6
melakukan penelitian mengenai bus kota Surabaya sebagai masukan bagi pemerintah kota dalam mengatasi masalah kemacetan lalu lintas.
Berdasarkan variabel penelitian yang dilakukan oleh Eboli dan Gabriella Mazzulla 2007 dikembangkan dengan menambahkan sat variabel lagi yang perlu
diteliti yaitu kompetensi dan diarahkan untuk mengidentifikasikan customer value konsumen, dengan alasan bahwa ketika customer value tinggi maka akan
menyebabkan kepuasan konsumen dalam menggunakan layanan bus kota. Fokus penelitian ini adalah layanan bus kota Patas mengingat tingkat kenyaman bus kota
patas lebih baik dibandingkan bus kota ekonomi sehingga masyarakat lebih berminat menggunakan bus kota Patas dibandingkan bus kota ekonomi.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah customer Value berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan bus
kota Patas di Surabaya ?” 1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk menjelaskan pengaruh customer value
berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan bus kota Patas di Surabaya.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
7
1. Manajemen bus kota Memberikan informasi tambahan kepada manajemen bus kota untuk
mengelola layanan bus kota Surabaya sehingga keberadaan bus kota memiliki peran yang lebih besar dalam mengatasi masalah kemacetan kota Surabaya.
2. Bagi peneliti lebih lanjut Bisa digunakan sebagai referensi untuk melakukan penelitian serupa di waktu
yang akan datang.
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian 1: dilakukan oleh Eboli dan Gabriella Mazzulla 2007 dengan judul: “Service Quality Attributes Affecting Customer Satisfaction for Bus
Transit .” Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasikan pengaruh atribut jasa
transportasi dengan kepuasan penumpang. Tiga laten eksogen variabel bebas yang diajukan service planning dan reliability, comfort dan other factor, dan
network design. Sedangkan laten endogen variabel terikat adalah kepuasan
penumpang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa service planning dan reliability
memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan penumpang, comfort dan other factor memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan penumpang,
namun network design tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan penumpang.
Penelitian 2: dilakukan oleh Setiawan 2005 dengan judul: “Analisa Tingkat Kepuasan Pengguna kereta Api Komuter Surabaya-Sidoarjo”. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui kepuasan pengguna terhadap pengoperasian KA Komuter dan mendapatkan masukan faktorfaktor pelayanan yang masih perlu
ditingkatkan. Berdasarkan hasil analisa kuesioner dengan metode Importance Performance Analysis
disimpulkan bahwa terdapat tiga faktor yang menurut responden menjadi prioritas untuk ditingkatkan karena belum memuaskan yaitu
meliputi: keamanan di stasiunshelter, kebersihan stasiunshelter, kereta, toilet.
9
Sedangkan beberapa faktor yang menurut responden penting dan memuaskan adalah: ketepatan jadwal, informasi mengenai jadwal, dan ketersediaan tempat
duduk didalam kereta. Penelitian 3: dilakukan oleh Erida 2009 dengan judul: “Pengaruh
Kepuasan Konsumen dan Insentif Terhadap Perilaku WOM Word of Mouth Konsumen Jasa Angkutan Penumpang Bis Antar Kota Antar Propinsi Kelas
Eksekutif di Bandung.” Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasikan tingkat kepuasan konsumen jasa angkutan penumpang bis antar kota antar propinsi kelas
eksekutif, mengidentifikasikan tanggapan konsumen terhadap program insentif yang diberikan perusahaan, teridentifikasi pengaruh kepuasan konsumen tidak
puas, puas, dan sangat puas berpengaruh terhadap perilaku word-of-mouth konsumen jasa angkutan penumpang bis antar kota antar propinsi kelas eksekutif,
mengidentifikasikan pengaruh insentif kupon makan, tiket gratis, dan kupon + tiket gratis terhadap perilaku word-of-mouth konsumen jasa angkutan penumpang
bis antar kota antar propinsi kelas eksekutif, dan mengidentifikasikan pengaruh interaksi kepuasan konsumen dan insentif berpengaruh terhadap perilaku word-of-
mouth konsumen jasa angkutan penumpang bis antar kota antar propinsi kelas
eksekutif di Bandung. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen secara mandiri mempunyai
pengaruh terhadap perilaku word-of-mouth konsumen pada jasa angkutan penumpang bis AKAS kelas eksekutif di Bandung, begitupun dengan insentif.
Dari hasil pengujian pengaruh interaksi kepuasan dan insentif terhadap perilaku WOM
, mengindikasikan bahwa insentif merupakan katalisator yang efektif dalam
10
menurunkan WOM negatif yang dilakukan oleh konsumen yang tidak puas, dan dalam meningkatkan WOM positif yang dilakukan oleh konsumen yang puas
dengan jasa angkutan yang mereka terima. Penelitian 4: dilakukan oleh Williams dan Geoffrey N. Soutar 2000
dengan judul: “Dimensions of Customer value and the Tourism Experience: An Exploratory Study.” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan
pengaruh functional value, emotional value, social value, dan epistemic value terhadap kepuasan. Obyek penelitian ini adalah pariwisata. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa functional value, emotional value, social value, dan epistemic value
memberikan kontribusi terhadap kepuasan konsumen. 2.2. Tinjauan Teori
2.2.1. Perspektif Jasa
1. Pengertian Jasa Dalam suatu penawaran perusahaan di pasaran, biasanya disertai beberapa
penawaran jasa dimana dalam penawaran tersebut komponen jasa bisa merupakan komponen kecil atau sebaliknya. Menurut Kotler 2000: 429 dalam Hendroyono
2002:2 jasa dibedakan lima kategori seperti yang disebutkan, yaitu : a.
Barang berwujud murni a pure tangible good; disini penawaran utamanya terdiri dari barang berwujud, seperti garam, pasta gigi atau sabun.
b. Barang yang berwujud yang disertai jasa a tangible good with accompanying services
; dimana penawaran terdiri dari barang berwujud disertai dengan satu atau lebih jasa untuk mempertinggi daya tarik pelanggan konsumen, seperti
seorang produsen mobil tidak hanya menjual tetapi juga servis mobil tersebut.
11
c. Campuran, penawaran terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama.
Contoh: seseorang datang ke restoran tidak hanya untuk mendapatkan makanan yang dan pelayanannya
d. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan a major service with accompanying minor goods and services
; penawaran terdiri dari jasa utama dengan jasa tambahan, misalnya penumpang pesawat membeli jasa
transportasi, mereka sampai ke tujuan namun dalam perjalanan mereka mendapatkan barang berwujud seperti makanan dan minuman.
e. Jasa murni a pure service; dimana penawaran hanya terdiri dari jasa, misalnya jasa penitipan anak, pendidikan.
Di dalam penawaran jasa, perusahaan harus memeriksa secara mendalam terhadap masing- masing jasa yang dihasilkannya dibandingkan dengan tawaran
para pesaing dan melaksanakannya sesuai dengan kualitas yang dituntut oleh pasar sasaran. Semakin banyak jasa yang dapat ditawarkan sebagai komoditi
khusus semakin ketat pula pengawasan yang harus dilakukan perusahaan terhadap tingkatan, waktu, dan komposisi permintaan atas jasa mereka.
2. Klasifikasi jasa
Griffin 1996 dalam Asih 2006:2 menyatakan bahwa produk jasa bagaimanapun tidak ada yang benar-benar sama satu sama lain. Untuk memahami
sektor jasa ini, ada beberapa cara pengklasifikasian, pertama, berdasar atas tingkat kontak konsumen dengan pemberi jasa sebagai bagian dari sistem saat jasa
tersebut dihasilkan. Kedua, berdasar pada kesamaannya dengan operasi manufaktur.
12
Berdasarkan tingkat kontak dengan konsumen, jasa dapat dibedakan ke dalam kelompok Griffin 1996 dalam Asih, 2006:2:
a. High-contact system; untuk memperoleh jasa, konsumen harus terlibat atau menjadi bagian dari sistem. Hal ini sebagaimana terdapat pada jasa
pendidikan, kesehatan, transportasi dan konsultasi. b. Low-contact system; dalam hal ini konsumen tidak perlu menjadi bagian dari
sistem, misalnya pada jasa perbankan dan reparasi mobil. Klasifikasi jasa berdasarkan kesamaan dengan operasi manufaktur dibagi
dalam tiga kategori Griffin 1996 dalam Asih, 2006:2: a. Pure service; merupakan jasa yang tergolong high-contact dengan tanpa
persediaan. Dalam jasa ini pemberi jasa memberikan perlakuan yang khusus unik dan pada saat konsumen ada.
b. Quasimanufacturing service; jasa ini dalam banyak hal mirip dengan manufaktur, termasuk sangat low-contact dan konsumen tidak harus menjadi
bagian dari sistem produksi jasa. c. Mixed service; kelompok jasa dengan tingkat kontak menengah moderate-
contact yang menggabungkan dengan beberapa fitur dari kedua kategori di
atas, contohnya bengkel, pemadam kebakaran, jasa ambulans dan lain-lain. finansial dan jasa periklanan.
2. Dimensi Kualitas Jasa
Handriana 1998 dalam Munawaroh 2005:121 menyatakan bahwa kualitas merupakan tingkat kesesuaian dengan persyaratan, dalam hal ini
persyaratan pelanggan. Total quality service merupakan konsep tentang
13
bagaimana menanamkan kualitas pelayanan pada setiap fase penyelenggaraan jasa yang melibatkan semua personel yang ada dalam organisasi. Beberapa dimensi
kualitas jasa diteliti oleh banyak ahli. Parasuraman dkk. 1985 dalam Munawaroh 2005:121 menyatakan lima dimensi kualitas jasa,
yaitu: a. Reliability: kemampuan untuk memberikan jasa dengan segera dan
memuaskan. b. Responsiveness: kemampuan untuk memberikan jasa dengan tanggap.
c. Assurance: kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan.
d. Emphaty: kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan.
e. Tangibles: fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. Lehtinen dan Lehtinen 1982 dalam Munawaroh 2005:121 membagi
dimensi kualitas jasa menjadi 3, yaitu: interactive quality yang berkenaan dengan kontak personal, physical quality yang berkenaan dengan fasilitas fisik yang
mendukung kulitas jasa dan corporate quality yang melibatkan image perusahaan. Gronroos 1984 dalam Munawaroh 2005:121 membagi dimensi kualitas
jasa menjadi 2, yaitu: technical kualitas teknik dan functional kualitas fungsional Kualitas teknik adalah apa yang pelanggan dapatkan, sedangkan
kualitas fungsional mengacu pada bagaimana mereka menerima jasa pelayanan. Hedvall dan Peltschik 1989 dalam Munawaroh 2005:121 membagi
dimensi kualitas jasa menjadi 2, yaitu: wilingness and ability to serve kemauan
14
dan kemampuan untuk melayani dan physical and psychological access akses fisik dan psikhologis
3. Pengukuran Kualitas Jasa
Munawaroh 2005:121 menyatakan bahwa untuk menganalisis kualitas jasa dapat dilakukan dengan mengkuantifikasi dimensi kualitas dengan
menggunakan skala Likert pada kuesioner yang disebarkan kepada responden. Zeithaml, dkk. 1988 mengukur kualitas jasa dengan mengetahui perbedaangap
antara harapan dengan persepsi pelanggan. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas pelayanan, yaitu derajat perbedaan antara harapan pelanggan dengan persepsi
pelanggan terhadap kinerja jasa yang diterimanya. Berbeda dengan Parasuraman, dkk 1985, Cronin dan Taylor 1992 mengemukakan konsep SERVPERF untuk
mengukur kualitas jasa, yaitu kualitas pelayanan secara langsung dipengaruhi oleh persepsi pelanggan terhadap kinerja. Konsep ini didukung juga oleh beberapa
peneliti, yaitu Babakus dan Boller 1992, Teas 1994, dan sebagainya. 2.2.2. Jasa Transportasi
1. Pengertian Jasa Transportasi
Menurut Butar dan Yamin 2008:199: “Transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan.” Pendapat ini
menjelaskan bahwa dalam perspektif transportasi terdapat tiga hal penting yaitu: a ada muatan yang diangkut, b tersedia kendaraan sebagai alat angkutnya, dan
3 terdapat jalan yang dapat dilalui.
15
Butar dan Yamin 2008:199 menyatakan: “Proses pemindahan transportasi merupakan gerakan dari tempat asal, dimana kegiatan pengangkutan
dimulai, ke tempat tujuan, dimana kegiatan diakhiri”. Pendapat ini menjelaskan bahwa inti core business dari jasa transportasi adalah pemindahan suatu obyek
dari suatu tempat pada tempat lain yang menjadi tujuan. Nasution 1996 dalam Butar dan Yamin 2008:199 menyatakan bahwa
transportasi berfungsi sebagai sektor penunjang ekonomi the promoting sector dan pemberi jasa the servicing sector bagi perkembangan ekonomi. Fasilitas
transportasi harus dibangun mendahului proyek-proyek pembangunan. Pentingnya peranan transportasi mengharuskan adanya sistem transportasi yang handal,
efisien dan efektif. Transportasi yang efektif dalam arti kapasitas mencukupi, terpadu, tertib dan teratur, lancar, cepat dan tepat, selamat, aman, nyaman dan
biaya terjangkau. Sedangkan efisien dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi.
Dalam dunia transportasi juga dikenal transportasi masa yaitu pengakutan yang bisa diamnfaatkan oleh banyak orang. Lloyd Wright dan Karl Fjellstrom
2003 dalam Setiawan 2005:2 menyatakan: “Mass rapid transit adalah layanan transportasi umum dengan jangkauan lokal yang tersedia bagi siapapun yang
membayar ongkos yang telah ditentukan dan dirancang untuk memindahkan sejumlah besar penumpang dalam waktu bersamaan.”
2. Sistem Transportasi
Harrell et al, 2000 dalam Butar dan Yamin 2008:199 menyatakan bahwa terdapat dua sistem yang digunakan dalam transportasi: a multiple pick
16
up and droop-off points dan b single pickup and drop-off points. Pada multiple
pick up and droop-off points para customers naik dan turun di banyak tempat,
contohnya bus umum. Sedangkan single pickup and drop-off points para customers
naik di suatu tempat dan turun di tujuan secara bersamaan contohnya bus pariwisata.
Nasution 1996 dalam Butar dan Yamin 2008:199 menyatakan bahwa pelaksaan transportasi darat untuk angkutan penumpang di Indonesia mempunyai
banyak masalah. Secara umum sebagian masalah tersebut antara lain: a kemacetan lalu lintas, b trayek-trayek yang tumpang tindih, c tidak sesuainya
jumlah bus pada suatu trayek, d volume pelayanan dimensi bus tidak sesuai, panjang trayek, e jumlah penumpang yang berubah, dan f efisiensi yang
rendah
3. Kualitas Pelayanan Transportasi
Menurut Hess 2002, ada dua macam faktor yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan jumlah pengguna angkutan umum, yaitu: faktor eksternal
yang meliputi: pertumbuhan populasi, pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan, perubahan bentuk kota, peralihan model transportasi. Faktor internal
meliputi: perubahan tarif angkutan kegiatan promosi, peningkatan jangkauan pelayanan, kerjasama dengan intansi terkait, dan kualitas pelayanan ketepatan
jadwal, papan informasi, tempat duduk, kebersihan kereta. Grava 2002 dalam Setiawan 2005:2 menyebutkan hal yang perlu
diperhatikan berkaitan dengan kualitas pelayanan didalam transportasi antara lain: ventilasi udara yang baik, ketersediaan tempat duduk yang nyaman, minimnya
17
guncangan, penerangan yang memadai, penyejuk udara AC, kebersihan, keleluasaan tidak berdesakan dan keamanan. Sedangkan beberapa hal yang perlu
diperhatikan berkaitan dengan kondisi terminalshelter adalah tersedianya fasilitas bagi para pengguna berupa tempat menunggu yang terlindung dari pengaruh
cuaca, open space yang memadai, papan informasi jadwal, loket tiket, toilet.
4. Atribut Kualitas Layanan Transportasi Bus
Eboli dan Gabriella Mazzulla 2007:25 mengidentifikasikan atribut- atribut yang mempengaruhi kualitas layanan transportasi darat bus. Terdapat tiga
atribut yang mempengaruhi kualitas layanan transportasi darat bus yaitu: service planning
dan reliability, comfort dan other factor, dan network design. a.
Service planning dan reliability
Eboli dan Gabriella Mazzulla 2007:25 menjelaskan bahwa kualitas layanan transportasi bisa diidentifikasikan dari kehandalan layanan yang diberikan
kepada penumpang. Indikator yang digunakan untuk mengukur atribut ini didasarkan pada indikator:
• Frekuensi dari layanan bus kota Surabaya kemudahan didapatkan • Layanan transportasi yang cepat dan aman
• Kemudahan untuk menyampikan informasi pemberhentian tujuan penumpang kepada sopir bus
• Peningkatan kualitas layanan untuk memotivasi masyarakat memilih bus kota • Kesopanan sopir maupun kondektur dalam melayani penumpang
• Tanggapan dari komplain dari penumpang
18
b. Comfort and other factor
Transportasi menyangkut sebuah proses dan penumpang ikut terlibat selama proses berlangsung yaitu menikmati ketika transportasi ini mulai
dijalankan. Untuk itu, pengukuran terhadap atribut kualitas jasa trasnportasi juga menyangkut kenyamanan selama proses berlangsung. Untuk itu, indikator yang
digunakan untuk mengukur comfort and other factor adalah sebagai berikut Eboli dan Gabriella Mazzulla, 2007:25:
• Desain dari bus kota yang meningkat kenyamanan selama bepergian • Tingkat kepadatan penumpang dalam bus kota
• Efisiensi biaya menggunakan transportasi bus kota • Kondisi halte bus
c. Network design
Eboli dan Gabriella Mazzulla 2007:25 menyatakan bahwa jaraingan memiliki peran yang menentukan terhadap penilaian atas atribut kualitas layanan
transportasi bus. Jaringan ini meliputi dua indikator yang digunakan untuk mengukurnya yaitu:
• Kemudahan mendapatkan tempat pembehrtian bus kota • Rute bus kota sesuai dengan tujuan penumpang
Berkaitan dengan evaluasi atribut jasa, Hendarwan 2008:3 juga menyatakan: “Berkaitan dengan banyaknya penyaji jasa yang bisa ditemukan
konsumen, maka atribut kompotensi memiliki peran yang berarti dalam menentukan atribut kualitas jasa.” Pendapat ini menunjukkan bahwa keunggulan
19
sebuah jasa juga menjadi atribut penting bagi jasa bersangkutan untuk menunjukkan nilai value yang lebih tinggi kepada konsumen.
Hendarwan 2008:3 menggunakan tiga indikator untuk mengukur kompetensi sebuah jasa yaitu: biaya layanan dan ketepatan waktu.
a Biaya layanan mengidentifikasikan mengenai kesesuaian antara biaya yang dikeluarkan dengan nilai layanan yang didapatkan oleh konsumen.
b Ketepatan waktu, menyangkut ketepatan waktu dalam memulai layanan seperti yang dijanjikan
c Kecepatan proses, menyangkut pengukuran lama waktu yang dibutuhkan untuk menyajikan jasa.
2.2.3. Customer value
1. Pengertian Customer value
William dan Soutar 2000:1415 menyatakan: “Customer value has become an area of increasing interest to marketers as it has emerged as a key
determinant of consumer decision making and behaviour ” Customer value
menjadi orientasi bagi pemasar karena customer value mempengaruhi terhadap perilaku dan keputusan yang akan diambil oleh konsumen shb dengan produk atau
jasa yang ditawarkan pemasar. Cravens et al, 1988 dalam William dan Soutar 2000:1415 menyatakan:
“Most value studies have focussed on the ‘value for money’ paradigm, which has been defined as a ratio between quality and price
”. Penilaian terhadap nilai value konsumen berdasarkan pada perbandingan antara kualitas barang atau jasa
dan nilai uang. Berdasarkan rasio ini, maka bisa dijelaskan bahwa semakin tinggi
20
rasio kualitas dan uang berarti semakin tinggi pula value yang dirasakan oleh konsumen.
Berkaitan dengan dunia service, maka Botterill dan Crompton 1996 dalam William dan Soutar 2000:1416 menyatakan: “In service industries, like
tourism, the consumption experience is intangible, dynamic, and subjective ”. Hal
ini berarti nilai bagi konsumen industri jasa tidak bisa diidentifikasikan secara fisik, bersifat dinamis, dan subyektif. Untuk itu, penilaian terhadap nilai ini bisa
berbeda berdasarkan penilaian antar konsumen.
2. Usaha Untuk Menciptakan Customer value
Untuk menciptakan nilai bagi pelanggan didasarkan pada usaha meningkat kretivitas pada produk dan layanan, sebagaimana pendapat Dubé and Renaghan
1999 yang dikutip oleh Minghetti 2003:143: “Managing customer value by creating quality and service that customers can see now is considered a critical
component of companies’ strategic marketing .” Maksudnya bahwa untuk
mengelola nilai bagi pelanggan dilakukan dengan menciptakan kesesuaian antara kualitas dan layanan.
Bowen Shoemaker 1998 dalam Minghetti 2003:144 menyatakan: “Orientation to customer retention, continual customer contact, and high
commitment to meeting customer expectations are the new strategic rules of relationship marketing, which are based on factors other than pure economic
assessment and product attributes .” Pendapat ini menunjukkan bahwa nilai
pelanggan tidak harus didasarkan pada produk semata-mata, namun bisa dimulai
21
dari orientasi untuk mempertahankan pelanggan, selalu melakukan komunikasi dengan pelanggan.
Berhubungan dengan identifikasi terhadap customer value, Kotler 2000:1 membuat skema yang menunjukkan identifikasi terhadap nilai yang diterima oleh
pelanggan sebagai berikut:
Product values Service value
Personel value Image value
Monetary cost Time, energy, and physic cost
Total Customer Value Quality Dimension
Total Customer Cost Customer Delivered Value
Gambar 2.1. Skema Customer Delivered Value
Sumber: Kotler, 2000:1. Berdasarkan ilsutrasi gambar di atas, bisa dijelaskan bahwa terdapat enam
komponen yang menentukan customer value yang dikelompokkan pada dimensi kualitas dan dimensi biaya. Perbandingan penilaian dimensi kualitas dan dimensi
biaya menunjukkan seberapa tinggi value yang diterima pelanggan. Lebih lanjut berhubungan dengan pencptaan customer value, Kotler
2000:3 menjelaskan berbagai langkah untuk menciptakan customer value sebagai berikut:
22
Tabel 2.1. Langkah Untuk Menciptakan Customer value
Choose the Value Provide the Value
Communicate the Value
• Segment the market, identify the customers
most attractive to your business, and that you
can reasonably serve • Identify what your target
customers really value Quality dimensions
• Determine how well your company delivers
on that value, relative to your competitors
• Identify the gaps in marketing mix and
business processes - how can you improve
on what matters most to customers?
• Is there an opportunity to lead
the market by being better than everyone
else on that which matters most?
• Define, focus and integrate your
marketing mix • Tell a quality story --
emphasize how well your company
delivers on those quality elements
determined to be most important to
customers
• Build quality perceptions
Sumber: Kotler 2000:3 Berdasarkan sajian tabel 2.1. dijelaskan bahwa untuk menciptakan
customer value pada pelanggan dimulai dari pemilihan value choose the value
dengan menjelaskan segmen pasar, menentukan pasar sasaran, dan menentukan bagaimana perusahaan memberikan value kapada pelanggan dibandingkan dengan
kompetitor. Langkah selanjutnya adalah dengan menyediakan nilai bagi pelanggan provide the value melalui penentuan ketimpangan gap pada
marketing mix dan proses bisnis dan mengidentifikasikan perbaikan yang bisa dilakukan untuk pelanggan, menjelaskan ada tidaknya peluang untuk bisa menjadi
lebih baik dibandingkan pesaing, dan menimplementasikan marketing mix. Dan langkah ketiga adalah mengkomunikasikan value kepada pelanggan communicate
the value yaitu dengan memberitahukan kepada pelanggan pentingnya kualitas
yang bisa diberikan perusahaan dan menciptakan citra kualitas pada perusahaan.
23
3. Dimensi Customer Value
William dan Soutar 2000:1417-1419 mengidentifikasikan bahwa terdapat empat dimensi dari customer value, yaitu: functional value, emotional
value, social value, dan epistemic value.
a. Functional value Nilai dari fungsional didasarkan pada nilai dari berbagai fasilitas fisik yang
bisa memberikan manfaat kepada pelanggan functional value is defined as the “perceived utility acquired from an alternatives capacity for functional,
utilitarian or physical performance .
b. Emotional Value Emotional
value adalah kemampuan dari jasa layanan sehingga bisa menciptakan perasaan senang pada diri konsumen emotional value is defined
as the ability of the product or service to arouse feelings or affective states .
c. Social Value Social value
mengidentifikasikan terhadap nilai yang timbul karena terpenuhinya kebutuhan perasaan kebersamaan social value is defined as the
“perceived utility acquired from an alternatives association with one or more specific social groups
. d. Epistemic Value
Epistemic value merupakan nilai yang disebabkan oleh terpenuhinya
perasaan keingintahuan pelanggan, adanya hal-hal baru yang bisa menambah pengalaman pelanggan epistemic Value is defined as the perceived utility
24
acquired when the product arouses curiosity, provides novelty andor satisfies a desire for knowledge
.” Nilai bagi pelanggan atas sebuah jasa bersifat sangat relatif dan tergantung
pada konsumen dalam mempersepsikan tinggi rendahnya nilai yang didapatkan. Berdasarkan pada pemahaman ini, maka bisa dijelaskan bahwa customer value
sangat menentukan terhadap evaluasi konsumen atas jasa yang diterima. 2.2.4. Kepuasan Pelanggan konsumen
1. Pengertian Kepuasan Konsumen
Secara umum pengertian kepuasan konsumen atau ketidakpuasan konsumen merupakan perbedaan antara harapan expectations dan kinerja yang
dirasakan perceived performance. Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan konsumen berarti kinerja suatu barangjasa sekurang-kurangnya sama dengan
yang diharapkan. Kotler 2000: 36 dalam Hendroyono 2002:2 mengemukakan bahwa tingkat kepuasan adalah: “Satisfaction is a person’s feelings of pleasure or
disapointment resulting from comparing a product’s percieved performance or outcome in relation to his or her expectations.”
Artinya, kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan
antara persepsikesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan- harapannya. Kepuasan seorang pembeli konsumen setelah melakukan pembelian
tergantung pada kesesuaian antara prestasi dari produk yang dibeli dengan harapan dari pembelian tersebut.
Kotler 1997 dalam Munawaroh 2005:121 mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan suka atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan
25
antara persepsi atas kinerja produk dengan harapannya. Definisi ini mengandung pengertian bahwa kepuasan merupakan fungsi kinerja yang dipersepsikan dengan
harapan.
2. Dimensi Kepuasan
Lupiyoadi 2001:158 dalam Hendroyono 2002:2 menyatakan bahwa dalam menentukan tingkat kepuasan, terdapat lima faktor utama yang harus
diperhatikan oleh perusahaan, yaitu: a. Kualitas produk; pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. b. Kualitas pelayanan; terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas
bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.
c. Emosional; pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan
merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial
atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu.
d. Harga; produk yang mempunyai kualitas sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.
e. Biaya; Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas
terhadap produk atau jasa itu.
26
Hendroyono 2002:3 menyatakan bahwa perusahaan jasa harus dapat mengetengahkan secara konsisten jasa yang berkualitas lebih tinggi daripada para
pesaingnya. Pelanggan konsumen memilih penyedia jasa dengan
membandingkan pelayanan yang dirasakan perceived services dengan yang diharapkan expected services. Jika pelayanan yang dirasakan berada dibawah
yang diharapkan, maka timbul suatu ketidak puasaan pelanggan, rasa kepercayaan pelanggan terhadap penyedia jasa menjadi berkurang hilang, pendapatan
perusahaan menurun dan akhirnya membahayakan kelangsungan hidup usahanya. Sebaliknya jika pelayanan yang dirasakan sama atau lebih besar dari yang
diharapkan, maka pelanggan merasa puas. Mereka akan menggunakan kembali jasa tersebut dan memberitahukan kepada yang lain, sehingga menjadi alat
promosi yang efektif, dan kelangsungan hidup perusahaan menjadi lebih terjamin. Oleh karena itu penyedia jasa harus dapat mengidentifikasikan keinginan
konsumen dalam hal kualitas pelayanan secara umum maupun khusus.
2.2.5. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan Service planning dan reliability dengan customer value Eboli dan Mazulla 2007 menyatakan bahwa kehandalan layanan dari
sebuah jasa transportasi akan mempengaruhi terhadap penilaian pelanggan terhadap kualitas jasa transportasi. Untuk itu, bisa ditafsirkan bahwa ketika
kehandalan layanan transportasi tinggi, maka konsumen cenderung memiliki penilaian yang semakin baik sehingga customer value pelanggan meningkat.
27
2. Hubungan Comfort and other factor dengan customer value Tjiptono 2004:23 menyatakan bahwa dalam layanan jasa, maka
kenyaman merupakan faktor yang menentukan terhadap nilai pelanggan. Semakin tinggi kenyamanan berarti semakin tinggi pula manfaat yang didapatkan
konsumen karena konsumen merasa mendapatkan nilai lebih dari kenyamanan yang bisa diberikan layanan transportasi.
3. Hubungan Network design dengan customer value
Eboli dan Mazulla 2007 menjelaskan bahwa network design memiliki keterkaitan dengan customer value karena network design berhubungan dengan
tujuan konsumen menggunakan layanan bus kota. Ketika network design semakin tinggi nilainya berarti mempengaruhi penilaian terhadap pencapaian tujuan
konsumen sehingga semakin tinggi penilaian terhadap value yang didapatkan. 4. Hubungan Competent dengan customer value
Tjiptono 2004:34 menyatakan bahwa dalam lingkungan persaingan yang dinamis, maka konsumen memiliki keleluasaan untuk memilih banyak layanan.
Ketika konsumen merasa bisa membuktikan bahwa layanan yang digunakan lebih unggul dibandingkan layanan yang lain, maka konsumen merasa pilihan yang
dilakukan adalah tepat sehingga mempengaruhi terhadap nilai yang dudapatkan konsumen atas penggunaan jasa tersebut.
5. Hubungan Hubungan Customer value dan Kepuasan
Kotler 2000:3 menyatakan bahwa tinggi rendahnya customer value menentukan terhadap kepuasan konsumen. Hal ini terjadi karena kepuasan
28
didasarkan pada pencapaian kesesuaian antara harapan dan realitas layanan dan ketika nilai layanan yang didapatkan tinggi berarti menentukan terhadap tinggi
rendahnya kepuasan.
2.3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini diilustrasikan dalam gambar sebagaimana disajikan berikut:
29 Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Penelitian
Analisis Pengaruh Customer Value Terhadap Kepuasan Pelanggan Bus Kota DAMRI di Surabaya
Frekuensi Kehandalan
Informasi Personel
Komplain
Kondisi bus kota Kepadatan
Keterawatan halte
Tempat pemberhentian Kondisi Rute
Tingginya harapan Tingginya realisasi
Kehandalan Layanan
Kenyamanan
Rute Kepuasan
H1
H2 H3
Keunggulan Biaya tarif
Kompetensi Ketepatan waktu
H4 Nilai Pelanggan
Nilai fungsional Nilai emosi
Nilai sosial Nilai Epistemic
H5
Kondisi halte
Rute strategis Sarana transportasi
Tetap menggunakan
30
2.4. Hipotesis Penelitian
1. Service planning dan reliability berpengaruh terhadap customer value 2. Comfort and other factor berpengaruh terhadap customer value
3. Network design berpengaruh terhadap customer value 4. Competent berpengaruh terhadap customer value
5. Customer value berpengaruh terhadap kepuasan
31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional
. Definisi operasional dari laten eksogen customer value yang terdiri dari dimensi: service planning dan reliability, comfort and other factor, network
design , dan competent, sedangkan laten endogen Y adalah kepuasan
penumpang adalah sebagai berikut: 1. Service planning dan reliability
Kualitas layanan transportasi yang diidentifikasikan dari kehandalan layanan yang diberikan kepada penumpang. Indikator yang digunakan untuk mengukur
atribut ini didasarkan pada indikator: a. Frekuensi dari layanan bus kota Surabaya kemudahan didapatkan
b. Layanan transportasi yang tepat dan aman c. Kemudahan untuk menyampaikan informasi pemberhentian tujuan
penumpang kepada sopir bus d. Kesopanan sopir maupun kondektur dalam melayani penumpang
e. Tanggapan dari komplain dari penumpang 2. Comfort and other factor
Atribut kualitas jasa transportasi yang menyangkut kenyamanan selama proses berlangsung. Untuk itu, indikator yang digunakan untuk mengukur comfort
and other factor adalah sebagai berikut:
32
a. Desain dari bus kota yang meningkat kenyamanan selama bepergian b. Tingkat kepadatan penumpang dalam bus kota
c. Efisiensi biaya menggunakan transportasi bus kota d. Kondisi halte bus
3. Network design Penilaian konsumen terhadap jaringan layanan transportasi bus. Jaringan ini
meliputi dua indikator yang digunakan untuk mengukurnya yaitu: a. Kemudahan mendapatkan tempat pemberhentian bus kota
b. Rute bus kota sesuai dengan tujuan penumpang c. Bus kota melewati rute-rute strategis kota Surabaya
4. Competent Berbagai keunggulan dari layanan bus kota yang didapatkan oleh konsumen
dan diukur dari indikator: a. Biaya layanan mengidentifikasikan mengenai kesesuaian antara biaya
yang dikeluarkan dengan nilai layanan yang didapatkan oleh konsumen. b. Ketepatan waktu, menyangkut ketepatan waktu dalam memulai layanan
seperti yang dijanjikan c. Kecepatan proses, menyangkut pengukuran lama waktu yang dibutuhkan
untuk menyajikan jasa. 5. Customer value
Mengidentifikasikan nilai yang didapatkan konsumen dari layanan bus kota yang diidentifikasikan dari indikator:
33
a. Nilai dari fungsional didasarkan pada nilai dari berbagai fasilitas fisik yang bisa memberikan manfaat kepada pelanggan
b. Emotional value didasarkan pada kemampuan dari jasa layanan sehingga bisa menciptakan perasaan senang pada diri konsumen
c. Social value didasarkan pada nilai yang timbul karena terpenuhinya kebutuhan perasaan kebersamaan
d. Epistemic value didasarkan pada nilai yang disebabkan oleh terpenuhinya perasaan keingintahuan pelanggan, adanya hal-hal baru yang bisa
menambah pengalaman pelanggan 6. Kepuasan konsumen
Mengidentifikasikan mengenai tingkat harapan dan realiasi dari layanan bus kota yang diterima konsumen dengan indikator:
a. Tinggi rendahnya harapan konsumen terhadap layanan bus kota b. Tinggi rendahnya realisasi layanan menurut penilaian konsumen
c. Bus kota adalah sarana transportasi dalam kota yang tepat d. Konsumen tidak ingin beralih ke sarana transportasi yang lain selain bus
kota
3.1.2. Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel penelitian ini dengan menggunakan skala Likert yaitu rentang skala antara 1 – 5 yang menunjukkan peringkat atas penilaian terhadap
sebuah obyek dengan skala jawaban adalah sebagai berikut: Skor 1 = Sangat tidak setuju
34
Skor 2 = Tidak setuju Skor 3 = Biasa
Skor 4 = Setuju Skor 5 = Sangat setuju
3.2. Teknik Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah keseluruan masyarakat Surabaya yang pernah menggunakan layanan bus kota minimal 1 kali dalam bulan April 2010.
3.2.2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah populasi dengan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Jumlah masyarakat yang pernah menggunakan
layanan bus kota minimal 1 kali dalam bulan April 2010 tidak diketahui secara pasti sehingga untuk mendapatkan sampel penelitian menggunakan rumus
Zilkmund 2000 sebagaimana dikutip Kuncoro 2003:174 yaitu: ZS
n =
e Keterangan:
n = jumlah sampel e = tingkat kesalahan yang ditolerir, yaitu 10.
Z = nilai yang sudah distandarisasi sesuai derajat keyakinan, untuk penelitian ini, derajat keyakinan sebesar 90 Z = 1,99
2
S deviasi standar sampel atau estimasi deviasi standar populasi, yaitu ditetapkan sebesar 60 S = 60. Perhitungan jumlah sampel dengan rumus sebagai berikut:
35
1,99 60
a. Penelitian Lapangan Field Research. Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk mendapatkan data-data primer yaitu data yang didapat
langsung dari sumbernya. Alat untuk mendapatkan data menggunakan kuesioner penelitian yang telah didesan sesuai dengan tujuan penelitian.
2
n =
= 143 Responden 10
Untuk mendapatkan sampel penelitian dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik untuk mendapatkan sampel dengan
memperimbangkan keterwakilan populasi penelitian dengan kriteria: a pernah menggunakan layanan bus kota minimal 1 kali dalam bulan April 2010, b
berusia di atas 17 tahun, dan c berdomisili di Surabaya.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif beripa data hasil scoring kuesioner yang diolah dengan menggunakan program
statistic untuk menjawab rumusan masalah penelitian.
3.3.2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer yaitu data yang diperoleh dari responden penelitian yaitu masyarakat
Surabaya yang menjadi sampel penelitian.
3.3.3. Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data penelitian, metode yang digunakan:
36
b. Kajian pustaka. Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk mendapatkan dasar kajian teoritis yang berguna untuk memberikan landasan dalam
pembahasan.
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.4.1. Teknik Analisis 1. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Uji validitas merupakan suatu uji yang bertujuan untuk menentukan kemampuan suatu indikator dalam mengukur variabel laten. Suatu indikator
dinyatakan valid jika nilai t
value
yang dihasilkan 1,96 Ghozali dan Fuad, 2005:317-318.
Uji reliabilitas merupakan suatu pengujian untuk menentukan konsistensi pengukuran indikator-indikator dari suatu variabel laten. Uji reliabilitas bisa
dilakukan menggunakan composite reliability, dengan rumus sebagai berikut Ghozali dan Fuad, 2005:321:
ρ
c
= ∑λ
2
[ ∑λ
2
+ ∑θ]
Dimana: ρ
c
2. Structural Equation Model
= composite reliability λ = loading factor
θ = error variance indikator
Untuk menganalisis data, digunakan SEM dari paket software statistik Amos 6.0. SEM digunakan karena SEM memungkinkan pengujian sebuah
rangkaian hubungan relatif “komplek” secara simultan dan karena kemampuannya
37
untuk mengkonfirmasi dimensi–dimensi dari sebuah konsep serta kemampuannya untuk mengukur pengaruh hubungan–hubungan secara teoritis. Hubungan
komplek itu dapat dibangun antara satu atau beberapa variabel independen, dimana dalam penelitian ini terdapat satu variabel independen, empat variabel
bebas. Setiap variabel, dependen maupun independen, berbentuk konstruk yang dibangun dari berbagai variabel indikator.
3.4.2. Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis penelitian, berdasarkan pada evaluasi kriteria Goodness-of-Fit
. Sebelum dilakukan evaluasi kesesuaian model Goodness-of- Fit
, data yang akan digunakan dalam analisis ini harus diuji terlebih dahulu apakah memenuhi asumsi-asumsi SEM atau tidak. Asumsi-asumsi tersebut
meliputi Ferdinand, 2006: a Ukuran sampel, ketentuan jumlah sampel minimum adalah 100. b Normalitas dan linearitas. c Outliers. d
Multicolinearity dan singularity.
Pengujian kesesuaian model dilakukan dengan menggunakan beberapa indeks kesesuaian Fit Index untuk mengukur “kebenaran” model yang diajukan.
Indeks kesesuaian yang digunakan antara lain adalah Ferdinand, 2006: a χ
2
– Chi Square Statistic
, b RMSEA Root Mean Square Error of Approximation, c GFI Goodness of Fit Index, d AGFI Adjusted Goodness Fit Index, e TLI
Tucker Lewis Index, f CFI Comparative Fit Index.
38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Karakteristik Responden
Berdasarkan data isian kuesioner, maka bisa dijelaskan karakteristik responden penelitian ini sebagai berikut:
a. Jenis Kelamin Data kuesioner yang berhasil terkumpul adalah 143 kuesioner, namun
terdapat satu responden yang mengalami outlier, sehingga untuk selanjutnya responden dihitung sejumlah 142 responden. Berdasarkan jenis kelamin
responden, maka profil responden bisa dijelaskan berikut: Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
Prosentase
1 Laki-laki
82 57,7
2 Perempuan
60 42,3
Total 142
100,0 Sumber
b. Usia : Data diolah
Dari 142 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat diketahui usia para responden penelitian sebagai berikut:
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No Usia Jumlah
Prosentase
1 17 tahun – 22 tahun
36 25,4
2 23 tahun – 28 tahun
28 19,7
3 29 tahun – 34 tahun
32 22,5
4 35 tahun – 40 tahun
25 17,6
5 41 tahun – 46 tahun
16 11,3
6 46 tahun ke atas
5 3,5
Total 142
100,0 Sumber : Data diolah
39
c. Pekerjaan Dari 142 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat
diketahui pekerjaan para responden penelitian sebagai berikut: Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah
Prosentase
1 Pelajarmahasiswa
34 23,9
2 Pekerja swasta
51 35,9
3 PNS
22 15,5
4 TNI
5 3,5
5 Pengusaha
3 2,1
6 Profesional
9 6,3
7 Lain-lain
18 12,7
Total 142
100,0 Sumber
No
: Data diolah d. Domisili
Berdasarkan 142 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat diketahui domisili responden sebagaimana dijelaskan dalam tabel
berikut: Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Domisili
Domisili Jumlah
Prosentase
1 Surabaya Utara
15 10,6
2 Surabaya Selatan
19 13,4
3 Surabaya Barat
37 26,1
4 Surabaya Timur
36 25,4
5 Surabaya Pusat
35 24,6
Total 142
100,0 Sumber
: Data diolah
40
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian