28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni yang dilakukan perlakuan terhadap sejumlah variabel penelitian. Rancangan penelitian
ini termasuk rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi
dosis pemberian FHEMM yang dibuat dalam 3 peringkat dosis. b.
Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar albumin serum tikus betina galur Wistar terinduksi karbon
tetraklorida setelah pemberian jangka panjang FHEMM.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Hewan uji yang digunakan yaitu tikus
betina galur Wistar dengan berat badan 130-180 g dan berumur 2-3 bulan, frekuensi pemberian FHEMM satu kali sehari selama enam
hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama, cara pemberian FHEMM secara per oral dan karbon tetraklorida secara
intraperitonial, dan bahan uji yang digunakan berupa daun M. tanarius L. yang diperoleh dari daerah Paingan, Depok, Sleman,
Yogyakarta.
b. Variabel pengacau tak terkendali. Kondisi patologis dari tikus betina
galur Wistar yang digunakan sebagai hewan uji.
3. Definisi operasional
a. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius. Ekstrak kental yang diperoleh
dengan mengekstraksi serbuk kering daun M. tanarius seberat 40,0 g yang dilarutkan dalam 200,0 mL pelarut metanol-air secara maserasi
selama 24 jam. Kemudian disaring dengan kertas saring, dievaporasi dan diuapkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 50ºC, hingga
bobot pengeringan tetap. b.
Fraksi heksan-etanol daun M. tanarius. Fraksi dihasilkan dari proses maserasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius L. Sejumlah ekstrak
pekat yang diperoleh, ditimbang dan dilarutkan dengan pelarut heksan-etanol 1:1 dimana perbandingan antara pelarut dan ekstrak
pekat adalah 1:5. Setelah dilarutkan dalam labu erlenmeyer, dilakukan penggojogan menggunakan shaker selama 24 jam.
Kemudian disaring menggunakan corong buchner yang dilapisi kertas saring dengan bantuan pompa vakum lalu dioven selama 24
jam pada suhu 50°C hingga bobot pengeringan tetap. c.
Kadar albumin. Kemampuan FHEMM pada dosis tertentu untuk meningkatkan kadar albumin yang signifikan dibanding kontrol
hepatotoksin pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
d. Jangka panjang. Pemberian FHEMM satu kali sehari selama enam
hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama.
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus betina
galur Wistar dengan berat badan 130-180 g dan umur 2-3 bulan yang diperoleh dari dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. b.
Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius L. yang diperoleh dari daerah Paingan, Depok, Sleman, Yogyakarta.
2. Bahan kimia
a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang
diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Kontrol negatif yang digunakan CMC-Na 1.
c. Pelarut hepatotoksin digunakan olive oil Bertolli®.
d. Pelarut ekstrak digunakan metanol teknis dan aquadest yang diperoleh
dari toko CV General Labora dekat rs. Sardjito Yogyakarta. e.
Etanol teknis diperoleh dari toko CV General Labora dekat rs. Sardjito
Yogyakarta f.
Heksan teknis diperoleh dari toko CV General Labora dekat rs. Sardjito Yogyakarta
g. Reagen serum Albumin BCG Thermo Scientific
Komposisi dan konsentrasi dari reagen Albumin BCG Thermo Scientific yang digunakan adalah sebagai berikut.
Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen Albumin BCG Komposisi
Konsentrasi
Brom Cresol Green 0,27 mmolL
TRIS 55 mmolL
Succinic Acid 100 mmolL
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven, timbangan analitik, mesin penyerbuk, sendok kayu, ayakan, beaker glass, gelas ukur, batang
pengaduk, cawan porselin, penangas air, rotary evaporator, shaker, corong Buchner, erlenmeyer, stopwatch, kertas saring, labu alas bulat, labu ukur, pipet
tetes, pipet volume, pipa kapiler, spuit injeksi per oral, syringe 3 cc Terumo®, syringe 1 cc Terumo®, moisture balance, dan syringe 6 cc Terumo®.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman M. tanarius
Determinasi tanaman M. tanarius dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri morfologi M. tanarius dengan buku acuan determinasi. Determinasi
dilakukan di Unit II Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang masih segar dan berwarna hijau, tidak berlubang, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua,
diperoleh dari daerah Paingan, Depok, Sleman, Yogyakarta pada bulan Februari.
3. Pembuatan serbuk
Daun M. tanarius dicuci bersih dibawah air mengalir. Setelah bersih, daun diangin-anginkan atau dilap dengan lap bersih hingga daun tidak tampak
basah kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven. Tujuan dari pengeringan adalah melindungi daun dari kerusakan sinar matahari langsung.
Pengeringan dengan oven dilakukan pada 40ºC selama 72 jam.
Setelah kering daun diremas kecil-kecil dan dibuat serbuk lalu diayak dengan ayakan nomor
50. Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, 1989 supaya
kandungan fitokimia yang terkandung dalam daun M. tanarius lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin
besar. 4.
Penetapan kadar air serbuk kering daun M. tanarius
Penetapan kadar air dilakukan termopan, yaitu dengan menguji susut penguapan dari simplisia serbuk daun M. tanarius berdasarkan Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia 1989, penetapan kadar air secara sederhana menggunakan alat moisture balance.
Pengujian dilakukan dengan cara memasukkan sampel kurang lebih 5 g sampel dan menimbang bobot serbuk sebagai bobot sebelum pemanasan
bobot a. Kemudian alat dipanaskan pada suhu 110ºC selama 15 menit, dan setelah itu menimbang bobot serbuk setelah pemanasan bobot b. Selisih
bobot a dan b merupakan kadar air dari serbuk yang diselidiki. Penetapan
kadar air dilakukan perhitungan pada serbuk setelah pemanasan untuk memenuhi standarisasi simplisia yang ditentukan. Penetapan kadar air pada
ekstrak dan fraksi tidak dilakukan dalam penelitian.
5. Pembuatan FHEMM
Sebanyak 40,0 g serbuk kering daun M. tanarius diekstraksi secara maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 100 mL pelarut metanol dan 100
mL pelarut aquadest pada suhu kamar selama 24 jam. Tujuan dilarutkan dalam pelarut metanol-air agar senyawa kimia yang terkandung dalam daun
M. tanarius dapat larut dalam pelarut. Setelah itu dilakukan perendaman dan penggojogan menggunakan shaker, hasil maserasi disaring menggunakan
corong buchner dilapisi kertas saring. Larutan hasil saringan dipindahkan dalam labu alas bulat untuk dievaporasi. Tujuan proses evaporasi adalah
menguapkan cairan penyari pada proses maserasi. Prinsip alat vaccum evaporator adalah menguapkan pelarut dengan suhu rendah dan berputar
dengan menggunakan tekanan tinggi untuk membantu proses penguapan. Hasil evaporasi dituangkan dalam cawan porselin yang telah ditimbang
sebelumnya, agar mempermudah perhitungan rendemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan porselin yang berisi larutan hasil maserasi dimasukkan
dalam oven untuk diuapkan selama 24 jam dengan suhu 50ºC untuk mendapatkan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang kental dengan bobot
pengeringan ekstrak yang tetap. Selanjutnya
pembuatan FHEMM
dilakukan secara
maserasi menggunakan dengan heksan-etanol 1:1. Ekstrak pekat ditimbang dan
dilarutkan dengan pelarut heksan-etanol 1:1 ke dalam labu erlenmeyer dimana volume pelarut disesuaikan dengan bobot ekstrak 1:5. Hasil maserasi
disaring menggunakan kertas saring dan corong buchner dengan bantuan pompa vakum. Hasil saringan diuapkan menggunakan rotary evaporator dan
kemudian dimasukkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 50°C hingga didapat bobot tetap fraksi.
Menghitung rata-rata rendemen enam replikasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius kental yang telah dibuat.
Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong
Rata-rata rendemen =
6. Pembuatan larutan sediaan FHEMM
Larutan FHEMM dilarutkan dalam CMC-Na 1 dengan perbandingan 1:5. Sebanyak 0,6 g FHEMM dilarutkan dalam 20 mL CMC-Na 1,
kemudian dimasukkan dalam labu ukur 25 mL, dan diadd sampai tanda batas.
7. Pembuatan larutan CMC-Na 1 sebagai pelarut FHEMM
Ditimbang sebanyak 5,0 gram CMC-Na, kemudian dilarutkan menggunakan aquadest 400,0 mL dan didiamkan selama 24 jam hingga
CMC-Na mengembang. Larutan tersebut kemudian diadd dengan aquadest hingga 500,0 mL pada labu ukur 500,0 mL.
8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida CCl
4
Larutan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida, dibuat dalam konsentrasi 50 dengan perbandingan karbon tetraklorida dan
olive oil sebagai pelarut 1:1 Janakat and Al-Merie, 2002.
9. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis toksin karbon tetraklorida. Dosis karbon tetraklorida
sebagai hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Janakat dan Al-Merie 2002, bahwa dosis 2mgkgBB terbukti
mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST dan penurunan kadar albumin pada tikus bila diberikan secara intraperitonial.
b. Penetepan dosis FHEMM. Penetapan dosis FHEMM dapat ditentukan
dengan melakukan orientasi dosis. Dosis tertinggi yang dapat ditetapkan yaitu 137,14 mgkgBB. Peringkat dosis II ditetapkan dengan menurunkan
seperdua dari dosis tertinggi ½ x 2 mL350 gBB=68,57 mgkgBB dan peringkat dosis I ditetapkan dengan menurunkan seperdua dari peringkat
dosis II ½ x 1 mL350 gBB= 34,28 mgkgBB. c.
Penetapan waktu pencuplikan darah. Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu
pada jam ke –0, 24, dan 48 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Setiap
kelompok perlakuan terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata. Kemudian aktivitas
ALT serum tikus yang terinduksi karbon tetraklorida diukur.
10. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Sejumlah tiga puluh ekor tikus betina galur Wistar dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan masing-masing sejumlah lima ekor tikus.
a. Kelompok I kontrol negatif diberi CMC-Na 1 selama enam hari
berturut-turut, pada jam ke-24 setelah pemberian diambil darahnya pada
daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan kadar albumin. b.
Kelompok II kontrol hepatotoksin diberi hepatotoksin karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil secara i.p, pada jam ke-24
setelah pemberian diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan kadar albumin.
c. Kelompok III kontrol ekstrak dosis 3 diberi FHEMM dengan dosis
137,14 mgkgBB selama enam hari berturut-turut secara per oral, dan setelah 24 jam pemberian hari ke enam diambil darahnya pada daerah
sinus orbitalis mata untuk penetapan kadar albumin d.
Kelompok IV, V, VI kelompok perlakuan diberi FHEMM dosis 1, 2 dan 3 masing-masing 34,28; 68,57; dan 137,14 mgkgBB secara per oral
sekali sehari selama enam hari berturut-turut, setelah itu diberi karbon tetraklorida secara i.p pada hari ke tujuh. Pada jam ke-24 setelah
pemberian karbon tetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan kadar albumin.
11. Pengukuran albumin
Pengukuran kadar albumin dilakukan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta menggunakan alat Architect c8000 dengan reagen albumin Brom
Cresol Green BCG. Kadar albumin dinyatakan dalam satuan mgdL.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data kadar albumin dianalisis dengan Saphiro Wilk melalui program IBM SPSS Statistic 22 untuk mengetahui normalitas data pada masing-masing
kelompok perlakuan. Nilai normal suatu data ditunjukkan dengan nilai p0,05. Apabila hasil analisis statistik Saphiro Wilk kadar serum albumin menunjukkan
distribusi data normal p0,05, dilanjutkan dengan analisis One Way Anova dengan taraf kepercayaan 95 untuk mengetahui perbedaan masing-masing
kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan masing-
masing antar kelompok bermakna signifikan p≤0,05 atau tidak bermakna tidak signifikan p0,05. Jika didapatkan distribusi tidak normal,
maka dilakukan analisis data menggunakan uji Kruskal Wallis untuk melihat homogenitasnya, dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat
perbedaan antar kelompok bermakna.
38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pemberian FHEMM daun Macaranga. tanarius L. serta adanya kekerabatan dosis pemberian
FHEMM M. tanarius L. terhadap kadar albumin tikus betina galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida CCl
4
. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya mengenai efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air
daun M. tanarius L. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi CCl
4
. Penelitian ini menggunakan parameter albumin sebagai tolak ukur kerusakan hati steatosis.
A. Penyiapan Bahan
1. Hasil determinasi tanaman
Tujuan dilakukannya determinasi tanaman adalah untuk memastikan bahwa daun yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun M. tanarius L.
Penelitian ini menggunakan serbuk kering daun M. tanarius L. yang sebelumnya dilakukan determinasi menggunakan satu tanaman utuh. Determinasi dilakukan di
Unit II Fakultas Farmasi, bagian Biologi Tanaman, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri morfologis tanaman sampai ketingkat spesies. Berdasarkan hasil determinasi dibuktikan
bahwa benar daun yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun M. tanarius L. Hasil ini terlampir pada lampiran 5.