Latar Belakang Berdirinya Badan Usaha Milik Negara

Dengan membandingkan pengertian Perusahaan Negara berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 dengan pengertian BUMN berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003, terlihat bahwa pengertian Perusahaan Negara lebih luas dari pengertian BUMN. Pengertian Perusahaan Negara meliputi badan usaha yang modalnya dimiliki Negara i seluruhnya, ii sebagaian besar dan iii sebagian kecil. Sedangkan pengertian BUMN hanya meliputi badan usaha yang modalnya i seluruhnya dan ii sebagian besar dimiliki negara.

b. Latar Belakang Berdirinya Badan Usaha Milik Negara

Sejak Indonesia merdeka, terdapat isu yang kerap menjadi perdebatan di kalangan founding fathers, yaitu mengenai posisi dan peranan perusahaan negara yang bersinggungan dengan kata “dikuasai oleh negara” yang termuat pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pada saat itu Presiden Soekarno menafsirkan bahwa karena kondisi perekonomian masih lemah pasca-kemerdekaan, negara harus menguasai sebagian besar bidang usaha yang dapat menstimulasi kegiatan ekonomi. Hal mana yang bertentangan dengan pemikiran Hatta, beliau mengemukakan bahwa negara hanya cukup menguasai perusahaan yang benar-benar menguasai kebutuhan pokok masyarakat, seperti listrik dan transportasi. Pandangan ini lebih sesuai dengan paham ekonomi modern, karena posisi negara hanya cukup menyediakan infrastruktur yang mendukung proses pembangunan. 31 Pasca kemerdekaan, negara memegang posisi dan peranan yang sangat dominan, oleh karena: 32 1 Situasi negara yang baru lepas dari penjajahan dan tidak memiliki social overhead capital SOC sebagai modal pembangunan; 2 Besarnya kerugian dan kerusakan public utilities sebagai akibat perang; 3 Terpinggirkannya pengusaha pribumi sebagai warga kelas ketiga setelah Eropa dan Keturunan Arab serta Tionghoa. Beberapa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah guna mendorong pertumbuhan perekonomian nasional adalah dengan mendirikan perusahaan negara dalam bidang infrasturktur yang bersifat monopoli alamiah dengan melakukan nasionalisasi. Pemerintah menasionalisasi beberapa perusahaan Belanda dalam bidang infrastruktur vital, seperti KLM dinasionalisasi menjadi Garuda Indonesia Airways, Batavie Verkeers Mij dan Deli Spoorweg Mij dinasionalisasi menjadi Djawatan Kereta Api. 33 Banyaknya pergolakan politik serta pemberontakan bersenjata menyebabkan timbulnya ketidakseimbangan politik yang mengakibatkan pemerintah tidak dapat berbuat banyak terkait perbaikan prasarana publik. Demikian pula dengan upaya pemerintah terkait dengan perlindungan terhadap pengusaha pribumi yang juga 31 Riant Nugroho, Randy R. Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2008, hal. 3 32 Ibid. 33 Ibid., hal. 4 mengalami kegagalan. Lisensi impor yang diberikan kepada pengusaha pribumi kemudian jatuh ke tangan pengusaha Tionghoa dan keturunan Arab. 34 Selain itu, kebijakan pemerintah untuk mendirikan perusahaan negara dipandang tidaklah efektif. Hal ini disebabkan nasionalisasi ,yang pada awal tahun 1950-an dilakukan sesuai dengan pendapat Moh.Hatta dengan melakukan nasionalisasi hanya kepada beberapa sektor vital dan pada tahun 1958 dilakukan berdasarkan masukan dari Soekarno dengan menasionalisasi hampir semua sektor. 35 Nasionalisasi secara besar-besaran tersebut dipandang sebagai by accident, bukan sebagai by design. 36 . Oleh karena, sebagian besar perusahaan Belanda yang dinasionalisasi sudah mengalihkan asetnya ke Belanda. Dengan kata lain, Pemerintah kebanyakan menasionalisasi perusahaan-perusahaan boneka yang secara ekonomis sebenarnya tidak memberikan kontribusi positif bagi perekonomian bahkan dikemudian hari menjadi beban Pemerintah. 37 Ketidakefektifan nasionalisasi tersebut diperkuat dengan adanya pembengkakan anggaran pembangungan dan belanja negara, karena aset perusahaan negara tersebut berasal dari penyisihan kekayaan negara dari APBN. 38 Kemudian pada tanggal 12 April 1966, Presiden Soeharto didampingi Sri Sultan Hamengkubuwono IX, mengumumkan haluan ekonomi terbuka yang ditujukan guna memperoleh kesan positif bahwa pemerintah Orde Baru berbeda dengan 34 Ibid. 35 Ibid., hal. 5 36 Ibid. 37 Ibid. 38 Ibid. pemerintah Orde Lama. Dengan demikian, Pemerintah berharap negara-negara asing dapat menanamkan modalnya ke Indonesia. 39 Dalam kaitannya dengan pengelolaan BUMN, pada pemerintahan Orde Baru, diterapkan prinsip-prinsip pengelolaan BUMN yang terdiri atas dekonsentrasi, debirokrasi dan desentralisasi. Hal tersebut ditujukan guna membuka peluang pihak swasta untuk turut serta dalam proses pembangunan. 40 BUMN diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi Pemerintah dalam bentuk dividen dan pajak. Dalam perjalanannya, BUMN di Indonesia pada masa Orde Baru mengalami pasang surut, oleh karena terdapa beberapa BUMN yang mengalami peningkatan, namun tidak sedikit pula yang mengalami kerugian disebabkan pengelolaan yang tidak professional, tidak berdasarkan prinsip ekonomi perusahaan dan tidak transparan. 41 Dalam perkembangannya, terdapat dua fungsi pokok dari BUMN itu sendiri, yaitu: 42 1 Sebagai perusahaan, yang mencari keuntungan, 2 Sebagai alat pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Namun kemudian, kedua fungsi tersebut kerap saling berbenturan dan mengakibatkan munculnya kesan negatif mengenai kinerja BUMN yang dianggap tidak efisien dan memiliki profitabilitas rendah. Agar dapat menjalankan fungsinya 39 Ibid., hal. 8 40 Ibid., hal. 10 41 Ibid., hal. 10 42 Zainal Muttaqin, Tinjauan Yuridis mengenai Pengenaan Pajak terhadap Badan Usaha Milik Negara BUMN Tesis Program Pascasarjana, Bandung: Universitas Padjajaran, 1992, hal. 78 sebagai perusahaan, maka BUMN tidak dapat lagi bergerak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan publik, karena adanya tuntutan lingkungan usaha di era globalisasi yang sedemikian kompetitifnya. 43 Pasca refomasi, pengelolaan BUMN diatur dalam Ketetapan MPR No. IVMPR1999 mengenai: 1 penataan BUMN secara efisien, transparan dan professional, 2 penyehatan BUMN yang berkaitan dengan kepentingan umum dan 3 mendorong BUMN yang tidak berkaitan dengan kepentingan umum untuk melakukan privatisasi di pasar modal. 44 Kemudian dibuatlah Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang peraturan pelaksananya diatur dalam Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri. 45 Walaupun peraturan perundang-undangan yang diterbitkan Pemerintah bertujuan menciptakan iklim usaha yang sehat, baik bagi badan usaha baik pemerintah maupun swasta, namun dalam praktiknya, masih terdapat monopoli yang dipegang oleh pihak BUMN. Hal tersebut turut pula mendorong BUMN kepada kesulitan dalam melakukan persaingan global. Globalisasi mengharuskan BUMN menciptakan kebijakan strategis guna menghasilkan efisiensi operasi perusahaan. 46 Berbagai upaya telah dilakukan, seperti restrukturisasi usaha, pengurangan jumlah karyawan dan sistem pengendalian manajemen. Namun masih terdapat upaya lain yang dapat ditempuh, yaitu melakukan penjualan sebagian kepemilikan saham atau pengalihan kendali perusahaan kepada pihak swasta melalui privatisasi. Salah 43 Ibid. 44 Riant Nugroho, Randy R. Wrihatnolo, Op.Cit., hal. 13 45 Ibid., hal. 13 46 Ibid. satu manfaat nyata yang diperoleh dari privatisasi adalah pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola usaha yang baik good corporate governance, yang meiputi transparansi, kemandirian dan akuntabilitas. 47

c. Jenis ataupun Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara