Pendidikan Karakter KAJIAN TEORI
32
mengembangkan keterampilan pribadi personal dalam membuat keputusan dan memilih berbagai hal dalam kehidupan, misalnya
pekerjaan, persahabatan, penggunaan waktu luang, kesehatan, penggunaan uang perilaku konsumen, kehidupan beragama. Menurut Brooks dan
Gooble seperti halnya yang dikutip Elmubarok 2008:112-113 dalam menjalankan pendidikan karakter terdapat tiga elemen yang penting yaitu:
prinsip, proses, dan praktek dalam pengajaran. Dalam menjelaskan prinsip itu maka nilai-nilai yang diajarkan harus tercantum dalam kurikulum
sehingga semua siswa paham benar tentang pendidikan karakter tersebut dan mampu menerjemahkannya dala perilaku nyata. Oleh karena itu
diperlukan pendekatan optimal untuk mengajarkan karakter secara efektif yang menurut Brooks dan Gooble adalah sebagai berikut:
a. Sekolah harus dipandang sebagai suatu lingkungan yang diibaratkan seperti pulau dengan bahasa dan budayanya sendiri. Namun sekolah
juga harus memperluas pendidikan karakter bukan saja kepada guru, staf, dan siswa, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat.
b. Dalam menjalankan kurikulum sebaiknya: a pengajaran tentang nilai- nilai berhubungan dengan sistem sekolah secara keseluruhan; b
karakter diajarkan sebagai subyek yang berdiri sendiri separate-stand alone subject namun diintegrasikan dalam kurikulum sekolah
keseluruhan; c seluruh staf menyadari dan mendukung tema nilai yang diajarkan.
c. Penekanan ditempatkan
untuk merangsang
bagaiman siswa
menterjemahkan prinsip nilai ke dalam bentuk perilaku prososial. Uraian di atas menunjukkan bahwa dimensi perilaku kemanusiaan
yang mencakup tiga hal paling mendasar yaitu, 1 dimensi afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, dan kompetensi estetis, 2
dimensi kognitif yang tercermin pada intelektualitas untuk menggali,
33
mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, 3 dimensi psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan
keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi motorik. Menurut John Dewey seperti halnya yang dikutip Sjarkawi2006:
38 yang menyatakan bahwa pendidikan karakter pada hakikatnya dilakukan melalui penanaman nilai: kejujuran dan tanggung jawab untuk
memperkuat kecenderungan sehingga menjadi kebiasaaan. Sebaliknya, pandangan yang beranggapan bahwa pilihan perilaku moral pada
hakikatnya bersifat rasional sebagai respon yang bersumber dan diturunkan dari pemahaman serta penalaran berdasarkan tujuan
kemanusiaan dan keadilan. Pendidikan karakter juga menggunakan pendekatan perkembangan kognitif, karena pendidikan karakter sebagai
pendidikan intelektual yang berpikir aktif dalam menghadapi isu-isu moral yang menetapkan suatu keputusan baik buruknya moral.
Menurut Azyumardi Azra 2002:173 pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak yaitu keluarga,
warga sekolah, dan lingkungan sekolah, serta masyarakat umum. Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyambung kembali
hubungan antara keempat lingkungan pendidikan. Pendidikan karakter tidak akan berhasil selama keempat lingkungan pendidikan tidak ada
kesinambungan dan harmonisasinya. Menurut Abdul Munip 2009: 13-14 menawarkan sembilan
karakter siswa disekolah yaitu, 1 cinta kepada Tuhan dan segenap
34
ciptaan-Nya, 2 kemandirian dan tanggung jawab, 3 kejujuranamanah, diplomatis, 4 hormat dan santun, 5 dermawan, suka tolong-menolong
dan gotong royongkerjasama, 6 percaya diri dan bekerja keras, 7 kepemimpinan dan keadilan, 8 baik dan rendah hati, 9 toleransi,
kedamaian, dan kesatuan. Pendidikan karakter menekankan pada kebiasaan berperilaku dan menganjurkan pengajaran yang nyata mengenai
kebaikan-kebaikan nilai-nilai karakter khusus. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Winton 2004:45 sebagai berikut:
“traditional character education, the most prevalent approach places a primacy on behavioural habits and advocates the explicit teaching of
specific character virtues. These virtues are purported differences, ethnc differences,
and socioeconomic
differences”pendidikan karakter
tradisional merupakan pendekatan yang paling lazim digunakan, menempatkan keunggulan pada kebiasaan berperilaku dan mendukung
pengajaran yang nyata terhadap kebaikan-kebaikan nilai-nilai karakter tertentu. Kebaikan-kebaikan ini merupakan pedoman untuk menjadikan
mnusia yang baik, yang dapat menghargai perbedaan budaya dan tingkat sosial ekonomi.
Dari pemikiran di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis untuk membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai ke dalam perilaku diri sendiri, sekolah, keluarga, lingkungan masyarakat, dan
kebangsaan, dalam bentuk perilaku jujur, adil, visoner, kerjasama, bertanggungjawab, displin, berdasarkan norma-norma agama, hukum,
sopan-santun, dan adat istiadat. Makna Pendidikan Karakter menurut Kementerian Pendidikan
Nasional 2010: 4 pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang
35
mengembangkan dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.
Sedangkan menurut Koesoema 2007: 250 pendidikan karakter merupakan nilai-nilai dasar yang harus dihayati jika sebuah masyarakat
mau hidup dan bekerja sama secara damai. Nilai-nilai seperti kebijaksanaan, penghormatan terhadap yang lain, tanggung jawab pribadi,
perasaan senasib, sependeritaan, pemecahan konflik secara damai, merupakan nilai-nilai yang semestinya diutamakan dalam pendidikan
karakter. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas
atau kegiatan ko-kulikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolahlingkungan.
2. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas
dasar pilihannya. Hal ini dikemukakan oleh Gordon Allport seperti halnya yang dikutip Rahmat Mulyana 2004: 9 bahwa nilai adalah keyakinan,
hasrat, motif, sikap, keinginan, dan kebutuhan. Oleh karena itu, keputusan benar-salah, baik-buruk, dan indah-takindah merupakan hasil dari
36
serentetan proses psikologis yang kemudian mengarahkan individu pada tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan nilai pilihannya.
Nilai-nilai karakter terwujud dalam kejujuran, tanggung jawab, kepedulian, dan semua perbuatan baik. Lickona 1991: 38 membedakan
nilai ke dalam dua kategori, seperti diungkapkan dibawah ini: “values are two kinds: moral and nonmoral. Moral values such as
honesty, responsibility, and fairness carry obligation. We feel obligated to keep a promise, pay our bills, care for our children and be fair in our
dealings with others. Moral values tell us what we ought to do. We must abide by them even when we’d rather not. Nonmoral values carry no such
obligation. They express what we want or like to do. I might personally value listening to classical music, for example, or radding a good novel.
But clearly i am not obligen to do so”, nilai ada dua macam, yaitu nilai moral dan nilai nonmoral. Nilai moral adalah rasa keharusan untuk
dilakukan, dalam hal kejujuran, tanggung jawab, kesungguhan dalam mengemban kewajiban, menepati janji, membayar tagihan, peduli pada
anak-anak, dan adil dalam membuat kesepakatan dengan pihak lain. Nilai moral mengajarkan apa yang seharusnya dikerjakan, meskipun kadang kita
tidak suka melakukannya. Sedangkan nilai nonmoral adalan nilai yang tidak menuntut keharusan untuk dilakukan, misalnya seseorang suka
mendengarkan musik klasik, atau suka membaca novel yang bagus tetapi tidak ada keharusan melakukan itu.
Menurut Spranger seperti halnya yang dikutip Moh. Shochib 1998: 34 nilai-nilai karakter adalah upaya pengembangan disiplin diri
yang mencangkup lima nilai yaitu: nilai ekonomis, sosial, politik, estetis, dan agama. Keterkaitan nilai-nilai ini merupakan konsep karakter yang
perlu dikembangkan pada diri peserta didik dengan bantuan orang dewasa. Pendidikan karakter merupakan tanggung jawab individu dan masyarakat,
seperti seperti yang diungkapan Lickona, Schaps, dan Lewis 2007:1 yaitu:
37
“character education asserts that the validity of these values, and our responsibility to uphold them, derive from the fact that such values affirm
our human dignity, promote the development and welfare of the individual person, serve the common good, meet the classical tests of reversibility
i.e., would you want all persons to act this way in a similar situation?, and inform our rights and responsibilities in a democractic society”,
validitas nilai-nilai pendidikan karakter adalah tanggung jawab kita untuk menegakkan
martabat nilai-nilai
kemanusian, meningkatkan
pembangunan, dan kesejahteraan individu, melayani masyarakat, dan memenuhi kebutuhan.
Nilai karakter menjadi acuan tingkah laku dalam berinteraksi dengan sesama sebagaimana dijelaskan Raven Zubaedi, 2006: 12, bahwa
nilai-nilai karakter merupakan seperangkat sikap individu yang dihargai sebagai suatu kebenaran dan dijadikan standar bertingkah laku guna
memperoleh kehidupan masyarakat yang demokratis dan harmonis. Menurut Kemdiknas 2010 nilai-nilai luhur yang dapat di dalam adat dan
budaya suku bangsa kita, telah dikaji dan dirangkum menjadi satu. Berdasarkan kajian tersebut telah teridentifikasi butir-butir nilai luhur yang
diinternalisasikan terhadap generasi bangsa melalui pendidikan karakter. Berikut adalah tabel daftar nilai-nilai utama yang dimaksud dan
deskripsinya:
Tabel 2.4 Nilai-nilai Yang Diinternalisasikan Dalam Pendidikan Karakter
Diadaptasi seperlunya dari Kemendiknas, 2010:9-10 No.
Nilai Deskripsi
1. Religius
Sikap dan
perilaku yang
patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,
dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang
didasarkan pada
upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
38
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan
tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Displin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh- sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan
belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dana
melakukan sesuatu
untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu
yang telah dimiliki. 7.
Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain dalam meyelesaikan tugas-tugas. 8.
Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa
Ingin Tau
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih dalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara
diatas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian,
dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan
orang lain.
14. Cinta Damai Sikap,
perkataan, dan
tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar
Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
39
M
Menurut Bertrens 2004: 139 bahwa nilai selalu mempunyai konotasi positif, nilai setidaknya memiliki tiga ciri: Pertama, nilai
berkaitan dengan subjek, kalau tidak ada subjek yang menilai maka tidak ada nilai. Kedua, nilai tampil dalam suatu konteks praktis, di mana subjek
ingin membuat sesuatu dengan pendekatan teoritis. Ketiga, nilai-nilai menyangkut sifat dan perilaku yang dimiliki oleh siswa. Apabila nilai
tidak dimiliki oleh siswa pada dirinya. Maka dapat menimbulkan nilai yang berbeda-beda karena nilai tidak bisa dilepaskan dari nilai moral.
Nilai moral memiliki ciri-ciri yaitu: 1 berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab, 2 berkaitan dengan hati nurani, 3 mewajibkan
manusia secara absolut yang tidak bisa ditawar-tawar, dan 4 bersifat formal.
Adapun beberapa nilai-nilai karakter menurut Doni Koesoema 2010:208-209 yaitu: 1 nilai keutamaan: manusia memiliki keutamaan
kalau ia menghayati dan melaksanakan tindakan-tindakan baik seperti nilai jujur, tanggung jawab, menghargai tata tertib sekolah dan nilai lainnya, 2
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah
terjadi.
17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang terjadi.
18. Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku sesorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia
lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan alam, sosial, dan budaya, negara
dan Tuhan Yang Maha Esa.
40
nilai keindahan: pada masa lalu, nilai keindahan ini ditafsirkan terutama pada keindahan fisik, berupa hasil karya seni, patung, bangunan, sastra,
dan lainnya. Nilai keindahan dalam tataran yang lebih tinggi, yang menyentuh dimensi interioritas manusia, yang menjadi penentu kualitas
dirinya sebagai manusia, 3 nilai cinta tanah air patriotisme, nilai perjuangan, dan 4 nilai demokrasi. Nilai inilah yang perlu dikembangkan
dalam pendidikan karakter. Nilai demokrasi termasuk di dalamnya kesediaan untuk berdialog, berunding, bersepakat dan mengatasi
permasalahaan konflik dengan cara-cara damai, sesuai ideologi bagi pembentukan tata masyarakat yang lebih baik, 5 nilai kesatuan, dalam
konteks berbangsa dan bernegara di Indonesia, nilai kesatuan ini menjadi dasar berdirinya Negara ini, yang menghidupi nilai perjuangan jiwa-raga.
Jiwa inilah yang menentukan apakah seorang itu sebagai individu merupakan pribadi yang baik atau tidak. Maka, nilai-nilai ini sangat vital
bagi pendidikan karakter, 6 nilai-nilai kemanusiaan, apa yang membuat manusia sungguh-sungguh manusiawi, itu merupakan bagian dari
keprihatinan setiap orang. Contohnya menghayati nilai-nilai kemanusiaan, tolong-menolong, plural dalam kultur agama, keadilan di depan hukum
kebebasan, dan lainnya. Menurut Darmiyati Zuchdi 2009:135 menyatakan bahwa
pengembangan nilai-nilai karakter yang fundamental sangat diperlukan dalam kehidupan sosial, antara lain kasih-sayang antar sesama umat,
kemauan untuk mencapai yang terbaik dengan cara-cara yang baik dan
41
kesenangan bekerja sama untuk kemajuan bersama. Nilai-nilai inilah yang merupakan prasyarat bagi terbangunnya sekolah maju dan damai.
Pembelajaran pendidikan karakter di sekolah harus memiliki nilai kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan sebagai mana dijelaskan oleh Joel
2005: 179 berikut ini: “character education holds, as a starting philosophical principle, that
there are widely shared, privotally important core ethical values—such as caring honesty, fairness, responsibility and respect for selft and others—
that form the basic of good character. A school committed to character education explicitly names and publicly stands for these values;
promulagates them to all members of the school community; defines them in terms of behaviors that can be observed in the life of the school; models
these values; studies and discusses them; uses them as the basis of human relations in the school; celebrates their manifestations in the school and
community; and upholds them by making all school members accountable to standards of conduct consistent with core values”, pendidikan
karakter, sebagai prinsip filosofis awal, mempercayai bahwa ada banyak persamaan nilai-nilai etika yang utama, sangat penting seperti kepedulian,
kejujuran, tanggung jawab, keadilan, dan menghormati orang lain, dapat membentuk karakter dasar yang baik. Suatu sekolah yang komitmen
terhadap pendidikan karakter eksplisit menamakan dan menegakkan nilai- nilai perilaku, menyebarluaskan kepada semua anggota komunitas
sekolah, mendefinisikan nilai-nilai tersebut dalam batasan perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah, dan menjadi contoh nilai-nilai
tersebut, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar hubungan manusia di sekolah, dan menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut
dengan membuat semua warga sekolah bertanggungjawab terhadap standar tingkah laku yang konsisten dengan nilai-nilai dasar.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses pembentukan karakter siswa dapat dilakukan dengan prinsip moral
knowing kognitif, yakni memberikan konsep secara kognitif mengenai nilai-nilai, kemudian moral felling afektif yakni memberikan fasilitas
42
kepada siswa agar mampu merasakan dan mempertimbangkan mengenai nilai-nilai hingga mereka yakin akan pilihannya, dan moral action
konasi, yakni membantu anak-anak untuk berperilaku atas nilai-nilai yang telah mereka pahami dan yakini. Pendekatannya adalah pendekatan
secara komprehensif, yakni dimulai dengan cara inkulkasi, keteladanan, fasilitasi, dan terakhir pengembangan keterampilan atas nilai-nilai yang
dipelajari. 3. Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan karakter ini dalam rangka untuk memperbaiki kemerosotan moral. Menurut Foerster seperti halnya yang dkutip
Koesoema 2010:42 tujuan pendidikan karakter adalah untuk membentuk perilaku seseorang secara utuh. Karakter merupakan sesuatu kualifikasi
pribadi seseorang sebagai kesatuan dan kekuatan atas keputusan yang diambilnya.
Tujuan pendidikan karakter adalah memperbaiki watak pribadi individu. Hal demikian seperti yang dikemukakan oleh Arthur 2003:11,
yang menyatakan bahwa: “The aim of the institute was to ‘improve the habits, dispositions and general character’ of the children”, pendidikan
karakter bertujuan untuk memperbaiki kebiasaan, watak, dan karakter pada anak-anak.
Menurut Nurul Zuriah 2008: 64-65, tujuan pendidikan karakter yaitu memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan
mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasikan nilai,
43
mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya nilai mulia dalam diri siswa serta mewujudkannya dalam
perilau sehari-hari. Esensi tujuan pendidikan karakter tersebut perlu dijabarkan dalam pengembangan program pembelajaran instruksional
dan sumber belajar setiap mata pelajaran yang relevan. Tujuannya agar siswa mampu menggunakan pengetahuan, nilai, dan keterampilan dari
mata pelajaran itu sebagai wahana yang memungkinkan tumbuh dan berkembang serta terwujudnya sikap dan perilaku yang baik, yaitu jujur,
toleransi, dan bertanggung jawab. Selain itu, tujuan yang dijabarkan secara instrumental manajerial perlu dijabarkan dalam rangka membangun
tatanan dan iklim sosial budaya dan dunia persekolahan yang berwawasan dan memancarkan akhlak mulia sehingga lingkungan dan sekolah menjadi
teladan atau model pendidikan karakter secara keseluruhan. Tujuan pendidikan karakter mencakup dua aspek yaitu nilai hasil
belajar yang tinggi sebagai ukuran pencapaian tujuan kurikulum. Hal ini lebih lengkap dijelaskan Jarolimek Foster seperti halnya yang dikutip
Nurul Zuriah 2008: 66 bahwa: tujuan pendidikan karakter yaitu pencapaian tujuan yang umum dan khusus. Kedua tujuan pembelajaran ini
menekankan pada kegiatan ekstrakurikuler dan intrakurikuler. Sedangkan menurut Sjarkawi 2006: 39 pendidikan karakter
bertujuan membina perilaku siswa yang baik sehingga berguna bagi setiap orang. Artinya, pendidikan karakter bukan sekedar memahami aturan
benar-salah atau mengetahui tentang ketentuan baik-buruk, tetapi harus
44
benar-benar terwujud dalam perilaku moral yang baik pada diri siswa dan mengimplementasikan kepada masyarakat dan keluarga.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka tujuan yang harus dicapai pendidikan karakter adalah: 1 siswa memahami nilai-nilai karakter di
lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah; 2 siswa mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisten dalam mengambil
keputusan di tengah-tengah rumitnya kehidupan saat ini, 3 siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara rasional dalam
membuat keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbangan sesuai dengan norma-norma sosial; 4 siswa mampu menggunakan pengalaman
nilai dan tujuan karakter bagi pembentukan kesadaran dalam pola perilaku yang berguna dan bertanggung jawab atas tindakannya.
4. Implementasi pendidikan karakter Berdasarkan kerangka desain yang dikembangkan Kemendiknas
2010, secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia
kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik dalam konteks interaksi sosial kultur dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat dan berlangsung
sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial kultur tersebut dapat dikelompokkan dalam: olah hati
spiritual and emotional development, olah pikir intellectual development, olah raga dan kinestetik physical and kinestetic
development, dan menurut olah rasa dan karsa affective and creativity
45
development, yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 2.5 Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis
dan sosial-kultural
OLAH PIKIR Cerdas
OLAH HATI Jujur
Bertanggung jawab OLAHRAGA KINESTETIK
Bersih, Sehat, Menarik OLAH RASA dan KARSA
Peduli dan Kreatif
Keempat kelompok konfigurasi karakter tersebut memiliki unsur-unsur dari karakter inti sebagai berikut:
Tabel 2.6 Kelompok konfigurasi karakter
No. Kelompok Konfigurasi
Karakter Karakter Inti
1 Olah Hati
Religius Jujur
Tanggung jawab Peduli sosial
Peduli lingkungan 2
Olah Pikir Cerdas
Kreatif 3
Olahraga Sehat
Bersih 4
Olah Rasa dan Karsa Peduli
Kerja sama gotong royong
Para pakar telah mengungkapkan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hers, et al. 1980, di antara berbagai teori yang
berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi
46
nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial.
Berbeda dengan
klasifikasi tersebut,
Elias 1989
mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pedekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku.
Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berdasarakan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan berdasarkan
norma-norma agama, hukum. Pendidikan karakter dalam seting sekolah memiliki tujuan sebagai berikut Kusuma, 2011:9 :
a. Menguatkan dan membanggakan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadiankepemilikan peserta
didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan; b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak berkesesuaian dengan
nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah; c. Membangun koneksi yag harmoni dengan keluarga dan masyarakat
dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
Tujuan pertama pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam
perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah setelah lulus dari sekolah. Oleh karena itu pendidikan karakter adalah
47
proses yang tidak pernah berhenti dan harus berjalan terus. Pendidikan karakter bukanlah sebuah proyek yang ada awal dan akhirnya, pendidikan
karakter diperlukan agar setiap individu menjadi orang yang lebih baik, menjadi warga masyarakat yang lebih baik dan menjadi warga negara
yang lebih baik norma, budaya, dan adat istiadat Gede Raka, 2011:xi.