4.2 Tahap Penelitian
Penelitian rekayasa model pengembangan PPSC ini menitikberatkan pada analisis pengembangan PP dan proyeksi pengembangan PP ke depan.
Sesuai dengan hipotesis penelitian, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuh analisis penting yaitu:
1 Membuat model untuk analisis potensi SDI, yaitu melakukan analisis untuk mengetahui besarnya potensi sumber daya perikanan yang ada, tingkat
eksploitasi yang telah dicapai serta kemungkinan pengembangannya lebih lanjut sesuai dengan potensi lestari MSY.
2 Membuat model analisis prakiraan atau proyeksi aktivitas di PPSC, setelah memperoleh data dan informasi mengenai keadaan potensi sumber daya
perikanan dilanjutkan dengan proyeksi atau estimasi keadaan pada masa depan yang akan menggambarkan:
- estimasi produksi dan keadaan usaha perikanan di masa depan dengan memperhatikan faktor sumber penangkapan serta penangkapan
lestarinya, - estimasi permintaan terhadap ikan laut di masa depan yang dipengaruhi
oleh tingkat pendapatan dan populasi, - estimasi pasar di masa depan misalnya perdagangan lokal, regional,
antar pulau, propinsi dan ekspor, - estimasi tenaga kerja yang akan terlibat dengan adanya pengembangan
PPSC. 3 Membuat model untuk analisis kondisi dan tingkat pemanfaatan fasilitas di
PPSC. 4 Membuat model untuk analisis prioritas pengembangan PPSC, yaitu
melakukan kajian tentang susunan dan jenis-jenis fasilitas yang diperlukan dan ukurannya.
5 Membuat model untuk analisis penentuan kelayakan finansial
pengembangan PPSC. 6 Membuat model untuk analisis kelembagaan yang terkait dalam
pengembangan PPSC. 7 Membuat model untuk analisis strategi yang akan digunakan dalam
pengembangan PPSC. Secara garis besar alur deskriptif kerangka penelitian dapat dilihat pada
Gambar 10.
Gambar 10 Tahap penelitian rekayasa model pengembangan PPSC.
Gambar 10 Tahap penelitian rekayasa model pengembangan PPSC Lanjutan.
Gambar 10 Tahap penelitian rekayasa model pengembangan PPSC Lanjutan.
4.2.1 Analisis Potensi SDI
Analisis potensi SDI dilakukan untuk memperoleh informasi nilai dugaan potensi SDI di Cilacap dan PPSC. Pendugaan potensi SDI
dilakukan dengan
cara analisis data produksi catch dan upaya penangkapan effort menggunakan model surplus produksi yang dikembangkan oleh Schaefer dan
Fox. Menurut Gulland 1983, hubungan antara hasil tangkapan per satuan upaya CPUE dan upaya effort dapat berupa hubungan linier maupun
eksponensial. Hubungan antara hasil tangkapan per upaya penangkapan dan upaya
penangkapan merupakan garis lurus pada model Schaefer dan merupakan kurva yang dilinierkan dengan cara melogaritmakan hasil tangkapan per upaya
penangkapan pada kasus model Fox. Apabila kedua variabel tersebut diplotkan, akan membentuk garis lurus pada model Schaefer dan garis lengkung pada
model Fox. Kedua model tersebut mengikuti asumsi bahwa hasil tangkap per upaya penangkapan Yf menurun dengan meningkatnya upaya akan tetapi
keduanya berbeda dalam hal di mana model Schaefer menyatakan satu tingkatan upaya dapat dicapai pada nilai Yf sama dengan nol, yaitu bila f = ab,
sedangkan pada model Fox Yf selalu lebih besar daripada nol untuk seluruh nilai f. Formula yang disajikan oleh Schaefer dan Fox adalah sebagai berikut:
1 Hubungan antara CPUE dengan upaya penangkapan f
CPUE = a – bf……………………………… Schaefer CPUE = exp c – df………………………. Fox
2 Hubungan antara hasil tangkapan c dan upaya penangkapan f
Catch c = af – bf
2
………………………… Schaefer
Catch c = fexp c + df…………………. Fox
3 Effort optimum diperoleh dari turunan persamaan 2 = 0, yaitu :
b a
2
………………………………………. Schaefer f =
d 1
………………………………………… Fox f =
4 Produksi maksimum lestari MSY diperoleh dengan mensubstitusikan nilai effort maksimum ke dalam persamaan 2, yaitu :
2
4b……………………………….. Schaefer MSY = a
d 1
exp c-1 ………………………. Fox MSY =
Penentuan model terpilih pada analisis potensi SDI dilihat dari nilai koefisien determinasi R. Nilai R terbesar dari kedua model tersebut
menunjukkan bahwa model tersebut terpilih untuk digunakan dalam pendugaan potensi SDI.
4.2.2 Analisis Prakiraan
Analisis prakiraan dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kegiatan perikanan produksi, nilai produksi, jumlah kapal dan nelayan,
serta proyeksi tingkat kebutuhan pelayanan di PPSC. Prakiraan adalah suatu upaya untuk memperkirakan kejadian masa depan dengan memperhatikan
informasi-informasi yang diketahui. Masa depan mempunyai ketidakpastian maka tugas manajerial adalah memperkecil ketidakpastian tersebut, dengan usaha
mempelajari proses kejadian masa lalu atau memperkirakan masa depan atas dasar informasi yang telah diketahui Djauhari 1986 dan Makridakis et al. 1993.
Keadaan yang dihadapi dalam melakukan prakiraan sangat bervariasi, baik dari segi: 1 horizon waktu; 2 faktor-faktor yang menentukan hasil aktual
dari kejadian yang diduga, dan 3 tipe pola data yang digunakan sebagai dasar melakukan prakiraan. Penerapan suatu metode dalam melakukan peramalan di
tentukan oleh ketiga keadaan tersebut Machfud 1999. Analisis prakiraan dilakukan terhadap data-data produksi ikan, jumlah
kapal per masing-masing aktivitas di PPSC dan harga ikan. Pengolahan data prakiraan aktivitas di PPSC dilakukan dengan beberapa metode antara lain :
a Rata-rata bergerak tunggal Single Moving Average. b Rata-rata bergerak ganda Double Moving Average.
c Rata-rata bergerak tertimbang Weighted Moving Average. d Pemulusan eksponensial tunggal Single Exponensial Smoothing.
e Dekomposisi Arrses.
f Pemulusan eksponensial linear Holt Liniear Exponential Smoothing.
g Pemulusan eksponensial linear Brown’s Liniear Exponential Smoothing. h Pemulusan eksponensial linear dan musiman Winters.
i Pemulusan Dekomposisi.
j Trend linear model.
a Metode rata-rata bergerak tunggal Single Moving Average
N X
X X
F
N t
t t
t 1
1 1
...
+ −
− +
+ +
+ =
Keterangan: = nilai observasi sebenarnya dari variabel itu pada periode t, t-1,
X
t, t-1, t-2
t-2,... N
= jumlah deret waktu yang digunakan t =
jumlah periode waktu = nilai perkiraan periode t+1Makridakis et al. 1993; Assauri 1984
F
t+1
b Metode rata-rata bergerak ganda Double Moving Average
N X
X X
S
N t
t t
t 1
1
...
+ −
−
+ +
=
N X
S S
S
N t
t t
t 1
1
...
+ −
−
+ +
=
2
t t
t
S S
a −
= 1
2 −
× −
= N
S S
b
t t
t
m b
a F
t t
m t
+ =
+
Keterangan : ’ = rata-rata bergerak tunggal pemulusan tahap 1 periode t
S
t
’’ = rata-rata bergerak ganda pemulusan tahap 2 periode t S
t
N = jumlah data yang digunakan dalam rata-rata = nilai aktual pada periode t
X
t t
a
= nilai perbedaan pemulusan 1 dan 2 intersept periode t
t
b
= nilai penyesuaian trend slope periode t F
t+m
= ramalan untuk periode t+m Makridakis et al. 1993 c Metode rata-rata bergerak tertimbang Weighted Moving Average
t t
t t
N t
N t
t
X W
X W
X W
F +
+ +
=
− −
+ −
+ −
+ 1
1 1
1 1
...
di mana:
1 ...
1 1
= +
+ +
− +
−
t t
N t
W W
W
W
t
adalah persentasi bobot yang diberikan untuk periode t Assauri 1984; Herjanto 1997
d Metode pemulusan eksponensial tunggal Single Exponensial Smoothing
t t
t
F X
F .
1 .
1
α α
− +
=
+
Keterangan:
t
X
= nilai aktual pada periode t
α
= faktor atau konstanta pemulusan bobot, 0
α1 =
prakiraan untuk periode t+1 Makridakis et al. 1993; Assauri 1984: Herjanto 1997
1 +
t
F
e Dekomposisi Arrses
t t
t t
t
F X
F 1
1
α α
− +
=
+
Keterangan:
t
X
= nilai aktual pada periode t
t
α
= faktor atau konstanta pemulusan
= prakiraan untuk periode t Makridakis et al. 1993
1 +
t
F
f Metode pemulusan eksponensial linear Holt Liniear Exponential Smoothing
1 .
1 1
− −
+ −
+ =
t t
t t
T S
X S
α α
1 1
1 .
− −
− +
− =
t t
t t
T S
S T
β β
m t
t m
t
T S
F
.
+ =
+
3
3 4
2 3
1 2
1
X X
X X
X X
T −
+ −
+ −
=
Keterangan: S
t
= nilai pemulusan pada periode t T
t
= estimasi trend pada periode t F
t+m
= ramalan periode t+m m = peride yang diramalkan ke depan
T
1
= taksiran kemiringan slope bola mata eye ball setelah data diplot Makridakis et al. 1993; Herjanto 1997
g Metode pemulusan eksponensial linear Brown’s Liniear Exponential
Smoothing
1
1
−
− +
=
t t
t
S X
S α
α
1
1
−
− +
=
t t
t
S S
S α
α
t t
t t
t t
S S
S S
S a
2 −
= −
+ =
1
t t
t
S S
b −
− =
α α
m b
F
t t
m t
+ =
+
α
Keterangan: ’ = rata-rata bergerak tunggal pemulusan tahap 1 periode t
S
t
’’ = rata-rata bergerak ganda pemulusan tahap 2 periode t S
t
= nilai aktual pada periode t X
t
α
= intersept periode t b
t
= slope periode t = ramalan untuk periode t+m Makridakis et al. 1993; Herjanto 1997
F
t+m
h Metode pemulusan eksponensial linear dan musiman Winters Metode ini didasarkan atas tiga persamaan, yaitu masing-masing untuk unsur
stasioner, trend dan musiman sebagai berikut:
1 1
1
1
− −
−
+ −
+ =
t t
t t
T St
I X
S α
α
1 1
. 1
− −
− +
− =
t t
t
T S
S T
t
β β
1
. 1
−
− +
=
t t
t t
I S
X I
γ γ
m t
t t
m
I m
T S
F
+ −
+
+ =
1 1
.
Keterangan: L = jumlah periode dalam satu siklus musiman
α = konstanta pemulusan eksponensial 0
≤α≤1 = konstanta pemulusan trend 0
≤ ≤1 =
konstanta pemulusan musiman 0 ≤ ≤1 Makridakis et al. 1993;
Herjanto 1997 i Pemulusan Dekomposisi
, ,
,
t t
t t
t
R C
T S
f X
=
Keterangan: = komponen musiman pada periode t
S
t
T
t
= komponen trend pada periode t = komponen siklus pada periode t
C
t
= komponen random kesalahan pada periode t Herjanto 1997 R
t
j Metode trend linear model Metode analisis regresi dari analisis time series menurut Makridakis et al.
1993; Assauri 1984 dan Herjanto 1997 adalah:
x b
a Y
. +
=
2 2
X X
N Y
X XY
N b
∑ −
∑ ∑
∑ −
∑ =
N X
b N
Y a
∑ −
∑ =
Keterangan: y = variabel tidak bebas yang diramalkan di PPSC
a = bilangan tetap nilai dari Y bila X = 0 b = perubahan rata-rata Y terhadap perubahan per unit X
x = variabel bebas waktu
] [
] Σ
[ y
Σxy
2 2
2 2
n y
y n
x x
n x
Σ −
Σ Σ
− Σ
Σ −
r = Keterangan:
r = koefisien korelasi n = jumlah sampel
x = tahun dalam waktu y = variabel tidak bebas yang diramalkan
Dalam menentukan model prakiraan harus sesuai dengan kinerja sistem nyata aktifitas di PP, sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat
fakta dibutuhkan validasi kerja sebagai aspek pelengkap metode berpikir sistem. Caranya adalah memvalidasi kinerja model dengan data empiris, untuk melihat
sejauh mana perilaku output model sesuai dengan perilaku data empirik Muhammadi et al. 2001. Ada dua cara validasi kinerja model, yaitu:
1 Cara kualitatif, yaitu membandingkan visual antara simulasi dengan kondisi aktual.
2 Cara kuantitatif atau statistik, yaitu membandingkan hasil simulasi dengan aktual, berdasarkan pendekatan mean absolute deviation, average error,
mean absolute persentage error atau tracking signal. Output analisis prakiraan terhadap aktivitas di PPSC diharapkan mampu
memberikan gambaran tentang kondisi mendatang, sehingga implementasi kebijakan pengembangan PPSC yang akan dikeluarkan akan tepat sasaran.
4.2.3 Analisis Tingkat Pemanfaatan Fasilitas
Analisis tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC digunakan untuk menilai tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC. Tingkat pemanfaatan fasilitas-fasilitas
pelabuhan di PPSC dilakukan dengan menggunakan analisis persentase pemanfaatan. Menurut Bambang dan Suherman 2006 bahwa batasan untuk
mengetahui pemanfaatan fasilitas PP adalah sebagai berikut: 1 Pada fasilitas yang memiliki kapasitas tertentu, maka pemanfaatannya
dihitung perbandingan sebagai berikut: Penggunaan fasilitas
Persentase pemanfaatan = X 100
Kapasitas fasilitas Jika persentase pemanfaatan 100 maka tingkat pemanfaatan fasilitas
pelabuhan melebihi batas optimal. Jika persentase pemanfaatan = 100 maka tingkat pemanfaatan fasilitas
pelabuhan dalam kondisi optimal. Jika persentase pemanfaatan 100 maka tingkat pemanfaatan fasilitas
pelabuhan dalam kondisi belum optimal. 2 Pada fasilitas yang kapasitasnya tidak tentu, maka besarnya pemanfaatan
dipertimbangkan secara subjektif. Untuk mengetahui penggunaan fasilitas yang ada digunakan analisis
pemanfaatan. Analisis pemanfaatan fasilitas PP berdasarkan DPK JATENG 2003 dan Dirjen Perikanan 1981, sebagai berikut:
1 Kolam pelabuhan
a
Luas kolam pelabuhan
3 b
x l
x n
x lt
L +
=
2
r lt
π =
Keterangan:
2
L : luas kolam pelabuhan m lt : luas untuk memutar kapal m
2
r : panjang kapal terbesar m π : 3,14
n : jumlah kapal maksimum yang berlabuh l : panjang kapal rata-rata m
b : lebar kapal terbesar m
b
Kedalaman kolam Dihitung dengan menggunakan rumus:
c s
h d
D +
+ +
= 5
,
Keterangan: D : kedalaman perairan cm
d : draft kapal terbesar cm h
: tinggi gelombang maksimum cm s :
squat, tinggi ayunan kapal yang melaju 10-30 cm c :
clearance, jarak aman lunas kapal ke dasar perairan 25–100 cm 2 Dermaga
Panjang dermaga yang dibutuhkan dapat dicari dengan rumus :
d x
u h
x a
x n
x s
l L
+ =
Keterangan: L : panjang dermaga m
l : lebar kapal m s : jarak antar kapal m
n : jumlah kapal yang memakai dermaga rata-rata perhari a : berat rata-rata kapal ton, V = p x l x d x c koefisien
h : lama kapal di dermaga jam, waktu yang digunakan dalam bersandar u : produksi rata-rata ton
d : lama fishing trip rata-rata jam Panjang dermaga yang dibutuhkan dapat juga dicari dengan rumus:
2 ,
1 x
l x
P M
L =
Keterangan : L : panjang dermaga m
M : rata-rata kapal berlabuh tiap hari unit P : lama kapal melakukan kegiatan di dermaga jam
l : panjang rata-rata kapal m
3 Gedung pelelangan
Luas gedung lelang yang dibutuhkan dapat dihitung Yano and Noda 1970:
xa R
P x
N S
=
Keterangan:
2
S : luas gedung pelelangan m N : jumlah hasil tangkapan rata-rata per hari ton
P : daya tampung produksi m
2
ton R : intensitas lelang perhari 1-2 kali per hari
a : perbandingan ruang lelang dengan gedung lelang 0.27 – 0.39 4 Lahan PP
Lahan pelabuhan yang digunakan adalah 2-4 kali luas keseluruhan dari fasilitas yang ada. Hasil perhitungan selanjutnya dibandingkan dengan
kapasitasnya sehingga didapatkan apakah sarana perlu diperluas atau tidak. 5 Areal tempat parkir
Luas tempat parkir yang dibutuhkan dihitung dengan menggunakan rumus
D x
N R
x P
L =
Keterangan: PN : jumlah produksi rata-rata per hari dalam 1 tahun ton
D : daya angkut tiap kendaraan ton
2
R : ruang gerak yang dibutuhkan untuk tiap kendaraan m
L : luas tempat parkir m
2
4.2.4 Analisis Biaya dan Manfaat
Analisis biaya dan manfaat digunakan untuk menilai biaya yang muncul dalam pengembangan PPSC serta menilai manfaat dari pengembangan PPSC.
Suatu investasi dinyatakan layak apabila memiliki nilai: i NPV lebih dari nol, ii EIRR lebih tinggi dari tingkat suku bunga pinjaman bank, atau iii BC Ratio lebih
dari satu Newman 1988; Gray et al. 2002; Umar 2003. Nilai BEP menunjukkan titik impas produksi dalam jumlah produk dan Payback Period merupakan waktu
yang diperlukan untuk mencapai titik impas tersebut Riyanto 1990.
4.2.4.1 Net Present Value NPV
Net Present Value NPV merupakan net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital SOCC sebagai discount
factor. Rumus untuk menghitung NPV adalah:
∑ ∑
= =
= −
=
n i
n i
i i
NB C
B NVP
1 1
di mana: NB = Net Benefit = Benefit – Cost
C = Biaya Investasi + Biaya Operasi B = Benefit yang telah di-discount
C = Cost yang di-discount i = Discount factor
n = Tahun waktu Kriteria keputusan yang diambil dalam menentukan kelayakan
berdasarkan NPV adalah: 1
jika NPV 0, layak diterima; 2
jika NPV 0, tidak layak diterima.
4.2.4.2 Economic Internal Rate of Return EIRR
EIRR atau economic internal rate of return adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan net present value sama dengan nol. Rumus untuk
menghitung EIRR menurut Gittinger 1986 adalah: a. Setelah diketahui hasil NPV, dengan perhitungan yang sama, manfaat
sekarang netto didiskontokan dengan tingkat diskonto yang berbeda atau sering disebut dengan istilah interpolasi. Karena belum ada tingkat diskonto
yang tepat sehingga perlu dicoba-coba. b. Setelah dihasilkan manfaat sekarang netto dengan tingkat diskonto yang
berbeda, maka masing-masing nilai dimasukkan ke dalam rumus berikut :
4.2.4.3 Benefit Cost Ratio BC Rasio
Benefit Cost Ratio BC Rasio merupakan perbandingan antara total penerimaan kotor dan total biaya produksi. Rumus yang digunakan untuk
menghitung Net BC adalah:
Cost oduction
Total Benefit
Gross Total
Rasio C
B Pr
=
Kriteria keputusan yang diambil dalam menentukan kelayakan berdasarkan BC Ratio adalah:
1 jika BC Ratio 1, layak diterima; 2 jika BC Ratio 1, tidak layak diterima.
4.2.5 Analisis Prioritas Pengembangan PPSC
Analisis prioritas pengembangan PPSC digunakan untuk menentukan alternatif prioritas pengembangan PPSC. Analisis pengembangan PPSC
menggunakan teknik fuzzy analytical hierarchy process AHP. Proses Hirarki Analitik AHP dirancang untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang
berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu, melalui suatu prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi diantara berbagai
alternatif. Analisis ini merupakan suatu pendekatan analisis yang bertujuan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur, dan
biasanya diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang terukur, maupun masalah-masalah yang memerlukan pendapat judgement Saaty 1993
dan Marimin 2004. Menurut Saaty 1993 dalam memecahkan persoalan dengan AHP
terdapat tiga prinsip dasar: 1 Menyusun Hirarki
Dalam praktek induk terdapat prosedur untuk menentukan tujuan, kriteria dan aktivitas yang terdapat dalam suatu hirarki bahkan dalam sistem yang lebih
umum. Masalah yang harus dipecahkan dalam bagian ini adalah menentukan atau memilih tujuan dalam rangka mendekomposisikan kompleksitas sistem.
Untuk mendefinisikan tujuan secara rinci sesuai dengan periskusi untuk mendapatkan konsep yang relevan dalam permasalahan.
2 Struktur Hirarki Struktur hirarki merupakan bagian dari suatu sistem yang mempelajari fungsi
interaksi komponen secara menyeluruh. Struktur ini mempunyai bentuk yang saling terkait, tersusun dari suatu sasaran utama turun ke sub-sub tujuan, lalu
ke pelaku aktor yang memberi dorongan, turun ke tujuan-tujuan aktor dan kemudian untuk menggambarkan elemen sistem atau alternatif keputusan
yang teridentifikasi. 3 Penyusunan Bobot
Tingkat kepentingan bobot dari elemen-elemen keputusan yang ada pada setiap tingkat hirarki keputusan, ditentukan melalui penilaian pendapat
dengan cara komparasi berpasangan. Komparasi tersebut adalah membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkat
hirarki secara berpasangan, sehingga terdapat nilai tingkat kepentingan. Untuk mentransformasi dari data kualitatif menjadi data kuantitatif digunakan
skala penilaian, sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks
yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi
nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut
kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut Marimin
2004. Dalam proses pengambilan keputusan, otak manusia mempunyai
karakteristik yang spesial yang mampu belajar dan menalar pada lingkungan yang samar vague dan kabur fuzzy. Berbeda dengan model matematik formal
dan logika formal yang memerlukan data kuantitatif dan tepat, otak manusia juga mampu untuk sampai kepada suatu keputusan yang didasarkan pada data yang
tidak tepat dan kualitatif. Dengan kata lain setiap pengambil keputusan dalam memberikan preferensinya terhadap suatu alternatif atau kriteria adalah bersifat
fuzzy Machfud 2001. Metode fuzzy AHP adalah suatu metode yang dikembangkan dari metode
AHP dengan menggunakan konsep fuzzy pada beberapa bagian seperti dalam hal penilaian sekumpulan alternatif dan kriteria. Pada umumnya pengembangan
metode fuzzy AHP melalui empat tahap Yudhistira dan Diawati 2000, yaitu: 1 Skoring alternatif dan kriteria
Skoring yang dilakukan oleh pengambil keputusan dalam bentuk variabel linguistik seperti sangat jelek, sedikit jelek, sedang, sedikit bagus dan lain-
lain. Menurut Kastaman 1999 fuzzyfikasi pada metode fuzzy AHP adalah
proses pengubahan nilai selang rating berupa batas nilai yang diberikan oleh penilai menjadi selang dalam bentuk bilangan fuzzy dengan maksud
untuk menghilangkan ketidakkonsistenan nilai yang disebabkan selang rating dan bias setiap penilai.
2 Defuzzifikasi skor fuzzy Defuzzifikasi dilakukan untuk menentukan satu nilai dari skor fuzzy. Menurut
Marimin 2005 defuzzyfikasi merupakan suatu proses pengubahan output fuzzy ke output yang bernilai tunggal crisp. Terdapat banyak metode
defuzzyfikasi, namun yang banyak digunakan adalah metode centroid, nilai variabel dari centre of gravity suatu keanggotaan untuk nilai fuzzy.
Sedangkan di dalam metode maksimum, satu dari nilai-nilai variabel yang merupakan nilai kepercayaan maksimum gugus fuzzy dipilih sebagai nilai
tunggal untuk variabel output. 3 Pembobotan
Pembobotan dapat dilakukan berdasarkan teori Saaty. Menurut Marimin 2004 untuk menentukan nilai eigen eigenvector, dapat diselesaikan
melalui dua cara, yaitu dengan manipulasi matriks dan persamaan matematik.
4 Rangking dan skor akhir Menentukan rangking dan skor akhir dapat digunakan set operasi yang
memungkinkan sesuai dengan teori. Menurut Kastaman 1999 keuntungan metode fuzzy AHP, antara lain:
1 Mampu mengatasi persoalan yang sifatnya kualitatif, yang terkadang membingungkan fuzzy, contohnya: bagaimana menentukan suatu pilihan
dari serangkaian alternatif pilihan yang didasarkan atas beberapa kriteria yang sifatnya kualitatif, misalnya: kenyamanan atau keindahan yang tolok
ukur atau skala ukurannya relatif. AHP dalam hal ini menyediakan suatu skala yang mengukur hal-hal yang tak dapat dinyatakan secara jelas atau
relatif, sedemikian rupa skala ukuran yang sifatnya kualitatif dapat diperlakukan sebagaimana halnya data kuantitatif, dan untuk menghindari
ketidakkonsistenan dalam perhitungan, pada proses analisisnya melibatkan metode perbandingan berpasangan.
2 Mengingat pada proses pemilihan alternatif dalam AHP didasarkan atas perbandingan secara berpasang-pasangan dari mulai tingkatan level kriteria
terbawah menurut hirarki persoalan yang dirumuskan, maka pada proses
analisis ini terjadi pembobotan kriteria dan pemilihan alternatif berdasarkan kompetisi penuh. Dengan demikian tingkat dominasi kepentingan atau bobot
masing-masing kriteria dapat ditentukan secara pasti. 3
Proses pengambilan keputusannya dapat secara kelompok maupun perorangan, tergantung dari banyak sedikitnya responden penilai. Oleh
karena itu metode ini dapat dikatakan fleksibel dalam menjawab persoalan baik yang sifat keputusannya individual maupun kelompok.
4 Pengambilan keputusannya akan lebih obyektif, karena metode ini mampu menampilkan alternatif selang kepercayaan yang berkaitan dengan tingkat
obyektivitas pengambilan keputusan. 5 Dengan AHP dimungkinkan untuk memperbaiki definisi suatu masalah dan
mengembangkan keputusannya melalui pengulangan, bila pada saat tahap analisis terjadi kekeliruan atau adanya kekurangan yang perlu ditambahkan.
6 Metode AHP dapat mengakomodasikan pendapat setiap orang dan dalam proses pengambilan keputusannya dapat dilakukan baik berdasarkan
penilaian judgement maupun konsensus. 7 Oleh karena dalam AHP dibuat suatu hirarki sistem, maka dalam proses
analisis akan terlihat keterkaitan atau ketergantungan diantara satu elemen sistem dengan elemen sistem lainnya.
8 AHP menghitung konsistensi logis dari setiap penilaian yang digunakan dalam menentukan prioritas. Sehingga ketidakkonsistenan dalam
perbandingan berpasangan diantara alternatif pilihan dapat dihindari. Contoh dari bentuk ketidakkonsistenan yang dimaksud misalnya: A B, B C,
namun terjadi C A. Konsistensi terjadi apabila A B, B C dan A C. 9 Bias yang muncul pada saat pembobotan kriteria dapat dihilangkan karena
adanya proses normalisasi bobot. Penentuan prioritas pengembangan fasilitas dengan pendekatan fuzzy
AHP akan didasarkan dengan tiga tingkatan hirarki. Tingkat pertama adalah fokus prioritas pengembangan fasilitas di PPSC, tingkat kedua adalah aspek atau
kriteria dan tingkat ketiga adalah alternatif pengembangan fasilitas. Fokus pengembangan fasilitas di PPSC adalah penentuan prioritas pengembangan
fasilitas di PPSC. Aspek ataupun kriteria pengembangan fasilitas PPSC yaitu SDI, jumlah dan jenis produksi ikan, biaya atau ketersediaan anggaran, manfaat,
kebutuhan masyarakat atau nelayan penangkap, jenis industri pengolahan, jenis industri jasa, jenis industri penangkapan, kebutuhan bakul atau nelayan dan
kebutuhan pengolah. Alternatif pengembangan fasilitas dalam pengembangan PPSC adalah dengan menambah jenis fasilitas baru, memperluas fasilitas yang
ada, dan menambah jenis dan memperluas fasilitas yang ada. Hirarki prioritas pengembangan fasilitas PPSC dengan pendekatan fuzzy AHP ditampilkan pada
Gambar 11.
Gambar 11 Prioritas pengembangan fasilitas PPSC.
4.2.6 Analisis Kelembagaan
Untuk mengkaji keterkaitan atau hubungan konseptual antar elemen dan sub elemen dalam pengembangan PPSC digunakan metode interpretative
structural modelling ISM. Elemen sistem pengembangan mencakup elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC, elemen
kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan PPSC, elemen kendala dalam pengembangan PPSC, elemen perubahan yang mungkin terjadi dari
pengembangan PPSC, elemen tujuan dari program pengembangan PPSC, elemen tolok ukur pengembangan PPSC, elemen pelaku pengembangan PPSC,
dan elemen aktivitas pengembangan PPSC. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penggunaan teknik ISM adalah sebagai berikut Eriyatno 2003,
Marimin 2004, Eriyanto dan Sofyar 2007:: 1 Identifikasi elemen: elemen sistem diidentifikasi dan didaftar. Hal ini dapat
diperoleh melalui penelitian, brainstroming, dan lain-lain. 2 Hubungan kontekstual: sebuah hubungan kontekstual antar elemen yang
dibangun, tergantung pada tujuan permodelan pengembangan PPSC. 3 Pembuatan matriks interaksi tunggal terstruktur structural self interaction
matrix atau SSIM. Matriks ini mewakili elemen persepsi responden terhadap
elemen hubungan yang dituju. Empat simbol yang digunakan untuk mewakili tipe hubungan yang ada antara dua elemen dari sistem yang
dipertimbangkan adalah : V : hubungan dari elemen E
i
terhadap E
j
, tidak sebaliknya. A : hubungan dari elemen E
j
terhadap E
i
, tidak sebaliknya. X : hubungan interrelasi antara E
i
dan E
j
dapat sebaliknya. O : menunjukkan bahwa E
i
dan E
j
tidak berkaitan. 4 Pembuatan matriks reachability reachability matrix atau RM : sebuah RM
yang dipersiapkan kemudian mengubah simbol-simbol SSIM ke dalam sebuah matriks biner. Aturan-aturan konversi berikut menerapkan :
• Jika hubungan E
i
terhadap E
j
= V dalam SSIM, maka elemen E
ij
= 1 dan E
ji
= 0 dalam RM; • Jika hubungan E
i
terhadap E
j
= A dalam SSIM, maka elemen E
ij
= 0 dan E
ji
= 1 dalam RM; • Jika hubungan E
i
terhadap E
j
= O dalam SSIM, maka elemen E
ij
= 0 dan E
ji
= 0 dalam RM; RM awal dimodifikasi untuk menunjukkan seluruh direct dan indirect
reachability, yaitu jika E
ij
= 1 dan E
jk
= 1, maka E
ik
= 1. 5 Tingkat partisipasi dilakukan untuk mengklasifikasi elemen-elemen dalam
level-level yang berbeda dari struktur ISM. Untuk tujuan ini, dua perangkat diasosiasikan dengan tiap elemen E
i
dari sistem : reachability set R
i
, adalah sebuah set dari seluruh elemen yang dapat dicapai dari elemen E
i
, dan antecedent set A
i
, adalah sebuah set dari seluruh elemen di mana elemen E
i
dapat dicapai. Pada iterasi pertama seluruh elemen, di mana R
i
= R
i
∩ A
i
, adalah elemen-elemen level 1. Pada iterasi-iterasi berikutnya elemen-elemen
diidentifikasi seperti elemen-elemen level dalam iterasi-iterasi sebelumnya dihilangkan, dan elemen-elemen baru diseleksi untuk level-level berikutnya
dengan menggunakan aturan yang sama. Selanjutnya, seluruh elemen sistem dikelompokkan ke dalam level-level yang berbeda.
6 Pembuatan matriks canonical : pengelompokan elemen-lemen dalam level yang sama mengembangkan matriks ini. Matriks resultan memiliki sebagian
besar dari elemen-elemen triangular yang lebih tinggi adalah 0 dan terendah 1. Matriks ini selanjutnya digunakan untuk mempersiapkan digraph.
7 Pembuatan digraph : adalah konsep yang berasal dari directional graph
sebuah grafik dari elemen-elemen yang saling berhubungan langsung dan
level hirarki. Digraph awal dipersiapkan dalam basis matriks canonical. Digraph awal tersebut selanjutnya dipotong dengan memindahkan semua
komponen yang transitif untuk membentuk digraph akhir. 8 Pembangkitan interpretative structural modelling : ISM dibangkitkan dengan
memindahkan seluruh jumlah elemen dengan deskripsi elemen aktual. Oleh sebab itu, ISM memberikan gambaran yang sangat jelas dari elemen-elemen
sistem dan alur hubungannya.
Gambar 12 Diagram Teknik ISM Eriyatno 2003 dan Marimin 2004. Dalam keseluruhan proses teknik ISM maka berbagai urutan kerja dari
tahap penyusunan hirarki sampai hasil analisis Gambar 12 tergantung pada
kehendak dari tim perekayasa model serta persyaratan dari perihal yang dikaji, berbagai macam bentuk struktur model dapat dibangkitkan dalam ISM.
4.2.7 Strategi Pengembangan PPSC
Analisis strategi pengembangan PPSC digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan PPSC. Analisis SWOT adalah suatu cara untuk
mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi pengembangan PP. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan strength dan peluang opportunity namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan weaknesses dan ancaman
threats. Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan pengembangan PSPC.
Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan Rangkuti 2000 dan Marimin
2004. Matriks SWOT digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan
PPSC berdasarkan faktor lingkungan internal dan faktor lingkungan eksternal serta posisi PPSC. SWOT digunakan untuk menilai masing-masing faktor
lingkungan internal kekuatan dan kelemahan dan faktor lingkungan eksternal peluang dan ancaman. Dari hasil penilaian ini dapat ditentukan faktor
lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pengembangan PPSC. Penilaian ini menggunakan variabel linguistik dengan cara perbandingan berpasangan
pairwise comparison. Skala penilaian yang digunakan : • Equal E
: kedua elemen sama pentingnya • Weak W
: elemen 1 sedikit lebih penting dari elemen 2 • Strong S
: elemen 1 jelas lebih penting dari elemen 2 • Very strong VS
: elemen 1 sangat jelas lebih penting dari elemen 2 • Absolutly A
: elemen 1 mutlak lebih penting dari elemen 2 Hasil penilaian dengan variabel linguistik, dilakukan fuzzyfikasi dan
defuzzyfikasi, kemudian dihitung nilai eigennya dengan memanipulasi matriks.
Fuzzyfikasi
Fuzzyfikasi pada penelitian ini menggunakan Triangular Fuzzy Number TFN. Bertitik tolak pada skala pairwise comparison, maka ditetapkan selang
nilai TFN dari penilaian ini adalah : • Absolutely
-1
A
-1
: 19, 19, 17
• Very strong
-1
VS
-1
: 19, 17, 15
-1
• Strong S
-1
: 17, 15, 13
-1 -1
• Weak :
15, 13, 1 W
• Equal E :
13, 1, 3 • Weak W
: 1, 3, 5
• Strong S :
3, 5, 7 • Very strong VS
: 5, 7, 9
• Absolutely :
7, 9, 9
Defuzzyfikasi
Defuzzyfikasi dilakukan dengan rata-rata geometric. Adapun tahapan defuzzyfikasi adalah :
a. Menghitung nilai rata-rata geometric dari nilai batas bawah, batas tengah dan batas atas dari masing-masing pakar untuk mendapatkan nilai batas bawah,
batas tengah dan batas atas gabungan pakar.
7 bbi
X BB
=
7 bti
X BT
=
7 bai
X BA
=
Di mana :
BB
= rata-rata geometric batas bawah
BT
= rata-rata geometric batas tengah
BA
= rata-rata geometric batas atas = nilai batas bawah dari hasil penelitian oleh pakar ke-i
X
bbi
X
bti
= nilai batas tengah dari hasil penelitian oleh pakar ke-i = nilai batas atas dari hasil penelitian oleh pakar ke-i
X
bai
i = jumlah pakar 1,2,3,4,5,6,7
b. Menghitung nilai tunggal crisp dengan rata-rata geometric.
7
BA x
BT x
BB N
crisp
=
Perhitungan nilai eigen Perhitungan nilai eigen dilakukan dengan manipulasi matriks, dengan tahap:
1 melakukan perkalian kuadrat terhadap matriks setiap level,
2 menghitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi, 3 menghentikan proses ini, bila perbedaan antara jumlah dari dua
perhitungan berturut-turut lebih kecil dari 0,0009. Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar
keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui berbagai tahap sebagai berikut:
1 Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal. 2 Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal eksternal dan matriks
SWOT. 3 Tahap pengambilan keputusan.
Menurut Marimin 2004, matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh perusahaan
dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Dari matriks ini akan terbentuk empat kemungkinan alternatif strategi.
4.3 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode survei lapangan dan penelusuran studi pustaka. Data yang dikumpulkan dibagi menjadi dua jenis
data yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi langsung dilapangan dan wawancara menggunakan kuisioner.
Wawancara dengan kuisioner ini dilakukan terhadap pengelola PPSC, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten
Cilacap, nelayan, pedagang pengumpul atau bakul, pengolah, pedagang, pengurus KUD, ketua-ketua kelompok nelayan yang ada di lokasi penelitian serta
responden pakar. Teknik penentuan responden yang mewakili kelembagaan pemerintah atau instansi terkait, dilaksanakan secara sampel purposive atau
sengaja dengan pertimbangan bahwa responden tersebut mengetahui atau terlibat dalam pengembangan PP.
Responden pakar digunakan untuk menentukan dan menilai tingkat prioritas pengembangan PP, menentukan lingkungan internal dan eksternal
pengembangan PP. Dalam penentuan pakar digunakan kriteria sebagaimana disebutkan Marimin 2005 adalah sebagai berikut:
1 Praktisi, orang yang bekerja dan berpengalaman dalam bidang tertentu secara otodidak maupun terdidik secara akademis atau tidak melanjutkan
karir di bidang akademis.
2 Ilmuwan, orang yang mempelajari dan mendalami pengetahuan tertentu lewat jalur formal melalui pendidikan tinggi dan memperdalam karirnya di
bidang akademis perguruan tinggi atau lembaga penelitian. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari Dinas Perikanan setempat,
UPT PPSC dan pihak-pihak yang berhubungan dengan PPSC. Data tersebut antara lain: data statistik PPSC tahun 1995-2005 yang diterbitkan oleh DKP,
data-data penunjang lainnya yang diperoleh dari studi pustaka. Data-data yang diambil untuk keperluan pemodelan meliputi data produksi ikan dan nilai
produksinya, jumlah nelayan dan kepemilikan perahu atau motor, produktivitas ikan per alat tangkap, data pelelangan ikan, jumlah dan nilai kebutuhan logistik
kapal, data-data retribusi PPSC dan jumlah penerimaan, data PAD Kabupaten Cilacap, jumlah penduduk dan nelayan serta data potensi ikan.
4.4 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan terhadap data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan dengan menggunakan berbagai metode yang tercakup dalam
model SISBANGPEL.
4.5 Konfigurasi dan Pengembangan Model
Sistem pengembangan PPSC dirancang dalam suatu program komputer yang diberi nama
SISBANGPEL. Paket program dirancang dengan
menggunakan bahasa pemograman Borland Delphi 7.0 untuk pengembangan keseluruhan sistem yang terdiri dari tiga sistem utama, yaitu sistem manajemen
dialog, sistem manajemen basis data dan sistem manajemen basis model. Microsoft Access 2002 digunakan untuk pengembangan sistem manajemen
basis data. Konfigurasi model sistem pengembangan PPSC tampak pada Gambar 13.
Gambar 13 Konfigurasi model sistem pengembangan PPSC.