Sejarah PUPN dan DJKNKPKNL

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA

A. Sejarah PUPN dan DJKNKPKNL

Pasca kemerdekaan Indonesia, banyak terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh golongan-golongan tertentu ataupun oleh suatu daerah, seperti PRRI. Hal tersebut kemudian dimanfaatkan oleh sektor-sektor swasta yang mempunyai hutang kepada negara atau Badan-badan Usaha Milik NegaraDaerah, baik langsung maupun tidak langsung yang dikuasai oleh Negara, tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar hutangnya dengan berbagai kesulitan dan sukar sekali ditagih, sementara penagihan piutang negara dengan menggunakan prosedur biasanya yang tersedia dalam HIR,RBg tidak mencapai sasaran. Menanggapi adanya kesulitan penagihan akan hutang yang dimiliki para debitur kepada negara serta tidak adanya pertanggungjawaban debitur secara hukum, maka kemudian oleh penguasa perang pusat, Kepala Staf Angkatan Darat, dibentuklah suatu kepanitian dengan tujuan melaksanakan penyelesaian piutang negara, yang diberi nama “Panitia Penyelesaian Piutang Negara”. Pembentukan tersebut didasarkan oleh Keputusan No. KptsPepera02411958. Berdasarkan Pasal 61 Perpu No. 23 Tahun 1959, panitia ini dibatasi masa kerjanya sampai tanggal 16 Desember 1960. Namun kemudian, setelah berakhirnya masa kerja kepanitiaan tersebut, pemerintah berpendapat bahwa keberadaan kepanitian sejenis masih diperlukan dalam menghadapi debitur nakal oleh karena tingkat efisiensinya dalam melakukan penagihan piutang negara macet. Sehingga pemerintah memutuskan dan menetapkan Perpu tentang Panitia Urusan Piutang Negara PUPN yang menjadi cikal bakal lahirnya PUPN. Melalui Undang-undang No. 1 Tahun 1960, Perpu tersebut kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang No. 49 Prp. Tahun 1960 yang mengatur tentang lahirnya PUPN. 75 Selama kegiatan operasionalnya berlangsung, telah terjadi periodisasi terhadap kegiatan pelaksanaan program. Hal mana yang dirumuskan ke dalam skala prioritas dengan mempertimbangkan keterbatasan dana, sarana dan prasarana. Adapun periodisasi tersebut yaitu sebagai berikut: 1. Periode 1961 - 1976, periode ini ditandai dengan dibentuknya PUPN pusat beserta Badan Pelaksana Administrasi BPA sebagai satuan kerja yang melaksanakan pekerjaan sehari-hari dari PUPN, dengan mana BPA dipimpin oleh salah seorang anggota PUPN. 2. Periode 1976 – 1991, dengan tujuan meningkatkan pelaksanaan pengurusan, bentuk, susunan organisasi dan tata kerja Panitia Urusan Piutang Negara diperkokoh dan ditambah dengan pembentukan Badan Urusan Piutang Negara BUPN. Hal tersebut didasari oleh Keppres No. 11 Tahun 1976. 76 BUPN itu sendiri merupakan badan yang menyelenggarakan pelaksanaan sistem pengurusan piutang negara yang berada langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. BUPN ini 75 S. Mantayborbor, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa, Jakarta, 2002, hal 28-29 76 Ibid., hal. 30 dipimpin oleh seorang kepala yang mempunyai kedudukan setingkat dengan Direktur Jenderal. 3. Periode 1991 – 2000, pada periode ini dibentuk Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara BUPLN melalui Keppres No. 21 Tahun 1991. Dalam pertimbangannya, dinyatakan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan pengurusan piutang Negara dan peningkatan peranan lelang yang penting artinya bagi pengamanan ataupun peningkatan penerimaan keuangan Negara, dipandang perlu meninjau kembali kedudukan, tugas, organisasi dan tatakerja Badan Urusan Piutang Negara sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang Negara. Keppres tersebut menandakan adanya penggabungan fungsi lelang dan seluruh aparatnya dari lingkungan Direktorat Jenderal Pajak ke dalam struktur organisasi BUPN, sehingga terbentuklah organisasi baru yaitu BUPLN. BUPLN ini disamping sebagai unit, yang melaksanakan dan menampung tindakan hukum PUPN, juga bertindak sebagai unit, yang melaksanakan fungsi menteri keuangan dalam menjalankan pengamanan terhadap keuangan negara. Sebagai tindak lanjut dari Keppres No 21 Tahun 1991 tersebut, Menteri Keuangan memutuskan bahwa tugas operasional pengurusan piutang negara dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara KP3N, sedangkan tugas operasional lelang dilakukan oleh Kantor Lelang Negara KLN. 77 4. Periode 2000 - 2006, pada periode ini BUPLN, melalui Keppres No. 177 Tahun 2000 jo. Keppres No. 84 Tahun 2001 jo. Keputusan Menteri Keuangan KMK No. 2KMK.012001, kembali mengalami penyempurnaan. BUPLN kemudian berubah menjadi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara DJPLN. Adapun guna menyesuaikan tugas dan fungsi pada kantor operasional, maka Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara KP3N dan Kantor Lelang Negara KLN dilebur menjadi satu dengan nama Kantor Pengurusan Piutang dan Lelang Negara KP2LN. Penyatuan ini dikukuhkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 425KMK.012002 tanggal 2 Oktober 2002. 78 Penggabungan tersebut tentunya merupakan salah satu strategi pemerintah guna meningkatkan pengurusan piutang negara dan pelayanan yang efektif, transparan dan bertanggung jawab serta mempercepat proses administrasi penyelesaian piutang negara yang macet melalui lelang eksekusi barang jaminan piutang negara dan atau harta kekayaan lainnya dari si penanggung hutangdebitur. 5. Periode 2006 – sekarang, penataan organisasi yang terjadi di lingkungan Departemen Keuangan dimana fungsi Pengurusan Piutang Negara dan 77 http: www.djkn.depkeu.go.idpagessejarah-djkn.html. , diakses pada tanggal 19 Mei 2012 78 Ibid. Pelayanan Lelang digabung dengan fungsi Pengelolaan Kekayaan Negara Direktorat Pengelolaan Barang MilikKekayaan Negara PBMKN DJPb, sehingga Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara DJPLN berubah menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DJKN berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Republik Indonesia. Dengan adanya perubahan organisasi tersebut, maka KP2LN berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang KPKNL dengan tambahan fungsi pelayanan di bidang kekayaan negara dan penilaian sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135PMK.012006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Adapun secara lebih terperinci. Hubungan antara PUPN dan DJKN yaitu sebagai berikut: 1. Wilayah Kerja PUPN adalah meliputi wilayah kerja DJKN; 2. Kantor Tempat PUPN berada sama dengan kator DJKN; 3. Direktur Jenderal DJKN karena jabatannya adalah Ketua PUPN Pusat; 4. Sekretaris DJKN karena jabatannya adalah Sekretaris PUPN Pusat 5. Anggaran PUPN dalam melaksanakan tugasnya melakukan pengurusan piutang negara berasal dari anggaran yang dibebankan kepada anggaran DJKN 6. Pelaksanaan keputusan yang merupakan kewenangan PUPN diselenggarakan oleh DJKN; 7. DJKN mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang piutang negara dan lelang baik yang berasal dari penyelenggaraan tugas PUPN maupun berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 8. Jurusita Piutang Negara yang melaukan penyampaian Surat Paksa, penyitaan terhadap barang jaminan, danatau harta kekayaan Penanggung Hutang, seluruhnya merupakan pegawai pada DJKN. B. PENGERTIAN PIUTANG NEGARA dan DASAR HUKUM PENGURUSAN PIUTANG NEGARA Berdasarkan Penjelasan Pasal 8 Undang-undang No. 49 Prp. Tahun 1960 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 376KMK.011998 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 333KMK.012000 jo. Keputusan Menteri Keuangan No. 300KMK.012002 tentang Pengurusan Piutang Negara dalam Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa: Piutang Negara adalah jumlah uang yang: 1 Langsung terhutang kepada Negara dan oleh karena itu harus dibayar kepada Pemerintah Pusat atau Daerah. 2 Terhutang kepada badan-badan yang umumnya kebanyakan dan modalnya sebagian atau seluruhnya milik negara, misalnya Bank-bank Negara, PT, PT Negara, perusahaan-perusahaan negara, yayasan perbekalan dan persediaan, yayasan urusan bahan makanan dan sebagainya. Hutang pajak tetap merupakan piutang negara, akan tetapi diselesaikan tersendiri dengan undang-undang penagihan pajak negara dengan surat paksa. Sedangkan menurut Undang-undang No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, piutang negara merupakan jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. Adapun yang dimaksud dengan piutang negara macet adalah piutang yang bersumber dari dana pemerintah dan dana masyarakat yang dikelola oleh bank-bank Pemerintah, termasuk juga piutang negara yang berasal dari non bank, seperti tunggakan Telkomsel, tunggakan listrik, tunggakan telepon, perumahan dan sebagainya yang sifatnya bukan berupa kredit uang. 79 Landasan yang paling mendasar dari pengurusan piutang negara adalah UU No. 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. Dasar tersebut merupakan dasar atau landasan hukum bagi DJKN dan PUPN dalam melakukan pengurusan piutang negara. Undang-undang tersebut kemudian dihubungkan dengan Keputusan Presiden No. 11 Tahun 1976 jo. Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1991. Lalu melalui Peraturan Presiden No. 94 Tahun 2006, eksistensi dan kewenangannya semakin ditegaskan. Disamping itu terdapat beberapa peraturan pelaksana lainnya, seperti Peraturan Menteri Keuangan No. 128PMK.062007 yang mana telah diubah 79 S. Mantayborbir, Kompilasi Sistem Hukum Pengurusan Piutang dan Lelang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal. 18 dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 88PMK.062009, maupun Keputusan Direktur Jenderal DJKN atau Ketua PUPN Pusat. Kemudian Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang pada Pasal 2 berisikan ketentuan tentang ruang lingkup Keuangan Negara, yang di dalamnya mencakup kekayaan negarakekayaan daerah. Kekayaan tersebut antara lain dapat berupa piutang dan kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negaraperusahaan daerah. Undang-undang Perbankan juga memberikan pengaturan mengenai pengurusan piutang negara, yaitu pada Pasal 41A, yang ayat 1 nya berbunyi bahwa untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraPanitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur. Sedangkan ayat 2, izin sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang NegaraKetua Panitia Urusan Piutang Negara. Disamping itu, terdapat pula peraturan lainnya, seperti Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang NegaraDaerah, yang mana mengatur mengenai mekanisme serta ketentuan dalam hal melakukan penghapusan piutang negaradaerah, baik penghapusan secara bersyarat maupun secara mutlak. Selanjutnya terdapat Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang NegaraDaerah. Peraturan Pemerintah PP No. 33 Tahun 2006, yang mana dikeluarkan pemerintah setelah mendapat fatwa dari Mahkamah Agung, kemudian menciptakan peluang bagi bank pemerintah guna melakukan pengurusan sendiri terkait kredit bermasalah dalam bank tersebut. Sebab kemudian kredit bermasalah yang timbul dipandang bukan lagi sebagai kekayaan negara, namun sebagai kekayaan bank. Ketentuan PP tersebut yang kemudian memungkinkan digunakannya Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN serta peraturan pelaksananya guna melakukan pengurusan kredit bermasalah. PP tersebut kemudian dipertegas dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 87PMK.072006 tentang Pengurusan Piutang Perusahaan NegaraDaerah. Disamping produk-produk hukum tersebut di atas, masih terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkenaan dengan pengurusan piutang negara, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUHPerd.. Dalam Pasal 1338 KUHPerd, disampaikan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Selain itu, berkenaan dengan kesepakatan, dalam piutang negara terdapat banyak kesepakatan yang secara terang dan pasti didasari oleh pasal-pasal perikatan mulai dari pasal 1233 KUHPerd., demikian pula mengenai syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur pada pasal 1320 KUHPerd. Selain itu, objek yang menjadi jaminan misalnya, benda, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, ketentuan mengenai kebendaan tersebut diatur mulai pasal 499 KUHPerd. Dalam upaya mempercepat proses pengurusan piutang negara macet, DJKN atau PUPN dapat melakukan pengusutanpemeriksaan terhadap harta kekayaan lainnya selain dari harta yang menjadi jaminan atau agunan. Pengusutan tersebut kemudian dapat ditindaklanjuti dengan penyitaan, hal mana yang dibenarkan oleh Pasal 10 ayat 3 UU No. 49 Prp. Tahun 1960 beserta peraturan pelaksananya, hal ini sejalan dengan asas dalam hukum perdata yang mengemukakan bahwa segala harta benda orang yang berhutang baik bergerak maupun tidak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari menjadi jaminan untuk segala perikatan seseorang sebagaimana diuraikan dalam Pasal 1131 KUHPerd. Selain itu penyelesaian piutang negara juga melaksanakan Pasal 1178 KUHPerd. Tujuannya yaitu memberikan kuasa kepada kreditur sebagai pemegang hipotek atau hak tanggungan untuk menjual barang jaminan di muka umum tanpa persetujuan atau bantuan Pengadilan Negeri, apabila hutang pokok atau bunga tidak dibayar oleh penanggung hutang sebagaimana mestinya. Sehingga dalam pelaksanaannya tidak memerlukan penyitaan dan juga tidak perlu adanya grosse akta. Namun pelaksanaanya harus melalui kantor lelang. C. AZAS-AZAS HUKUM DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PIUTANG NEGARA Terdapat beberapa azas-azas ataupun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pengurusan piutang negara, yaitu antara lain: 80 80 S. Mantayborbor dan Iman Jauhari, Hukum Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2003, hal. 203-206 1 Azas Kepercayaan, seseorang dapat mengadakan perjanjian denga pihak lain apabila adanya saling percaya di antara para pihak, bahwa satu sama lain akan melaksanakan prestasi sebagaimana yang telah diperjanjikan. 2 Azas Kepribadian, azas ini menjelaskan bahwa perjanjian hanya dapat mengikat bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut, pengecualian dapat diatur dalam Pasal 1317 KUHPerdata. 3 Azas Konsensualisme persesuaian kehendak, azas ini erat kaitannya dengan azas kebebasan dalam mengadakan perjanjian azas kebebasan berkontrak. Azas ini menekankan kepada adanya kesepakatan dari para pihak dalam pembuatan perjanjian. 4 Azas kehati-hatian, azas ini menghendaki bahwa para pihak dalam membuat suatu perjanjian harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. 5 Azas bargaining position, azas ini memberikan gambaran yang objektif, dimana penjualpemohon lelang berada pada kondisi sebagai institusi negara sedangkan pembeli atau peminat lelang sebagai warga masyarakat berada pada posisi yang lemah dalam melakukan suatu perbuatan hukum. 6 Azas bargaining power, azas ini berlaku terhadap pihak yang mengadakan suatu perjanjianperbuatan hukum, dimana pihak pemohonpenjual lelang dalam mengadakan perjanjian selalu berada pada posisi yang kuat karena sebagai institusi negara maupun karena kewenangannya dalam melaksankan tugas negara. 7 Azas kekuatan mengikat, azas ini menjelaskan bahwa terikatnya para pihak pada suatu perjanjian tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi terhadap beberapa hal lain sepanjang yang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatuhan serta moral. 8 Azas horizontal, azas ini menghendaki bahwa para pihak dalam membuat dan mengadakan suatu perjanjian mempunyai kedudukan yang sama dan seimbang, terutama hak dan kewajiban. 9 Azas otoritas, merupakan tindakan hukum dari suatu institusi yang tugasnya dapat mempengaruhi dan mengikat seluruh warga masyarakat termasuk pembeli lelang. 10 Azas akuntabilitas, azas ini menghendaki bahwa para pihak dalam melakukan suatu perjanjian atau perbuatan hukum harus dapat dipertanggungjawabkan. 11 Azas parate eksekusi, azas ini menghendaki bahwa para pihak yang membuat perjanjianperbuatan hukum merupakan tindakan hukum yang sudah final dan mengikat seluruh warga masyarakat Indonesia termasuk badan peradilan. Adapun azas-azas lainnya yaitu public policy, azas kepatutan, azas beritikad baik, azas keadilan, azas transparan, azas moral, azas kepastian hukum, azas kesadaran hukum, azas perlindungan kepentingan umum, azas motivasi terhadap setiap keputusan, azas penyalahgunaan kekuasaan, azas efisiensi dan efektivitas, azas kebijaksanaan, azas dalam hukum jaminan. D. SISTEM HUKUM PENGURUSAN PIUTANG NEGARA Sebagaimana diketahui bahwa, pengurusan piutang negera, utamanya piutang perbankan, dilaksanakan dengan menggunakan Undang-undang UU No. 49 Prp Tahun 1960 serta peraturan pelaksana sebagai payung hukumnya. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa, pengurusan kredit bermasalah pada bank pemerintah, yang mana merupakan piutang negara, diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara PUPN, setelah sebelumnya diselesaikan secara internal antara pihak bankkreditur dengan nasabahpenanggung utangdebitur. Penyerahan pengurusan kredit bermasalah dari pihak bank kepada PUPN harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1 Telah merupakan kredit macet 2 Debitur tidak mempunyai itikad baik atau tidak kooperatif ataupun tidak diketahui keberadaannya. 3 Usaha debitur sudah tidak memiliki prospek atau operasional perusahaan debitur tidak lagi berjalan 4 Agunan telah habis dijual untuk mengurangi utang debitur namun masih terdapat sisa utang, atau agunan tidak marketable atau dalam sengketa dengan pihak lain. 5 Debitur telah dinyatakan pailit atau dibawah pengampuan 6 Berbagai upaya yang dilakukan oleh internal bank untuk penyelesaian kredit dimaksud tidak berhasil. Sistem ataupun tahapan-tahapan pengurusan piutang negara macet, yaitu sebagai berikut: 1 Penyerahan, penerimaan, penolakan dan pengembalian piutang negara Setelah pihak penyerah piutangkreditur memperingati dan melakukan upaya penyelesaian secara intern terhadap nasabah debitur tentang jumlah hutangnya macet, namun tidak ada hasil yang menggembirakan, maka penyerah piutang dapat menyerahkan kepada PUPN melalui KPKNL guna mendapatkan pengurusan dan penyelesaiannya. Piutang negara yang diserahkan oleh penyerah piutang kepada PUPN melalui KPKNL, kemudian setelah diteliti kelengkapan data dan ternyata memenuhi kriteriapersyaratan penyerahan, maka dibuat Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara SP3N. Dengan kata lain bahwa penyerahan piuang negara kepada PUPN melalui KPKNL harus didukung dengan bukti adanya dan besarnya piutang negara macet telah pasti menurut hukum. Bukti adanya dan besarnya piutang negara macet telah pasti menurut hukum tersebut ditunjukkan dengan penelitian yang diadakan oleh penyerah piutang sebelum menyerahkan pengurusan piutang negara kepada PUPN dan dari hasil penelitian tersebut dapat menetapkan jumlah piutang negara yang dapat dibebankan kepada debiturpenanggung hutang. Sedangkan dalam hal tidak didukungnya keberadaan dan besaran piutang negara macet dengan bukti sesuai peraturan, maka PUPN dan KPKNL dapat menolak penyerahan pengurusan piutang negara dan berkasnya dikembalikan pada pihak penyerah piutangkreditur. 2 Panggilan, wawancara, pernyataan bersama dan penetapan jumlah piutang negara Selanjutnya KPKNL membuat surat panggilan kepada nasabah debiturpenanggung hutang untuk menghadap KPKNL. Bila tidak datang, maka akan dibuat surat panggilan kedua atau yang terakhir. Sedangkan bila datang, kemudian diwawancarai dan dibuat Pernyataan Bersama PB, dan atau apabila kemudian debiturpenanggung hutang tidak mau membuat PB, karena satu dan lain hal, dimana nasabah debitur menghilang, maka dibuat Penetapan Jumlah Piutang Negara PJPN. Setelah itu dikeluarkan Surat Paksa SP dan disampaikan kepada nasabah debiturpenanggung hutang oleh juru sita. 3 Pengelolaan barang jaminan Pengelolaan barang jaminan meliputi tindakan menerima, mencatat, menyimpan, memelihara dan mengeluarkan dokumen barang jaminan hutang tersebut. Pengelolaan dan penanganan barang jaminan dilakukan dengan menginventarisasi seluruh barang jaminan serta mencatat sistem pengurusan yang terkait dengan barang jaminan. Selanjutnya pengamanan terhadap barang jaminan dilakukan dengan cara melakukan pemblokiran kepada instansi terkait yang berwenang. Mengupayakan pemanfaatan dan pendayagunaan barang jaminan seoptimal mungkin yang hasilnya digunakan untuk menyelesaikan hutang nasabah debitur dapat dilakukan apabila dipandang menguntungkan dengan cara menyewakan dengan syarat-syarat sebagai berikut: a Sewa-menyewakontrak disepakati oleh KPKNL, penyerah piutang, penanggung hutang dan atau pemilik barang jaminan b Hasil sewa-menyewa digunakan untuk pembayaran hutang c Tidak menghalangi sistem pengurusan piutang negara terhadap barang jaminan hutang d Perjanjian sewa-menyewa dibuat secara autentik akta notaries dan ditandatangani oleh pemilik barang jaminan dengan penyewa dan isi kontrak mengatur antara lain hasil kontraksewa digunakan untuk pembayaran angsuran guna mengurangi jumlah piutang negara macet nasabah debitur. 4 Penagihan sekaligus dengan Surat Paksa Surat Paksa SP memiliki kekuatan hukum eksekutorial, oleh karena berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa”. SP juga memiliki kekuatan hukum yang sama seperti grosse dari putusan hakim dalam memutus suatu perkara perdata yang mana tidak dapat diajukan banding terhadapnya dan memiliki kekuatan eksekutorial. Surat paksa diberitahukan oleh juru sita piutang negara dengan membacakan dan menyerahkan salinan surat paksa kepada nasabah debiturpenanggung hutangpenjamin hutang. 5 Penyitaan dan Pelelangan Surat Perintah Penyitaan SPP dikeluarkan setelah 1x24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan. Penerbitan SPP ditandatangani oleh Ketua PUPN yang berisikan perintah kepada Kepala Kantor KPKNL untuk menugaskan juru sita piutang negara untuk melakukan penyitaan terhadap barang jaminan hutangharta kekayaan nasabah debitur termasuk penyitaan terhadap uang tunai yang tersimpan pada rekening nasabah debiturpenanggung hutang yang tersimpan pada krediturbank. Berita Acara Penyitaan tetap memiliki kekuatan mengikat, meskipun nasabah debiturpenjamin hutang menolak menandatangani berita acara penyitaan. Adapun barang jaminan yang disita dititipkan kepada nasabah debitur atau pejabat pemerintah setempat, kecuali apabila menurut pertimbangan juru sita piutang negara barang jaminan sitaan tersebut perlu disimpan dan atau diamanakan di kantor KPKNL atau di tempat lain yang dianggap aman. Penyitaan dapat dilakukan terhadap harta kekayaan nasabah debiturpenanggung hutang, baik berupa harta bergerak maupun tidak bergerak berupa tanah, bangunan, dan lain sebagainya. Dikeluarkannya Surat Paksa dan dilakukannya penyitaan terhadap harta kekayaan nasabah debiturpenanggung hutang diharapkan dapat memberikan pengaruh positif bagi nasabah debitur untuk melakukan pembayaran angsuran terhadap hutang pokok, bunga, maupun pelunasan atas jumlah hutang. Kemudian apabila nasabah debiturpenanggung hutang tidak juga melakukan kewajibannya kepada negara setelah dilakukan penyitaan, maka sistem pengurusan piutang negara dapat ditindaklanjuti ke arah diterbitkan Surat Peringah Penjualan Barang Sitaan SPPBS yang ditandatangani oleh Ketua PUPN Cabang. SPPBS dapat diberitahukan kepada nasabah debitur secara tertulis. 6 Penundaan, pembatalan dan pengembalian kelebihan hasil eksekusi lelang Hal-hal yang dapat mendasari KPKLN dalam menunda pelaksanakaan eksekusi lelang, yaitu antara lain: a Penetapan danatau Putusan Penundaan Lelang dari Badan Peradilan b Syarat-syarat lelang tidak dapat dipenuhi sebelum pelaksanaan eksekusi c Barang jaminan telah disita pidana oleh Kejaksaan atau Kepolisian d Pembayaran angsuran yang besarnya paling rendah 30 dari jumlah hutang dengan ketentuan: hanya dapat dilakukan satu kali dan penanggung hutang harus membuat pernyataan secara tertulis di atas materai untuk segera melunasi sisa hutangnya dalam jangka waktu paling lama tiga bulan dan apabila nasabah debitur cidera janji, maka barang jaminan hutang tersebut dapat dilakukan eksekusi lelang kembaliulang. Adapun hal-hal yang dapat mendasari dibatalkannya pelaksanaan eksekusi lelang oleh KPKNL antara lain: a Nasabah debiturpenanggung hutangpenjamin hutang melunasi hutangnya b Barang jaminan yang akan dieksekusi lelang disita dalam kasus pidana c Barang jaminan yang akan dieksekusi lelang musnah d Barang jaminan telah dicairkan di luar lelang oleh nasabah debitur kepada pihak ketiga e Barang jaminan hutang tidak lagi menjadi jaminan hutang. Pengembalian kelebihan dari hasil eksekusi lelang diserahkan kepada: a Nasabah debiturpenanggung hutang, atau b Pemilik barang jaminan dalam hal pemilik barang jaminan adalah pihak ketiga yang dapat diikat secara sempurna, atau c Ahli waris, dalam hal penanggung hutang telah meninggal dunia, atau d Balai harta peninggalan, dalam hal nasabah debitur atau pemilik barang jaminan telah meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris, atau e Likuidator, dalam hal nasabah debiturpenanggung hutang adalah badan hukum yang telah bubar, atau f KuratorHakim Pengawas, dalam hal nasabah debiturpenanggung hutang dinyatakan pailit. Dalam hal nasabah debiturpenanggung hutang menolak pengembalian kelebihan dari eksekusi lelang, maka PUPN melalui KPKNL dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk melakukan pembayaran tunai melalui penitipan consignatie. Sehubungan dengan penitipan tersebut belum dapat dilakukan, maka untuk sementara kelebihan eksekusi lelang tersebut disimpan oleh bendaharawan penerima KPKNL pada suatu rekening penampungan khusus pada bank pemerintah yang ditunjuk. Sedangkan apabila terdapat situasi dimana barang jaminan telah habis dijual, namun hutang nasabah debiturpenanggung hutang belum terlunasi, maka upaya yang dapat dilakukakan adalah melakukan pemeriksaanpengusutan terhadap harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur dan apabila kemudian ditemukan maka akan disita dan lalu dieksekusi lelang guna penyelesaian dan pelunasan hutang nasabah debitur. 7 Pengeluaran dan penyerahan dokumen barang jaminan Hal ini dilakukan dalam hal nasabah debiturpenanggung hutang telah melunasi hutangnya atau piutang negara macet tersebut telah dinyatakan lunasselesai. Dokumen barang jaminan dapat dikeluarkan dan diserahkan kepada pihak yang berhak apabila barang jaminan hutang telah laku dieksekusi lelang atau dicairkandijual oleh nasabah debitur atau ditebus oleh pemiliknya pihak ketiga, atau barang jaminan sudah tidak ada lagi hubungannya dengan piutang negara macet, atau fisik barang jaminan telah disita pidana oleh instansi yang berwenang. 8 Pencegahan terhadap nasabah debiturpenjamin hutang untuk tidak bepergian ke luar negeri Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kendala yang lebih parah dalam menyelesaikan piutang negara macet terhadap nasabah debiturpenjamin hutang yang beritikad tidak baik, walaupun sesungguhnya nasabah debiturpenanggung hutang yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan hutangnya. Usulan pencegahan tersebut diajukan oleh Kepala KPKNL kepada DJKN dan harus didasarkan pada hasil penelitian dan penilaian KPKNL yang mengajukan pencegahan tersebut. 9 Penyanderaan Gijzeling paksa badan Lifsdwang Paksa badan atau yang dikenal, dalam UU No. 49 Prp Tahun 1960, dengan penyanderaan merupakan upaya paksa dalam melakukan penagihan dalam rangka penyelamatan terhadap keuangan negara dengan cara pengekangan kebebasan untuk sementara waktu di suatu tempat tertentu, terhadap nasabah debiturpenanggung hutang yang dianggap tergolong mampu, namun tidak beritikad baik. Pelaksanaan penyanderaan atau paksa badan ini dilakukan terhadap nasabah debiturpenanggung hutangpenjamin hutang yang: a Barang jaminan hutang tidak ada atau tidak mencukupi untuk hutang nasabah debitur tersebut. b Sisa jumlah hutang nasabah debiturpenanggung hutang yang bersangkutan sekurang-kurangnya Rp 500.000.000 lima ratus juta rupiah c Tidak membuat Pernyataan Bersama PB atau tidak memenuhi Surat Paksa SP d Mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan hutangnya, namun nyata-nyata memperlihatkan itikad tidak baik. Surat perintah Paksa badan dapat dilakukan setelah mendapat izin tertulis dari Kepala Kejaksaan Tinggi setempat. Adapun pengecualian pemberlakuan paksa badan ini adalah bahwa paksa badan tidak dapat dilakukan kepada nasabah debiturpenanggung hutang yang telah berumur 75 tahun ke atas. 10. Penarikan berkas kasus piutang negara Penarikan ini dilakukan oleh pihak penyerah piutang dengan tujuan restrukturisasi dalam rangka penyehatan kredit dengan melampirkan proposal dari nasabah debitur. PUPN melalui KPKNL kemudian melakukan analisis terhadap proposal yang diajukan dan apabila proposal yang diajukan tersebut ternyata memenuhi persyaratan ketentuan yang berlaku, maka ketua KPKNL dapat mempertimbangkan dan menyetujui. Namun tidak menutup kemungkinan pula terjadi penolakan, apabila kemudian ditemukan hal yang tidak lazim dalam alasan penarikan yang termuat pada proposal tersebut. 11. Biaya administrasi pengurusan piutang negara Biad PPN Terdapat pengenaan biaya administrasi biad pengurusan piutang negara PPN pada setiap pengurusan piutang negara macet yang diserahkan oleh penyerah piutang kepada PUPN melalui KPKNL. Biaya tersebut merupakan penerimaan negara bukan pajak dan harus disetorkan ke Kas Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penetapan jumlah biaya administrasi tersebut didasarkan kepada jumlah hutang yang wajib dilunasi oleh nasabah debiturpenanggung hutangpenjamin hutang, secara rinci yaitu sebagai berikut: a 0 dari jumlah hutang yang wajib dilunasidiselesaikan oleh nasabah debiturpenanggung hutang yang melunasi hutangnya sebelum diterbitkan SP3N. b 1 dari jumlah hutang yang wajib dilunasidiselesaikan oleh nasabah debiturpenanggung hutang yang melunasi hutangnya paling lambat tiga bulan terhitung mulai tanggal SP3N diterbitkan. c 10 dari jumlah hutang yang wajib dilunasidiselesaikan oleh nasabah debiturpenanggung hutang yang melunasi hutangnya melampaui tiga bulan setelah SP3N diterbitkan. d 2,5 dari sisa jumlah hutang yang wajib dilunasidiselesaikan oleh nasabah debiturpenanggung hutang apabila penyerah piutangkreditur menarik kembali pengurusan piutang negara macet tersebut dalam rangka penyehatan. e Untuk kasus piutang negara yang dikembalikan kepada penyerah piutangkreditur karena kekurangan persyaratan penyerahan yang ditentukan sesuai ketentuan yang berlaku, maka atas pengembalian tersebut tidak dikenakan biaya administrasi pengurusan piutang negara. 12. Penambahan biaya yang timbul dalam pengurusan piutang negara macet Terkait dengan jumlah hutang nasabah debiturpenanggung hutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum dan ditanganidiurus oleh PUPN melalui KPKNL, masih terdapat kemungkinan penambahan jumlahnya apabila terjadi pembebanan biaya yang timbul, sebagai contoh karena pengamanan atas barang jaminan berupa polis asuransi, pemasangan hipotikhak tanggungan, perpanjangan hak atas tanah, dan biaya lainnya yang timbul sesuai dengan yang diperjanjikan walaupun setelah diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara SP3N. 13. Penghapusan piutang negara macet Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang NegaraDaerah, di jelaskan pada Pasal 2 ayat 1, bahwa piutang negaradaerah dapat dihapuskan secara bersyarat atau mutlak dari pembukuan Pemerintah PusatDaerah. Adapun pada ayat 2, dikatakan bahwa penghapusan secara bersyarat dilakukan dengan menghapuskan piutang negaradaerah dari pembukuan pemerintah pusatdaerah tanpa menghapuskan hak tagih negaradaerah. Sedangkan pada ayat 3 disebutkan bahwa penghapusan secara mutlak dilakukan dengan menghapuskan hak tagih negara. Kedua penghapusan tersebut, hanya dapat dilakukan setelah piutang negaradaerah diurus secara optimal oleh PUPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan piutang negara. Setelah dinyatakan telah diurus secara optimal oleh PUPN, maka kemudian piutang tersebut dinyatakan sebagai piutang negara sementara belum dapat ditagih PSBDT oleh PUPN. Piutang sementara belum dapat ditagih merupakan piutang negara yang tidak didukung lagi dengan barang jaminan atau barang jaminan sudah habis dicairkan, kemampuan nasabah debitur sudah tidak diharapkan lagi, dalam artian susah, nasabah debiturpenanggung hutang menghilang sedangkan informasi mengenai harta kekayaan lainnya belum diketahui, namun apabila kemudian diketemukan sejumlah informasi mengenai harta kekayaan lain milik nasabah debitur atau bahkan keberadaan nasabah debitur itu sendiri, maka akan dilakukan pemeriksaanpengusutan terhadap harta kekayaan lainnya milik nasabah debitur tersebut. Surat penetapan PSBDT dapat dipergunakan sebagai dasar bagi penyerah piutang untuk mengusulkan penghapusbukuan piutang. Dalam hal penghapusan piutang negara yang berasal dari instansi pemerintah, penghapusan piutang negara yang tidak menghilangkan hak tagih negara, dapat dilakukan dalam hal piutang negara telah dinyatakan sebagai PSBDT, serta adanya rekomendasi dari BPK khusus untuk jenis piutang Tuntutan ganti rugi. Sedangkan penghapusan piutang negara yang menghapuskan hak tagih negara, dapat dilakukan dalam hal diajukan setelah lewat waktu 2 dua tahun sejak tanggal penetapan penghapusan secara bersyarat piutang dimaksud, serta penanggung utang tetap tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan sisa kewajibannya, yang dibuktikan dengan keterangan dari aparatpejabat yang berwenang. Hal tersebut diuraikan pada Pasal 13 PP No. 14 Tahun 2005. BAB IV PENGURUSAN PIUTANG PERUSAHAAN NEGARA DIKAITKAN DENGAN NON PERFORMING LOAN PADA BANK BUMN A. Deskripsi PT. Bank Mandiri, Tbk Persero PT. Bank Mandiri, Tbk Persero, yang merupakan Badan Usaha Milik Negara dengan kepemilikan saham pemerintah di dalamnya per Mei 2012 sebesar 60 enam puluh persen, 81 didirikan berdasarkan akta No. 10 tertanggal 2 Oktober 1998. Akta pendirian tersebut kemudian mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman RI sesuai dengan Surat Keputusan No. C-2-16561.HT.01.01.Th.98 tanggal 2 Oktober 1998 dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI No. 6859 tanggal 4 Desember 1998 serta telah didaftarkan dalam Daftar Perusahaan No. 09031827089 tanggal 19 Oktober 1998. Pada waktu pendirian perseroan tersebut, perseroan bernama PT Bank Mandiri Persero. 82 Pendirian Bank Mandiri merupakan bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia. Kemudian pada tanggal 24 Juli 1999, empat bank pemerintah, yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia, dilebur menjadi 81 http:bisniskeuangan.kompas.comread2012052218030467Porsi.Pemerintah.di.Bank.BU MN.Kian.Susut, di akses tanggal 15 Juni 2012 82 Basril, Regional Credit Recovery Medan, PT Bank Mandiri Wilayah I Medan, wawancara, tanggal 15 Juni 2012 Bank Mandiri. Merger tersebut membuat PT. Bank Mandiri, Tbk Persero menjadi salah satu bank yang memiliki aset terbesar saat ini di Indonesia. 83 PT. Bank Mandiri, Tbk Persero memiliki jargon “Melayani dengan Hati, Menuju yang Terbaik” dan dipadupadankan dengan visi, “Menjadi Lembaga Keuangan Indonesia yang Paling Dikagumi dan Selalu Progresif” serta misi, yaitu berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasar, mengembangkan sumber daya manusia profesional, memberi keuntungan yang maksimal bagi stakeholder, melaksanakan manajemen terbuka serta peduli terhadap kepentingan masyarakat dan lingkungan. Selain dari pada hal-hal tersebut, PT. Bank Mandiri, Tbk Persero memiliki kebudayaan pribadi sebagai cerminan akan jati diri sebagai bank besar, yang termuat dalam ”Budaya TIPCE”. Budaya TIPCE itu sendiri, yaitu Trust, Integrity, Professionalism, Customer Focus, Excellence. 84 Keempat hal tersebut diatas kemudian diwujudkan oleh PT. Bank Mandiri, Tbk Persero salah satunya dengan semakin memperluas jaringan, dengan mana PT. Bank Mandiri, Tbk Persero, per 18 Januari 2012, memiliki 1.537 seribu lima ratus tiga puluh tujuh Kantor cabang di seluruh Indonesia dan 7 Kantor CabangPerwakilananak perusahaan di Luar Negeri. Sedangkan untuk unit Automatic Teller Machine atau biasa juga dikenal dengan Anjungan Tunai Mandiri ATM, PT. Bank Mandiri, Tbk Persero, per 4 Juni 2012, memiliki sebanyak 10.000 sepuluh ribu unit ATM yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal tersebut diyakini oleh pihak 83 http:www.bankmandiri.co.idcorporate01about_profile.asp, diakses tanggal 15 Juni 2012 84 http:www.bankmandiri.co.idcorporate01about_our.asp, diakses tanggal 15 Juni 2012 PT. Bank Mandiri, Tbk Persero sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan guna semakin mendekatkan PT. Bank Mandiri, Tbk Persero dengan nasabah. 85 PT. Bank Mandiri, Tbk Persero, per Desember 2011, tercatat memiliki aset terbesar dibandingkan dengan bank-bank lainnya, yaitu sebesar Rp 551,89 triliun dengan pangsa mencapai 13,65 dari total aset perbankan nasional. 86 Selain itu PT. Bank Mandiri, Tbk Persero tercatat pula memperoleh laba tahun berjalan per Desember 2010 sebesar Rp 12,69 triliun, nilai mana yang hanya dapat dilampaui oleh laba yang diperoleh Bank Rakyat Indonesia. 87 Adapun kredit yang disalurkan, sebagai salah satu jenis kegiatan usaha bank, tercatat sebesar Rp 311,09 triliun per Desember 2011. Nilai kredit tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 27,48 apabila diperbandingkan dengan tahun sebelumnya. 88 Data yang termuat di atas setidaknya dapat memberikan gambaran bahwa PT. Bank Mandiri, Tbk Persero dapat dipercaya oleh nasabah dalam menjalin kemitraan, utamanya dalam hal penyaluran kredit. Namun di sisi lain, PT. Bank Mandiri, Tbk Persero, per 31 Maret 2011, tercatat memiliki Non Performing Loan kredit bermasalah sebesar Rp. 4.674.930.000.000 dari keseluruhan kredit yang disalurkan sebesar Rp. 208.996.821.000.000. 89 Dengan kata lain PT. Bank Mandiri, Tbk Persero memiliki NPL, dalam persentase, sebesar 2.23. Angka tersebut mengalami 85 Ibid. 86 InfoBank, No. 397 Edisi April 2012, hal. 54 87 Ibid., hal. 55 88 Ibid. 89 Catatan atas Laporan Keuangan Konsolidasian 31 Maret 2011 dan 31 Desember 2010 dan Untuk Periode yang Berakhir pada 31 Maret 2011 dan 2010 PT. Bank Mandiri, Tbk Persero dan Anak Perusahaan peningkatan yang drastis. Sebab pada laporan keuangan PT. Bank Mandiri, Tbk Persero per 31 Desember 2010, PT. Bank Mandiri, Tbk Persero tercatat memiliki total nilai NPL sebesar Rp 3.825.119.000.000. 90 Sehingga dengan nilai keseluruhan kredit yang dikucurkan sebesar Rp 203.636.955.000.000 91 , maka diperoleh angka 1.87 yang mewakili persentase NPL yang dimiliki PT. Bank Mandiri, Tbk Persero. Terkait dengan penyaluran kredit, sebagaimana pada umumnya, PT. Bank Mandiri, Tbk Persero melakukan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menganalisis besaran akan resiko bermasalahnya kredit yang disalurkan di kemudian hari. Pada dasarnya, prinsip pemberian kredit meliputi hal-hal sebagai berikut: 92 1. Setiap pemberian kredit harus didasarkan atas permohonan tertulis, yang disertai data dan informasi yang cukup dan wajar dari calon debitur, untuk dapat dipergunakan dalam proses evaluasi kredit 2. Keputusan pemberian kredit didasarkan atas analisis ataupun evaluasi tertulis dari data dan informasi yang menggambarkan penilaian kondisi dan potensi “5 C’s of Credit” Character, Capacity, Capital, Collateral and Condition of Economy dari calon debitur serta hal-hal lainnya yang terkait dengan calon debitur. Selain daripada hal tersebut di atas, terdapat prinsip-prinsip lainnya yang digunakan dalam pemberian kredit, yaitu: 93 1. Four-eye Principle, merupakan prinsip utama yang mendasari pengambilan keputusan kredit yaitu setiap keputusan kredit minimal dilakukan oleh 2 dua orang pemegang kewenangan yang berasal dari Business UnitCredit Recovery Unit dan Credit Risk Management yang saling independen satu dengan lainnya. 2. Exposure Consolidation Principle, merupakan pendekatan dalam rangka risk assessment untuk mengetahui jumlah eksposur kredit yang diperoleh satu 90 Ibid. 91 Ibid. 92 Basril, Regional Credit Recovery Medan, PT Bank Mandiri Wilayah I Medan, wawancara, tanggal 15 Juni 2012 93 Basril, Regional Credit Recovery Medan, PT Bank Mandiri Wilayah I Medan, wawancara, tanggal 15 Juni 2012 debitur group atau non group. Dengan demikian dalam melakukan analisis suatu proposal kredit harus melihat jumlah keseluruhan fasilitas kredit yang diperoleh oleh satu debitur group atau non group dari PT. Bank Mandiri, Tbk Persero dan bankkreditur lainnya. 3. Prinsip one obligatoir, merupakan prinsip dimana suatu kelompok perusahaan yang masing-masing perusahaannya memilliki fasilitas kredit dari PT. Bank Mandiri, Tbk Persero dipandang sebagai satu kesatuan obligatoir. Penerapan prinsip one obligatoir pada dasarnya dilandasi asumsi bahwa untuk perusahaan yang tergabung dalam kelompok usaha, risiko satu debiturperusahaan dipengaruhi oleh resiko groupnya secara keseluruhan dan sebaliknya, risiko group tersebut dipengaruhi oleh masing-masing perusahaan di dalamnya. Adapun jenis-jenis fasilitas kredit yang diberikan oleh pihak bank, dalam hal ini PT. Bank Mandiri, Tbk Persero, kepada calon debiturnya, sebagaimana tersebut di atas, yaitu sebagai berikut: 94 1. Fasilitas Cash Loan dan Non Cash Loan a. Fasilitas Cash Loan fasilitas langsung, merupakan fasilitas kredit yang diberikan dalam bentuk tunai atau dengan pemindahbukuan, dan secara efektif merupakan hutang debitur terhadap bank serta pembukuan fasilitas tersebut mempengaruhi komponen aset pada neraca bank on balance sheet. b. Fasilitas Non Cash Loan fasilitas tidak langsung, merupakan fasilitas kredit yang diberikan dalam bentuk penanggungan kesanggupan untuk melakukan pembayaran di kemudian hari sehingga tidak dilakukan penarikan tunai atau pemindahbukuan. Dengan demikian pembukuan fasilitas tersebut tercatat dalam rekening administrasi off balance sheet. 2. Fasilitas Revolving dan Non Revolving a. Fasilitas Revolving, merupakan fasilitas yang penggunaanpenarikan dan pelunasannya dapat dilakukan berulang kali dalam jangka waktu fasilitas. b. Fasilitas Non Revolving, merupakan fasilitas yang penggunaanpenarikan dan pelunasannya tidak dapat dilakukan berulang kali selama jangka waktu fasilitas, namun dilakukan sesuai dengan yang diperjanjikan. 3. Fasilitas Kredit Berdasarkan Jangka Waktu a. Jangka Pendek, fasilitas kredit yang diberikan memiliki batasan waktu maksimal selama 1 satu tahun b. Jangka menengah, jangka waktu fasilitas kredit lebih dari 1 satu tahun sampai dengan 5 lima tahun 94 Basril, Regional Credit Recovery Medan, PT Bank Mandiri Wilayah I Medan, wawancara, tanggal 15 Juni 2012 c. Jangka panjang, jangka waktu fasilitas kredit lebih dari 5 lima tahun s.d. 15 lima belas tahun.

B. Pelaksanaan Pengurusan Piutang Perusahaan Negara pada PT Bank