Dampak Ketunanetraan Tinjauan Pengertian Anak Tunanetra a.

commit to user 3 Keluhan yang ada 4 Kondisi psikis yang muncul

e. Dampak Ketunanetraan

Seberapa jauh dampak kehilangan atau kelainan penglihatan terhadap kemampuan seseorang tergantung pada banyak faktor misalnya kapan sebelum atau sesudah lahir, masa balita atau sesudah lima tahun terjadinya kelainan, berat ringannya kelainan, jenis kelainan dan lain-lain. Seseorang yang kehilangan penglihatan sebelum lahir sering sampai usia lima tahun pengalaman visualnya sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Sedangkan yang kehilangan penglihatan setelah usia lima tahun atau lebih dewasa biasanya masih memiliki pengalaman visual yang lebih baik tetapi memiliki dampak yang lebih buruk terhadap penerimaan diri. Menurut Mohammad Effendi 2006:37, “dengan terganggunya salah satu, atau lebih alat inderanya penglihatan, pendengaran, pengecap, pembau, maupun peraba, niscaya akan berpengaruh terhadap indera-indera yang lain”. Pada gilirannya akan membawa konsekuensi terhadap kemampuan dirinya berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Menurut Purwaka Hadi 2005:53, “terjadinya kelainan atau kerusakan penglihatan mengakibatkan keguncangan secara psikologis bagi penyandangnya”. Misalnya pada kasus kerusakan mata akibat kecelakaan, kemungkinan akan m e y e b a b k a n k e g u n c a n g a n j i w a y a n g b e r a k i b a t t e r g a n g g u n y a p r o s e s pertumbuhan dan perkembangan secara umum bagi penyandang tunanetra. Sedangkan menurut Purwaka Hadi 2007: 27-30 ak i b a t d a r i m u n c u l n y a k e t u n a n e t r a a n p a d a s e s e o r a n g a k a n b e r d a m p a k s e c a r a k h u s u s b a g i penyandangnya, yaitu: 1 Dampak personal atau individu 2 Dampak pada perkembangan sosial dan emosi 3 Dampak pada Perkembangan bahasa dan komunikasi commit to user 4 Dampak pada kognitif 5 Dampak pada perkembangan gerak serta orientasi dan mobilitas. Menurut Lowerfeld dalam Juang Sunanto 2005: 47 mengemukakan bahwa, “kehilangan penglihatan mengakibatkan tiga keterbatasan yang serius yaitu 1 variasi dan jenis pengalaman kognisi, 2kemampuan untuk bergerak di dalam lingkungannya orientasi clan mobilitas, dan 3 berinteraksi dengan lingkungannya sosial dan emosi”. Juang Sunanto 2005:48 mengemukakan bahwa, “dampak kehilangan penglihatan akan berpengaruh dalam empat bidang, yaitu sosial dan emosi, bahasa, kognitif, serta orientasi dan mobilitas”. Dari beberapa penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dampak dari kehilangan penglihatan akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak tunanetra pada beberapa bidang, diantaranya: 1 Bidang kognitif 2 Bidang sosial dan emosi 3 Bidang orientasi dan mobilitas Dari bidang-bidang tersebut dapat penulis uraikan sebagai berikut: 1 Bidang kognitif Kognisi adalah persepsi individu tentang orang lain dan objek-objek yang diorganisasikannya secara selektif. Anak tunanetra memiliki hambatan dalam bidang kognitif dikarenakan mereka minim mendapatkan pengenalan atau pengertian terhadap dunia luar anak, tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh. Mereka memperoleh kesan atau persepsi terutama berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan melalui indera pendengarannya, karenanya pengertian yang diperoleh terutama juga terbatas pada pengertian yang bersifat verbal. Karena kurangnya stimuli visual ini perkembangan kognitif anak tunanetra cenderung terlambat bila dibandingkan anak commit to user normal. 2 Bidang sosial dan emosi Perkembangan sosial berarti dikuasainya seperangkat kemampuan untuk bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat. Bagi anak tunanetra penguasaan seperangkat kemampuan bertingkah laku tersebut tidaklah mudah. Dibandingkan dengan anak awas, anak tunanetra lebih banyak menghadapi masalah dalam perkembangan sosial. Hambatan-hambatan tersebut terutama m u n c u l s e b a g a i a k i b a t l a n g s u n g m a u p u n t i d a k l a n g s u n g d a r i ketunanetraannya. Kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi lingkungan sosial yang lebih luas atau baru, perasan-perasaan rendah diri, malu, sikap m a s ya ra ka t ya ng s e ri n gka l i t i da k m e ngunt u n gka n s e pe rt i pe nol a ka n, penghinaan, sikap acuh, ketidakjelasan tuntutan sosial, serta terbatasnya kes em pa tan ba gi a na k unt uk be laj ar, pol a ti ngkah la ku ya ng di te rima m e r u p a k a n k e c e n d e r u n g a n t u n a n e t r a y a n g d a p a t m e n g a k i b a t k a n perkembangan sosialnya menjadi terhambat. Kesulitan lain dalam m ela ksa na kan t uga s pe rke mbanga n s os ial i ni ia lah kete rba ta sa n ana k tunanetra untuk dapat belajar sosial melalui proses identifikasi dan imitasi, juga memiliki keterbatasan untuk mengikuti bentuk-bentuk permainan sebagai wahana penyerapan norma-norma atau aturan-aturan dalam bersosialisasi. Anak t una net ra t ida k mam pu mel i hat l i ngkungannya, pe ra saa n mal u seringkali menghinggapi mereka. Hal ini terutama memasuki dunia yang masih asing baginya. Sifat ini seringkali disebabkan karena keluarbiasaannya serta sebagai reaksi terhadap ketidaktahuan dan ketidakpastian reaksi orang lain terhadap diri dan perilakunya. Sedangkan perasan khawatir dan cemas seringkali menghinggapi anak tunanetra sebagai akibat dari ketidakmampuan atau keterbatasan dalam memprediksi dan mengantisipasi kemungkinan - kemungkinan yang terjadi di lingkungannya dan commit to user menimpa dirinya. Selain rasa malu, khawatir dan cemas, anak tunanetra memiliki pola emosi yang mudah marah, menarik diri dari pergaulannya. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perkembangan sosial dan emosi anak tunanetra mengalami hambatan dibandingkan dengan anak awas. 3 Bidang orientasi dan mobilitas Anak tunanetra mengalami kehilangan fungsi persepsi visual sebagai alat o ri e nt a s i m e n ye ba b ka n k e m a m p ua n un t uk m e l a k uka n m o bi l i t a s d i lingkungannya menjadi terhambat. Praktis karenanya, kesempatan untuk melakukan eksplorasi juga menjadi terbatas. Sempitnya kebebasan yang dimiliki anak tunanetra menjadikan mereka cenderung bersikap pasif, enggan untuk bergerak dan kontak dengan lingkungannya. Mereka lebih banyak menunggu aksi daripada melakukan prakarsa. Dengan demikian, kesempatan untuk mendapatkan pengalaman baru dari lingkungan sekitar melalui hubungan sosial menjadi terbatas. 2Tinjauan Prestasi Belajar a. Pengertian Belajar Menurut Syaiful Bahri Djamarah 2002: 12 , “ Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat“. Bagi para pelajar atau mahasiswa kata belajar merupakan kata yang tidak asing. Sedangkan Hilgrad dalam S. Nasution 2000: 25 mengatakan : “Learning is the prosess by which an activity originates or is changed though training procedures as distinguished from changes by factors not attributable to training”. Belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan yang dibedakan dari perubahan – perubahan oleh faktor – faktor yang tidak termasuk latihan. Menurut Cronbach dalam Syaiful Bahri Djamarah 2002:13 berpendapat bahwa : “ Learning is shown by change in behavior as a result of commit to user experience”. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan belajar menurut Thursan Hakim 2005:1 didefinisikan sebagai “Suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan”. Sardiman A.M. 2007: 22 menyatakan: “Belajar sebagai suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi , fakta konsep atau teori”. Dalam proses interaksi ini terkandung dua maksud yaitu: 1 Proses internalisasi dari sesuatu ke dalam diri yang belajar. 2 Proses ini dilakukan secara aktif dengan segenap panca indera berperan. Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya membaca, mengamati, mendengarakan , meniru dan lain sebagainya

b. Pengertian Prestasi

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI METODE QUANTUM LEARNING ANAK TUNANETRA KELAS VII SMPYKAB SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008 2009

1 33 12

PENGGUNAAN TEKNIK UPPER HAND LOWER HAND DAN TRAILING UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK TUNANETRA KELAS I DALAM BELAJAR MENGENAL LINGKUNGAN SEKOLAH DI SDLB N CANGAKAN KARANYAR TAHUN AJARAN 2010 2011

3 13 109

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI DENGAN PENERAPAN METODE QUANTUM LEARNING PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI JAPANAN 2 KLATEN TAHUN AJARAN 2010 2011

0 3 136

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS E LEARNING PADA SISWA TUNANETRA KELAS VIII SMP YKAB SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 2011

0 2 96

PENGGUNAAN GAME PETUALANGAN BOLALA DI BUMI DALAM PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA PADA ANAK TUNA GRAHITA RINGAN KELAS IV DI SDLB N CANGAKAN FILIAL KARANGPANDAN TAHUN AJARAN

0 4 70

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPAMELALUI METODE EKSPERIMEN BAGI ANAK BERKESULITAN BELAJAR KELAS IV B SD NEGERI PETORAN SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 2011

0 1 92

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE TALKING STICK DALAM PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD NEGERI PABELAN 01 KARTASURA TAHUN AJARAN 2010/2011.

0 0 16

PENDAHULUAN PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE TALKING STICK DALAM PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD NEGERI PABELAN 01 KARTASURA TAHUN AJARAN 2010/2011.

0 0 6

PENDAHULUAN PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA ANTARA PEMBELAJARAN DENGAN METODE QUANTUM TEACHING DAN QUANTUM LEARNING PADA SISWA KELAS IV MI DARUSSALAM KEDUNGGALAR NGAWI TAHUN AJARAN 2010/2011.

0 1 7

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL QUANTUM Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Quantum Teaching Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Simo Boyolali Tahun 2011/2012.

0 0 16