2. Orang setempat yang menjadi pelacur yang sukses. Seseorang yang
memiliki aspirasi yang tinggi terhadap materi. Ia akan mewujudkan aspirasinya demi materi yang didapatnya. Salah
satunya yakni bekerja. Pekerjaan yang paling mudah, yaitu sebagai model. Seorang PSK, ia akan memenuhi materi dengan menjadi
model. Salah satu pekerjaan menjadi model dilakukan karena, adanya perasaan bangga yang dapat ditunjukkan pada orang lain.
Menjadi model selain wajah yang cantik dan tubuh yang tinggi, akan membuat orang lain tertarik, sehingga banyak yang menginginkan
dia untuk dikontrak jadi model. Pekerjaan menjadi model dapat menjadi kaya dan terpenuhi kebutuhan hidup.
3. Sikap permisif dari lingkungan. Lingkungan sekitar yang
terdapat banyak PSK, menyebabkan seseorang mengikuti cara bekerja dengan menjadi PSK. PSK yang tinggalnya bersama dengan
warga, maka warga secara tidak langsung mengizinkan pekerjaan PSK dan PSK dapat bersosialisasi dengan warga sekitar.
4. Dukungan orang tua. Setiap orang tua yang memiliki anak,
mereka pasti menginkan anaknya berhasil. Anak mereka berhasil agar, dapat mengumpulkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarga. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat orang tua yang memiliki ekonomi yang rendah dalam keluarga. Satu sisi orang tua
mempunyai aspirasi untuk mengumpulkan materi yang banyak, namun sisi lain orang tua tidak mempunyai kemampuan untuk
mewujudkan. Inspirasi dari orang tua tersebut agar dapat terwujud, maka terpaksa anak mereka di beri izin untuk bekerja. Salah satu
alternatif untuk bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga yakni, menjadi PSK.
5. Faktor ekonomi. Seseorang bekerja seperti menjadi PSK adalah
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Seseorang yang memiliki ekonomi yang rendah, sementara biaya kebutuhan banyak dan
tuntutan kebutuhan hidup semakin meningkat. Untuk mengantisipasi faktor ekonomi yang rendah dan untuk meningkatkan ekonomi
yang tinggi, sehingga kebutuhan dapat terpenuhi maka alternatifnya bekerja. Kebanyakan seseorang bekerja sebagai PSK
dikarenakan faktor ekonomi, agar dapat bertahan hidup. Belakangan ini ramai polemik tentang istilah pelacur menjadi PSK.
Dalam setiap forum, kelompok liberal dan para pezinah kerap menggunakan istilah PSK dengan dalih berempati dengan wanita yang
mencari nafkah untuk diri dan keluarganya. Sementara, kaum religius, menolak istilah PSK untuk mengganti dari kata pelacur. Manusia adalah
makhluk sosial, yakni makhluk yang berkodrat hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. Dalam kehidupan sehari-hari
manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan diantaranya tempat tinggal. Tuntutan menuntut ilmu atau bekerja mencari nafkah, sering
menjadi alasan untuk bisa hidup layak atau dapat berfungsi sosial. Untuk mencapai semua itu diperlukan semangat dan keterampilan, akan tetapi
realita yang terjadi belum tentu sesuai dengan apa yang direncanakan. Oleh karena itu, ketidaksiapan mental sering terjadi dalam menyikapi
sebuah kehidupan yang berakibat timbulnya rasa tidak percaya diri dan banyak penyimpangan-penyimpangan dalam hidup. Pada saat itu banyak
perempuan menjadi objek eksploitasi seperti tercermin dalam wadah lembaga pernikahan, tradisi kawin paksa dipoligami tanpa batas dan tanpa
syarat, ditukar, disetubuhi budak untuk dijual anaknya, bahkan model prostitusi atas nama kawin kontrak untuk waktu tertentu dengan jumlah
mahar yang telah disepakati dan berbagai bentuk kekerasan terhadap wanita. Tentunya hal itu merupakan realita lain dari perempuan yang
termarginalkan.
17
Selain pelacur, kini muncul istilah baru yakni Pekerja Seks Komersial PSK sebagaimana kerap dipakai oleh para pakar. Istilah PSK
ditolak oleh pemerintah, terutama berkenaan dengan statistik tenaga kerja. Dengan menggunakan PSK, berarti sama dengan memasukkan sektor
pelacuran kedalam ruang lingkup lapangan pekerjaan yang sah, sehingga mereka harus didata dan dimasukkan kedalam statistik tenaga kerja.
Selain pelacur dan PSK, kemudian berkembang istilah WTS wanita tuna susila karena menganggap bahwa perempuan yang melacurkan diri
tidak menuruti aturan susila yang berlaku di masyarakat. Secara legal, pemerintah Indonesia mengeluarkan surat Keputusan Menteri Sosial No.
17
Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf, Cet. 2. Yogyakarta; LSSPA, 2003, h. 33-34
23HUK96 yang menyebut pelacur dengan istilah WTS. Namun menurut upaya pemerintah saat itu sebenarnya tidak lain untuk melebih haluskan
istilah pelacur. Menarik, Ketua Indonesia Tanpa JIL ITJ Akmal Sjafril
sampai menyebut penghalusan kata pelacur menjadi PSK sebagai bentuk
‘Konspirasi” . Ia mempertanyakan, siapa sebenarnya yang pertama kali
menggunakan istilah PSK , namun yang jelas, nampaknya semua media sudah bersepakat atau berkonspirasi untuk menggunakannya secara
konsisten. Kata PSK adalah sebuah istilah yang sangat kontradiktif. Bukan merupakan penghalusan, melainkan pengaburan makna yang sebenarnya.
Secara lebih tegas, penolakan istilah WTS atau PSK dan memilih untuk menggunakan pelacur. Hal ini disebabkan karena:
a. Arti pelacur baik secara denotatif maupun konotatif lebih lengkap
dan lebih spesifik b.
Istilah pekerja seks berlaku terlalu luas, tidak spesifik dan bermakna ganda
c. Istilah pekerja seks dapat diartikan sebagai pengakuan bahwa
melacur merupakan pekerjaan.
Berdasarkan semua definisi diatas bisa disimpulkan bahwa seorang pelacur adalah seorang yang berjenis kelamin wanitaperempuan yang
digunakan sebagai alat untuk memberi kepuasan seks kepada kaum laki-
laki. Perempuan berperan sebagai budak dan dibayar oleh laki-laki atas jasa seks mereka.
Sejak kapan istilah WTS dipakai? Konon, istilah itu dimunculkan pada era Orde Baru. Jaman itu banyak pula istilah di tengah masyarakat
yang diperhalus. Misalnya ditangkap polisi karena mengritik pemerintah diistilahkan dengan diamankan. Kenaikan harga bahan bakar minyak
diistilahkan dengan penyesuaian harga. Penjara sebagai tempat para penjahat
menjalani hukuman
diistilahkan dengan
Lembaga Pemasyarakatan. Kini istilah WTS lebih diperhalus lagi dengan Pekerja
Seks Komersial PSK. Ketika pers semakin bebas, banyak ide dan gagasan dalam memberi
istilah baru, termasuk menghaluskan bahasa Eufimisme. Sangat aneh dan ironis, jika pelacur dianggap bagian dari pekerjaan. Bahkan disetarakan
dengan buruh, petani, nelayan, pedagang. Atau mungkin meningkat pula menjadi profesi semacam dengan dokter, notaris, dosen, dan guru.
Peraturan Daerah seperti di Kabupaten Bantul dan Kota Sambas dalam menyebut pelaku perbuatan seks guna memperoleh uang adalah
tetap pelacur. Maka, apapun bentuk jasa layanan seks komersial, entah itu di pinggir jalan, rel kereta api, gubuk reot, beralas tikar, lokalisasi,
layanan internet, online, hotel-hotel berbintang, tetap saja tak bisa menaikkan derajat kaum pezinah atau pelacur. Baik laki-laki atau
perempuan yang menjajakan tubuhnya dengan yang bukan muhrimnya, mereka adalah pelacur
.
Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual untuk uang. Di Indonesia pelacur pekerja
seks komersial sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa perilaku perempuan sundal itu sangat
buruk, hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak ketertiban, mereka juga digusur karena
dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan melacur atau nyundal
sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa ke masa. Sundal
selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku seks bebas tanpa pengaman
bernama kondom. Kata pekerja sudah bisa dipastikan ada hubungannya dengan
lapangan pekerjaan serta orang atau badan hukum yang mempekerjakan dengan standar upah yang dibayarkan. Kemudian, lapangan pekerjaan
yang diperbolehkan harus memenuhi syarat-syarat kerja secara normatif yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, termasuk sistem
pengupahan dan keselamatan kesehatan kerja. Untuk selanjutnya, jenis pekerjaan tidak boleh bertentangan dengan moralitas bangsa atau agama
yang diakui oleh pemerintah. “Seks” tidak termasuk kelompok suatu jenis jabatan maupun pekerjaan. Jadi, tidak tepat kalau istilah pekerja seks
komersial itu ditujukan bagi para pekerja seks komersial atau pelacur.
Istilah pekerja seks sepertinya merupakan sebuah pemolesan bahasa yang dapat berakibat kepada pembenaran terhadap perbuatan amoral tersebut.
Secara struktural, kinerja, germo, mucikari, calo, pekerja keamanan, hingga pekerja seks itu sendiri mempunyai batas-batas kerja yang jelas dan
profesional. Jika melihat latar belakang kultural dan tempat transaksi ekonomi indonesia yang beragam maka transakasi seksualitas tak hanya
ada lima kategori di atas. Banyak juga pekerja seks yang bekerja di mall sebagai pegawai mall dan merangkap pekerja seks untuk mencari uang
tambahan. Pekerja seks sekaligus mahasiswi, akrab disebut ayam kampus, pekeja seks yang merangkap sebagai para pekerja atau pelayan di tempat-
tempat hiburan malam yang ada didaerah perkotaan dan di kantor-kantor sebagai sekertaris, yang harga tubuh mereka cukup tinggi dan transaksi
terkadang melalui kartu kredit. Dari hal di atas dapat kita lihat bahwa pekerja seks sebagai bagian dari prasyarat kinerja dan transaksi dagang
yang tidak selalu lepas dari ramainya pusat-pusat ekonomi yang strategis. Sistem pekerja seks cenderung mempunyai hubungan yang bersifat
temporer insidental. Strategi tersebut tampak pada mekanisme kerja mereka mengenai istilah short time dan long time booking yang semuanya
hanya terjadi dalam waktu tertentu setengah jam, satu jam, satu malam. PSK adalah para pekerja yang bertugas melayani aktivitas seksual
dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau imbalan dari yang telah memakai jasa mereka tersebut. Banyak perempuam PSK yang berperan
sebagai pelacur dalam dunia pertama datang dari dunia kedua, ketiga dan
keempat. Di Eropa dan di tempat lain banyak dari mereka yang diiperdagangkan dari negeri lain untuk melayani permintaan jumlah
pelanggan yang meningkat. Perbudakan manusia tidak baru, Organisasi Internasional pekerja ILO menaksir 12,3 juta orang diperbudak dalam
kerja paksa dan 2,4 juta dari mereka adalah korban industri perdagangan dan penghasilan pertahunnya ditaksir sejumlah 10 milyar.
Lebih lanjut dalam kalangan PSK juga mempunyai tingkatan- tingkatan operasional diantaranya :
a. Segmen kelas rendah
Dimana PSK tidak terorganisir, tarif pelayanan seks terendah yang ditawarkan, dan biaya beroperasi dikawasan kumuh seperti halnya
pasar, kuburan, taman-taman kota dan tempat lain yang sulit dijangkau, bahkan kadang-kadang berbahaya untuk dapat berhubungan
dengan para PSK tersebut. b.
Segmen kelas menengah Dimana dalam hal tarif sudah lebih tinggi dan beberapa menetapkan
tarif harga pelayanan yang berlipat ganda jika dibawa keluar untuk di booking
semalaman. c.
Segmen kelas atas Pelanggan ini kebanyakan dari masyarakat dengan penghasilan yang
relatif tingggi yang menggunakan night club sebagai ajang pertama untuk mengencani wanita panggilan atau menggunakan kontak khusus
hanya untuk menerima pelanggan tersebut.
d. Segmen kelas tertinggi
Kebanyakan mereka dari kalangan artis televisi dan film serta wanita model. Super germo yang mengorganisasikan perdagangan wanita
kelas atas ini.
3. Penyebab Pekerja Seks dari Perspektif Politik, Pendidikan, Sosial,
dan Ekonomi
a. Penyebab adanya pekerja seks perspektif politik
Pekerja seks merupakan sejarah panjang keberadaan perempuan dimana pilihan kehidupan seksual mereka hanya mempunyai beberapa
opsi secara garis besar yakni menikah dan membujang atau menjadi pekerja seks. Pekerja seks juga sering dan bahkan selalu menjadi
bagian dari kondisi dan prasyarat tingkat dua terhadap lahirnya kota dan industrialisasi. Baik itu dibidang pertambangan, jasa hingga
pariwisata. Pada masa kini, beberapa daerah di dunia maupun di Indonesia mempunyai keragaman dalam menyikapi mencuatnya
keberadaan kegiatan pekerja seks tersebut. Hal ini dapat dilihat dari variasi latar belakang kebudayaan mereka. Di samping itu, pekerja
seks seakan menjadi komunitas tertentu yang seringkali dimarginalkan oleh masyarakat, begitu juga hak-haknya. Selain itu banyak yang
memperlakukan pekerja seks dengan tidak selayaknya karena profesi mereka yang dianggap juga tidak layak, bahkan ketika lokalisasi
tempat mereka bekerja di razia seakan-akan posisi mereka selalu salah. b.
Penyebab adanya pekerja seks dari perspektif pendidikan
Selain itu latar belakang pendidikan merupakan ajang pemicu lainnya. Mereka tidak mendapatkan ruang kesempatan untuk
memasuki ladang pekerjaan yang membutuhkan latar belakang pendidkan setingkat sarjana. Selain itu juga kemampuan memadai
dalam memasuki berbagai sektor pekerjaan yang dianggap lebih terhormat dan bergengsi oleh masyarakat. Rendahnya pendidikan
membuat kaum pekerja seks tak mempunyai keleluasaan secara ekonomi dalam hal memilih pekerjaan.
Dalam hal ini rendahnya latar belakang pendidikan pekerja seks juga sering menimbulkan lemahnya daya tawar mereka, timbulnya
kepasifan dan kepribadian yang naif dalam melakukan sebuah interaksi. Selain itu mereka juga membuka lebar ruang-ruang pemaksaan serta
kekerasan untuk masuk menerjang mereka, baik dari pihak mucikari, pelanggan, hingga pemerintah daerah sendiri.
c. Penyebab adanya pekerja seks perspektif sosial
Penyebab lahirnya pekerja seks yang diakibatkan oleh kesulitan ekonomi seperti yang dijelaskan di atas akan menjadi sebuah bahan dari
perdebatan hangat jika dilihat dari perspektif kultural. Dari perspektif sosial kultural akan terlihat berbagai nuansa yang lolos dari sudut
pandang dan hitungan ekonomi. Pekerja seks lahir dari berbagai latar belakang sosial kultural yang menstimulasinya seperti permisfitas
kultural, tekanan keluarga, aspirasi materil oleh individu hingga lahirnya pemujaan simbol akibat hasrat konsumsi yang tinggi, yaitu
merupakan fenomena pergeseran masyarakat dari yang sekedar mengkonsumsi barang berdasarkan kebutuhan dasar dan mendesak
kepada kebutuhan akan pemenuhan citra dan nilai simbolitas yang dapat meningkatkan gengsi sosial ditengah pergaulan dengan sekitar.
d. Penyebab adanya pekerja seks dari perspektif ekonomi
Jika ditilik dari prasyarat kerja, pemaknaan pelacur memenuhi unsur yang nyaris serupa dan memang sama terhadap berbagai
prasyarat yang dimasukkan sebagai unsur kerja. Mulai dari profesionalitas, skill, disiplin dan pengalaman yang diiperlukan. Selain
itu, ada terdapat pula unsur yang diperdagangkan dan ditransaksikan. Permasalahan kemudian adalah barang apa yang ditransaksikan dengan
objek lawan interaksihubungan mereka. Jika seorang guru menjual otaknya, jika seorang kuli menjual tenaga dan pundaknya, maka
seorang pekerja seks menjual kelaminnya. Kelamin yang dianggap privat inilah yang kemudian menjadi permasalahan ketika berpindah
atau ditransaksikan ke area publik. Pada fenomena pekerja seks, terdapat beberapa unsur transaksi
yang merupakan unsur dari mekanisme kerja, dimana sang subjek menggunakan tubuh sebagai komoditas untuk dijual dalam satuan harga
yang telah dibuat dan disepakati bersama oleh kedua belah pihak tanpa ada yang merasa dirugikan dan kedua belah pihak merasa puas. Uang
atau barang tertentu menjadi elemen utama perantara kedua subjek yang tengah melakukan kesepakatan. Karena mudah, menjadi elemen yang
dapt digerakkan kembali, maka pekerjaan menjual tubuh juga merupakan bagian dari mata pencaharian, dimana mereka menumpukan
sandaran pada kerja tersebut. Jika lokasi mata pencaharian mereka dirusak seperti pembongkaran atau penggusuran lokalisasi, maka
hilanglah mata pencaharian mereka sebagai andalan dan sandaran. Hal ini tentunya tak berbeda dengan mata pencaharian lainnya, seperti
petani, nelayan, dan guru. Jenis pekerjaan ini juga memiliki disversifikasi yang baik dalam
struktur hingga operasional kerjanya. Dalam melihat fenomena di Indonesia, jenis pekerjaan seks dibagi kedalam dua kategori besar
berdasarkan kriteria struktur dan sistem operasional, diantaranya :
Pekerja seks jalanan Pekerja seks ini sering kita temui di berbagai jalanan besar di Indonesia.
Sang pekerja lebih bersifat independen. Ketika terjadi interaksi tak ada perantara ketiga seperti germo maupun penjaga keamanan. Harga tubuh
yang ditawarkan pun lebih miring. Hal ini karena selain tak ada tips kepada pihak ketiga secara tetap. Kemolekan serta kecantikan mereka
lebih dibawah serta seusia mereka terkadang lebih tua dibanding mereka yang berada di dalam lokalisasi.
Pekerja seks bar dan kafe
Para pegawai perempuan merupakan pelaku utama sebagai pekerja seks yang didukung oleh pegawai lainnya laki-laki misalnya. Berperan
sebagai mediator bagi pengunjung yang ingin membooking mereka.
Transaksi bisa dilakukan di tempat kerja tersebut yang akan berlanjut dengan hubungan seks di tempat lain, di hotel misalnya.
Pekerja seks di lokalisasirumah pelacuran brothel. Sistem kerja ini merupakan area yang paling mudah diamati karena berbagai hal. Ia
merupakan pekerjaan yang diakui oleh negarapemerintah setempat karena dikenakan pajak atau retribusi daerah. Pekerja seks legal ini
berada dibawah pengawasan dan aturan dinas sosial. Secara tempat, kawasan ini selalu dipisahkan dengan bentuk pembatasan yang jelas
seperti tembok, pagar kawat, bahkan dipisahkan dari perkampungan masyarakat. Sistem kerja mereka pun sangat tertata dimana secara rutin
tim kesehatan akan datang seminggu sekali, misalnya ke area lokalisasi untuk mengecek kesehatan para pekerja. Bentuk program kerja yang
dijalankan oleh dinas sosial dan kesehatan dalam bentuk pemberian kondom cuma-cuma, pembuatan jadwal olahraga pagi dan sejenisnya.
1. Akibat-Akibat Pelacuran
Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran yaitu : a.
Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin atau kulit. b.
Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Suami-suami yang tergoda oleh pelacur terkadang melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga,
sehingga keluarga menjadi berantakan. c.
Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika.
d. Merusak seni-seni moral, susila, hukum dan agama. Terutama sekali
menggoyahkan norma perkawinan sehingga menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum dan agama.
e. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya
wanita-wanita pelacur itu cuma menerima upah sebagian kecil saja dari pendapatan yang harus diterimanya karena sebagian besar harus
diberikan kepada germo. Dengan kata lain ada sekelompok manusia benalu yang memeras darah dan keringat para pelacu r ini.
4. Klasifikasi Pekerja Seks Komersial
Berdasarkan modus operasinya, pekerja seks komersial di
kelompokkan menjadi dua jenis, yaitu.
a. Terorganisasi
Yaitu mereka yang terorganisasi dengan adanya pimpinan, pengelola atau mucikari, dan para pekerjanya mengikuti aturan yang mereka
tetapkan. Dalam kelompok ini adalah mereka yang bekerja di lokalisasi, panti pijat, salon kecantikan.
b. Tidak
Terorganisasi
Yaitu mereka yang beroperasi secara tidak tetap, serta tidak terorganisasi secara jelas. Misalnya pekerja seks di jalanan, kelab
malam, diskotik.
5. Faktor yang Memungkinkan Penyebab Terjerumusnya Wanita
Menjadi Pekerja Seks Komersial
Terjerumus adalah jatuh tersungkur, terjebak, jatuh ke dalam kesengsaraan, tersesat. Banyaknya faktor yang melatar belakangi
terjerumusnya pekerja seks komersial antara lain adalah : a.
Faktor Ekonomi Ekonomi adalah pengetahuan dan penelitian azas penghasilan,
produksi, distribusi, pemasukan dan pemakaian barang serta kekayaan, penghasilan, menjalankan usaha menurut ajaran ekonomi . Salah satu
penyebab faktor ekonomi adalah: 1
Sulit Mencari Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan setiap hari yang
merupakan sumber penghasilan. Ketiadaan kemampuan dasar untuk masuk dalam pasar kerja yang memerlukan persyaratan,
menjadikan wanita tidak dapat memasukinya. Atas berbagai alasan dan sebab akhirnya pilihan pekerjaan inilah yang dapat dimasuki
dan menjanjikan penghasilan yang besar tanpa syarat yang susah . Berdasarkan survei yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak
Indonesia YKAI tahun 2003-2004 menjadi pekerja seks komersial karena iming-iming uang kerap menjadi pemikat yang
akhirnya justru menjerumuskan mereka ke lembah kelam. Alasan seorang wanita terjerumus menjadi pekerja seks adalah
karena desakan ekonomi, dimana untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari namun sulitnya mencari pekerjaan sehingga menjadi pekerja seks merupakan pekerjaan yang termudah.
Penyebab lain diantaranya tidak memiliki modal untuk kegiatan ekonomi, tidak memiliki keterampilan maupun pendidikan untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik sehingga menjadi pekerja seks merupakan pilihan.
Faktor pendorong lain untuk bekerja sebagai PSK antara lain terkena PHK sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup
menjadi PSK merupakan pekerjaan yang paling mudah mendapatkan uang.
2 Gaya Hidup
Adalah cara seseorang dalam menjalani dan melakukan dengan berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Pergeseran norma selalu terjadi dimana saja apalagi dalam tatanan masyarakat yang dinamis. Norma kehidupan, norma sosial, bahkan
norma hukum seringkali diabaikan demi mencapai sesuatu tujuan. Kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk
menghindari kesulitan hidup, selain itu untuk menambah kesenangan melalui jalan pintas. Dikutip dari TV7.com seorang
pengarang best seller “Jakarta Undercover” Moammar MK
mengungkapkan bahwa pekerja seks komersial sebagian rela menjajakan tubuhnya demi memenuhi kebutuhan lifestyle.
Menjadi pekerja seks dapat terjadi karena dorongan hebat untuk memiliki sesuatu.
Jalan cepat yang selintas terlihat menjanjikan untuk memenuhi sesuatu yang ingin dimiliki.
Gaya hidup yang cenderung mewah juga dengan mudah ditemui pada diri pekerja seks. Ada kebanggaan tersendiri ketika menjadi
orang kaya, padahal uang tersebut diketahui diperoleh dari mencari nafkah sebagai PSK.
Gaya hidup menyebabkan makin menyusutnya rasa malu dan makin jauhnya agama dari pribadi-pribadi yang terlibat dalam
aktifitas prostitusi maupun masyarakat. Pergeseran sudut pandang tentang nilai-nilai budaya yang seharusnya dianut telah membuat
gaya hidup mewah dipandang sebagai gaya hidup yang harus di miliki.
3 Keluarga yang tidak mampu
Keluarga adalah unit sosial paling kecil dalam masyarakat yang peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih
pada awal-awal perkembanganny yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya.
Masalah yang sering terjadi dalam keluarga adalah masalah ekonomi. Dimana ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan
didalam keluarga, sehingga kondisi ini memaksa para orang tua dari kelurga miskin memperkerjakan anaknya sebagai pekerja seks.
Pada dasarnya tidak ada orang tua yang mau membebani anaknya untuk bekerja namun karena ketidakmampuan dan karena faktor
kemiskinan, sehingga tidak ada pilihan lain mempekerjakan anak menjadi pekerja seks, untuk pemenuhan tuntutan kebutuhan sehari-
hari yang tidak dapat ditoleransi. Pelacuran erat hubungannya dengan masalah sosial. Pasalnya
kemiskinan sering memaksa orang bisa berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidup termasuk melacurkan diri ke lingkaran
prostitusi. Hal ini biasanya dialami oleh perempuanperempuan kalangan menengah kebawah.
b. Faktor Kekerasan
Kekerasan adalah segala bentuk tindakan kekerasan yang berakibat atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau
penderitaan terhadap seseorang termasuk ancaman dan tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena, kebebasan baik
yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi. Dimana salah satu faktor kekerasan adalah:
1 Perkosaan
adalah suatu tindakan kriminal dimana si korban dipaksa untuk melakukan aktifitas seksual khususnya penetrasi alat kelamin
diluar kemauannya sendiri. Perkosaan adalah adanya prilaku kekerasan yang berkaitan dengan
hubungan seksual yang dilakukan dengan jalan melanggar hukum.
Banyaknya kasus kekerasan terjadi terutama kekerasan seksual, justru dilakukan orang-orang terdekat. Padahal mereka semestinya
memberikan perlindungan dan kasih sayang serta perhatian yang lebih dari pada orang lain seperti tetangga maupun teman.
Seorang wanita korban kesewenangan kaum lelaki menjadi terjerumus sebagai pekerja seks komersial. Dimana seorang wanita
yang pernah diperkosa oleh bapak kandung, paman atau guru sering terjerumus menjadi pekerja seks.
Korban pemerkosaan menghadapi situasi sulit seperti tidak lagi merasa berharga di mata masyarakat, keluarga, suami, calon suami
dapat terjerumus dalam dunia prostitusi. Artinya tempat pelacuran dijadikan sebagai tempat pelampiasan diri untuk membalas
dendam pada laki-laki dan mencari penghargaan. Biasanya seorang anak korban kekerasan menjadi anak yang
perlahan menarik diri dari lingkungan sosialnya. Tetapi di sisi lain juga menimbulkan kegairahan yang berlebihan. Misalnya anak
yang pernah diperkosa banyak yang menjadi pekerja seks komersial.
2 Dipaksa disuruh suami
Dipaksa adalah perbuatan seperti tekanan, desakan yang mengharuskan
mengerjakan sesuatu
yang mengharuskan
walaupun tidak mau.
Istri adalah karunia Tuhan yang diperuntukkan bagi suaminya. Dalam kondisi yang wajar atau kondisi yang normal pada
umumnya tidak ada seorang suamipun yang tega menjajakan istrinya untuk dikencani lelaki lain.
Namun kehidupan manusia di dunia ini sangat beragam lagi berbeda-beda jalan hidupnya, sehingga ditemui pula kondisi
ketidak wajaran atau situasi yang berlangsung secara tidak normal salah satunya adalah suami yang tega menyuruh istrinya menjadi
pelacur. Istri melacur karena disuruh suaminya, apapun juga situasi dan kondisi yang menyebabkan tindakan suami tersebut tidaklah
dibenarkan, baik oleh moral ataupun oleh agama. Namun istri terpaks melakukannya karena dituntut harus memenuhi kebutuhan
hidup keluarga, mengingat suaminya adalah pengangguran. c.
Faktor Lingkungan Lingkungan merupakan semua yang ada di lingkungan dan terlibat
dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya. Lingkungan tersebut meliputi lingkungan fisik, lingkungan psikososial,
lingkungan biologis dan lingkungan budaya. Lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok, komuniti dan masyarakat.
Lingkungan dengan berbagai ciri khusunya memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan gambaran kepribadian pada anak.
Apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan dari kepribadian dasar yang terbentuk dalam keluarga, sehingga penyimpangan prilaku yang
tidak baik dapat terhindari. Dimana salah satu faktor lingkungan adalah :
1 Seks bebas
Pada dasarnya kebebasan berhubungan seks antara laki-laki dan wanita sudah ada sejak dahulu, bahkan lingkungan tempat tinggal
tidak ada aturan yang melarang siapapun untuk berhubungan dengan pasangan yang diinginkannya.
Lingkungan pergaulan
adalah sesuatu
kebutuhan dalam
pengembangan diri untuk hidup bermasyarakat, sehingga diharapkan terpengaruh oleh hal-hal yang bai dalam pergaulan
sehari-hari. Mode pergaulan diantara laki-laki dengan perempuan yang
semakin bebas tidak bisa lagi membedakan antara yang seharusnya boleh dikerjakan dengan yang dilarang.
Di beberapa kalangan remaja ada yang beranggapan kebebasan hubungan badan antara laki-laki dan perempuan merupakan
sesuatu yang wajar. Coba simak cerita yang dikutip Gatra.com berikut. Seorang remaja
putri kehilangan kegadisannya saat masih berusia 13 tahun. Karena kecewa ditinggal pacarnya, ia sekalian menceburkan diri ke
lembah hitam. Beberapa wanita menjadi PSK tidak semata karena tuntutan
ekonomi tetapi juga akibat kekecewaan oleh laki-laki. Dimana
kesuciannya telah terenggut dan akhirnya merasa kepalang tanggung sudah tidak suci lagi dan akhirnya memutuskan untuk
menjadi PSK. 2
Turunan Turunan adalah generasi penerus atau sesuatu yang turun-temurun.
Tidak dapat disangkal bahwa keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar berinteraksi sosial. Melalui keluarga anak
belajar berespons terhadap masyarakat dan beradaptasi ditengah kehidupan yang lebih besar kelak.
Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang mempengaruhi perkembangan orang
yang ada didalamnya. Adakalanya melalui tindakan-tindakan, perintah-perintah
yang diberikan
secara langsung
untuk menunjukkan apa yang seharusnya dilakukan. Orang tua atau
saudara bersikap atau bertindak sebagai patokan, contoh, model agar ditiru. Berdasarkan hal-hal diatas orang tua jelas berperan
besar dalam perkembangan anak, jadi gambaran kepribadian dan prilaku banyak ditentukan oleh keadaan yang ada dan terjadi
sebelumnya. Seorang anak yang setiap saat melihat ibunya melakukan pekerjaan
itu, sehingga dengan tidak merasa bersalah itupula akhirnya ia mengikuti jejak ibunya. Ibu merupakan contoh bagi anak.
3 Broken Home
Keluarga adalah sumber kepribadian seseorang, didalam keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang membentuk
kepribadian seseorang. Lingkungan keluarga dan orang tua sangat berperan besar dalam
perkembangan kepribadian anak. Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak
dan gambaran kepribadian seseorang. Lingkungan rumah khususnya orang tua menjadi sangat penting sebagai tempat
tumbuh dan kembang lebih lanjut. Perilaku negatif dengan berbagai coraknya adalah akibat dari
suasana dan perlakuan negatif yang di alami dalam keluarga. Hubungan antara pribadi dalam keluarga yang meliputi hubungan
antar orang tua, saudara menjadi faktor yang penting munculnya prilaku yang tidak baik. Dari paparan beberapa fakta kasus anak
yang menjadi korban perceraian orang tuanya, menjadi anak-anak broken home
yang cenderung berprilaku negatif seperti menjadi pecandu narkoba atau terjerumus seks bebas dan menjadi PSK.
Anak yang berasal dari keluarga broken home lebih memilih meninggalkan keluarga dan hidup sendiri sehingga untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, sering mengambil keputusan untuk berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial, dan banyak juga
dari mereka yang nekat menjadi pekerja seks karena frustasi
setelah harapannya untuk mendapatkan kasih sayang dikeluarganya tidak terpenuhi.
51
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Sejarah Pekerja Sosial Masyarakat PSM Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan adalah salah satu kota di Provinsi Banten, Indonesia. Kota ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia,
Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008. Wilayah ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Rencana ini berawal dari keinginan warga di wilayah
selatan untuk mensejahterakan masyarakat. Pada masa penjajahan Belanda, wilayah ini masuk ke dalam Karesidenan
Batavia dan mempertahankan karakteristik tiga etnis, yaitu Suku Sunda, Suku Betawi, dan Suku Tionghoa.
Wacana pembentukan kota otonom Tangerang Selatan dahulu Cipasera muncul sejak 1999. Namun belum adanya kata sepakat antara DPRD dan
Pemerintah Kabupaten Tangerang tentang jumlah kecamatan yang akan tergabung dalam kota otonom ini, menghambat proses pembentukannya.
Sebagian besar warga masyarakat yang tinggal di Kecamatan Ciputat, Pamulang, Serpong, Cisauk, dan Pondok Aren menginginkan lepas dari
Kabupaten Tangerang. Untuk mewujudkan keinginan itu, pada 19 November 2000, dibentuk Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom KPPDO Kota
Cipasera. Para aktivis KPPDO, pada 2002, pun melakukan kajian awal untuk mendata kelayakan wilayah Cipasera menjadi sebuah kota otonom setingkat
kotamadya. Wilayah Cipasera yang memiliki luas 239.850 km persegi, kini telah
menjadi daerah perkotaan yang ramai. Pada tahun 2000, jumlah penduduk yang tinggal di lima kecamatan itu hampir mencapai 942.194 Pagedangan diikutkan
atau setara dengan 34,5 persen penduduk Kabupaten Tangerang. Sayangnya, wilayah yang telah berkembang menjadi kota itu tidak dibarengi dengan penataan
kota yang baik. Pertimbangan lainnya adalah aspek pelayanan masyarakat. Saat ini,
dengan letak pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang di Tigaraksa — sekitar 50
km dari Tangerang Selatan — sangat tidak efektif. Dengan luas daerah dan
jumlah penduduk yang tinggi, Tangerang Selatan membutuhkan konsentrasi pengelolaan yang lebih tinggi dibanding kecamatan di luar Tangerang Selatan.
Dan Pendapatan Asli Daerah PAD enam kecamatan itu sangat besar, yaitu 309 Miliar pertahunnya atau 60 dari PAD seluruh daerah Kabupaten Tangerang.
Berbagai kajian awal tentang peningkatan status wilayah Tangerang Selatan menjadi daerah otonom telah dilakukan. KPPDO Kota Cipasera Tangerang
Selatan telah mengkajinya dari aspek hukum, sosial-ekonomi, sosial-budaya, sosial-politik dan aspek pertahanan-keamanan. Potensi pendapatan daerah,
ekonomi, sumber daya alam, lapangan kerja, lapangan usaha, pusat pendidikan dan teknologi juga telah dikaji.
Namun pembentukan Kota Tangerang Selatan, rupanya masih panjang untuk sampai final. Ini dikarenakan Pemerintah Kabupaten Tangerang
menyatakan bahwa kota tersebut hanya akan terdiri atas tujuh kecamatan. Padahal DPRD Tangerang telah sepakat dan menyetujui kota otonom itu terdiri atas
delapan kecamatan. Bupati Tangerang Ismet Iskandar tidak memasukkan Cisauk
dalam draf wilayah Tangerang Selatan. Padahal penetapan delapan kecamatan yang terdiri dari Setu Ciputat, Cisauk, Ciputat Timur, Serpong, Serpong Utara,
Pondok Aren
dan Pamulang,
telah ada
dasar kajian
ilmiahnya. Akhirnya tanggal 29 Septemper 2008 keluar Undang-Undang Nomor 51 Tahun
2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan melalui Sidang Paripurna DPR-RI, dengan cakupan wilayah Kec. Setu, Serpong, Serpong Utara, Pondok
Aren, Pamulang, Ciputat, dan Ciputat Timur bergabung dalam sebuah kota yang otonom bernama Kota Tangerang Selatan. Menteri Dalam Negeri Mardiyanto
akhirnya meresmikan Kota Tangerang Selatan sekaligus melantik Penjabat
Walikota Tangsel Ir.H.M. Shaleh, MT sebagai Walikota Tangerang Selatan.
Kompleksitas permasalahan sosial yang berkembang dalam masyarakat menuntut upaya sadar dari setiap komponen masyarakat untuk memperbaharui
dan mengelola sistem sosialnya serta menyelesaikan permasalahan sosialnya. Pembaharuan yang dimaksud adalah upaya pengembangan nilai-nilai yang
melandasi struktur sosial suatu masyarakat yang dinami, stabil dan mengacu pada tujuan pencapaian kesejahteraan sosial. Sementara Pengelolaan Sosial adalah
bagaimana menjadikan seluruh dinamika sosial dalam sistem masyarakat sebagai energi positif yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan masyarakat itu
sendiri. Dan penyelesaian Masalah Sosial adalah intervensi sosial yang dilakukan secara sadar, inovatif dan terukut terhadap suatu permasalahan sosial sebagai
langkah untuk menjadikan masalah tersebut normal kembali atau lebih baik lagi sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Perkembangan permasalahan sosial dalam masyarakat begitu kompleks
sehingga diperlukan penanganan secara sungguh-sungguh, cepat, tepat dan berkelanjutan. Artinya untuk menyelesaikan permasalahan sosial dalam
masyarakat tersebut diperlukan adanya motivator, stabilisator dan pendamping sosial yang hidup serta berkembang dalam masyarakat itu sendiri. Para motivator,
stabilisator dan pendamping sosial tersebut perlu dibekali pengetahuan dan pemahaman lebih terhadap permasalahan sosial yang ada dalam lingkungannya,
untuk selanjutnya berkiprah sesuai dengan kultur dan tradisi lingkungannya itu sehingga mereka tidak terkesan eksklusif.
Atas dasar pertimbangan itulah pemerintah melalui Departemen Sosial RI sejak tahun 1979 telah melatih masyarakat sebagai motivator, stabilisator dan
pendamping sosial dalam masyarakat yang disebut dengan nama Pekerja Sosial Masyarakat PSM. Para PSM ini merupakan voluntier dari masyarakat yang
berdomisili di desa-desakelurahan seluruh Indonesia dan sebagai pengarah dalam operasionalnya adalah seorang Pekerja Sosial Kecamatan PSK yang merupakan
pegawai negeri. Sekarang PSKnya sudah dibubarkan, sementara PSM nya masih ada di seluruh Nusantara.
Bahwa diperlukan manifestasi Semangat Sosial dalam mewujudkan kesejahteraan sosial melalui Forum Komunikasi yang berfungsi sebagai wahana
dan sarana komunikasi, konsultasi dan koordinasi berbagai kegiatan PSM yang dikelola secara mandiri, tumbuh dan berkarya dari, oleh dan untuk Pekerja Sosial
Masyarakat itu sendiri. Untuk itulah para PSM dengan penuh kesadaran, atas rasa tanggung jawab, dengan semangat Kesetiakawanan Sosial Nasional, bermufakat
untuk menghimpun diri dalam suatu wadah yang diberi nama Forum Komunikasi