BAB I PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG MASALAH
PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk didirikan oleh Harrisons  Crosfield Plc  di  tahun  1906.  Perkebunan  London-Sumatra,  yang  kemudian  lebih  dikenal
dengan  nama  “Lonsum”,  berkembang  menjadi  salah  satu  perusahaan  perkebunan terkemuka  di  dunia,  dengan  lebih  dari  100.000  hektar  perkebunan  kelapa  sawit,
karet, kakao dan teh di empat pulau terbesar di Indonesia. Di  awal  berdirinya,  Perseroan  melakukan  diversifikasi  melalui  penanaman
karet, teh dan kakao. Di awal kemerdekaan Indonesia, Lonsum lebih memfokuskan usahanya  pada  tanaman  karet,  dan  kemudian  beralih  ke  kelapa  sawit  di  era  tahun
1980. Pada akhir dekade berikutnya, kelapa sawit telah menggantikan karet sebagai komoditas utama Perseroan.
Lonsum  memiliki  perkebunan  inti  dan  perkebunan  plasma  di  Sumatera, Jawa,  Kalimantan  dan  Sulawesi,  yang  memanfaatkan  keunggulan  Perseroan  di
bidang  penelitian  dan  pengembangan,  keahlian  di  bidang  agro-manajemen,  serta tenaga kerja  yang terampil dan profesional. Kini,  Lonsum telah menjadi  salah satu
penghasil  minyak  sawit  lestari  terbesar  di  Indonesia,  dengan  produksi  sekitar 195.000 ton minyak sawit lestari setiap tahunnya.
Di  tahun  1994,  Harrisons    Crosfield  menjual  seluruh  kepemilikan sahamnya  di  Lonsum  kepada  PT.  Pan  London  Sumatra  Plantations  PPLS,  yang
Universita Sumatera Utara
kemudian  mencatatkan  Lonsum  sebagai  perusahaan  publik  melalui  pencatatan saham  di  Bursa  Efek  Jakarta  dan  Surabaya  pada  tahun  1996.  Pada  bulan  Oktober
2007,  Indofood  Agri  Resources  Ltd  IndoAgri,  anak  perusahaan  PT.  Indofood Sukses  Makmur  Tbk  di  bidang  agribisnis,  menjadi  pemegang  saham  mayoritas
Perseroan melalui anak perusahaannya di Indonesia, PT. Salim Ivomas Pratama Tbk SIMP,  sehingga  Perseroan  menjadi  bagian  dari  Grup  Indofood  Grup.  Di  bulan
Desember  2010,  IndoAgri  melepaskan  8  kepemilikannya  di  Lonsum,  dimana 3,1  dijual  ke  SIMP.  Pelepasan  kepemilikan  ini  telah  meningkatkan  porsi  saham
bagi  investor  publik  menjadi  sebesar  40,5  dari  35,6  sumber:  2011  Annual Report PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk.
Beralihnya  saham  mayoritas  Lonsum  ke  tangan  PT.  Indofood  Sukses Makmur, Tbk. membuat Lonsum mengalami proses yang disebut sebagai akuisisi.
Akuisisi  merupakan  proses  pembelian  properti  atau  sumber  daya  sebuah perusahaan  oleh  perusahaan  pembeli  yang  memegang  peran  yang  lebih  dominan
dan  kuat  Muchinsky,  2003.  Dalam  hal  ini,  PT.  Indofood  Sukses  Makmur,  Tbk. menjadi perusahaan pembeli dan Lonsum menjadi perusahaan yang dibeli.
Menurut  Jones  2004,  akuisisi  sebagai  sebuah  perubahan  terencana memiliki  beberapa  target  perubahan.  Target  perubahan  itu  mencakup  perubahan
pada  sumber  daya  fungsional,    kapabilitas  teknologi,  kapabilitas  organisasi,  dan sumber  daya  manusia.  Target  perubahan  pertama  yaitu  perubahan  pada  sumber
daya  fungsional,  dapat  dilakukan  dengan  mengubah  hubungan  antar  fungsi-fungsi dalam  struktur  organisasi.  Hal  ini  dilakukan  oleh  Lonsum  melalui  penciptaan
Universita Sumatera Utara
sistem  management  block,  yaitu  sistem  pemantauan  operasional  kebun  yang membagi  area  kebun  menjadi  blok-blok.  Sistem  ini  diciptakan  agar  seluruh
kegiatan operasional kebun Lonsum dapat lebih mudah dipantau. Target  perubahan  yang  kedua  adalah  pada  kapabilitas  teknologi  sebuah
perusahaan.  Kapabilitas  teknologi  perusahaan  mencakup  pengembangan  produk, modifikasi  produk,  hingga  pengembangan  cara  barang  dan  jasa  diciptakan  dan
ditampilkan  Jones,  2004.  Hal  ini  tampak  pada  investasi  besar-besaran  yang dihabiskan  Lonsum  untuk  instalasi  sistem  informasi  yang  disebut  Systems,
Applications,  and  Products  SAP.  Systems,  Applications,    Products  SAP adalah  sebuah  perangkat  lunak  yang  dikembangkan  untuk  mendukung  suatu
organisasi  dalam  menjalankan  kegiatan  operasionalnya  secara  lebih  efisien  dan efektif.  Berikut  penuturan  yang  memaparkan  perubahan  yang  ditargetkan  pada
sumber daya fungsional dan kapabilitas teknologi Lonsum: “Sekarang  sih  fokus  ke  tiga  sistem,  sistem  budget,  sistem  management
block,  sama  SAP.  Itu  begitu  luar  biasanya  sampai  disebut  big  bang, gebrakan  baru.  Itu  mahal  sekali  investasinya.  Kan  ini  ada  di  setiap
wallpaper  komputer  Go  Live  SAP.  Jadi  supaya  semua  data-data terhubung. Misalnya saya pesan satu buah ban, kalo approvalnya udah
disetujui, itu langsung datanya masuk ke GS, habis diapprove langsung masuk  ke  supplier,  dilihat  oh  begini  specnya,  langsung  masuk
invoicenya, semua bisa diketahui orang indofood, sudah otomatis. Cuma yang  belum  pake  itu  HR  sama  GS,  HS  pun  saya  rasa  belum,  sisanya
semua u
da, fincount sampai ke kebun” W60213-W60225 Hlm. 14
Target  perubahan  ketiga  terletak  pada  kapabilitas  organisasi.  Perubahan pada  kapabilitas  organisasi  meliputi  perubahan  struktur  dan  budaya  perusahaan
untuk  meningkatkan  nilai-nilai  sumber  daya  yang  dimiliki  perusahaan  agar  dapat
Universita Sumatera Utara
merasakan  keuntungan  dari  perubahan  teknologi  Jones,  2004.  Perubahan  pada kapabilitas  organisasi  Lonsum  ditunjukkan  dari  perubahan  struktur  organisasi
dengan menutup
dan menggabungkan
beberapa departemen
hingga memberhentikan  beberapa  karyawan  termasuk  ekspatriat.  Di  samping  itu,  banyak
jabatan  baru  yang  bermunculan.  Sampai  saat  ini,  struktur  organisasi  masih  terus dibenahi. Berikut penuturannya:
“…mulai  dari  awalnya  menutup  departemen,  sampek  banyak  yang dikeluarkan,  yang  nangis-nangis.  Dulu  kan  ada  departemen  security,
sekarang  uda  digabung  sama  GS.  HR  juga  sekarang  lagi  pilot  project mulai  dibagi  per  unit-unit.  Kami  pun  dulu  bukan  Recruitment  and
Training, tapi training aja.” W20012-W20017 Hlm. 3
“Gak tau tuh, sejak sama grup masih diubah terus setiap bulan struktur organisasinya.”
W20009 Hlm. 3
Target  perubahan  yang  keempat  terletak  pada  sumber  daya  manusia. Kompetensi  karyawan  berupa  ketrampilan  dan  kemampuan  merupakan  modal
utama perusahaan untuk berkompetisi. Perusahaan harus mencari cara yang paling efektif dalam memotivasi  dan mengatur sumber daya manusia dalam memperoleh
dan  menggunakan  ketrampilan  mereka.  Usaha  perubahan  dapat  ditujukan  pada investasi  baru  pada  kegiatan  pengembangan  dan  pelatihan  karyawan,  sosialisasi
struktur  organisasi  baru  kepada  karyawan,  mengubah  nilai  perusahaan  agar mendukung tenaga kerja multikultural, memeriksa sistem promosi dan reward, dan
mengubah komposisi otonomi manajemen puncak untuk mendukung pembelajaran organisasi dan pengambilan keputusan Jones, 2004.
Universita Sumatera Utara
Beberapa  perubahan  yang  telah  terjadi  pada  level  sumber  daya  manusia  di Lonsum  antara  lain  dikuranginya  anggaran  untuk  pengembangan  dan  pelatihan
karyawan  dari  Rp.  6  Miliar  menjadi  Rp.  2  Miliar  per  tahun.  Selain  itu,  sistem reward  karyawan  Lonsum  juga  mengalami  perubahan.  Cuti  panjang  telah
dihapuskan  dan  perhitungan  bonus  diubah.  Derajat  otonomi  karyawan  ditunjukkan dari  kegiatan  operasional  perusahaan  yang  memerlukan  persetujuan  hingga  ke
jajaran direktur sehingga proses menjadi panjang dan lambat. Berikut penuturannya: “Pengurangan biaya itu contohnya budget training kita. Dulu 6 miliar,
sekarang  jadi  2  miliar  aja  setahun.  Iyah,  dah  itu  promosi  pun  susah. Tapi promosi gak promosi pun sama aja, orang gajinya cuma beda sikit-
sikit gak terlalu berarti kalo yang tahunan.
” W20032-W20040 Hlm. 4
“Iyah bisa dibilang fokus ke SDM berkurang sih, dulu ada cuti panjang sekarang gak ada lagi. Bonus juga ada perubahan sedikit.
” W60197-W60199 Hlm. 14
“Nah kalo ini sekarang kan karena harus tanda tangan hingga ke BOD, jadi  kadang  prosesnya  bisa  jadi  lambat,  bukan  karena  prosesnya
panjang tapi karena belum tentu direktur-direktur itu ada di tempat, tapi harus  sampai  ke  mereka.  Hal  yang  kecil-kecil  aja  harus  persetujuan
direktur.  Ini  kadang  buat  semua  proses  jadi  lambat.  Uda  overlapping approvalnya, berlapis-
lapis.” W90014-W90023 Hlm. 23
Keempat  target  perubahan  di  atas  memiliki  hubungan  interdependen  yang artinya perubahan satu target tidak mungkin sukses tanpa perubahan target lainnya
ke arah yang lebih baik Jones, 2004. Ditinjau dari empat target perubahan di atas, Lonsum  banyak  memberi  fokus  pada  tiga  target  yaitu  sumber  daya  fungsional,
kapabilitas  teknologi,  dan  kapabilitas  organisasi.  Sedangkan  untuk  kapabilitas sumber daya manusia, Lonsum justru mengurangi investasinya.
Universita Sumatera Utara
Sependapat  dengan Jones 2004, Porras dan Robertson 1992 menyatakan bahwa kinerja sebuah organisasi  memiliki hubungan saling ketergantungan dengan
perkembangan  individu  dalam  organisasi.  Perkembangan  individu  yang    tidak disertai  perkembangan  organisasi  tidak  akan  berjalan  efektif.  Begitu  pula
sebaliknya, kinerja organisasi tidak akan bertahan jika perkembangan individu tidak diperhatikan.
Selain  memperhatikan  perkembangan  karyawan,  perusahaan  juga  harus memberikan  informasi  yang  jelas  kepada  karyawan  mengenai  perubahan  yang
terjadi.  Worley,  Hitchin,  dan  Ross  1996  mengemukakan  bahwa  ketika  sebuah perusahaan  mengubah  strateginya  agar  dapat  bersaing  secara  lebih  kompetitif,
karyawan  harus  diinformasikan,  dilibatkan,  dan  dimotivasi  untuk  membantu perubahan  yang  diinginkan.  Moran  dan  Panasian  2005  menambahi  bahwa  jika
sebuah  perubahan  tidak  diatur  dengan  baik,  maka  akan  menimbulkan ketidakjelasan dan ketidakpercayaan kepada manajemen baru, semangat kerja yang
menurun,  ketidakpuasan  kerja,  perilaku  kerja  yang  tidak  produktif,  intensi  untuk meninggalkan perusahaan, dan turnover yang tinggi.
Nyatanya,  banyak  karyawan  Lonsum  yang  tidak  mendapatkan  informasi sepenuhnya  mengenai  perubahan  yang  terjadi.  Karyawan  hanya  menjalankan
sistem  atas  perintah  manajemen.  Hal  ini  menyebabkan  karyawan  merasakan ketidakjelasan,  kekesalan,  hingga  menimbulkan  intensi  untuk  meninggalkan
perusahaan. Beberapa karyawan merasa mereka tidak lagi dipandang sebagai “aset”
perusahaan  melainkan  “alat”  untuk  menjalankan  perubahan.  Beberapa  karyawan
Universita Sumatera Utara
pun  menunjukkan  intensi  untuk  meninggalkan  perusahaan.  Berikut  penuturan karyawan yang mencerminkan hal tersebut:
“Sistem juga masih terus mengalami perubahan, yang ngeselin gak jelas kenapa  harus  diganti  terus,  kalo  jelas  yah  gak  apa-apa,  ini  tahu  tahu
ganti lagi, eh besok ganti lagi.” W90068-W90071 Hlm. 24
“Sekarang  ini  kami  udah  gak  dipandang  sebagai  aset  lagi,  tapi  alat untuk
menjalankan sistem.” W50088-W50090 Hlm. 10
“Iyah memang karena lagi ada perubahan, banyak sekali yang dibenahi, ini juga saya banyak diminta tenaga kerja di sana sini, saya pun pusing
juga banyak yang resign soalnya. Kalo terus menerus didesak kayak gini
mungkin dua tiga tahun saya mau resign.” W50038-W50043 Hlm.9
Porras  dan  Robertson  1992  mengemukakan  bahwa  perubahan  dalam komponen  organisasi  akan  menyebabkan  perubahan  perilaku  kerja  anggota-
anggota organisasi baik menjadi positif maupun negatif. Perilaku kerja yang positif misalnya  karyawan  menjadi  semakin  semangat  bekerja,  tertantang,  dan
mengembangkan  inovasinya.  Perilaku  kerja  yang  negatif  misalnya  karyawan menjadi  harus  bekerja  ekstra,  tidak  sempat  memperhatikan  detil,  dan  sebagainya.
Perubahan  perilaku  kerja  karyawan  Lonsum  tampak  pada  saat  kantor  pusat meminta reviu anggaran dari setiap departemen dalam tenggat waktu yang sempit,
sehingga beberapa karyawan sering lembur dan pulang malam. Begitu pula dengan rapat operasional  yang sering dilaksanakan hingga larut malam. Ada pula rapat di
kantor pusat Lonsum yang dijadwalkan dini hari. Berikut penuturannya:
Universita Sumatera Utara
“Sekarang  itu  meeting  bisa  sampe  pagi  di  Jakarta.  Asal  review  budget semua kerja  sampe malam-malam. Sekarang ini  makin  banyak kerjaannya
jadi  gak  bisa  pulang-pulang.  Pusat  banyak  minta  database  dulu,  jadinya lembur terus.
” W10048-W0052 Hlm. 4
“Ops  meeting  bisa  sampai  pagi  hari,  ada  juga  rapat  yang  dijadwalkan memang  dini  hari  dan  harus  hadir.  Gilak  kan…  selenggarakan  di  hotel
makanya  orang  tuh  seharian  disana  pelototin  presentasi  aja  dah  gak sanggup kemana-
mana lagi.” W40049-W40053 Hlm. 7
Sebagai tambahan hasil wawancara di atas, hasil observasi di Lonsum kantor cabang  Medan  juga  menunjukkan  bahwa  beberapa  karyawan  memang  sering
bekerja  lembur  dan  terkadang  di  hari  Sabtu  bukan  hari  kerja.  Berikut  penuturan salah seorang karyawan yang menunjukkan hal tersebut:
“Iyah  mau  tak  mau  lah  datang  Sabtu  selesaiin  karena  masih  banyak  gak terkejar.  Ini  tiba-tiba  diminta  cepat,  banyak  kali  loh,  dari  tahun  2010
diminta.”
Selain  sering  lembur  dan  rapat,  perubahan  perilaku  kerja  lainnya  juga tampak  terjadi.  Beberapa  karyawan  menjadi  kurang  memperhatikan  kualitas
pekerjaan  dan  cenderung  perhitungan  terhadap  perusahaan.  Hal  ini  terlihat  dari perilaku mengerjakan pekerjaan asal selesai dan sikap perhitungan yang ketat sekali
dengan jam kerja. Berikut penuturan mereka: “Ya lumayan lah, ada kerjaan apa dari atasan ya kerjakan ajah. Disuru
begini  ya  begini,  disuruh  begitu  ya  begitu.  Jalankan  saja  apa  yang disuruh bos.”
W100014-W100016 Hlm. 25
Universita Sumatera Utara
“Ngapain  lama-lama  disini,  yang  penting  kerjaan  apa  yang  dikasi, selesaikan,  habis  itu  pulang  aja.  Sesuai  jam  kerja  dong.  Datang  jam
segini, pulang juga jam yang pas, gak mungkin ada yang marah .”
W30003-W30006 Hlm. 5 “Apanya  yang  bekerja  dengan  hati,  dengan  beban  sebesar  ini  gimana
mau bekerja dengan hati. Bullshit itu. Uda syukur kalo selesai. ”
W40058-W40060 Hlm. 7
Hasil  observasi  di  lingkungan  kantor  mendukung  hasil  wawancara  di  atas. Beberapa karyawan terlihat senang membicarakan kejelekan atasan pada jam makan
siang.  Salah  seorang  karyawan  menyatakan  agar  jangan  terlalu  mendengarkan perkataan  atasannya  karena  atasannya  pintar  pintar  bodoh.  Berikut  kutipan
obrolannya: “Dia  itu  pinpinbo,  pintar  pintar  bodoh,  tapi  dia  banyakan  bodohnya,
makanya jangan didengar kali omongannya.”
Uraian  perilaku  kerja  di  atas,  yaitu  mengerjakan  pekerjaan  asal  selesai, perhitungan,  dan  senang  membicarakan  hal  negatif  mengenai  atasan,  merupakan
ciri-ciri perilaku karyawan  yang kurang terikat  disengaged. Marciano 2010 dan Vazirani  2007  menyatakan  bahwa  karyawan  yang  disengaged  biasanya  tidak
memiliki  hubungan  yang  produktif  dan  cenderung  berbicara  negatif  mengenai atasan dan rekan kerja. Mereka juga sangat perhitungan dengan tuntutan perusahaan
dan kontribusi yang dikeluarkan. Banyak  penelitian  yang  menunjukkan  bahwa  employee  engagement
merupakan  variabel  utama  yang  dapat  menentukan  kesuksesan  perusahaan  dalam implementasi perubahan Jackson, 2005. Ketika perusahaan mengalami perubahan
Universita Sumatera Utara
berskala  besar,  karyawan  yang  engaged  merupakan  kunci  keberhasilan  dan profitabilitas organisasi Ott, 2007.
Marciano  2010  membagi  tingkat  employee  engagement  menjadi  5  level yaitu:  actively  disengaged,  disengaged,  opportunistic,  engaged,  actively  engaged.
Karyawan  yang  actively  disengaged  adalah  karyawan  yang  menyebabkan kekacauan.  Karyawan  disengaged  adalah  karyawan  yang  akan  berjalan  melewati
kekacauan  tanpa  berpikir  untuk  membereskannya.  Sedangkan  karyawan opportunistic  akan  membereskan  kekacauan  jika  hal  itu  menguntungkan  mereka.
Karyawan  engaged  akan  membereskan  apa  yang  mereka  lihat.  Hanya  karyawan yang  actively  engaged  akan  membereskan  kekacauan  sekaligus  mencegah
munculnya kekacauan tersebut di masa yang akan datang. Peneliti  melakukan  survei  pada  76  orang  karyawan  Lonsum  kantor  cabang
Medan untuk  memperkuat  hasil wawancara dan  observasi  terkait dengan  employee engagement, dengan hasil sebagaimana terlihat pada diagram di bawah ini:
4
29
42 12
13
Gambar 1. Diagram Hasil Survei Employee Engagement
Actively Disengaged Disengaged
Opportunist Engaged
Actively Engaged
Universita Sumatera Utara
Diagram tersebut
menunjukkan persentase
kategorisasi employee
engagement di Lonsum kantor cabang Medan dengan hasil sebagai berikut: sebesar 4  karyawan  terkategori  actively  disengaged,  29  karyawan  terkategori
disengaged,  32  mayoritas  karyawan  berada  pada  kategori  opportunistic,  12 karyawan  terkategori  engaged,  dan  13  karyawan  terkategori  actively  engaged.
Jumlah  karyawan  yang  engaged  dan  actively  engaged  sebanyak  25  serta  jumlah karyawan yang disengaged dan actively disengaged sebanyak 33. Hasil survei ini
mengkonfirmasi  bahwa  employee  engagement  menjadi  variabel  yang  harus diperhatikan  di  Lonsum,  mengingat  angka  sebesar  33  karyawan  disengaged  dan
32  karyawan  opportunistic  merupakan  hal  yang  rawan  bagi  perusahaan.  Seperti dikutip  dari  Marciano  bahwa  karyawan  yang  disengaged  merugikan  seperti  racun
yang  dapat  merusak  perusahaan  dan  karyawan  opportunistic  mudah  goyah  seperti lilin  yang  dapat  mengeras  dan  meleleh  lagi.  Oleh  karena  itu,  peneliti  mengangap
penting untuk mengetahui secara pasti gambaran  employee engagement di  Lonsum kantor cabang Medan.
Selanjutnya,  perlu  dipelajari  tentang  hal-hal  yang  terkait  dengan  employee engagement.  Salah  satu  model  konseptual  yang  berusaha  menjelaskan  dinamika
employee  engagement  adalah  Job  Demands-Resources  Model.  Model  ini diperkenalkan oleh Demerouti 2001. Model ini mengemukakan bahwa setiap jenis
pekerjaan apapun terdiri dari dua  aspek,  yaitu tuntutan  beban kerja job  demands dan sumber daya kerja job resources. Job demands mengacu pada aspek pekerjaan
yang  menuntut  usaha  terus  menerus  sehingga  dapat  memberi  efek  psikologis
Universita Sumatera Utara
maupun  fisiologis  bagi  karyawan.  Sedangkan  job  resources  mengacu  pada  aspek pekerjaan  yang  berfungsi  membantu  karyawan  mengatasi  job  demands  dan
konsekuensi  fisiologis  maupun  psikologis  yang  terjadi,  dan  menstimulasi pertumbuhan,  pembelajaran,  dan  pengembangan  personal  Demerouti,  2001.
Hakkanen  2008  menemukan  adanya  korelasi  negatif  yang  lemah  antara  job demands  dengan  employee  engagement.  Sedangkan  Llorens  2006  menemukan
hubungan  positif  antara  job  resources  dengan  employee  engagement.  Penelitian Hakkanen  dan  Llorens  diperkuat  oleh  Schaufeli  dan  Bakker  2004  menemukan
bahwa  ketika  job  demands  yang  tinggi  diimbangi  dengan  job  resources  yang  baik dari  perusahaan,  karyawan  akan  termotivasi,  tertantang,  dan  meningkatkan
engagement-nya. Job demands dapat terlihat dari konflik emosional, tekanan waktu, jam kerja
yang  tidak  beraturan,  beban  kerja  fisik,  maupun  desain  kerja  yang  buruk.  Job demands  tidak  selalu  merugikan,  hanya  saja  ketika  usaha  yang  dituntut  pekerjaan
melebihi  kapabilitas  karyawan,  energi  karyawan  akan  terkuras  dan  mengakibatkan burnout serta masalah kesehatan lainnya seperti kelelahan fatigue, iritabilitas, dan
meningkatnya  aktivitas  sistem  saraf  simpatis.  Schaufeli  dan  Bakker  2004;  Bakker et al., 2003; Hakanen et al., 2006; Llorens et al., 2006.
Selanjutnya  peneliti  menelusuri  job  demands  di  Lonsum  dengan mewawancarai  beberapa  karyawan  di  Lonsum.  Adapun  eviden  job  demands  di
Lonsum  antara  lain:  kuantitas  pekerjaan  yang  banyak  dalam  tenggat  waktu  yang sempit.  Hal  ini  terbukti  juga  dari  penambahan  jam  kerja,  dari  yang  awalnya  jam
Universita Sumatera Utara
07.30-16.00  menjadi  08.00-17.00.  Selain  kuantitas  dan  tekanan  waktu,  pekerjaan juga  menyebabkan  beban  emosional  dan  beban  kognitif  bagi  karyawan.  Hasil
observasi di departemen HR menunjukkan salah seorang karyawan menjadi mudah marah  dan  membanting  barang  ketika  didesak  untuk  mempercepat  pekerjaan.
Sedangkan  untuk  beban  kognitif  terlihat  dari  karyawan  yang  tidak  lagi  mampu menempatkan  prioritas  pekerjaan  dan  harus  memikirkan  banyak  item  pekerjaan
sekaligus. Berikut penuturannya: “Sekarang pun kerjanya udah gak benar, banyak kerjaan dan semuanya
urgent,  jadi  yang  mana  yang  mau  diutamakan.  Yang  benar  itu  kan  ada kerjaan gak semua urgent, jadi bisa menggali inovasi dan kreativitas.”
W60067-W60071 Hlm. 11
“Liat  lah  sekarang  aku  disini  jaga  interview,  tapi  pikiranku  kemana- mana,  sana  sini  tanya  aku  ini  rekrutmen  udah  sampe  mana  prosesnya,
ini  udah  medical  check-up  belum,  tolong  ini  segera,  semua  mau diutamakan,  sedangkan  pikiran  aku  harus  fokus  juga  untuk  interview,
mau  pecah  kepalaku.  Kalo  dulu  itu  kerjaan  ini  dibagi  dua,  jadi  E  yang ngurusin  seleksinya  mulai  dari  aplikasi  awal,  saya  yang  ngurus  proses
selanjutnya.” W40012-W40020 Hlm. 6
Perilaku  kerja  di  atas  menggambarkan  dimensi-dimensi  job  demands  yang dialami  karyawan  Lonsum  kantor  cabang  Medan,  antara  lain  beban  kerja  berlebih
work  overload,  beban  emosional  emotional  load,  dan  beban  kognitif  cognitive load. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut
gambaran dimensi-dimensi job demands tersebut di Lonsum kantor cabang Medan. Seperti  yang  telah  dijelaskan  sebelumnya  mengenai  model  Job  Demands-
Resources,  aspek  yang  berfungsi  mengatasi  konsekuensi  negatif  dari  job  demands
Universita Sumatera Utara
adalah  job  resources.  Job  resources  dapat  meliputi  upah,  dukungan  dari  atasan, umpan  balik  feedback,  kejelasan  peran  role  clarity,  otonomi  pekerjaan  job
autonomy, ataupun pemberdayaan dan lainnya Schaufeli dan Bakker, 2004. Kemudian  peneliti  menelusuri  job  resources  di  Lonsum  dengan
mewawancarai beberapa karyawan. Berdasarkan hasil wawancara, terlihat beberapa eviden  mengenai  kurang  baiknya  job  resources,  antara  lain  ketidakjelasan
pembagian tugas. Hal  ini  membuat  karyawan saling menyalahkan ketika  ada tugas yang tidak beres. Selain tugas yang tidak jelas, karyawan mengeluhkan rekan kerja
yang  tidak  banyak  membantu  di  saat  beban  kerja  sedang  tinggi.  Disamping  itu, karyawan juga mengeluhkan atasan yang dirasa kurang mendukung dan sebaliknya
menuntut  karyawan.  Terlebih  lagi  kurangnya  kesempatan  belajar  dari  perusahaan karena anggaran pelatihan telah dikurangi. Berikut penuturannya yang menunjukkan
job resources tersebut: “Itulah kemarin si F yang udah dikirim ke Jakarta. Dia seenak perutnya
saja  pergi.  Sekarang  aku  yang  kena  getahnya  ditanya  sana  sini,  aku yang  disalahkan  atas  kerjaannya  yang  gak  beres.  Yang  lain  gak  ada
yang mau tah
u, nutup sebelah mata.” W40026-W40027 Hlm. 6
“Udahlah  terserah  dia  ajalah  mau  gimana,  suka-suka  dia.  Sekarang mau pake SOP atau gak. Dia enak aja tinggal nuntut-nuntut. Semuanya
maunya dia.” W40039-W40042 Hlm. 7
“Dulu itu walau banyak kerjaan, masih ada refreshing course, kita ikut More  To  Precious  Than  Good,  sekarang  mana  ada  waktu.  Mulai  2010
itu udah berkurang, 2012 malah sama sekali gak ada lagi.” W60071-W60074 Hlm. 11
Universita Sumatera Utara
Perilaku  kerja  di  atas  menggambarkan  dimensi-dimensi  job  demands  yang dialami  karyawan  Lonsum  kantor  cabang  Medan,  yaitu  ketidakjelasan  peran,
kurangnya  dukungan  dari  atasan,  kurangnya  dukungan  dari  rekan  kerja  serta kurangnya  kesempatan  untuk  belajar.  Berdasarkan  hasil  wawancara  tersebut,
peneliti  ingin  mengetahui  lebih  lanjut  gambaran  dimensi-dimensi  job  resources role  clarity,  supervisory  support,  coworker  support,  dan  opportunities  to  learn
tersebut di Lonsum kantor cabang Medan. Employee  engagement  secara  signifikan  menentukan  efektivitas  perubahan
organisasi  Matthews,  2008.  Model  konseptual  yang  dapat  menjelaskan  employee engagement  adalah  Job  Demands-Resources  Model  Demerouti,  2001.  Oleh
karenanya,  penting  untuk  mengetahui  bagaimana  pengaruh  dimensi-dimensi  job demands  dan  dimensi-dimensi  job  resources  terhadap  employee  engagement  di
Lonsum kantor cabang Medan.
B.  RUMUSAN MASALAH