma menerima upah sebagian kecil saja dari pendapatan yang harus diterimanya karena sebagian besar harus diberikan kepada germo. Dengan kata lain ada sekelompok manusia benalu yang memeras darah dan keringat para pelacu r ini.

4. Klasifikasi Pekerja Seks Komersial

Berdasarkan modus operasinya, pekerja seks komersial di kelompokkan menjadi dua jenis, yaitu. a. Terorganisasi Yaitu mereka yang terorganisasi dengan adanya pimpinan, pengelola atau mucikari, dan para pekerjanya mengikuti aturan yang mereka tetapkan. Dalam kelompok ini adalah mereka yang bekerja di lokalisasi, panti pijat, salon kecantikan. b. Tidak Terorganisasi Yaitu mereka yang beroperasi secara tidak tetap, serta tidak terorganisasi secara jelas. Misalnya pekerja seks di jalanan, kelab malam, diskotik.

5. Faktor yang Memungkinkan Penyebab Terjerumusnya Wanita

Menjadi Pekerja Seks Komersial Terjerumus adalah jatuh tersungkur, terjebak, jatuh ke dalam kesengsaraan, tersesat. Banyaknya faktor yang melatar belakangi terjerumusnya pekerja seks komersial antara lain adalah : a. Faktor Ekonomi Ekonomi adalah pengetahuan dan penelitian azas penghasilan, produksi, distribusi, pemasukan dan pemakaian barang serta kekayaan, penghasilan, menjalankan usaha menurut ajaran ekonomi . Salah satu penyebab faktor ekonomi adalah: 1 Sulit Mencari Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan setiap hari yang merupakan sumber penghasilan. Ketiadaan kemampuan dasar untuk masuk dalam pasar kerja yang memerlukan persyaratan, menjadikan wanita tidak dapat memasukinya. Atas berbagai alasan dan sebab akhirnya pilihan pekerjaan inilah yang dapat dimasuki dan menjanjikan penghasilan yang besar tanpa syarat yang susah . Berdasarkan survei yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia YKAI tahun 2003-2004 menjadi pekerja seks komersial karena iming-iming uang kerap menjadi pemikat yang akhirnya justru menjerumuskan mereka ke lembah kelam. Alasan seorang wanita terjerumus menjadi pekerja seks adalah karena desakan ekonomi, dimana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari namun sulitnya mencari pekerjaan sehingga menjadi pekerja seks merupakan pekerjaan yang termudah. Penyebab lain diantaranya tidak memiliki modal untuk kegiatan ekonomi, tidak memiliki keterampilan maupun pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik sehingga menjadi pekerja seks merupakan pilihan. Faktor pendorong lain untuk bekerja sebagai PSK antara lain terkena PHK sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup menjadi PSK merupakan pekerjaan yang paling mudah mendapatkan uang. 2 Gaya Hidup Adalah cara seseorang dalam menjalani dan melakukan dengan berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pergeseran norma selalu terjadi dimana saja apalagi dalam tatanan masyarakat yang dinamis. Norma kehidupan, norma sosial, bahkan norma hukum seringkali diabaikan demi mencapai sesuatu tujuan. Kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindari kesulitan hidup, selain itu untuk menambah kesenangan melalui jalan pintas. Dikutip dari TV7.com seorang pengarang best seller “Jakarta Undercover” Moammar MK mengungkapkan bahwa pekerja seks komersial sebagian rela menjajakan tubuhnya demi memenuhi kebutuhan lifestyle. Menjadi pekerja seks dapat terjadi karena dorongan hebat untuk memiliki sesuatu. Jalan cepat yang selintas terlihat menjanjikan untuk memenuhi sesuatu yang ingin dimiliki. Gaya hidup yang cenderung mewah juga dengan mudah ditemui pada diri pekerja seks. Ada kebanggaan tersendiri ketika menjadi orang kaya, padahal uang tersebut diketahui diperoleh dari mencari nafkah sebagai PSK. Gaya hidup menyebabkan makin menyusutnya rasa malu dan makin jauhnya agama dari pribadi-pribadi yang terlibat dalam aktifitas prostitusi maupun masyarakat. Pergeseran sudut pandang tentang nilai-nilai budaya yang seharusnya dianut telah membuat gaya hidup mewah dipandang sebagai gaya hidup yang harus di miliki. 3 Keluarga yang tidak mampu Keluarga adalah unit sosial paling kecil dalam masyarakat yang peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal perkembanganny yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya. Masalah yang sering terjadi dalam keluarga adalah masalah ekonomi. Dimana ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan didalam keluarga, sehingga kondisi ini memaksa para orang tua dari kelurga miskin memperkerjakan anaknya sebagai pekerja seks. Pada dasarnya tidak ada orang tua yang mau membebani anaknya untuk bekerja namun karena ketidakmampuan dan karena faktor kemiskinan, sehingga tidak ada pilihan lain mempekerjakan anak menjadi pekerja seks, untuk pemenuhan tuntutan kebutuhan sehari- hari yang tidak dapat ditoleransi. Pelacuran erat hubungannya dengan masalah sosial. Pasalnya kemiskinan sering memaksa orang bisa berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidup termasuk melacurkan diri ke lingkaran prostitusi. Hal ini biasanya dialami oleh perempuanperempuan kalangan menengah kebawah. b. Faktor Kekerasan Kekerasan adalah segala bentuk tindakan kekerasan yang berakibat atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau penderitaan terhadap seseorang termasuk ancaman dan tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena, kebebasan baik yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi. Dimana salah satu faktor kekerasan adalah: 1 Perkosaan adalah suatu tindakan kriminal dimana si korban dipaksa untuk melakukan aktifitas seksual khususnya penetrasi alat kelamin diluar kemauannya sendiri. Perkosaan adalah adanya prilaku kekerasan yang berkaitan dengan hubungan seksual yang dilakukan dengan jalan melanggar hukum. Banyaknya kasus kekerasan terjadi terutama kekerasan seksual, justru dilakukan orang-orang terdekat. Padahal mereka semestinya memberikan perlindungan dan kasih sayang serta perhatian yang lebih dari pada orang lain seperti tetangga maupun teman. Seorang wanita korban kesewenangan kaum lelaki menjadi terjerumus sebagai pekerja seks komersial. Dimana seorang wanita yang pernah diperkosa oleh bapak kandung, paman atau guru sering terjerumus menjadi pekerja seks. Korban pemerkosaan menghadapi situasi sulit seperti tidak lagi merasa berharga di mata masyarakat, keluarga, suami, calon suami dapat terjerumus dalam dunia prostitusi. Artinya tempat pelacuran dijadikan sebagai tempat pelampiasan diri untuk membalas dendam pada laki-laki dan mencari penghargaan. Biasanya seorang anak korban kekerasan menjadi anak yang perlahan menarik diri dari lingkungan sosialnya. Tetapi di sisi lain juga menimbulkan kegairahan yang berlebihan. Misalnya anak yang pernah diperkosa banyak yang menjadi pekerja seks komersial. 2 Dipaksa disuruh suami Dipaksa adalah perbuatan seperti tekanan, desakan yang mengharuskan mengerjakan sesuatu yang mengharuskan walaupun tidak mau. Istri adalah karunia Tuhan yang diperuntukkan bagi suaminya. Dalam kondisi yang wajar atau kondisi yang normal pada umumnya tidak ada seorang suamipun yang tega menjajakan istrinya untuk dikencani lelaki lain. Namun kehidupan manusia di dunia ini sangat beragam lagi berbeda-beda jalan hidupnya, sehingga ditemui pula kondisi ketidak wajaran atau situasi yang berlangsung secara tidak normal salah satunya adalah suami yang tega menyuruh istrinya menjadi pelacur. Istri melacur karena disuruh suaminya, apapun juga situasi dan kondisi yang menyebabkan tindakan suami tersebut tidaklah dibenarkan, baik oleh moral ataupun oleh agama. Namun istri terpaks melakukannya karena dituntut harus memenuhi kebutuhan hidup keluarga, mengingat suaminya adalah pengangguran. c. Faktor Lingkungan Lingkungan merupakan semua yang ada di lingkungan dan terlibat dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya. Lingkungan tersebut meliputi lingkungan fisik, lingkungan psikososial, lingkungan biologis dan lingkungan budaya. Lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok, komuniti dan masyarakat. Lingkungan dengan berbagai ciri khusunya memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan gambaran kepribadian pada anak. Apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan dari kepribadian dasar yang terbentuk dalam keluarga, sehingga penyimpangan prilaku yang tidak baik dapat terhindari. Dimana salah satu faktor lingkungan adalah : 1 Seks bebas Pada dasarnya kebebasan berhubungan seks antara laki-laki dan wanita sudah ada sejak dahulu, bahkan lingkungan tempat tinggal tidak ada aturan yang melarang siapapun untuk berhubungan dengan pasangan yang diinginkannya. Lingkungan pergaulan adalah sesuatu kebutuhan dalam pengembangan diri untuk hidup bermasyarakat, sehingga diharapkan terpengaruh oleh hal-hal yang bai dalam pergaulan sehari-hari. Mode pergaulan diantara laki-laki dengan perempuan yang semakin bebas tidak bisa lagi membedakan antara yang seharusnya boleh dikerjakan dengan yang dilarang. Di beberapa kalangan remaja ada yang beranggapan kebebasan hubungan badan antara laki-laki dan perempuan merupakan sesuatu yang wajar. Coba simak cerita yang dikutip Gatra.com berikut. Seorang remaja putri kehilangan kegadisannya saat masih berusia 13 tahun. Karena kecewa ditinggal pacarnya, ia sekalian menceburkan diri ke lembah hitam. Beberapa wanita menjadi PSK tidak semata karena tuntutan ekonomi tetapi juga akibat kekecewaan oleh laki-laki. Dimana kesuciannya telah terenggut dan akhirnya merasa kepalang tanggung sudah tidak suci lagi dan akhirnya memutuskan untuk menjadi PSK. 2 Turunan Turunan adalah generasi penerus atau sesuatu yang turun-temurun. Tidak dapat disangkal bahwa keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar berinteraksi sosial. Melalui keluarga anak belajar berespons terhadap masyarakat dan beradaptasi ditengah kehidupan yang lebih besar kelak. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang mempengaruhi perkembangan orang yang ada didalamnya. Adakalanya melalui tindakan-tindakan, perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya dilakukan. Orang tua atau saudara bersikap atau bertindak sebagai patokan, contoh, model agar ditiru. Berdasarkan hal-hal diatas orang tua jelas berperan besar dalam perkembangan anak, jadi gambaran kepribadian dan prilaku banyak ditentukan oleh keadaan yang ada dan terjadi sebelumnya. Seorang anak yang setiap saat melihat ibunya melakukan pekerjaan itu, sehingga dengan tidak merasa bersalah itupula akhirnya ia mengikuti jejak ibunya. Ibu merupakan contoh bagi anak. 3 Broken Home Keluarga adalah sumber kepribadian seseorang, didalam keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang membentuk kepribadian seseorang. Lingkungan keluarga dan orang tua sangat berperan besar dalam perkembangan kepribadian anak. Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang. Lingkungan rumah khususnya orang tua menjadi sangat penting sebagai tempat tumbuh dan kembang lebih lanjut. Perilaku negatif dengan berbagai coraknya adalah akibat dari suasana dan perlakuan negatif yang di alami dalam keluarga. Hubungan antara pribadi dalam keluarga yang meliputi hubungan antar orang tua, saudara menjadi faktor yang penting munculnya prilaku yang tidak baik. Dari paparan beberapa fakta kasus anak yang menjadi korban perceraian orang tuanya, menjadi anak-anak broken home yang cenderung berprilaku negatif seperti menjadi pecandu narkoba atau terjerumus seks bebas dan menjadi PSK. Anak yang berasal dari keluarga broken home lebih memilih meninggalkan keluarga dan hidup sendiri sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sering mengambil keputusan untuk berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial, dan banyak juga dari mereka yang nekat menjadi pekerja seks karena frustasi setelah harapannya untuk mendapatkan kasih sayang dikeluarganya tidak terpenuhi. 51 BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Sejarah Pekerja Sosial Masyarakat PSM Tangerang Selatan

Kota Tangerang Selatan adalah salah satu kota di Provinsi Banten, Indonesia. Kota ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008. Wilayah ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Rencana ini berawal dari keinginan warga di wilayah selatan untuk mensejahterakan masyarakat. Pada masa penjajahan Belanda, wilayah ini masuk ke dalam Karesidenan Batavia dan mempertahankan karakteristik tiga etnis, yaitu Suku Sunda, Suku Betawi, dan Suku Tionghoa. Wacana pembentukan kota otonom Tangerang Selatan dahulu Cipasera muncul sejak 1999. Namun belum adanya kata sepakat antara DPRD dan Pemerintah Kabupaten Tangerang tentang jumlah kecamatan yang akan tergabung dalam kota otonom ini, menghambat proses pembentukannya. Sebagian besar warga masyarakat yang tinggal di Kecamatan Ciputat, Pamulang, Serpong, Cisauk, dan Pondok Aren menginginkan lepas dari Kabupaten Tangerang. Untuk mewujudkan keinginan itu, pada 19 November 2000, dibentuk Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom KPPDO Kota Cipasera. Para aktivis KPPDO, pada 2002, pun melakukan kajian awal untuk mendata kelayakan wilayah Cipasera menjadi sebuah kota otonom setingkat kotamadya. Wilayah Cipasera yang memiliki luas 239.850 km persegi, kini telah menjadi daerah perkotaan yang ramai. Pada tahun 2000, jumlah penduduk yang tinggal di lima kecamatan itu hampir mencapai 942.194 Pagedangan diikutkan atau setara dengan 34,5 persen penduduk Kabupaten Tangerang. Sayangnya, wilayah yang telah berkembang menjadi kota itu tidak dibarengi dengan penataan kota yang baik. Pertimbangan lainnya adalah aspek pelayanan masyarakat. Saat ini, dengan letak pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang di Tigaraksa — sekitar 50 km dari Tangerang Selatan — sangat tidak efektif. Dengan luas daerah dan jumlah penduduk yang tinggi, Tangerang Selatan membutuhkan konsentrasi pengelolaan yang lebih tinggi dibanding kecamatan di luar Tangerang Selatan. Dan Pendapatan Asli Daerah PAD enam kecamatan itu sangat besar, yaitu 309 Miliar pertahunnya atau 60 dari PAD seluruh daerah Kabupaten Tangerang. Berbagai kajian awal tentang peningkatan status wilayah Tangerang Selatan menjadi daerah otonom telah dilakukan. KPPDO Kota Cipasera Tangerang Selatan telah mengkajinya dari aspek hukum, sosial-ekonomi, sosial-budaya, sosial-politik dan aspek pertahanan-keamanan. Potensi pendapatan daerah, ekonomi, sumber daya alam, lapangan kerja, lapangan usaha, pusat pendidikan dan teknologi juga telah dikaji. Namun pembentukan Kota Tangerang Selatan, rupanya masih panjang untuk sampai final. Ini dikarenakan Pemerintah Kabupaten Tangerang menyatakan bahwa kota tersebut hanya akan terdiri atas tujuh kecamatan. Padahal DPRD Tangerang telah sepakat dan menyetujui kota otonom itu terdiri atas delapan kecamatan. Bupati Tangerang Ismet Iskandar tidak memasukkan Cisauk dalam draf wilayah Tangerang Selatan. Padahal penetapan delapan kecamatan yang terdiri dari Setu Ciputat, Cisauk, Ciputat Timur, Serpong, Serpong Utara, Pondok Aren dan Pamulang, telah ada dasar kajian ilmiahnya. Akhirnya tanggal 29 Septemper 2008 keluar Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan melalui Sidang Paripurna DPR-RI, dengan cakupan wilayah Kec. Setu, Serpong, Serpong Utara, Pondok Aren, Pamulang, Ciputat, dan Ciputat Timur bergabung dalam sebuah kota yang otonom bernama Kota Tangerang Selatan. Menteri Dalam Negeri Mardiyanto akhirnya meresmikan Kota Tangerang Selatan sekaligus melantik Penjabat Walikota Tangsel Ir.H.M. Shaleh, MT sebagai Walikota Tangerang Selatan. Kompleksitas permasalahan sosial yang berkembang dalam masyarakat menuntut upaya sadar dari setiap komponen masyarakat untuk memperbaharui dan mengelola sistem sosialnya serta menyelesaikan permasalahan sosialnya. Pembaharuan yang dimaksud adalah upaya pengembangan nilai-nilai yang melandasi struktur sosial suatu masyarakat yang dinami, stabil dan mengacu pada tujuan pencapaian kesejahteraan sosial. Sementara Pengelolaan Sosial adalah bagaimana menjadikan seluruh dinamika sosial dalam sistem masyarakat sebagai energi positif yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan masyarakat itu sendiri. Dan penyelesaian Masalah Sosial adalah intervensi sosial yang dilakukan secara sadar, inovatif dan terukut terhadap suatu permasalahan sosial sebagai langkah untuk menjadikan masalah tersebut normal kembali atau lebih baik lagi sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Perkembangan permasalahan sosial dalam masyarakat begitu kompleks sehingga diperlukan penanganan secara sungguh-sungguh, cepat, tepat dan berkelanjutan. Artinya untuk menyelesaikan permasalahan sosial dalam masyarakat tersebut diperlukan adanya motivator, stabilisator dan pendamping sosial yang hidup serta berkembang dalam masyarakat itu sendiri. Para motivator, stabilisator dan pendamping sosial tersebut perlu dibekali pengetahuan dan pemahaman lebih terhadap permasalahan sosial yang ada dalam lingkungannya, untuk selanjutnya berkiprah sesuai dengan kultur dan tradisi lingkungannya itu sehingga mereka tidak terkesan eksklusif. Atas dasar pertimbangan itulah pemerintah melalui Departemen Sosial RI sejak tahun 1979 telah melatih masyarakat sebagai motivator, stabilisator dan pendamping sosial dalam masyarakat yang disebut dengan nama Pekerja Sosial Masyarakat PSM. Para PSM ini merupakan voluntier dari masyarakat yang berdomisili di desa-desakelurahan seluruh Indonesia dan sebagai pengarah dalam operasionalnya adalah seorang Pekerja Sosial Kecamatan PSK yang merupakan pegawai negeri. Sekarang PSKnya sudah dibubarkan, sementara PSM nya masih ada di seluruh Nusantara. Bahwa diperlukan manifestasi Semangat Sosial dalam mewujudkan kesejahteraan sosial melalui Forum Komunikasi yang berfungsi sebagai wahana dan sarana komunikasi, konsultasi dan koordinasi berbagai kegiatan PSM yang dikelola secara mandiri, tumbuh dan berkarya dari, oleh dan untuk Pekerja Sosial Masyarakat itu sendiri. Untuk itulah para PSM dengan penuh kesadaran, atas rasa tanggung jawab, dengan semangat Kesetiakawanan Sosial Nasional, bermufakat untuk menghimpun diri dalam suatu wadah yang diberi nama Forum Komunikasi