nyamplung tersebut. Proses bleaching tidak relevan diberikan karena berdasarkan SNI biodiesel, tidak ada persyaratan warna biodesel. Netralisasi dengan basa juga
tidak dilakukan karena asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak nyamplung justru akan dikonversi menjadi metil ester pada proses esterifikasi dan
jika dilakukan netralisasi dengan basa akan merendahkan rendemen karena asam lemak bebas akan dikonversi menjadi sabun. Proses produksi biodiesel dilakukan
melalui proses dua tahap yaitu esterifikasi yang bertujuan untuk menurunkan ALB dan sekaligus mengonversi ALB tersebut menjadi metil ester dan transesterifikasi
untuk mengubah trigliserida, digliserida dan monogliserida menjadi metil ester.
4.2.4 Optimasi Proses Esterifikasi
Optimasi proses esterifikasi dilakukan dengan percobaan laboratorium untuk menentukan kondisi proses operasi terbaik. Optimasi kondisi proses
dilakukan agar diperoleh hasil konversi yield yang optimum. Kondisi proses yang paling optimum respon permukaan optimum digunakan untuk menentukan
kinetika reaksi pada tahapan berikutnya. Optimasi proses esterifikasi dilakukan
dengan menggunakan metode permukaan respon RSM oleh karena itu sebelum percobaan optimasi dilakukan maka perlu ditetapkan variabel proses yang
berpengaruh nyata dan rentang titik-titik optimum pada setiap variabel berpengaruh nyata tersebut.
4.2.4.1 Penentuan Kondisi Operasi
Karena proses esterifikasi dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti suhu esterifikasi, nisbah molar metanol terhadap ALB, kecepatan pengadukan, waktu
esterifikasi dan konsentrasi katalis, maka untuk keperluan optimasi proses esterifikasi kisaran titik optimum proses tersebut harus ditetapkan. Penentuan
kondisi operasi esterifikasi dilakukan dengan percobaan laboratorium.
Penentuan Suhu Esterifikasi.
Proses esterifikasi menghasilkan produk dengan dua lapisan yang sangat kontras sehingga mudah dipisahkan. Lapisan atas
adalah metanol sedangkan lapisan bagian bawah adalah minyak yang merupakan campuran antara trigliserida, metil ester dan sisa asam lemak bebas. Produk hasil
proses esterifikasi minyak nyamplung dapat dilihat pada Gambar 13. Keberhasilan proses esterifikasi ditentukan oleh penurunan ALB, oleh karena itu dilakukan
pengukuran kadar ALB hasil esterifikasi pada bagian bawah setelah proses esterifikasi selesai. Agar terjadi proses pemisahan secara sempurna diperlukan
pengendapan selama 2 jam.
Gambar 13 Hasil proses esterifikasi minyak nyamplung dengan metanol dan katalis asam klorida.
Hasil esterifikasi biji nyamplung dengan kadar ALB awal 28,7 yang dilakukan pada nisbah molar metanol terhadap ALB 30:1, katalis HCl terhadap
ALB 6, waktu 60 menit, kecepatan pengadukan 400 rpm pada berbagai suhu esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 14 dan hasil analisis Analisis ragam dan uji
Duncan dapat dilihat pada Lampiran 2.
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0
50 60
70 80
suhu esterifikasi
o
C Ka
d a
r AL B
Gambar 14 Kadar ALB akhir esterifikasi rata-rata pada berbagai suhu. Ada kecenderungan semakin tinggi suhu estrifikasi kadar ALB akhir
esterifikasi semakin kecil, tetapi perbedaan antara suhu esterifikasi 60, 70 dan 80
o
C relatif kecil sehingga tidak berbeda nyata perbedaannya. Suhu esterifikasi 60
o
C lebih efektif dibandingkan dengan 50
o
C namun tidak ada perbedaan yang nyata dengan suhu 70 dan 80
o
C, dengan demikian suhu esterifikasi 60
o
C dipilih untuk optimasi proses esterifikasi. Suhu esterifikasi 60
o
C digunakan untuk esterifikasi minyak kedele oleh Canakci dan Van Gerpen 2001, minyak jarak oleh Sudradjat
et al. 2005 dan suhu esterifikasi 55-60
o
C digunakan untuk esterifikasi minyak kedele dan lemak oleh Canakci dan Van Gerpen 2003.
Penentuan Kecepatan Pengadukan.
Kadar ALB akhir esterifikasi yang dilakukan pada nisbah molar metanol 30:1, katalis HCl terhadap ALB 6 , waktu
60 menit, suhu 60
o
C pada berbagai kecepatan pengadukan dapat dilihat pada Gambar 15 sedangkan hasil analisis Analisis ragam dan Uji Duncan dapat dilihat
pada Lampiran 3.
1.0 1.5
2.0 2.5
3.0 3.5
4.0 4.5
5.0 5.5
100 200
300 400
500
Kecepatan pengaduan rpm AL
B
Gambar 15 Kadar ALB akhir esterifikasi rata-rata pada berbagai kecepatan pengadukan.
Ada kecenderungan semakin tinggi kecepatan pengaduaan sampai dengan 300 rpm kadar ALB akhir esterifikasi semakin kecil akan tetapi perbedaan antara
kecepatan pengadukan 300, 400 dan 500 rpm tidak berbeda nyata lihat Lampiran 3. Dengan demikian kecepatan pengadukan 300 rpm dipilih untuk optimasi proses
esterifikasi. Hasil penelitian Noureddini dan Zhu 1997 menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan terhadap hasil proses transesterifikasi menggunakan
kecepatan pengadukan 150 dan 300 rpm akan tetapi antara 300 rpm dengan 600 rpm perbedaannya hanya sedikit bahkan antara 600 dan 900 rpm tidak ada
perbedaan sama sekali. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kecepatan pengadukan sampai dengan kecepatan tertentu akan meningkatkan hasil reaksi
akan tetapi seteleh itu tidak berpengaruh.
Penentuan Nisbah Molar Metanol.
Kadar ALB pada akhir esterifikasi yang dilakukan pada suhu 60
o
C, katalis HCl terhadap ALB 6, waktu 60 menit, kecepatan pengadukan 300 rpm pada berbagai nisbah molar metanol terhadap
ALB dapat dilihat pada Tabel 26 sedangkan hasil analisis Analisis ragam dan uji Duncan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Perlakuan nisbah molar metanol pada proses esterifikasi yang menghasilkan kadar ALB pada level yang paling rendah menurut uji statistik
adalah yang dipilih. Ada kecenderungan semakin tinggi nisbah molar metanol terhadap ALB semakin rendah kadar ALB akhir esterifikasi yang dihasilkan, tetapi
apabila diamati secara seksama penurunan kadar ALB setelah nisbah molar metanol terhadap ALB 20:1 tidak berbeda nyata dengan nisbah molar yang lebih
besar sehingga digunakan untuk proses optimasi. Kadar ALB akhir esterifikasi pada nisbah molar metanol terhadap ALB 45:1 dan 50:1 tidak nyata dibandingkan
dengan nisbah molar yang lebih kecil sehingga kondisi tersebut tidak dipilih. Nisbah molar metanol terhadap ALB 15:1 tidak dipilih karena masih
mengahasilkan kadar ALB akhir esterifikasi pada level yang relatif tinggi sehingga belum memenuhi syarat untuk proses transesterifikasi berikutnya.
Penelitian pengaruh nisbah molar metanol terhadap ALB terhadap penurunan kadar ALB akhir esterifikasi dilakukan oleh Oluwaniyi et al. 2003
pada minyak biji Thevetia peruviana dengan menggunakan nisbah molar metanol terhadap ALB terhadap ALB 1:1, 3:1 dan 10:1 yang menunjukkan bahwa semakin
besar nisbah molar yang digunakan, penurunan kadar ALB semakin besar. Tabel. 26 Kadar ALB akhir esterifikasi rata-rata pada berbagai nisbah
molar metanol terhadap ALB No Nisbah
molar metanol
Kadar ALB akhir esterifikasi
1. 31,0655
2. 5
12,3464 3.
10 9,3171
4. 15
6,0509 5.
20 4,8843
6. 25
4,6457 7.
30 3,9155
8. 35
3,8284 9.
40 3,7254
10. 45
3,2926 11.
50 3,3247
Pengaruh nisbah molar metanol terhadap ALB antara 20:1 sampai dengan 40:1 terhadap proses esterifikasi dipelajari oleh Canakci dan Van Gerpen 2001
menunjukkan bahwa semakin besar nisbah molar metanol terhadap ALB yang digunakan penurunan bilangan asam semakin besar. Berdasarkan kajian pustaka
biasanya cukup tinggi, seperti esterifikasi yang dilakukan oleh Canakci dan Van Gerpen 2003 terhadap lemak dengan ALB 39,6 adalah dengan nisbah molar
metanol 20:1 kemudian dilanjutkan dengan dengan esterifikasi tahap kedua dengan nisbah molar metanol terhadap ALB 40:1, Zhang et al. 2003 menggunakan
nisbah molar metanol terhadap ALB 50:1. Berdasarkan hasil penelitian ini maka nisbah molar metanol terhadap ALB yang dipilih adalah 20:1.
Penentuan Konsentrasi Katalis. Kadar ALB pada akhir esterifikasi yang
dilakukan pada suhu 60
o
C, nisbah molar metanol terhadap ALB 20:1, waktu 60
menit, dan kecepatan pengadukan 300 rpm pada berbagai konsentrasi katalis dapat dilihat pada Gambar 16 sedangkan hasil analisis Analisis ragam dan uji
Duncan dapat dilihat pada Lampiran 5.
2.00 4.00
6.00 8.00
10.00 12.00
14.00 16.00
3 6
9 12
15 18
Katalis HCl dari ALB Ka
d a
r AL B
Gambar 16 Kadar ALB akhir esterifikasi rata-rata pada berbagai konsentrasi katalis HCl.
Katalis sangat diperlukan dalam proses esterifikasi dibuktikan dengan perbedaan yang signifikan antara penggunaan katalis 3 dengan tanpa katalis.
Keperluan katalis untuk proses esterifikasi sangat kecil hal itu dibuktikan tidak ada perbedaan yang nyata penggunaan katalis 6 -15 lihat Lampiran 5, akan tetapi
penggunaan katalis 6 dari ALB lebih baik dari penggunaan katalis 3 dan penggunaan katalis 18 justru menunjukkan kadar ALB akhir esterifikasi yang
lebih tinggi. Oleh karena itu penggunaan katalis 6 dari bobot ALB dipilih untuk optimasi proses esterifikasi. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian
Canakci dan Van Gerpen 2001 yang menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi katalis yang digunakan pada proses esterifikasi sampai dengan
konsentrasi 15 dari ALB penurunan kadar ALB semakin besar akan tetapi penggunaan konsentrasi katalis 18 dari ALB untuk esterifikasi minyak dengan
kadar ALB 40 selama 30 menit dan 60 menit justru menunjukkan penurunan kadar ALB yang lebih kecil. Esterifikasi terhadap minyak kedele yang
mengandung ALB 20 dengan menggunakan nisbah molar metanol: ALB = 9:1 yang dilakukan pada suhu 60
o
C selama 1 jam dan menggunakan katalis asam sulfat 5 dari ALB dapat menurunkan bilangan asam 41,33 menjadi 1,77
sedangkan apabila kadar ALB awal 40 bilangan asam menjadi 18,82 Canakci dan Van Gerpen 2001.
Toleransi Variasi Kadar ALB Bahan Baku.
Nisbah molar metanol yang ditetapkan pada proses esterifikasi untuk menurunkan kadar ALB minyak
nyamplung setelah proses degumming adalah 20:1 dan dengan menggunakan BM asam lemak bebas yang paling dominan dalam minyak biji nyamplung yaitu asam
oleat BM = 282 maka gram metanol yang dibutuhkan adalah nisbah molar metanol terhadap ALB dikalikan berat molekul metanol dibagi berat molekul asam
lemak sebagai asam oleat dikalikan berat ALB 2,2695 x gram ALB. Katalis asam klorida pekat yang diperlukan adalah 6 dari gram ALB. Proses esterifikasi
ditetapkan menggunakan suhu 60
o
C, kecepatan pengadukan 300 rpm, dan waktu 30 menit. Esterifikasi dengan dengan kondisi tersebut dapat menurunkan kadar ALB
dari 27-33. menjadi sekitar 4,5. Proses esterifikasi yang dilakukan dengan perhitungan nisbah molar metanol terhadap ALB mempunyai keuntungan yaitu
perbedaan kadar ALB bahan baku sampai kadar tertentu 7 tidak mempengaruhi hasil esterifikasi secara nyata seperti yang diperlihatkan pada Gambar 17. Sisa
ecsess reaktan dengan menggunakan perhitungan ini adalah nisbah molar metanol terhadap ALB yang digunakan dikurangi dengan nisbah molar untuk reaksi secara
stokiometri 2,156 x gram ALB.
3,00 3,50
4,00 4,50
5,00 5,50
26,8 27,2
28,6 29,9
31,6 33,1
Kadar ALB bahan baku Kad
a r
AL B P
ro d
u k
Gambar 17 Hubungan antara kadar ALB bahan baku dengan kadar ALB produk esterifikasi pada suhu 60
o
C, nisbah molar metanol 20:1, kecepatan pengadukan 300 rpm dan katalis 6 dari ALB.
Penelitian ini ada kesesuaian dengan hasil penelitian Canacki dan Van Gerpen 2003 yang menunjukkan bahwa bilangan asam awal lemak sebagai bahan baku
sebesar 18,03 KOHg setelah esterifikasi menjadi 4,26 mg dan pada saat bilangan asam dinaikkan sekitar empat kalinya menjadi 79,2 mgKOHg setelah esterifikasi
dengan waktu, nisbah molar metanol dan konsentrasi katalis yang sama bilangan asamnya menjadi 6,96 mg KOHg. Hal ini menunjukkan bahwa hasil esterifikasi
dengan pendekatan perhitungan nisbah molar metanol terhadap ALB dan konsentrasi katalis terhadap kadar ALB tidak banyak dipengaruhi oleh mutu bahan
baku sampai batas tertentu 7, sehingga cara perhitungan ini dapat digunakan.
4.2.4.2 Optimasi Proses Esterifikasi Menggunakan Respon Surface Method