12
Berdasarkan tingkat kontak dengan konsumen, jasa dapat dibedakan ke dalam kelompok Griffin 1996 dalam Asih, 2006:2:
a. High-contact system; untuk memperoleh jasa, konsumen harus terlibat atau menjadi bagian dari sistem. Hal ini sebagaimana terdapat pada jasa
pendidikan, kesehatan, transportasi dan konsultasi. b. Low-contact system; dalam hal ini konsumen tidak perlu menjadi bagian dari
sistem, misalnya pada jasa perbankan dan reparasi mobil. Klasifikasi jasa berdasarkan kesamaan dengan operasi manufaktur dibagi
dalam tiga kategori Griffin 1996 dalam Asih, 2006:2: a. Pure service; merupakan jasa yang tergolong high-contact dengan tanpa
persediaan. Dalam jasa ini pemberi jasa memberikan perlakuan yang khusus unik dan pada saat konsumen ada.
b. Quasimanufacturing service; jasa ini dalam banyak hal mirip dengan manufaktur, termasuk sangat low-contact dan konsumen tidak harus menjadi
bagian dari sistem produksi jasa. c. Mixed service; kelompok jasa dengan tingkat kontak menengah moderate-
contact yang menggabungkan dengan beberapa fitur dari kedua kategori di
atas, contohnya bengkel, pemadam kebakaran, jasa ambulans dan lain-lain. finansial dan jasa periklanan.
2. Dimensi Kualitas Jasa
Handriana 1998 dalam Munawaroh 2005:121 menyatakan bahwa kualitas merupakan tingkat kesesuaian dengan persyaratan, dalam hal ini
persyaratan pelanggan. Total quality service merupakan konsep tentang
13
bagaimana menanamkan kualitas pelayanan pada setiap fase penyelenggaraan jasa yang melibatkan semua personel yang ada dalam organisasi. Beberapa dimensi
kualitas jasa diteliti oleh banyak ahli. Parasuraman dkk. 1985 dalam Munawaroh 2005:121 menyatakan lima dimensi kualitas jasa,
yaitu: a. Reliability: kemampuan untuk memberikan jasa dengan segera dan
memuaskan. b. Responsiveness: kemampuan untuk memberikan jasa dengan tanggap.
c. Assurance: kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan.
d. Emphaty: kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan.
e. Tangibles: fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. Lehtinen dan Lehtinen 1982 dalam Munawaroh 2005:121 membagi
dimensi kualitas jasa menjadi 3, yaitu: interactive quality yang berkenaan dengan kontak personal, physical quality yang berkenaan dengan fasilitas fisik yang
mendukung kulitas jasa dan corporate quality yang melibatkan image perusahaan. Gronroos 1984 dalam Munawaroh 2005:121 membagi dimensi kualitas
jasa menjadi 2, yaitu: technical kualitas teknik dan functional kualitas fungsional Kualitas teknik adalah apa yang pelanggan dapatkan, sedangkan
kualitas fungsional mengacu pada bagaimana mereka menerima jasa pelayanan. Hedvall dan Peltschik 1989 dalam Munawaroh 2005:121 membagi
dimensi kualitas jasa menjadi 2, yaitu: wilingness and ability to serve kemauan
14
dan kemampuan untuk melayani dan physical and psychological access akses fisik dan psikhologis
3. Pengukuran Kualitas Jasa
Munawaroh 2005:121 menyatakan bahwa untuk menganalisis kualitas jasa dapat dilakukan dengan mengkuantifikasi dimensi kualitas dengan
menggunakan skala Likert pada kuesioner yang disebarkan kepada responden. Zeithaml, dkk. 1988 mengukur kualitas jasa dengan mengetahui perbedaangap
antara harapan dengan persepsi pelanggan. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas pelayanan, yaitu derajat perbedaan antara harapan pelanggan dengan persepsi
pelanggan terhadap kinerja jasa yang diterimanya. Berbeda dengan Parasuraman, dkk 1985, Cronin dan Taylor 1992 mengemukakan konsep SERVPERF untuk
mengukur kualitas jasa, yaitu kualitas pelayanan secara langsung dipengaruhi oleh persepsi pelanggan terhadap kinerja. Konsep ini didukung juga oleh beberapa
peneliti, yaitu Babakus dan Boller 1992, Teas 1994, dan sebagainya. 2.2.2. Jasa Transportasi
1. Pengertian Jasa Transportasi