Data Daya Saing Komoditi Kakao Biji

263 hasil perhitunganm koefisien Gini kabupaten yang dihitung dengan persamaan MO.115. Perhitungan koefisien Gini kabupaten dengan memanfaatkan persamaan MO.115 berdasarkan data PDRB nominal dan PDRB riil menunjukkan hasil yang sama. Hasil perhitungan tersebut disajikan dalam Lampiran B5. Selanjutnya, hasil analisis korelasi koefisien-koefisien tersebut per kabupaten dalam ketiga tabel lampiran menunjukkan korelasi yang tinggi sebagaimana ditunjukkan dalam Lampiran B6. Rata-rata koefisien korelasi antara koefisien Gini dengan koefisien ketimpangan antar-sektor dalam kabupaten yang didasarkan atas PDRB riil lebih rendah dibandingkan dengan yang didasarkan atas PDRB nominal, yaiu 0,906 vs 0,945. Ini konsisten dengan analisis distribusi pendapatan di tingkat propinsi sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis di atas, maka koefisien Gini per kabupaten digunakan sebagai ukuran distribusi pendapatan per kabupaten. Demikian pula, koefisien Gini atas dasar PDRB nominal per kapita digunakan sebagai ukuran distribusi pendapatan di Sulteng.

B. Data Daya Saing Komoditi Kakao Biji

Selain semua data yang disebutkan sebelumnya, maka penelitian ini memerlukan data pertumbuhan daya saing komoditi kakao biji. Untuk mendapatkan data daya saing kakao biji, SSA yang disajikan dalam persamaan MO.106 dan MO.106a telah dimanfaatkan. Hasil identifikasi data daya saing komoditi kakao biji Sulteng disajikan dalam Tabel 22. Adapun, hasil analisis lengkap per kabuapten disajikan dalam Lampiran B7. Selanjutnya, pertumbuhan daya saing disajikan dalam Lampiran B8. Konsekuensi logis menghitung daya saing dengan memanfaatkan SSA adalah ukuran daya saing dalam bentuk nilai rupiah dan persentase. Ukuran persentase dimanfaatkan untuk mengurangi variasi data. Selanjutnya, angka nol menunjukkan daya saing minimum. Oleh karena itu, angka dengan tanda negatif menunjukkan tidak adanya daya saing dan angka dengan tanda positif 264 menunjukkan adanya daya saing. Makin besar angka bertanda positif, makin kuat daya saing, dan sebaliknya. Tabel 22 Daya Saing Kakao Biji dalam Perekonomian Sulteng Kurun Waktu 1985 – 2008 ------------------------------------------------------------- Daya Saing Tahun ----------------------------------------- Rp. Juta ------------------------------------------------------------- 1985 0,00 100,00 1986 43,41 106,10 1987 -340,60 -59,46 1988 -51,30 -24,72 1989 3,547,51 89,63 1990 -998,71 -257,81 1991 -1,161,07 287,99 1992 5,603,92 76,10 1993 -4,066,97 124,32 1994 -12,485,89 -74,40 1995 -3,436,19 61,48 1996 1,258,30 7,59 1997 62,747,70 87,98 1998 -79,577,10 101,44 1999 -192,923,21 -132,57 2000 113,621,56 60,08 2001 172,334,94 81,34 2002 -222,143,31 924,41 2003 31,650,10 8,07 2004 128,150,82 270,38 2005 -112,378,29 55,86 2006 -400,019,24 -1,339,49 2007 211,397,08 26,86 2008 -3,485,35 -0,49 Rataan -12,613,00 24,20 ------------------------------------------------------------- Sumber : Hasil analisis data sekunder Berdasarkan angka-angka yang disajikan dalam Tabel 22, tampak bahwa rata-rata daya saing komoditi kakao biji Sulteng dalam kurun waktu 1985 - 2008 tergolong sudah kuat. Ini diindikasikan oleh nilai rata-rata persentase yang bertanda positif. 265

C. Informasi Kebijakan