2.5.2. Distribusi Nilai Tambah dan Penyerapan Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman
Dapat dilihat pada Tabel 2.4, berdasarkan kontribusi nilai tambah, industri makanan dan minuman memberikan sumbangan terbesar diantara subsektor industri
manufaktur lainnya 10,9 persen, sedangkan dalam hal penyerapan tenaga kerja industri makanan dan minuman berada pada urutan kedua setelah industri kimia,
pupuk, barang dari logam dan semen 3,6 persen.
Tabel 2.4. Distribusi Nilai Tambah dan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur
Subsektor Nilai Tambah
Rp Miliar Persentase per
Sektor Persentase
Total TK
Industri Makanan Minuman 120 363.22
45,5 10,9
3,6 Industri Pemintalan, Tekstil
Kulit 24 411.34
9,2 2,2
2,3 Industri Kimia, Pupuk, Barang dari
Logam Semen 79 618.90
30,1 7,2
4,4 Industri Lainnya
40 393.10 15,3
3,6 2,8
Total Industri Manufaktur 264.786.56
100,0 23,9
13,0 Sumber: SNSE Indonesia 1999 dalam Priyarsono, Daryanto, dan Herliana 2005
2.5.3. Struktur Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga RT
Pada Tabel 2.5 terlihat bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk barang-barang hasil industri yang terbesar adalah untuk belanja pada industri
makanan dan minuman. Rumah tangga yang mengkonsumsi komoditi industri makanan dan minuman tertinggi adalah rumah tangga desa berpendapatan rendah,
buruh tani dan petani yang memiliki lahan kurang dari 1 ha. Hal ini mengidikasikan bahwa komoditi yang berasal dari industri makanan dan minuman relatif dapat
dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Di satu sisi juga merupakan suatu kebutuhan hidup sehari-hari yang tidak bisa dielakkan.
Tabel 2.5. Struktur Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga untuk Sektor Industri Manufaktur dalam persentase
Pedesaan Perkotaan Subsektor
Buruh Tani
Petani 0.1-1
Ha Petani
1 Ha RT
Desa Rendah
RT Desa
Tinggi RT
Kota Rendah
RT Kota
Tinggi Industri Makanan
Minuman 39,5 31,3 27,0 31,9 28,0 26,7 28,3
Industri Pemintalan, Tekstil Kulit
5,7 3,0 2,6 6,6 5,4 6,5 2,9 Industri Kimia,
Pupuk, Barang dari Logam Semen
3,3 5,8 7,1 4,4 2,9 2,3 3,5 Industri
Lainnya 2,6 3,0 3,2 2,8 3,4 4,9 6,1
Sumber: SNSE Indonesia 1999 dalam Priyarsono, Daryanto, dan Herliana 2005
2.5.4. Koefisien Pengganda Industri Makanan dan Minuman
Tabel 2.6 menunjukkan bahwa industri makanan dan minuman mempunyai koefisien pengganda sebesar 7,0779 untuk output bruto, 4,1265 untuk tingkat
keterkaitan, 1,8638 untuk nilai tambah, dan 1,4312 untuk pendapatan rumah tangga. Maknanya, tiap Rp 1 milyar injeksi ke subsektor ini akan meningkatkan
output bruto bagi perekonomian Indonesia sebesar Rp 7,0779 milyar, meningkatkan pendapatan di sektor-sektor lainnya sebesar Rp 4,1265 milyar, memberikan nilai
tambah sebesar Rp 1,8638 milyar, dan meningkatkan pendapatan rumah tangga sebesar Rp 1,4312 milyar. Sangat mencolok bahwa koefisien-koefisien pengganda
industri makanan dan minuman lebih besar daripada koefisien-koefisien pengganda sebsektor-subsektor industri manufaktur lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
industri makanan dan minuman, yang juga tergolong ke dalam sektor agroindustri cenderung menggunakan input produksi lokal bukan impor.
Besarnya koefisien pengganda dapat memberikan petunjuk tentang arah kebijakan pembangunan ekonomi. Secara teoritis, sektor-sektor yang berkoefisien
pengganda tinggi semestinya memperoleh prioritas tinggi untuk menerima injeksi seperti investasi publik berupa perbaikan produktivitas melalui pembangunan
infrastruktur maupun upaya-upaya lainnya.
Tabel 2.6. Koefisien Pengganda SNSE Indonesia Tahun 1999 Sektor Industri Manufaktur
Subsektor Output Bruto
Tingkat Keterkaitan
Nilai Tambah Pendapatan RT
Industri Makanan Minuman
7,0779 4,1265 1,8638 1,4312 Industri Pemintalan,
Tekstil Pakaian 4,2531 2,0639 0,9168 0,6940
Industri Kimia, Pupuk, Barang dari Logam
Semen 5,0170 2,9781 1,3566 0,9452
Industri Lainnya 5,2825 3,1906 1,2731 0,9540
Sumber: SNSE Indonesia 1999 dalam Priyarsono, Daryanto, dan Herliana 2005
2.5.5. Dampak Peningkatan Pendapatan Sektoral pada Penerimaan Rumah
Tangga
Tabel 2.7 menyajikan temuan tentang distribusi peningkatan pendapatan pada berbagai kelompok rumah tangga. Temuan yang tertuang pada tabel tersebut juga
berimplikasi bahwa untuk meningkatkan pendapatan kelompok miskin di pedesaan, subsektor industri manufaktur yang paling efektif diinjeksi adalah industri makanan
dan minuman. Begitu juga di perkotaan, industri makanan dan minuman memberikan dampak yang terbesar dalam memberikan kenaikan pendapatan bagi golongan
miskin.
Tabel 2.7. Dampak Peningkatan Pendapatan Sektoral terhadap Penerimaan Rumah Tangga
Pedesaan Perkotaan Subsektor
Buruh Tani
Petani 0.1-1
Ha Petani
1 Ha RT
Desa Rendah
RT Desa
Tinggi RT
Kota Rendah
RT Kota
Tinggi Industri Makanan
Minuman 0,10 0,21 0,07 0,25 0,18 0,34 0,28
Industri Pemintalan, Tekstil Kulit
0,04 0,09 0,03 0,12 0,08 0,18 0,16 Industri Kimia,
Pupuk, Barang dari Logam Semen
0,06 0,12 0,04 0,16 0,12 0,23 0,22 Industri
Lainnya 0,06 0,12 0,04 0,16 0,12 0,25 0,21
Sumber: SNSE Indonesia 1999 dalam Priyarsono, Daryanto, dan Herliana 2005
2.6. Kerangka Pemikiran