66 nelayan lebih banyak mengandalkan kekuatan fisik atau tenaga, sehingga dapat
dipastikan bahwa nelayan tidak mempunyai kesempatan yang cukup untuk mencari lapangan pekerjaan lain di luar sektor perikanan. Seperti diungkapkan
oleh salah seorang responden berikut.
”Nelayan kaya kula mah cuma bisa menggawene ning laut, lamon menggawe sejene ora becus, maklum pendidikane rendah, dadi ora ngerti apa-apa TlmBidak”.
Nelayan seperti saya hanya bisa bekerja di laut, kalau bekerja di pekerjaan lain hasilnya tidak memuaskan, maklum pendidikannya rendah, sehingga tidak mengerti apa-apa.
5.2.3. Eksploitasi Pemodal
Bakul
Kemiskinan rumahtangga nelayan di Desa Limbangan dapat pula disebabkan oleh adanya ekploitasi para pemodal Bakul yaitu berupa hubungan
patron-klien yang sangat merugikan nelayan kecil dan buruh nelayan. Pada saat seseorang ingin memiliki perahu dan menjadi juragan namun tidak cukup
memiliki modal, maka orang tersebut akan meminjam uang kepada bakul untuk membeli perahu dan perlengkapan alat tangkap. Besarnya uang pinjaman ini
berkisar antara Rp 5.000.000,00 – Rp 10.000.000,00 20-30 dari harga perahu. Pilihan ini dilakukan oleh nelayan karena prosedurnya relatif lebih
mudah jika dibandingkan dengan meminjam uang di bank, peminjaman uang pada bakul
ini cukup dilakukan secara lisan. Namun konsekuensinya para juragan harus menjual hasil tangkapannya kepada bakul yang telah meminjamkan uang
tersebut dengan harga hasil tangkapan yang jauh lebih rendah bila dijual dipasaran langgan. Contohnya harga ikan teri apabila dijual kepada langgan hanya Rp
9000,00-Rp 10.000,00 perkilogram sedangkan harga dipasaran mencapai Rp 12.000,00 perkilogram.
67
”Lamon cuma ngandalaken asil sing nangkep iwak, juragan ora bakal bisa nglunasi utange ning bakul, sebab asil nangkep iwak ora tentu lan ning waktu rugi, juragan
terpaksa nyilih duit maning ning bakul kanggo biaya ngurusi prau lan alat tangkep, dadi utang juragan tambah gede lan tergantung pisan karo bakul WrnJuragan”.
Kalau hanya mengandalkan hasil dari menangkap ikan, juragan tidak akan pernah bisa melunasi hutangnya kepada bakul, karena hasil tangkapan yang tidak menentu dan pada
saat rugi, juragan terpaksa akan meminjam uang lagi kepada bakul untuk biaya pemeliharaan perahu dan perlengkapan alat tangkap, sehingga hutang juragan akan
semakin besar dan akan sangat tergantung kepada bakul.
5.2.4. Ketimpangan dalam Sistem Bagi Hasil
Sistem bagi hasil dilakukan oleh para nelayan dengan alasan karena hasil tangkapan yang tidak menentu. Sistem bagi hasil yang berlaku ini dianggap hanya
menguntungkan pihak juragan saja karena besarnya pembagian hasil yang sangat timpang. Ketidakpuasan nelayan bidak terhadap sistem bagi hasil terjadi jika
operasi perahu tidak memperoleh penghasilan, pada situasi seperti itu, bidak tidak mendapatkan suatu kompensasi dalam bentuk apapun dari juragan pemilik kapal.
Jaminan sosial tenaga kerja bagi bidak juga tidak ada, sehingga jika bidak sakit harus menanggung sendiri biaya pengobatannya atau meminjam uang terhadap
juragan nya. Dalam keadaan seperti ini bidak tidak dapat berbuat banyak karena
tingkat ketergantungan terhadap juragan cukup tinggi. bidak menerima kenyataan-kenyataan seperti ini karena dipaksa oleh keadaan dan terikat kontrak
kerja terhadap juragannya. Hal ini menurut mereka merupakan suatu sistem yang telah diterima secara turun-temurun.
”Urip nelayan bidak mah kengelan pisan sebab ning bagi asil bae cuma olih sebagen. Sing enak mah juragan bisa olih asil bagen sing akeh TnhBidak”.
Hidup nelayan bidak sangat susah karena dalam bagi hasil saja hanya mendapatkan satu bagian. Yang enak juragan bisa mendapatkan hasil bagian yang banyak.
68
5.2.5. Motorisasi