Dari hasil diatas dapat dinyatakan bahwa terjadi penurunan kadar albumin pada
jam ke-24. Berdasarkan hasil diatas, dapat diketahui bahwa pemejanan karbon
tetraklorida dengan dosis 2 mLkgBB yang diberikan pada hewan uji dalam penelitian ini memiliki efek hepatotoksin yaitu mampu menurunkan kadar
albumin serum. Kontrol hepatotoksin dibandingkan dengan kontrol CMC-Na 1 memiliki perbedaan yang bermakna yaitu sebesar 0,009 p0,05. Hal ini berarti
hepatotoksin karbon tetraklorida mampu menimbulkan kerusakan hati berupa penurunan kadar albumin serum pada tikus betina galur Wistar.
3. Kontrol FHEMM Dosis III 137,14 mgkgBB
Kontrol FHEMM dilakukan dengan tujuan untuk melihat ada tidaknya pengaruh pemberian FHEMM pada tikus betina galur Wistar tanpa diinduksi
karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB dengan melihat penurunan kadar albumin serum. Pada penelitian ini digunakan FHEMM dosis tertinggi yaitu 137,14
mgkgBB. Dosis tinggi atau dosis III yang digunakan untuk mewakili dosis I dan dosis II yang mana dosis ini dianggap memiliki kandungan senyawa dalam
FHEMM yang tinggi sehingga diharapkan mampu memberikan efek hepatoprotektif yang maksimal dalam meningkatkan kadar albumin serum yang
disebabkan oleh pemejanan karbon tetraklorida. Pemberian FHEMM dilakukan secara peroral dan pada jam ke-24 dilakukan pencuplikan darah melalui sinus
orbitalis. Data kadar albumin kontrol FHEMM dosis III diuji menggunakan analisis variasi satu arah dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney Tabel VI dan
Gambar 9.
Berdasarkan hasil pengukuran, kontrol FHEMM dosis 137,14 mgkgBB memberikan purata kadar albumin sebesar 3,66 ± 0,11 mgdL. Secara statistik jika
dibandingkan dengan kontrol CMC-Na 1 sebesar 4,47 ± 0,04 mgdL, menunjukkan hasil yang berbeda bermakna dengan p=0,009 p0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian FHEMM menurunkan kadar albumin tikus. Apabila dibandingkan dengan kontrol karbon tetraklorida 2,85
± 0,05 mgdL, menunjukkan hasil yang berbeda bermakna dengan p=0,009 p0,05.
Berdasarkan hasil di atas berarti pemberian FHEMM dapat memberi penurunan terhadap kadar albumin tikus namun penurunan yang terjadi tidak lebih rendah
dari kelompok kontrol hepatotoksin karon tetraklorida.
4. Kelompok perlakuan jangka panjang FHEMM dosis 34,28; 68,57; dan
137,14 mgkgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB
Tujuan dilakukan kelompok praperlakuan adalah untuk melihat pengaruh praperlakuan jangka panjang FHEMM pada tikus betina galur Wistar terinduksi
karbon tetraklorida terhadap peningkatan kadar albumin serum. Berdasarkan hasil yang diperoleh Tabel V, kadar albumin pada
kelompok perlakuan FHEMM dosis I dosis 34,28 mgkgBB sebesar 3,35 ± 0,07 mgdL. Hasil uji Mann-Whitney kadar albumin serum pada kelompok perlakuan
FHEMM dosis 34,28 mgkgBB, menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mLkgBB dan
berarti FHEMM dosis 34,28 mgkgBB mampu meningkatkan kadar albumin
serum tikus. Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol CMC-Na 1, kelompok perlakuan FHEMM dosis 34,28 mgkgBB memiliki perbedaan bermakna. Hal ini
berarti FHEMM dosis 34,28 mgkgBB mampu meningkatkan kadar albumin serum tikus, namun peningkatan albumin yang terjadi belum sebanding dengan
keadaan normal. Berdasarkan hasil yang diperoleh Tabel V, kadar albumin pada
kelompok perlakuan FHEMM dosis II dosis 68,57 mgkgBB sebesar 3,80 ± 0,08 mgdL. Hasil uji Mann-Whitney kadar albumin serum pada kelompok perlakuan
FHEMM dosis 68,57 mgkgBB menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mLkgBB. Hal ini
berarti FHEMM dosis 68,57 mgkgBB mampu meningkatkan kadar albumin serum tikus. Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol CMC-Na 1, kelompok
perlakuan FHEMM dosis 68,57 mgkgBB memiliki perbedaan yang bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa FHEMM dosis 68,57 mgkgBB mampu
meningkatkan kadar albumin serum tikus, namun kerusakan hati akibat hepatotoksin karbon tetraklorida belum dapat terproteksi seperti keadaan normal.
Berdasarkan hasil yang diperoleh Tabel V, kadar albumin pada kelompok perlakuan FHEMM dosis III dosis 137,14 mgkgBB sebesar 3,58 ±
0,03 mgdL. Hasil uji Mann-Whitney kadar albumin serum darah tikus pada kelompok perlakuan FHEMM dosis 137,14 mgkgBB menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mLkgBB dan kelompok kontrol CMC-Na 1. Adanya perbedaan
yang bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2
mLkgBB menunjukkan bahwa FHEMM dosis 137,14 mgkgBB mampu meningkatkan kadar albumin serum tikus. Adanya perbedaan yang bermakna
terhadap kelompok kontrol CMC-Na 1 menunjukkan bahwa FHEMM dosis 137,14 mgkgBB mampu meningkatkan kadar albumin serum tikus, namun belum
dapat mengembalikan kerusakan hati akibat hepatotoksin karbon tetraklorida seperti pada keadaan normal.
Berdasarkan uji Mann-Whitney kadar albumin serum kelompok perlakuan FHEMM dosis 34,28 mgkgBB dibandingkan dengan kelompok
perlakuan FHEMM dosis 68,57 mgkgBB memiliki perbedaan bermakna, begitu pula kadar albumin kelompok perlakuan FHEMM dosis 34,28 mgkgBB
dibandingkan dengan kelompok perlakuan FHEMM dosis 137,14 mgkgBB memiliki perbedaan yang bermakna. Pemberian FHEMM kelompok perlakuan
dosis 68,57 mgkgBB memiliki perbedaan tidak bermakna dibandingkan dengan kelompok perlakuan dosis 137,14 mgkgBB pada tikus betina galur Wistar
terinduksi karbon tetraklorida. Hal ini berarti tidak ada kekerabatan dosis dengan respon terlihat antar dosis FHEMM, dari pemberian FHEMM dosis 34,28; 68,57;
dan 137,14 mgkgBB karena semakin besar dosis praperlakuan FHEMM yang diberikan, maka efek hepatoprotektif berupa peningkatan kadar albumin serum
tikus yang ditimbulkan tidak semakin besar pula. Proses hepatoprotektif dari FHEMM ini dapat ditinjau dari proses
kerusakan hati perlemakan hati yang disebabkan karena adanya induksi karbon tetraklorida kemudian dimetabolisme menjadi senyawa radikal bebas CCl
3
dapat merusak badan golgi yang berfungsi untuk mengatur ekskresi dari VLDL.
Rusaknya badan golgi menyebabkan penumpukan VLDL dan menyebabkan perlemakan hati. Reaksi CCl
3
dengan oksigen akan menghasilkan senyawa radikal triklorometil peroksi CCl
3
OO yang dapat menyebabkan kerusakan hati
semakin parah Hodgson, 2009. Peroksidasi lipid juga dapat menyebabkan kerusakan membran sel dan
kerusakan mitokondria. Terjadinya penghambatan sintesis protein juga diakibatkan adanya gangguan keluarnya lipid dari hati yang disebabkan karena
hambatan sintesis lipoprotein yang membawa trigliserida meninggalkan hati sehingga menimbulkan steatosis perlemakan hati. Pada keadaan steatosis ini,
struktur retikulum endoplasma mengalami distorsi, sintesa protein menjadi lambat, selanjutnya akan terjadi penyimpangan dengan cepat terhadap aktivitas
enzim yang berada di retikulum endoplasma. Kandungan daun M.tanarius adalah glikosida yang dapat tersari oleh
pelrut yang bersifat polar. Oleh karena itu, penelitian ini di ekstraksi menggunakan pelarut metanol-air 50:50 sehingga kemungkinan besar zat akan
tertarik dalam kombinasi pelarut tersebut. Berdasarkan Matsunami, et al., 2006, senyawa glikosida memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH, sehingga
dapat digunakan sebagai antioksidan. Proses selanjutnya adalah fraksinasi menggunakan heksan:etanol 50:50, karena campuran senyawa tanin daun
M.tanarius yang memiliki lipofilisitas mendekati heksan-etanol yaitu macatanin B 2,94, macatanin A 2,76, dan chebulogic acid 2,64. Sehingga pada
penelitian ini heksan-etanol digunakan sebagai pelarut fraksi M. tanarius untuk mendapatkan antioksidan.
Kemungkinan mekanisme kerja kandungan antioksidan dalam daun M.tanarius memberikan efek hepatoprotektif adalah menangkap radikal bebas
triklorometil CCl
4
yang merupakan metabolit reaktif. Akibatnya serangkaian peristiwa
yang akan menyebabkan steatosis pada hati akan terhenti. Selain sebagai antioksidan, kemungkinan senyawa tersebut mampu meningkatkan
sintesis enzim GSH dalam hati yang berfungsi sebagai enzim penetralisir setiap metabolit reaktif, sehingga dapat dieliminasi dengan mudah oleh tubuh.
Dengan demikian pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa FHEMM dapat meningkatkan kadar albumin serum tikus betina galur Wistar perlakuan
jangka panjang enam hari berturut-turut pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dan tidak ada kekerabatan dosis antar ketiga dosis yang digunakan. Penelitian ini
merupakan penelitian eksploratif untuk mengetahui pengaruh pemberian FHEMM terhadap kenaikan kadar albumin serum. Untuk mengembangkan penelitian ini
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efek hepatoprotektif FHEMM pada tikus terinduksi hepatotoksin lain, seperti parasetamol. Parasetamol mampu
menimbulkan kerusakan hati hingga nekrosis. Penelitian mengenai efek hepatoprotektif pada dosis di bawah 34,28 mgkgBB juga perlu dilakukan untuk
mempertegas hasil karena apabila dilakukan dalam bentuk fraksi, dosis yang dibutuhkan seharusnya lebih kecil dengan melihat dosis 34,28 mgkgBB sudah
mampu menimbulkan efek hepatoprotektif.
E. Rangkuman Pembahasan