Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

24 menghubungkan dan meluaskan informasi tersebut untuk mencapai tujuan atau mencari jawaban dari situasi yang membingungkan. Tran Vui 2001:5 sebagaimana dikutip oleh R. Rosnawati 2009 mendefinisikan kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagai berikut: “higher order thinking occurs when a person takes new information and information stored in memory and interrelates andor rearranges andextends this information to achieve a purpose or find possible answers in perplexing situations”. kemampuan berpikir tingkat tinggi akan terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi baru dengan informasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya dan menghubung-hubungkannya danatau menata ulang serta mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai suatu tujuan ataupun menemukan suatu penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit dipecahkan. Thomas dan Thorne 2005 sebagaimana dikutip oleh R. Rosnawati 2009 menyatakan bahwa : “higher order thinking is thinking on higher level that memorizing facts or telling something back to someone exactly the way the it was told to you. When a person memorizies and gives back the information without having think about it. That’s because it’s much like a robot; it does what it’s programmed to do, but it doesn’t think of itself” berpikir tingkat tinggi adalah berpikir dalam level yang tinggi dalam mengingat fakta-fakta atau menceritakan sesuatu yang telah lampau kepada seseorang dengan tepat sesuai dengan yang telah dia ceritakan padamu. Saat seseorang mengingat informasi tanpa harus berpikir tentang itu maka itu seperti robot; mereka melakukan hal itu karena memang sudah terprogram seperti itu; tanpa berpikir untuk mengingat itu. Sejalan dengan pendapat kedua ahli tersebut, maka sejatinya berpikir tingkat tinggi merupakan berpikir pada level yang tinggi, dimana seseorang tidak hanya sekedar mengingat saja akan tetapi mampu 25 menyimpan dan mengolah informasi yang telah didapatkan dan digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau suatu pertanyaan yang ada. Newman 1991 sebagaimana dikutip Ghasempour et.al 2012, menyatakan bahwa : “higher order thinking is defined broadly as challenge and expanded use the mind when a person must intepret, analyze, or manipulate information, because a question needs to be answered” berpikir tingkat tinggi merupakan tantangan untuk memperluas pemikiran seseorang ketika seseorang harus mengintepretasikan, menganalisis, dan memanipulasi informasi, karena sebuah pertanyaan yang harus dijawab. FJ King et.al 1998 dalam jurnal menyatakan bahwa: “higher order thinking skills include critical, logical, reflective, matacognitive, and creative thinking. They are activated when individuals encounter unfamiliar problems, uncertainties, questions, or dilemmas. Successful applications of the skills result in explanations, decisions, performances, and products that are valid within the context of available knowledge and experience and that promote continued growth in these and other intellectual skills” keterampilan berpikir tingkat tinggi termasuk kritis, logis, refleksif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Hal tersebut aktif saat seseorang menghadapi masalah yang tidak biasa, ketidakpastian, persoalan atau dilema. Suksesnya pengaplikasian dari keterampilan itu dapat menghasilkan penjelasan, pilihan, dan pertunjukan dan produk yang valid dengan konteks ilmu dan pengalaman dan hal itu memajukan keberlanjutan berkembangnya kemampuan ini dan kemampuan intelektual yang lainnya. Stein dan Lane 1996 dikutip oleh Tony Thomson 2008 mendefinisikan berpikir tingkat tinggi adalah the use of complex, nonalgorithmic thinking to solve a task in which there is not a predictable, well-rehearsed approach or pathway explicitly suggested by the task, task instruction, or a worked out example” berpikir tingkat tinggi menggunakan pemikiran yang kompleks, non algorithmic untuk 26 menyelesaikan suatu tugas, ada yang tidak dapat diprediksi, menggunakan pendekatan yang berbeda dengan tugas yang telah ada dan berbeda dengan contoh. Senk, et al 1997 dikutip oleh Tony Thomson dalam Jurnal International Electronic Journal of Mathematics Education 2008 menjelaskan karakteristik berpikir tingkat tinggi sebagai “solving tasks where no algorithm has been taught, where justification or explanation are required, and where more than one solution may be possible” berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan untuk menyelesaikan tugas- tugas dimana tidak ada algoritma yang telah diajarkan, yang membutuhkan justifikasi atau penjelasan dan mungkin mempunyai lebih dari satu solusi yang mungkin. 2. Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Menurut Krathwohl 2002 menyatakan bahwa indikator untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi: a. Menganalisis 1 Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya 2 Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuat skenario yang rumit. 3 Mengidentifikasimerumuskan pertanyaan. 27 b. Mengevaluasi 1 Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. 2 Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian 3 Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. c. Mengkreasi 1 Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu. 2 Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah. 3 Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya. 3. Proses Berpikir Tingkat Tinggi Berikut ini merupakan proses berpikir tingkat tinggi seperti yang dideskripsikan oleh Anderson dan Krathwohl 2001. Tabel 2.3 Cognitive Process Dimension Categories and cognitive processes Alternative names Definitions ANALYZE- break material into its constituent parts and determine how the parts relate to one another and to an overall structure or purpose 1. Differentiating Discriminating, distinguishing, focusing Distinguishing relevant or important from irrelevant or unimportant parts of presented material 2. Organizing Finding coherence, integrating, outlining Determining how elements 3. Attributing Deconstructing Determine a point of view, bias, vakues, or intent underlying presented material EVALUATE- make judgments based on criteria and standars 28 Categories and cognitive processes Alternative names Definitions 1. Checking Coordinating, detecting, monitoring, testing Detecting inconsistencies between a product and external criteria; detecting the appropriateness of a procedure for a given problem 2. Critiquing Judging Detecting inconsistencies between a product and external criteria; detecting the appropriateness of a procedure for a given problem CREATE- Put elements together to form a coherent of functional whole; reorganize elements into a new pattern or structure 1. Generating Hypothesizing Coming up with alternative hypotheses based on criteria 2. Planning Designing Devising a procedure for accomplishing some task 3. Producting Constructing Inventing a product 4. Konsep Dasar Utama Berpikir Tingkat Tinggi Berpikir adalah aktifitas mencurahkan daya pikir untuk maksud tertentu. Berpikir adalah identitas yang memisahkan status kemanusiaan manusia dengan lainnya. Dalam dunia pendidikan berpikir merupakan bagian dari ranah kognitif, dimana dalam hirarki Bloom 1956 terdiri dari tingkatan-tingkatan. Bloom mengkalisifikan ranah kognitif ke dalam enam tingkatan: 1 pengetahuan knowledge; 2 pemahaman comprehension; 29 3 penerapan application; 4 mengalisis analysis; 5 mensintesakan synthesis; dan 6 menilai evaluation. Keenam tingkatan ini merupakan rangkaian tingkatan berpikir manusia. Berdasarkan tingkatan tersebut, maka dapat diketahui bahwa berpikir untuk mengetahui merupakan tingkatan berpikir yang paling bawah lower sedangkan tingkatan berpikir paling tertinggi higher adalah menilai. 5. Karakteristik Berpikir Tingkat Rendah Dan Berpikir Tingkat Tinggi Menurut tingkatannya ada dua jenis cara berpikir yaitu berpikir tingkat rendah lower-order thinking dan berpikir tingkat tinggi higher- order thinking. Berikut ini merupakan uraian dari masing-masing istilah tersebut, 1 Bloom Ruseffendi, 1991: 200 mengemukakan bahwa berpikir tingkat rendah meliputi tiga aspek pertama dari ranah kognitif yaitu aspek pengetahuan knowledge, pemahaman comprehension, dan aplikasi application. Selanjutnya Ruseffendi 1991 memberikan penjelasan kepada masing-masing aspek tersebut yaitu pengetahuan berkenaan dengan hapalan dan ingatan, misalnya hapal atau ingat tentang simbol, istilah, fakta, konsep, definisi, dalil, prosedur, pendekatan, dan metode. Pemahaman berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu tetapi tahap pengertiannya masih rendah, misalnya mengubah informasi ke dalam bentuk paralel yang lebih bermakna, memberikan interpretasi, semua itu dilakukan atas perintah.Pemahaman ada tiga macam yaitu pengubahan translation, pemberian arti interpretation, dan pembuatan ekstrapolasi extrapolation. Aplikasi 30 adalah kemampuan siswa menggunakan apa yang diperolehnya dalam situasi khusus yang baru dan konkrit. Ruseffendi 1991: 220 mengemukakan bahwa tiga ranah kognitif terakhir dari Bloom yaitu aspek analisis, sintesis dan evaluasi, termasuk pada aspek berpikir tingkat. Lebih jauh Ruseffendi 1991, 222 memaparkan masing-masing aspek tersebut. Menganalisis adalah kemampuan memisahkan materi ke dalam bagian-bagian yang perlu, mencari hubungan antara bagian-bagian, mampu melihat komponen- komponan, bagaimana komponen-komponen itu berhubungan dan terorganisasikan, kemampuan menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin. Selanjutnya yang dimaksud sisntesis adalah kemampuan bekerja dengan bagian-bagiannya, unsur-unsurnya dan menyusun menjadi suatu kebulatan baru seperti pola dan struktur. Aspek terakhir adalah evaluasi, merupakan aspek yang meliputi aspek-aspek sebelumnya.

C. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter dan Makna Pendidikan Karakter Kata “character”berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave melukis, menggambar, seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah “pola perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang‟. Setelah 31 melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitar dirinya. Makna dari pengertian pendidikan karakter yaitu merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan bersama–sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli Daryanto, 2013:65. Menurut Wynne seperti halnya yang dikutip Darmiyati Zuchdi dkk, 2009, 10-11 menyebutkan pengertian karakter yaitu: sesorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku baik. Istilah pendidikan karakter erat kaitannya dengan personaliti seseorang bisa disebut “orang yang berkarakter” a person of character apabila orang itu berperilaku baik yang sesuai kaidah moral. Maka bukan saja aspek “knowing the good” moral knowing tetapi juga “desiring the good atau loving the good” moral felling dan “acting the good” moral action. Santrock 2008: 105 mendifiniskan pendidikan karakter sebagai: “Character education is a direct approach to moral education that involves teaching students basic moral literacy to prevent them from engaging in immoral behavior and doing harm to themselves or other”adalah pendekatan langsung untuk pendidikan moral yaitu mengajari murid dengan pengetahuan moral dasar untuk mencegah mereka melakukan tindakan tak bermoral dan membahayakan orang lain dan dirinya sendiri Menurut Kirschenbaum seperti halnya dikutip Darmiyati Zuchdi, dkk. 2009:62 pendidikan karakter sangat diperlukan dalam 32 mengembangkan keterampilan pribadi personal dalam membuat keputusan dan memilih berbagai hal dalam kehidupan, misalnya pekerjaan, persahabatan, penggunaan waktu luang, kesehatan, penggunaan uang perilaku konsumen, kehidupan beragama. Menurut Brooks dan Gooble seperti halnya yang dikutip Elmubarok 2008:112-113 dalam menjalankan pendidikan karakter terdapat tiga elemen yang penting yaitu: prinsip, proses, dan praktek dalam pengajaran. Dalam menjelaskan prinsip itu maka nilai-nilai yang diajarkan harus tercantum dalam kurikulum sehingga semua siswa paham benar tentang pendidikan karakter tersebut dan mampu menerjemahkannya dala perilaku nyata. Oleh karena itu diperlukan pendekatan optimal untuk mengajarkan karakter secara efektif yang menurut Brooks dan Gooble adalah sebagai berikut: a. Sekolah harus dipandang sebagai suatu lingkungan yang diibaratkan seperti pulau dengan bahasa dan budayanya sendiri. Namun sekolah juga harus memperluas pendidikan karakter bukan saja kepada guru, staf, dan siswa, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. b. Dalam menjalankan kurikulum sebaiknya: a pengajaran tentang nilai- nilai berhubungan dengan sistem sekolah secara keseluruhan; b karakter diajarkan sebagai subyek yang berdiri sendiri separate-stand alone subject namun diintegrasikan dalam kurikulum sekolah keseluruhan; c seluruh staf menyadari dan mendukung tema nilai yang diajarkan. c. Penekanan ditempatkan untuk merangsang bagaiman siswa menterjemahkan prinsip nilai ke dalam bentuk perilaku prososial. Uraian di atas menunjukkan bahwa dimensi perilaku kemanusiaan yang mencakup tiga hal paling mendasar yaitu, 1 dimensi afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, dan kompetensi estetis, 2 dimensi kognitif yang tercermin pada intelektualitas untuk menggali,

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN SAINTIFIK TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Studi pada Siswa Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran di SMK Negeri 11 Bandung).

0 2 53

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa : survei pada 5 SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kabupaten Sleman.

0 2 160

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa.

0 0 2

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa.

0 0 2

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa studi kasus pada 2 SMK Negeri dan 4 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis

0 0 190

Implementasi proses pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 menurut persepsi guru : studi kasus pada guru mata pelajaran akuntansi SMK negeri dan swasta bidang keahlian bisnis dan manajemen program keahlian akuntansi se-Kabupaten Sleman.

0 0 273

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa studi kasus pada 6 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Pr

0 0 165

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa survei pada 6 SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahli

0 1 244

Pengembangan multimedia interaktif untuk menumbuhkan motivasi siswa SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen pada pembelajaran akuntansi.

0 2 200

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa

0 1 158