ayat 2, dengan mana paling sedikit 25 dari modal dasar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, harus ditempatkan dan disetor penuh.
2 Modal ditempatkan, merupakan jumlah saham yang sudah diambil pendiri atau pemegang saham dan saham yang diambil itu ada yang sudah dibayar dan ada pula
yang belum dibayar.
50
Dengan demikian, modal yang ditempatkan adalah modal yang disanggupi pendiri
51
atau pemegang saham untuk dilunasinya, dan saham itu telah diserahkan kepadanya untuk dimiliki.
3 Modal disetor, merupakan saham yang telah dibayar penuh oleh pemegang atau pemiliknya. Dengan kata lain berupa modal yang sudah dimasukkan pemegang
saham sebagai modal yang ditempatkan dari modal dasar perseroan. Untuk BUMN berbentuk Perum, modal keseluruhannya adalah berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan dengan mana modal tersebut tidak terbagi atas saham.
f. Penyertaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara
Sebagaimana telah diuraikan pada sub-bab sebelumnya, bahwa modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Menurut Pasal 1 angka
10 UU BUMN, kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero danatau
Perum serta perseroan terbatas lainnya. Sedangkan maksud dari kata “dipisahkan”, ditujukan untuk menjelaskan bahwa pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk
50
Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Lembaga Perserikatan Surat-surat Berharga, Aturan- aturan Angkutan, Pradnya Paramita , Jakarta, 1987, hal. 167
51
HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Bentuk Perusahaan, Djambatan, Bandung, 2005, hal. 103
dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN, untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun didasarkan pada
prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Hal mana yang dikemukakan pada penjelasan Pasal 4 ayat 1 UU BUMN.
Dengan demikian, penggunaan kata “dipisahkan” merangkum pengertian sebagai berikut:
1 Kekayaan negara tersebut bukan lagi sebagai kekayaan negara, tetapi sebatas penyertaan modal dalam Persero, oleh karena telah berubah menjadi harta
kekayaan Persero, maka 2 Jika terjadi kerugian sebagai akibat risiko bisnis business risk, harus dipahami
dan diperlakukan dalam konteks ‘business judgement’ berdasarkan ‘business judgement rules’.
52
Rudhy Prasetya, melalui bukunya Badan Hukum Korporasi, memaparkan bahwa secara universal berlaku ajaran tentang ‘separate legal entity’ badan
hukumkorporasi, bahwa suatu harta kekayaan yang telah dipisahkan dan dimasukkan sebagai modal ke dalam korporasibadan hukum, harta kekayaan itu menjadi harta
korporasi dan tidak dapat diperlakukan sebagai harta kekayaan pemilik awal.
53
Tan Kamello berpendapat, bahwa ditinjau dari sudut Hukum Perdata, makna kekayaan negara yang dipisahkan, berarti bahwa negara seharusnya tidak dibenarkan
mencampuri pengelolaan korporasi yang dilakukan pengurus bank BUMN tersebut.
52
http pkbl.BUMN.Go.id.indexprofitid3, tanggal akses: 10 Mei 2012
53
Rudhy Prasetya, Badan Hukum Korporasi, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2008, hal. 10
Berbeda halnya apabila frase tersebut berbunyi kekayaan negara yang disisihkan, dalam hal demikian negara masih diperkenankan untuk melakukan campur tangan
terhadap pengelolaan korporasi dari usaha bank BUMN.
54
Adapun apabila direksi, dalam melaksanakan tugasnya, melakukan kesalahan, baik perbuatan melawan hukum onrechtmatige daad maupun wanprestasi, yang
mengakibatkan kerugian bagi perusahaan serta pihak ketiga, direksi akan mempertanggungjawabkan perbuatan hukumnya secara perdata melalui RUPS.
55
Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan, tersebut di atas, pada BUMN bersumber dari:
1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN, menurut Pasal 1 angka 7 UU Keuangan Negara, merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara
yang disetujui oleh DPR. 2 Kapitalisasi cadangan, merupakan penambahan modal disetor yang berasal dari
cadangan. 3 Sumber lainnya, seperti keuntungan revaluasi aset danatau agio saham.
Pada pasal 2 ayat 2 PP No. 44 Tahun 2005, diuraikan mengenai sumber yang berasal dari APBN, yaitu:
1 Dana segar 2 Proyek-proyek yang dibiayai oleh APBN
3 Piutang negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas
54
Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan antara Bank dengan Nasabah, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum Perdata, Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2 September 2006
55
Tan Kamello, Ibid.
4 Aset-aset negara lainnnya. Adapun Pasal 4 ayat 3 UU BUMN menjelaskan bahwa, setiap penyertaan
modal negara dalam rangka pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari APBN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Begitu pula dengan
perubahan penyertaan modal negara, baik penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atas saham Persero atau perseroan
terbatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan penambahan penyertaan modal negara ke dalam BUMN dan
Perseroan Terbatas yang berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya ditetapkan dengan keputusan RUPS untuk Persero dan Perseroan Teerbatas, dan
Keputusan Menteri untuk Perum. Hal tersebut diatur pada Pasal 3 ayat 2 PP No. 44 Tahun 2005.
g. Privatisasi Badan Usaha Milik Negara