nyamplung selain mengandung lemak netral juga mengandung fosfolipid, glikolipid dan fraksi lemak tidak tersabunkan seperti sterol, xanton, turunan
koumarin, kalofilat, isoptalat dan lain-lain Kilham 2004. Kadar asam lemak bebas yang sangat tinggi disebabkan karena karakteristik dari biji nyamplung dan
penanganan pasca panen yang dilakukan oleh petani tersebut. Karena tanaman nyamplung hanya berbuah setahun dua kali maka untuk memenuhi permintaan
minyak nyamplung diluar masa panen, petani menyimpan biji nyamplung yang telah kering diantara masa panen tersebut. Adanya permasalahan tersebut maka
perlu dirancang teknologi produksi biodiesel yang tepat sesuai dengan karakteristik minyak biji nyamplung tersebut.
Minyak nabati dengan kadar ALB yang tinggi tidak dapat diproses menjadi biodiesel dengan proses transesterifikasi karena akan terbentuk emulsi
sabun sehingga menyulitkan proses pemisahan metil ester Canakci dan Van
Gerpen, 2001; Tyson 2004; Lele 2005. Persyaratan minyak nabati pada
transesterifikasi dengan katalis basa adalah ≤ 5 Canakci dan Van Gerpen 1999.
Apabila dilakukan netralisasi terlebih dahulu akan berakibat pada kenaikan biaya produksi dan rendahnya rendemen. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut
adalah melakukan proses produksi biodiesel melalui proses dua tahap yaitu esterifikasi yang bertujuan untuk menurunkan ALB sekaligus mengkonversi ALB
tersebut menjadi metil ester dan transesterifikasi untuk mengubah trigliserida, monogliserida dan digliserida menjadi metil ester.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rancangan proses produksi biodiesel dari minyak biji nyamplung melalui reaksi esterifikasi dan
transesterifikasi sehingga dapat menghasilkan produk yang mempunyai kelayakan teknis maupun finansial.
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
1. Analisis peluang produksi biodiesel dengan bahan baku minyak biji
nyamplung dan analisis permasalahannya. 2.
Kreasi proses, meliputi: karakterisasi bahan baku, penentuan jalur proses, penentuan kondisi proses degumming, optimasi proses esterifikasi, kinetika
proses esterifikasi, optimasi proses transesterifikasi dan pengujian produk terdiri atas pengujian sifat fisiko-kimia, kinerja biodiesel dan pengaruh
biodiesel terhadap mesin serta analisis keuntungan kasar. 3.
Pengembangan proses meliputi integrasi proses penyusunan diagram alir kualitatif, penyusunan neraca massa dan energi serta penyusunan diagram alir
kuantitatif, simulasi model penyusunan Process Enginerering Flow Diagram
PEFD, optimasi kapasitas produksi dan penilaian kelayakan teknis dan finansial terhadap rancangan yang dihasilkan.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Nyamplung Calophyllum inophyllum L.
2.1.1 Sifat-Sifat Tanaman Nyamplung
Nyamplung mempunyai nama daerah bintangor, bintol, mentangur, penanga di Sumatera, bunut, nyamplung, bintangur, sulatri, punaga di Jawa, bataoh,
bentangur, butoo, jampelung, jinjit, mahadingan, maharunuk di Kalimantan, betau, bintula, dinggale, pude, wetai di Sulawesi, balitoko, bintao, bitaur, petaule di
Maluku, dan bentango, gentangir, mantau, samplong di NTT Martawijaya et al. 1981. Negara Malaysia mengenal nyamplung sebagai bintangor, bakokol,
entangor, mentangor dan penanga laut Martawijaya et al. 1981. Calophyllum inophyllum L.
atau Calophyllum bintangor Roxb. di Inggris diketahui sebagai Alexandrian Laurel, Tamanu, Pannay Tree,
Sweet Scented Calophyllum Dweek dan Meadows 2002. Daerah penyebaran di Indonesia meliputi Sumatera Barat,
Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Timur Martawijaya et al. 1981.
Taksonomi nyamplung Calophyllum inophyllum L. adalah sebagai berikut: •
dunia : Plantae tumbuhan •
super divisi : Spermatophyta menghasilkan biji •
divisi: Magnoliophyta berbunga •
kelas:Magnoliopsida berkeping dua •
subkelas: Dilleniidae •
ordo: Theales •
famili: Clusiaceae •
genus: Calophyllum •
spesies: Calophyllum inophyllum L. Kayu nyamplung dapat digunakan untuk berbagai keperluan yaitu: tiang
layar, dayung, balok, tiang rumah, papan lantai perumahan, peti, tiang listrik, roda, sumbu gerobak, kano, tong dan kepala pemukul golf Martawijaya et al. 1981.
Tanaman nyamplung tumbuh di hutan tropis dengan curah hujan A dan B, pada
tanah berawa dekat pantai sampai pada tanah kering berbukit-bukit sampai ketinggian 800 m dari permukaan laut Martawijaya et al. 1981. Kondisi
lingkungan pertumbuhan tanaman nyamplung dapat dilihat pada Tabel 1 sedangkan tanaman dan buah nyamplung dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 1 Kondisi lingkungan untuk pertumbuhan nyamplung No Parameter
Kondisi lingkungan yang sesuai 1
Iklim Suhu sedang moderat sampai basah dan
tidak cocok pada kondisi sangat dingin • Ketinggian
0-800 m dari permukaan laut • Curah hujan
1000-5000 mm 40-200 inci • Lama musim kering dengan
curah hujan 40 m 5 bulan
• Suhu rata-rata tahunan 33
C 91 F
• Suhu maksimum rata-rata pada bulan paling panas
37 C 99
F • Suhu minimum rata-rata
pada bulan paling dingin 12
C 54 F
2 Tanah
Tumbuh baik pada tanah berpasir dengan hujan yang cukup di pantai tetapi toleran
pada tanah lempung clay dan tanah berbatu rocky soils, tanah yang dangkal
shallow
dan tanah asin saline soils • Tekstur tanah
Toleran pada tanah sands, sandy loams, loams
dan sandy clay loams • Drainase tanah
Toleran pada drainase jelek • Keasaman
pH 7,4 - 4,0 3
Toleransi kondisi ekstrim Merupakan pohon keras yang tumbuh pada
daerah pantai, toleran terhadap angin, air laut, dan kekeringan
• Kekeringan Toleran pada kemarau selama 5 bulan
• Sinar Matahari Lebih cocok pada sinar matahari penuh
dan dapat tumbuh baik pada tempat teduh • Pembekuan
Tidak toleran pada kondisi beku • Waterlogging
Toleran pada kondisi dikelilingi air waterlogging pada area pantai.
Sumber: Friday dan Okano 2005.
Buah nyamplung berbentuk bulat seperti peluru dengan ujung berbentuk lancip berwarna hijau terusi selama masih bergantung pada pohon tetapi menjadi
kekuning-kuningan atau berwarna seperti kayu yang sudah luruh setelah
masak, daging buahnya tipis yang lambat laun menjadi keriput, rapuh dan mengelupas, di dalamnya terdapat sebuah inti yang berwarna kuning terutama jika
dijemur Heyne 1987. Biji digunakan untuk mengobati kudis, bila dimakan akan mengakibatkan mabuk bahkan kematian akan tetapi minyaknya dapat digunakan
untuk menyembuhkan borok dan penumbuh rambut dan untuk penerangan Heyne 1987. Inti nyamplung mengandung abu 1,7, protein kasar 6,2, minyak 55,5 ,
pati 0,34, air 10,8, hemiselulosa 19,4 , dan selulosa 6,1 Wilde et al. 2004.
Sumber: http:www.aromatrading.co.ukcalophyl [
26 Juni 2005].
Gambar 1 Tanaman dan buah nyamplung.
2.1.2 Minyak Biji Nyamplung
Inti kernel nyamplung mempunyai kandungan minyak yang sangat tinggi yaitu sebesar 75 Dweek dan Meadows 2002, 71,4 pada inti yang kering
dengan kadar air 3,3 Heyne 1987, 40-73 Soerawidjaja 2005, 55,5 pada
inti yang segar dan 70,5 pada inti yang benar-benar kering Greshoff dalam Heyne 1987. Pada inti yang kering proses pengepresan dapat menghasilkan
minyak 60 Dweek dan Meadows 2002. Produksi biji nyamplung mencapai 100 kg per pohon Dweek dan Meadows 2002; Friday dan Okano 2005. Minyak
dapat diperoleh dengan pengepresan dingin dari 100 kg buah akan dihasilkan 18 kg minyak kemudian dijernihkan sehingga dihasilkan minyak yang berwarna
kuning kehijauan serupa dengan minyak olive dengan aroma dan rasa yang hambar Dweek dan Meadows 2002. Buah yang matang tapi belum bertunas dipecah
tanpa merusak inti kemudian secara cepat dipindahkan dan disusun dalam lapisan yang tipis dan dibeberkan pada matahari jika tidak segera dibeberkan maka akan
ditumbuhi jamur selanjutnya dilakukan proses pengeringan inti sampai kehilangan bobot 2,5 gram dari setiap 7 gram inti segar sehingga bobot kering menjadi kira-
kira 4,5 gram dan setelah kering inti menjadi kecoklatan dan kandungan minyaknya akan naik Dweek dan Meadows 2002. Selama pengeringan akan terjadi
kehilangan kemampuan bertunas, dan pengeringan secara sempurna dengan kondisi cuaca cukup kering inti dapat disimpan pada waktu lama Dweek dan Meadows
2002. Menurut Heyne 1987 minyak nyamplung digunakan sebagai obat oles
terhadap encok dan telah dipasarkan ke Eropa dengan nama ndilo-olie. Minyak
nyamplung di beberapa daerah digunakan untuk penerangan Dweek dan Meadows 2002 ; Lele 2005. Bau minyak nyamplung yang tidak sedap dapat
dihilangkan dan kegunaanya dapat ditingkatkan setelah dinetralkan pada suhu 60
o
C dengan alkali Heyne 1987. Tidak seperti kebanyakan minyak sayur, minyak
nyamplung tamanu oil tidak terkandung dalam buah yang segar akan tetapi terbentuk selama proses pengeringan biji Dweek dan Meadows 2002. Minyak
nyamplung Tamanu oil adalah minyak yang berharga dan merupakan minyak kental berwarna coklat kehijauan beraroma seperti karamel didapat dari buah yang
telah matang dari pohon Callophyllum inophyllum L. mempunyai fungsi penyembuhan yang signifikan khususnya untuk jaringan terbakar Kilham 2003.
Minyak nyamplung mempunyai karakteristik spesifik yaitu berwarna hijau tua kental, dan mempunyai aroma yang menyengat. Karakteristik minyak nyamplung
dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik fisiko-kimia minyak Calophyllum inophyllum L.
Karakteristik Komposisi
Warna Hijau Kondisi cairan
kental Bilangan Iod
100-115 Densitas pada suhu 20
o
C 0,920-0,940 Indek Refrasi
1,4750-1,4820 Bilangan Peroksida
20,0 meq Fraksi lipid
98-99,5 Komposisi asam lemak
• Asam palmitoleat C16:1 0,5-1
• Asam palmitat C16 15-17
• Asam oleat C 18:1 30-50
• Asam linoleat C 18:2 25-40
• Asam stearat C18:0 8-16
• Asam arakidat C20 0,5-1
• Asam Gadoleat C19:1 0,5-1
• Komponen tidak tersabunkan unsaponifiable: Fatty alkohol,
sterol, xanton, turunan koumarin, calophilic, isocalophilic
, isoptalat, kapelierat, asam pseudobrasilic,
dan penyusun triterpenoat
0,5-2
Sumber : Debaut et al. 2005.
Menurut Lele 2005 biodiesel dapat dibuat dari minyak non edible yang diperoleh dari Jatropha curcas, Pangamia pinnata, Calophyllum inophyllum L.
Nagchampa, Havea brasiliensis biji karet dan sebagainya. Hal itu sesuai dengan Soerawidjaja 2001 yang menyatakan bahwa terdapat 30 jenis tanaman
yang memilki potensi minyak yang dapat digunakan sebagai biodiesel diantaranya adalah kelapa Cocos nusifera, kecipir Psophocarpus tetrag, kelor Moringa
olifera, nimba Azadirachta indica, saga hutan Adenathera pavonina,
nyamplung Calophyllum inophyllum L., dan lain-lain. Kadar minyak inti nyamplung relatif tinggi 40-73 dibanding dengan jarak pagar 40-60, saga
utan 14-28, kapok 24-40, kesumba 30-60, kelor 30-49, kemiri 57- 69 dan daging buah kelapa sawit 45-70.
2.2 Biodiesel
2.2.1
Biodiesel dan Manfaat Penggunaannya
Biodiesel secara kimia didefinisikan sebagai metil ester atau monoalkil ester yang diturunkan dari minyaklemak alami, seperti minyak nabati, lemak hewan
atau minyak goreng bekas yang dapat digunakan langsung atau dicampur dengan minyak diesel Peeples 1988 ; Darnoko et al. 2001. Biodiesel adalah bahan bakar
diesel alternatif yang terdiri dari alkil monoester asam lemak dari minyak sayur atau lemak hewan Canakci Van Gerpen 2003. Metil ester atau etil ester
merupakan senyawa yang relatif stabil, berupa cairan pada suhu ruang titik leleh antara 4-18
o
C, non korosif, titik didihnya rendah. Metil ester lebih disukai daripada etil ester untuk alasan ekonomis dan stabil secara pirolitik dalam proses
distilasi fraksional Herawan dan Sadi 1997. Penggunaan CPO sebagai bahan baku untuk produksi biodiesel mempunyai
keuntungan karena biodiesel yang dihasilkan mempunyai bilangan setana yang tinggi yaitu 62 lebih tinggi dari persyaratan minimal yaitu 45 Darnoko et al.
2001. Negara-negara Eropa seperti Austria, Perancis dan Itali memproduksi metil ester dari biji bunga lobak dikenal dengan istilah RME rapeseed oil methyl ester,
metil ester dari minyak kedele dikenal dengan SME soybean oil methyl ester dan methyl ester dari minyak sawit dikenal dengan POME palm oil methyl ester
Nakazono 2001. Keuntungan penggunaan biodiesel diantaranya adalah: sifat bahan bakunya
dapat diperbarui renewable, penggunaan energi lebih efisien, dapat menggantikan bahan bakar diesel dan turunannya dari petroleum, dapat digunakan kebanyakan
peralatan diesel dengan tidak ada modifikasi atau hanya modifikasi kecil, dapat mengurangi emisi pancaran gas yang menyebabkan pemanasan global, dapat
mengurangi emisi udara beracun, bersifat biodegradable, cocok untuk lingkungan sensitif dan mudah digunakan Tyson 2004. Emisi gas buang dari uji ketahanan
mesin motor diesel selama 250 jam dari penggunaan B30 dibandingkan dengan solar menunjukkan bahwa kadar CO 7,3, CO
2
3,7, NOx 3,2, HC lebih rendah 11,4, SO
2
20,9 dan opasitas gas buang 27,8 Legowo et al. 2006. Emisi gas buang dari uji jalan dari penggunaan B30 dibandingkan dengan solar
menunjukkan bahwa kadar CO 2,06, CO
2
3,22, NOx 7,82, HC 4,73, SO
2
6,33 dan opasitas gas buang lebih rendah 23,18 Legowo et al. 2006. Penggunaaan biodiesel akan menurunkan biaya pemeliharaan penggantian
filter oli, penggantian filter bahan bakar, penggantian filter udara dan peningkatan kualitas udara emisi cerobong ammonia, free chlorine, NO
2
dan Hidrolic acid Pakpahan 2001. Perbandingan sifat biodiesel dan petrodiesel disajikan pada
Tabel 3. Menurut Fajar et al. 2003 penggunaan biodiesel dengan campuran 20
PME, 30 PME dan 40 PME pada mesin satu silinder engine single cylinder Hydra
di Pusat Termodinamika Motor dan Propulsi BPPT menunjukkan bahwa
biodiesel 30 30 PME mempunyai emisi asap CO dan HC paling rendah, keperluan bahan bakar emisi NO sama dibandingkan dengan bahan bakar diesel,
dengan demikian biodiesel 30 merupakan pencampuran biodiesel yang paling optimum.
Tabel 3 Perbandingan sifat biodiesel dan petrodiesel
Sifat-sifat Biodiesel
Petrodiesel Komposisi
Metil ester dari asam lemak Hidrokarbon
Densitas, gml 0,8624
0,8750 Viscositas, cSt
5,55 4,0
Titik nyala,
o
C 172 98
Bilangan setana 62,4
53 Kadar air,
0,1 0,3
Produksi energi 128.000 BTU
130.000 BTU Torsi mesin
Serupa Serupa
Modifikasi mesin
Tidak perlu Konsumsi bahan
bakar Serupa
Serupa Lubrikasi
Tinggi Rendah
Emisi Emisi CO,
hidrokarbon total,
SO
2
dan NOx lebih kecil Emisi CO, hidrokarbon total
tinggi dan SO
2
lebih besar Penanganan
Tidak mudah terbakar Mudah terbakar
Lingkungan Toksisitas rendah
Toksisitas 10 kali lebih tinggi Ketersediaan Terbarukan
Tidak terbarukan
Sumber : Pakpahan 2001.
Dengan menggunakan biodiesel akan meningkatkan kualitas emisi udara dilihat dari parameter hidrokarbon, gas CO, CO
2
, NOx, SOx Legowo et al. 2001 dan Nakazono 2001
seperti tercantum pada Tabel 4.
2.2.2 Produksi Biodiesel Melalui Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi
Proses produksi biodiesel dikembangkan oleh beberapa negara maju di dunia, contoh industri biodiesel di beberapa negara disajikan pada Tabel 5.
Tabel 4 Perbedaan karakteristik emisi bahan bakar diesel dan biodiesel e-OIL Emisi Biodiesel
Diesel CO ppm
219 466
HC ppm 39
33 NOx ppm
125 135
SOx ppm 0,2
22 CO
2
3,2 3,6
O
2
16,6 16,1
Asap 6
18 Metanal ppm
8,8 6,9
Etanal ppm 1,5
1,2 Acroilena ppm
0,05 0,05
Propanal ppm 0,07
0,05
Kecepatan kendaraan = 35 kmh 2500 rpm. Sumber : Nakazono 2001.
Tabel 5 Pabrik biodiesel di beberapa negara
No Perusahaan Kota Negara
Kapasitas terpasang
tontahun 1
Biodiesel Industries Las Vegas
USA 40.000
2 Biodiesel Industries
California USA
3.500 3 Biodiesel
Industries Colorado
USA 10.000
4 Biodiesel Industries
New South Wales
Australia 20.000
5 Biodiesel Industries
Texas USA
10.000 6 Impersial
Western Product
Coachelia USA
40.000 7
Ag Enviromental Products Sergeant Bluff USA
100.000 8
West Central Soy Ralston
USA 40.000
10 Lurgi Life Science
Marf Germany
100.000 11 Fortum
Porvoo Finland
170.000 12 Argent
Energy Motherwell
UK 35.000
13 Biofuel corp
Tesside UK
250.000
Menurut Lele 2005 proses produksi biodiesel dapat dilakukan dengan proses transesterifikasi secara batch pada suhu kamar, tekanan 1 atm dan katalis
KOH seperti yang dilakukan di ComprimoVogel and Noot, Idaho University ConemannCold and Hann ataupun pada transesterifikasi secara kontinyu pada
suhu 60-70
O
C dengan katalis NaOH seperti dilakukan oleh Lurgi dan IFPSofiprotest. Di Indonesia biodiesel diproduksi di beberapa perusahaaninstansi
diantaranya adalah PT Tracon Industri 500 literhari, PT Pindad 500 literhari, PT Energi Alternatif 1500 liter hari, ITB 500 literhari, BPPT 3.000 kg hari,
PT Ganesha Energy 6.000 tontahun, PT Eterindo Wahanatama 100.000 tontahun dan PT Sumiasih 36.000 tontahun.
Kebanyakan biodiesel di Indonesia diproduksi dari minyak sawit dan minyak jarak pagar pada hal menurut Soerawidjaja 2001 dan Lele 2005,
biodiesel dapat dibuat dari berbagai jenis minyak dan lemak lain salah satunya adalah minyak nyamplung Calophyllum inophyllum L.. Dalam lemakminyak,
yang memegang peranan penting dalam menentukan kualitas biodiesel adalah komposisi asam lemaknya. Komposisi asam lemak minyak sawit kasar CPO,
minyak nyamplung dan minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 6. Terdapat empat jenis asam lemak penyusun utama CPO dan minyak jarak pagar yaitu asam
palmitat, asam stearat, asam oleat, dan asam linoleat yang mempunyai kemiripan dengan minyak nyamplung. Sifat-sifat fisiko kimia minyak nabati sebagai bahan
baku biodiesel sangat dipengaruhi oleh jenis asam lemak penyusun minyak tersebut. Sifat-sifat beberapa jenis minyak sebagai bahan baku biodiesel dapat
dilihat pada Tabel 7. Tabel 6 Komposisi asam lemak beberapa jenis sumber minyak nabati
Komponen Minyak Nyamplung
a
Minyak Jarak
pagar
b
CPO
c
Minyak Kanola
d
Minyak Jagung
d
Minyak Kedele
d
Minyak Kelapa
d
Asam n-Kaprilat C8 0,1
7,7 Asam Kaprat C10
0,1 6,0
Asam Laurat
C12 -
0,9 46,7
Asam Miristat C14 -
1,3 0,3
0,1 18,3
Asam Palmitat C16 17,1
11,9 43,9
3,0 9,9
10,3 9,2 Asam stearat C18
9,05 5,2
4,9 1,8
2,0 3,9 2,9
Asam Oleat C 18:1 50,8
29,9 39,9
58,0 28,7
22,1 6,9 Asam Linoleat C 18:2
20 46,1
9,5 21,0
56,9 54,1 1,7
Asam Linolenat C 18:3 4,7
0,3 11,1
1,1 8,3
- Asam Arachidat C20
- -
0,7 0,5
0,3 -
Asam Erukat
C20:1 3,3
- - 1,7 0,4 0,4 - a: Soerawidjaja et al. 2005, b: Haas Mittelbach 2000, c: Allen et al. 2000, d: Hui 1996.
Teknologi proses produksi biodiesel satu tahap tidak cocok digunakan untuk memproduksi bahan yang mempunyai bilangan asam tinggi. Menurut Lele
2005 transesterifikasi hanya bekerja secara baik terhadap minyak yang mempunyai kualitas baik, apabila minyak mengandung asam lemak bebas
melebihi 1 maka akan membentuk formasi emulsi sabun yang menyulitkan pemisahan biodiesel yang dihasilkan. Minyak yang mengandung asam lemak
bebas lebih dari 2 proses tidak dapat dilaksanakan Lele 2005. Menurut Canakci dan Van Gerpen 2001 terbentuknya sabun pada proses produksi biodiesel dari
minyak yang mempunyai kadar air dan kadar ALB tinggi akan menyulitkan proses pencucian dan memungkinkan hilangnya produk yang berguna, alternatifnya
dilakukan dengan dua tahap reaksi dengan menggunakan katalis asam dan katalis basa.
Tabel 7 Sifat-sifat fisiko-kimia beberapa jenis minyak nabati yang digunakan sebagai bahan dasar biodiesel
Karakteristik Minyak
sawit CPO
Minyak inti
sawit PKO
Minyak Kelapa
Minyak biji
kapok Minyak
jarak Minyak
mete Bahan
bakar diesel
Densitas pada suhu 15
O
C kgl 0,92-
0,95 0,90 0,92-
0,94 0,92-
0,93 0,962 0,92-
0,98 0,80-
0,86 Viskositas pada
suhu 20
O
C cSt 88,6 66,3 51,9
293 150- 160
2-8 Nilai panas
MJkg 39,5 39,7 37,5 3,7
45,2 Titik nyala
O
C 314 260 270- 300
55 Bilangan
Setana 42
45 Titik didih
O
C 25-30
22-60 17
Air 0,1
0,3-0,4 0,25
0,25 0,20
Sulfur 0,30
Sumber : Legowo et al. 2001.
Rendemen transesterifikasi dapat ditingkatkan dari 25 menjadi 96 dengan menurunkan kadar asam lemak bebas dan air masing-masing berturut-turut
10 menjadi 0,23 dan 0,2 menjadi 0,02 Lee et al. 2002. Menurut Tyson 2004 minyak yang mengandung asam lemak bebas 10 akan kehilangan
rendemen biodiesel sebesar 30 apabila diproses menjadi biodiesel dengan cara transesterifikasi.
Proses pembuatan biodiesel menurut Nakazono 2001 dilakukan dengan perlakukan pendahuluan untuk mengurangi kadar air dan kotoran kurang dari
0,05 dengan metode fisik misalnya filtrasi, pemisahan dengan spesific grafity dan evaporasi, selanjutnya dilakukan reaksi singkat waktu 5 menit, menggunakan
penambahan NaOH atau KOH yang dilarutkan dalam metanol MeOH, pemisahan gliserol dilakukan berdasarkan perbedaan secara spesifik grafity atau menggunakan
sentrifugasi sehingga dihasilkan produk akhir biodiesel. Proses pembuatan biodiesel minyak jarak melalui proses transesterifikasi
proses satu tahap dengan menggunakan katalis basa dihasilkan bilangan asam dan kekentalan yang tinggi, sehingga tidak sesuai dengan persyaratan ASTM yaitu
sebesar 0,8 dan kekentalan 4 – 5 cSt, sedangkan dengan katalis asam, bilangan asam menjadi lebih rendah tetapi kekentalan tidak mengalami penurunan oleh
karena itu dilakukan proses dua tahap dengan esterifikasi-transesterifikasi Sudradjat et al. 2005. Esterifikasi betujuan menurunkan kandungan asam lemak
bebas dan transesterifikasi bertujuan mengubah trigliserida menjadi metil ester, proses dua tahap ini menghasilkan biodiesel dengan bilangan asam dan viskositas
yang memenuhi standar ASTM dan biodiesel komersial. Sudradjat et al. 2005. Proses produksi biodiesel dari minyak jarak disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Diagram alir proses produksi biodiesel Soedradjat et al. 2005.
Esterifikasi. Deasidifikasi adalah tahapan penting dalam persiapan
produksi biodiesel dengan katalis basa karena asam karboksilat bebas pada proses transesterifikasi membentuk sabun dengan katalis basa sehingga menurunkan
aktivitas katalitik dan menyulitkan pemisahan gliserol karena membentuk emulsi.
Biji jarak
Pengupasan Penggilingan
Pengepresan
Esterifikasi
• Asam klorida • Metanol
• Suhu 60
o
C
Pencucian
Transesterifikasi • NaOH
• Metanol • Suhu 60
o
C Biodiesel
metil ester Pencucian
Minyak mengandung lebih dari 5 asam lemak bebas akan terbentuk gel setelah penambahan KOH atau KOH Canakci dan Van Gerpen 1999. Minyak yang
mengandung 0,5 - 4 akan menyebabkan kehilangan hasil transesterifikasi dan apabila minyak mengandung ALB sekitar 4 maka minyak tersebut sulit diproses
menjadi biodiesel Haas et al. 2005. Deasidifikasi dapat dilakukan dengan proses netralisasi atau dengan esterifikasi. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara
metanol atau etanol dengan asam lemak bebas sehingga terbentuk metil ester atau etil ester dengan katalis asam dan pemberian panas. Reaksi kimia esterifikasi
adalah sebagai berikut:
Reaksi esterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah jumlah pereaksi, metanol dan asam lemak bebas, waktu reaksi, suhu, konsentrasi
katalis, dan kandungan air pada minyak Guner et al. 1995; Kirbaslar et al. 2000; Canakci dan Van Gerpen 2001; Oluwaniyi et al. 2003. Deasidifikasi adalah proses
penting karena asam lemak bebas akan membentuk sabun dan dengan gliserol akan membentuk emulsi yang sukar dipisahkan pada proses transesterifikasi Canakci
dan Van Gerpen 1999. Menurut Sudradjat et al. 2005 perlakuan terbaik proses esterifikasi minyak jarak yang mengandung kadar air 1,54 , bilangan asam 39,02
mg KOHg minyak, bilangan penyabunan 186,08 mg KOHg minyak dan bilangan ester teoritis sebesar 147,06 mg KOHg minyak diperoleh pada penggunaan katalis
HCl 1 vv, waktu reaksi 120 menit dan jumlah metanol sebanyak 10 vv. Asam laurat, asam stearat, atau asam oleat secara lengkap dilakukan esterifikasi
R
1
COOH
+
CH
3
OH R
1
COOCH
3
Katalis asam dan suhu
+
H
2
O
Asam lemak bebas
Metanol Metil ester
Air
dengan gliserol pada suhu 230-400
o
C selama 3 jam jika menggunakan suhu 170- 180
o
C menjadi lebih lama Hui 1996. Menurut Haas et al. 2002 air yang dihasilkan selama proses esterifikasi menghambat reaksi esterifikasi lebih lanjut.
Menurut Oluwaniyi et al. 2003 esterifikasi dengan katalis HCl dan H
2
SO
4
mempunyai kecenderungan yang sama, akan tetapi penggunaan katalis H
2
SO
4
dengan nisbah molar asam lemak bebas terhadap alkohol 1:1 kurang baik
dibandingkan dengan HCl. Katalis asam selain mengesterifikasi asam lemak bebas juga mengkonversi trigliserida menjadi metil ester tetapi kecepatan lebih rendah
dibandingkan dengan transesterifikasi menggunakan katalis basa Freedman et al. 1984. Menurut Van Gerpen et al. 2004 esterifikasi dengan katalis asam terhadap
minyak kadar ALB tinggi dan telah dikeringkan terlebih dahulu memerlukan alkohol tinggi 20:1, suhu 60
o
C, waktu 1-2 jam.
Menurut
Canakci dan Van Gerpen 2001 esterifikasi minyak kedele yang mengandung ALB asam palmitat
20 dengan menggunakan nisbah molar metanol 9:1 dan katalis asam sulfat 5 dan 15 menunjukkan bahwa semakin lama waktu esterifikasi sampai dengan 0,5
jam penurunan kadar ALB semakin besar, akan tetapi antara 0,5 jam dengan 1 jam tidak ada perbedaan. Ringkasan beberapa proses esterifikasi dengan katalis asam
dapat dilihat pada Tabel 8.
Transesterifikasi.
Reaksi transesterifikasi disebut juga reaksi alkoholisis atau metanolisis karena menggunakan alkohol rantai pendek seperti metanol atau
etanol dengan katalis asam atau basa Hui 1996. Katalis basa lebih banyak digunakan karena reaksinya sangat cepat, sempurna dan dapat dilakukan pada suhu
yang rendah. Transesterifikasi dengan katalis basa berlangsung antara metanol dan trigliserida melalui pembentukan berturut-turut digliserida dan monogliserida
menghasilkan metil ester pada setiap tahapnya. Gambar reaksi transesterifikasi ditunjukkan pada Gambar 3.
Tabel 8 Ringkasan beberapa proses esterifikasi dengan katalis asam No
Ringkasan proses esterifikasi Sumber
1. Nisbah molar metanol terhadap ALB 10:1, waktu 30 menit,
katalis asam sulfat 15 dari berat ALB menurunkan bilangan asam 41,33 mgKOH gram menjadi 1,37 mgKOH
gram. Canakci dan
Van Gerpen 2001
2. Nisbah molar metanol terhadap ALB 20:1 , waktu 1 jam,
katalis asam sulfat 5 dari ALB, suhu 55-60
o
C menurunkan bilangan asam yellow grease dari 18,03 mgKOH gram
menjadi 4,26 mgKOH gram, dilanjutkan esterifikasi ke dua dengan nisbah molar metanol terhadap ALB 40:1, waktu,
katalis, suhu yang sama dapat menurunkan bilangan asam dari 4,26 mgKOH gram menjadi 0,85 mgKOH gram
Canakci dan Van Gerpen
2003
3. Nisbah molar metanol terhadap ALB 20:1 , waktu 1 jam,
katalis asam sulfat 10 dari ALB suhu 55-60
o
C dapat menurunkan bilangan asam yellow grease dari 79,2 mgKOH
gram menjadi 6,96 mgKOH gram dilanjutkan dengan esterifikasi kedua dengan nisbah molar metanol terhadap
ALB 40:1, waktu, katalis, suhu yang sama dapat menurunkan bilangan asam dari 6,96 mgKOH gram menjadi
1,54 mgKOH gram Canakci dan
Van Gerpen 2003
4. Nisbah molar metanol terhadap ALB 10:1, katalis HCl 0,1
mol, waktu 105 menit menghasilkan konversi 84 Oluwaniyi et
al . 2003
5. Nisbah molar terhadap ALB 20:1, suhu 60
o
C, waktu 1-2 jam .
Van Gerpen et al.
2004
HC O
H
2
C O
C R
O O
C R
3 CH
3
OH O
H
2
C C
R O
CH
3
O CH
3
O CH
3
O C
R O
C R
O
C R
O HC
H
2
C H
2
C OH
OH OH
Katalis Kalor
+ +
Gambar 3 Reaksi transesterifikasi Ma et al. 1999 ;Van Gerpen et al. 2004. Reaksi transesterifiksi dipengaruhi oleh faktor internal misalnya kandungan
air, kandungan asam lemak bebas, dan kandungan zat terlarut maupun tak terlarut dan faktor internal seperti suhu, waktu, kecepatan pengadukan, jenis dan
konsentrasi katalis dan jumlah nisbah molar metanol terhadap minyak Ma dan Trigliserida
3 Metil ester 3 Metanol
Gliserol
Hanna 1999; Darnoko dan Cheryan 2000; Cheng et al. 2004. Reaksi metanolisis mempunyai syarat yaitu minyak harus bersih, tanpa air dan netral, minyak yang
mempunyai kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan menghasilkan sabun yang akan mengurangi kebasaan katalis dan membentuk lapisan gel yang dapat
mempersulit pemisahan dan pengendapan gliserol Canaki dan Van Gerpen 2001. Kandungan asam lemak bebas dan air yang masing-masing lebih dari 0,5 dan
0,3 dapat menurunkan rendemen transesterifikasi minyak Freedman et al. 1986. Produksi minyak menjadi metilester dilakukan melalui reaksi
transesterifikasi menggunakan metanol dengan katalis basa atau asam pada suhu 50-70
C Darnoko et al. 2001. Proses transesterifikasi dapat dilakukan secara curah batch atau sinambung kontinyu pada suhu 50-70
C Darnoko et al. 2001. Metilasi minyak sawit mencapai kesetimbangan setelah 60 menit pada suhu
reaksi 50 C Darnoko dan Cheryan 2000.
Menurut Freedman et al. 1984, katalis NaOH yang dapat dipakai adalah 1,0 dari bobot minyak atau kurang dan nisbah molar terhadap minyak adalah
6:1, tidak ada peningkatan rendemen yang signifikan jika kedua variabel tersebut ditingkatkan dan reaksi ini menghasilkan 95 metil ester dalam waktu 1 jam pada
suhu 65 C. Ringkasan proses transesterifikasi dengan katalis basa dari beberapa
sumber disajikan pada Tabel 9.
2.3 Kualitas biodiesel
Kualitas biodiesel sebagai produk bahan bakar mesin diesel ditentukan oleh beberapa parameter penting antara lain bilangan setana, viskositas, titik nyala, titik
kabut, kandungan sulfur, kandungan fosfor, air dan endapan, residu karbon, kadar gliserol bebas, bilangan asam, kadar gliserol total dan lain-lain. Standar biodiesel
menurut SNI 04-7182:2006 ditampilkan pada Tabel 10, sedangkan menurut ASTM D6751 ditampilkan pada Tabel 11.
Tabel 9 Ringkasan beberapa proses transesterifikasi dengan katalis basa
No Ringkasan proses transesterifikasi
Sumber 1.
Minyak kedele, NaOH 1, suhu 60 C, nisbah molar metanol
terhadap minyak 6:1 dan konversi 93-98. Freedman et al.
1984. 2.
Minyak kedele,
suhu 65
O
C, nisbah molar metanolminyak NaOH 610,08, waktu 35 menit dan konversi 98,10
Filippis et al. 1995.
3. Nisbah molar metanol 6:1 dan katalis basa NaOH 0,9 dari
berat minyak kedele, suhu 50
o
C dan konversi 90 Noureddini dan
Zhu 1997. 4.
Minyak kasar
dari Pongamia pinata
, suhu 60
o
C, nisbah molar metanol terhadap minyak 10:1, waktu 60 menit dan
konversi 85 Karmee dan
Chandha 2005. 5.
Minyak sawit, katalis KOH 1, suhu 60 C, nisbah metanol:
minyak 6:1, waktu 30 menit, reaktor batch dan konversi 90-98
Darnoko dan Cheryan 2000.
6. Minyak nabati, KOH atau NaOH 0,5-1, suhu 60-80
o
C, tekanan 1 atmosfer, nisbah molar metanol minyak 6:1,
pengaduan 5-10 menit setelah penambahan metanol dan konversi 94-98
Lele 2005.
7. Lemak dari restoran bebas ALB, nisbah molar metanol
terhadaplemak 6:1, waktu 60 menit, katalis NaOH dan konversi 96
Lee et al. 2002. 8.
Minyak goreng yang mengandung ALB 5.6 dan air 0,2, suhu 65
o
C, nisbah molar metanol terhadap minyak 6:1, NaOH 1,5 dari berat minyak dilarutkan, waktu 1 jam dan konversi
94.1 Kusdiana dan
Saka 2003.
9. Nisbah molar metanol terhadap minyak 6:1, suhu 65
o
C, katalis NaOH 1,5 menghasilkan konversi 94
Van Gerpen et al.
2004 10.
Minyak goreng, nisbah molar butanol terhadap minyak 6:1, suhu 72
o
C, waktu 3 jam, katalis alkali 0,2 dari berat minyak dan konversi 96
Lang et al. 2001. 11.
Minyak kelapa sawit, nisbah molar metanol 6:1 dan katalis basa NaOH 0,125 mol kg minyak sawit, waktu 15 menit dan
konversi 99 Cheng et al.
2004.
2.3.1 Titik Nyala
Persyaratan titik nyala diperlukan untuk keamanan bahan bakar biodiesel selama penyimpanan, transportasi dan penggunaan. Titik nyala adalah suhu paling
rendah terbentuknya asap pada saat tes pengapian flame test Kinast dan Tyson 2003. Menurut standar ASTM D975 persyaratan titik nyala B 100 adalah 150
C lebih tinggi dari titik nyala bahan bakar diesel yaitu 70
C. Titik nyala berkaitan dengan residu metanol yang tertinggal dalam biodiesel. Residu metanol dalam
jumlah kecil mengurangi flash point metanol mempunyai titik nyala 11,11
o
C sehingga berpengaruh terhadap pompa bahan bakar, seals dan elastomers dan dapat
menghasilkan sifat-sifat yang jelek dalam pembakaran Tyson 2004.
Tabel 10 Standar Biodiesel menurut SNI 04-7182:2006
No. Parameter Satuan Metode
Syarat 1.
Massa jenis pada 40
o
C kgm
3
ASTM D
1298 850-890
2. Viskositas kinematik pada
40
o
C mm
2
s cSt
ASTM D445 2,3-6,0
3. Bilangan setana
- ASTM D 613
min. 51 4.
Titik nyala mangkok tertutup
o
C ASTM D
93 min. 100
5. Titik kabut
o
C ASTM D 2500
maks. 18 6.
Korosi kepingan tembaga 3 jam pada 50
o
C ASTM D 130
maks. no. 3 7.
Residu karbon mikro - dalam contoh asli
- dalam 10 ampas distilasi
- massa
ASTM D 4530 Maks 0.05
maks. 0,30
8. Air dan sedimen
-vol ASTM D 2709 atau
ASTM 1796 maks. 0,05
9. Suhu distilasi 90
o
C ASTM D 1160
maks. 360 10.
Abu tersulfatkan -
massa ASTM D 874
maks. 0,02 11.
Belerang ppm atau
mgkg ASTM D 5453 atau
ASTM D-1296 maks. 100
12. Fosfor ppm
atau mgkg
AOCS Ca 12-55 maks. 10
13. Bilangan asam
mg- KOHg
AOCS Cd 3d-63 atau ASTM D 664
Maks 0,8 14.
Gliserol bebas -
massa AOCS Ca 14-56 atau
ASTM D 6584 maks.0,02
15. Gliserol total
- massa
AOCS Ca 14-56 ASTM D 6584
maks.0,24 16.
Kandungan ester alkil -
massa Dihitung
min. 96,5 17.
Bilangan Iodium massa
g-I
2
100 g AOCS Cd 1-25
maks. 115
18. Uji Helphen
- AOCS Cb 1-25
Negatif : dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen maksimum 0,01-vol
100A
s
-A
a
-4,57G
t
: Kadar ester -massa = --------------------------- A
s
A
s
adalah bilangan penyabunan yang ditentukan dengan metode AOCS Cd 3-25 mg KOHg biodiesel
A
a
adalah bilangan asam yang ditentukan dengan metode AOCS Cd 3-63 atau ASTM D-664 mg KOHg biodiesel
G
t
adalah kadar gliserol total dalam biodiesel yang ditentukan dengan metode AOCS Ca 14-56 massa
Sumber : BSN 2006.
2.3.2 Air dan Sedimen
Air dan sedimen harus sekecil mungkin standar ASTM D6751 max 0,05 vol. Air dalam biodiesel akan menyebabkan kekeruhan yang mengindikasikan
adanya kontaminan seperti surfaktan Kinast dan Tyson 2003. Pengukuran air dan sedimen dilakukan dengan sentrifugasi. Menurut Tyson 2004 teknik
pengeringan yang kurang baik selama proses atau adanya kontak bahan bakar dengan air selama
transportasi dan penyimpanan dapat menyebabkan Biodiesel 100 B 100 tidak memenuhi persyaratan dilihat dari kandungan air dan sedimen. Air akan
mengkibatkan korosi dan mengkondisikan lingkungan yang cocok untuk mikroorganisme.
Tabel 11 Standar biodiesel menurut ASTM D6751-3 No. Kreteria mutu bahan bakar biodiesel
Cara Uji Standar
1 Titik nyala
o
C D93
min 130 2
Air dan sedimen vol D2709
maks 0,050 3
Viskositas kinematik 40
o
C mm
2
s D445 1,9-6,0
4 Abu sulfat massa
D874 maks 0,02
5 Sulfur massa
D5453 maks 0,05
6 Korosi kepingan tembaga
D130 maks No. 3
7 Bilangan setana
D 613 min 47
8 Titik kabut
o
C D2500
Laporan konsumen
9 Residu karbon massa
D 4530 maks 0,05
10 Bilangan asam mg KOHgram
D664 maks 0,80
11 Gliserol bebas massa
D6584 maks 0,020
12 Gliserol total massa
D6584 maks 0,240
13 Kandungan fosfor massa
D4951 maks 0,001
14 Suhu distilasi memperoleh kembali 90
T 90
o
C D1160
maks 360
Residu karbon saat kendaraan berjalan pada 100 sampel Ekivalen dengan suhu atmosfer
2.3.3 Viskositas.
Viskositas dan tegangan permukaan merupakan faktor yang penting dalam mekanisme terpecahnya serta atomisasi bahan bakar sesaat setelah keluar dari
mulut pipa semprot nozzle menuju ruang bakar Soerawidjaja et al. 2005. Minimum viskositas diperlukan untuk beberapa mesin, karena berkaitan dengan
kehilangan power pada pompa injeksi dan kebocoran injektor. Persyaratan
viskositas biodiesel dibuat sama dengan persyaratan viskositas petroleum diesel. Viskositas yang tidak terlalu kecil akan menguntungkan karena dapat
meningkatkan kemampuan daya lumas bahan bakar terhadap mesin kendaraan diesel walaupun bilangan yang tinggi di atas 5,5 cSt tidak diharapkan karena akan
menghambat jalannya mesin karena terlalu kental. Bahan bakar yang mempunyai viskositas yang lebih besar menyebabkan pembakaran bahan bakar rendah oleh
karena itu perlu pengenceran Tyson 2004. Berdasarkan standar ASTM 975 viskositas pada suhu 40
C maksimum 4,1 mms dan minimum 1,3 mms. Viskositas berkaitan dengan komposisi asam lemak dan tingkat kemurnian
biodiesel Mittelbach dan Remschmidt 2004. Pada umumnya, kontaminan bahan bakar dari proses pengolahan seperti residu gliserida akan berpengaruh terhadap
visositas Allen dan Watts 2000.
2.3.4 Abu Sulfat
Abu tersulfatkan menunjukkan adanya residu alkali dalam biodiesel seperti NaOH. Dengan demikian abu tersulfatkan yang tinggi menunjukkan pencucian
biodiesel kurang sempurna. Abu sulfat mempunyai kontribusi dalam injector atau
terjadinya penyumbatan fouling pada sistem bahan bakar Tyson 2004.
2.3.5 Sulfur.
Sulfur dibatasi untuk mengurangi emisi polutan asam sulfat dan SO
2
serta untuk melindungi pengeluaran sistem katalis ketika bahan bakar disebarkan dalam
sistem engine Tyson 2004. Korosi yang disebabkan oksida belerang dapat menyebabkan keausan mesin karena setelah mesin berhenti terjadi kondensasi
oksida dan dengan adanya air akan terbentuk asam sulfat yang dapat merusak dinding logam silinder dan sistem gas buang kendaraan bermotor Surono dan
Batti. 1980. Biodiesel pada umumnya mengandung kurang dari 15 ppm sulfur
Tyson 2004 sehingga memenuhi standar ASTM D 6751 yaitu maksimum 0,05 atau 500 ppm.
2.3.6 Pengujian Korosi Kepingan Tembaga
Uji ini dilakukan untuk mengukur tingkat korosi tembaga oleh biodiesel yang berkaitan dengan kadar asam lemak bebas biodiesel tersebut Kinast dan
Tyson 2003. Korosi kepingan tembaga mengindikasikan kesulitan potensial Cu dan Br oleh pengaruh komponen biodiesel, dengan demikian diharapkan biodiesel
tidak menyebabkan rusaknya Cu dan Br pada saat kontak dalam waktu yang lama Tyson 2004. Penggunaan bahan bakar biodiesel B 100 sesuai standar D6751
selalu lolos dalam uji ini Tyson 2004.
2.3.7 Bilangan Setana
Bilangan setana diperlukan untuk keperluan engine yang baik. Bahan bakar diesel konvensional harus mempunyai bilangan setana paling kecil 40 di Amerika Serikat.
Bilangan setana yang lebih tinggi akan menolong memastikan start yang baik dan meminimumkan pembentukan asap putih Tyson 2004. Batas bilangan setana
untuk B 100 adalah 47 yang disebut dengan bahan bakar diesel premium. Biodiesel yang mengandung asam lemak jenuh asam laurat, miristat, palmitat, stearat,
arakhidat dan lain-lain yang tinggi mempunyai bilangan setana yang tinggi sedangkan yang mengandung asam lemak dengan ikatan rangkap 1 palmitoleat,
oleat dan erukat yang tinggi mempunyai bilangan setana sedang serta yang mengandung asam lemak dengan ikatan rangkap 2 atau lebih linoleat, linolenat
dan arakhidonat yang tinggi mempunyai bilangan setana yang rendah Tyson 2004. Komposisi asam lemak dalam biodiesel mempengaruhi sifat-sifat bilangan
setana, titik awan, stabilitas dan emisi NOx seperti yang ditunjukkan pada Tabel 12.
Tabel 12 Sifat bahan bakar dilihat dari komposisi asam lemak Jenuh
Satu ikatan rangkap
Dua atau lebih ikatan rangkap
Asam lemak 12:0,14:0, 16:0,
18:0, 20:0 dan 22:0
16:1, 18:1, 20:1, 22:1
18:2, 18:3 Bilangan setana
Tinggi Sedang
Rendah Titik kabut
Tinggi Sedang
Rendah Stabilitas Tinggi Sedang
Rendah Emisi NOx
Reduksi Kenaikan tipis
Kenaikan besar
Sumber : Tyson 2004.
Menurut Soerawidjaja et. al. 2005 bilangan setana dari biodiesel dapat diprediksi dengan menentukan sifat fisik biodiesel seperti titik didih, viskositas, titik leleh,
panas penguapan, dan densitas. Beberapa persamaan untuk menentukan bilangan setana disajikan pada Tabel 13 dan sifat-sifat fisik beberapa metil ester yang
digunakan sebagai dasar penentuan bilangan setana dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 13 Sifat-sifat fisik biodiesel yang dapat digunakan untuk
memprediksi bilangan setana
Sifat fisik Persamaan
R
2
Standar kesalahan
Titik didih
o
C Y= 41,3 +0,2785X + 0,001209X
2
+ 3E-06X
3
0,9999 0,1 Viskositas cSt
Y = -23,48 + 61,6828X + -12,7738X
2
+ 0,8769 X
3
0,9985 1,4 Panas penguapan
Calgr Y = -1054,9 + 32,324X + -0,23097X
2
0,9930 1,4
Nilai kalor netto kCalmol
Y=-62,96+0,097X-1,69E-0,5X
2
0,9921 2,6
Banyak atom C asam
Y = -57,26 +14,892X-0,4149X
2
0,9919 2,6
Titik leleh
o
C Y = 58,22 + 0,556X
0,9822 3,4
Indeks bias Y -2107,38 + 1522,21X
0,9805 3,5
Densitas gcm
3
Y= 7216,14
+ -8848,96X
0,9799 3,6
Sumber : Soerawidjaja et al. 2005.
2.3.8 Titik Kabut
Titik kabut penting untuk memastikan kinerja pada suhu yang dingin. Titik kabut B 100 lebih tinggi daripada titik kabut diesel konvensional Tyson 2004.
Titik kabut berhubungan dengan komposisi asam lemak yang ada dalam biodiesel.
Tabel 14 Sifat fisik beberapa metil ester Metil ester
Bilangan setana
Titik didih
O
C Viskositas
pada 40
o
C cSt
Bobot molekul
Titik leleh
O
C Metil laurat
60,8 224
1,69 214,35
5 Metil miristat
73,5 262
2,28 242,41
18,4 Metil palmitat
74,3 323
3,23 270,46
28 Metil stearat
75,6 330
4,32 298,51
39 Metil oleat
55 356
5,79 296,49
-20 Metil linoleat
33 218,5
4,47 294,48
-35 Metil linolenat
13 215
3,68 292,46
-57
Sumber : Soerawidjaja et al. 2005.
Biodiesel yang mengandung asam lemak jenuh asam laurat, miristat, palmitat, stearat, arakhidat yang tinggi mempunyai titik kabut yang tinggi, yang
mengandung asam lemak dengan ikatan rangkap satu palmitoleat, oleat dan erukat yang tinggi mempunyai titik kabut sedang, serta yang mengandung asam
lemak dengan ikatan rangkap dua atau lebih linoleat, linolenat dan arakhidonat yang tinggi mempunyai titik kabut yang rendah Tyson 2004.
2.3.9 Residu Karbon
Karbon residu mempunyai tendensi untuk terbentuknya deposit karbon dalam engine, untuk bahan bakar diesel konvensional residu karbon diukur pada
residu destilasi 10 Tyson 2004. Pengotoran ruang bakar dan mesin diesel disebabkan oleh deposit karbon yang dapat terjadi dengan cepat jika kadar fraksi-
fraksi yang memiliki titik didih tinggi dalam bahan bakar cukup besar atau jika bahan bakar mengandung komponen yang tidak dapat terbakar sempurna pada
kondisi mesin berjalan normal Surono dan Batti 1980. Sisa katalis mempunyai pengaruh terhadap nilai residu karbon yang lebih besar dibandingkan dengan asam
lemak bebas dan gliserida Schindlbauer 1998.
2.3.10 Bilangan Asam
Bilangan asam disebut juga bilangan netralisasi karena ukuran yang dipakai adalah jumlah basa KOH yang diperlukan untuk menetralisasi kandungan asam.
Bilangan asam biodiesel menunjukkan asam lemak bebas yang berasal dari degradasi ester. Bilangan asam yang tinggi mengindikasikan adanya degradasi dari
ester selama penyimpanan biodiesel yang kurang baik. Bilangan asam yang tinggi lebih dari 0,8 diasosiasikan terjadi deposit sistem bahan bakar dan mengurangi
umur dari pompa dan filter Tyson 2004.
2.3.11 Bilangan Gliserin Total dan Bebas
Bilangan gliserin total diukur dari jumlah seluruh gliserin yang ada dalam bahan bakar baik dalam bentuk terikat maupun bebas. Keberadaan gliserol dan sisa
gliserida yang belum terkonversi disinyalir membahayakan mesin terutama karena adanya gugus OH yang secara kimiawi agresif terhadap logam bukan besi dan
campuran krom selain itu juga menyebabkan deposit pada ruang pembakaran Soerawidjaja et al. 2005. Konversi yang tidak sempurna dari minyak atau lemak
menjadi biodiesel dan pencucian terhadap crude biodiesel yang tidak sempurna dapat membuat gliserin total yang tinggi. Gliserin total yang tinggi dapat
menyebabkan penyumbatan fouling tanki penyimpanan sistem bahan bakar dan engine
. Kadar gliserol bahan bakar yang melebihi batas minimum menyebabkan terjadinya plug pada filter dan masalah lainya Tyson 2004. Menurut ASTM,
jumlah senyawa gliserol total harus kurang dari 0,24 bb.
2.3.12 Kandungan Fosfor
Kandungan fosfor dibatasi maksimum 10 ppm dalam biodiesel sebab fosfor dapat merusak catalytic converters dan fosfor diatas 10 ppm dapat dihasilkan dari
beberapa minyak sayur Tyson 2004. Kandungan fosfor biasanya muncul dalam bentuk zat yang bersifat seperti perekat yang dapat merusak katalis yang terdapat
pada mesin diesel sehingga dapat meningkatkan jumlah emisi partikulat ke udara Soerowidjaja et al. 2003. Kandungan fosfor selain dipengaruhi oleh fosfor dari
bahan baku juga dipengaruhi oleh proses pencucian setelah degumming dan proses esterifikasi apabila kedua proses tersebut menggunakan katalis asam fosfat.
2.4 Pengujian Karakteristik Biodiesel
Biodiesel minyak sawit B30 memenuhi peryaratan spesifikasi solar meliputi: spesific grafity, viskositas kinematik, index setana, kandungan sulfur,
korosi keping tembaga, kandungan air, kandungan abu, titik nyala dan suhu distilasi 300
o
C Legowo et al. 2006. Parameter lain tidak memenuhi persyaratan yaitu conradson carbon residue dan bilangan asam total. Menurut Sudradjat et al.
2005 parameter kualitas yang penting dari biodiesel jarak pagar memenuhi ASTM PS-121 meliputi indek setana, viskositas kinematik, densitas, bilangan
asam, abu tersulfatkan, air dan sedimen, residu karbon, kandungan sulfur dan titik nyala. Legowo et al. 2001 menyatakan bahwa beberapa parameter kualitas
biodiesel sawit yang penting seperti titik nyala, air sedimen, viskositas kinematik 40
o
C, abu tersulfatkan, kandungan sulfur, korosi keping tembaga dan bilangan setana, memenuhi standar biodiesel ASTM D6751-3 lihat Tabel 15.
2.5 Pengujian Kinerja Biodiesel