Pengolahan Data Implementasi Model Pengembangan PPSC

2 Ilmuwan, orang yang mempelajari dan mendalami pengetahuan tertentu lewat jalur formal melalui pendidikan tinggi dan memperdalam karirnya di bidang akademis perguruan tinggi atau lembaga penelitian. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari Dinas Perikanan setempat, UPT PPSC dan pihak-pihak yang berhubungan dengan PPSC. Data tersebut antara lain: data statistik PPSC tahun 1995-2005 yang diterbitkan oleh DKP, data-data penunjang lainnya yang diperoleh dari studi pustaka. Data-data yang diambil untuk keperluan pemodelan meliputi data produksi ikan dan nilai produksinya, jumlah nelayan dan kepemilikan perahu atau motor, produktivitas ikan per alat tangkap, data pelelangan ikan, jumlah dan nilai kebutuhan logistik kapal, data-data retribusi PPSC dan jumlah penerimaan, data PAD Kabupaten Cilacap, jumlah penduduk dan nelayan serta data potensi ikan.

4.4 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan terhadap data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan dengan menggunakan berbagai metode yang tercakup dalam model SISBANGPEL.

4.5 Konfigurasi dan Pengembangan Model

Sistem pengembangan PPSC dirancang dalam suatu program komputer yang diberi nama SISBANGPEL. Paket program dirancang dengan menggunakan bahasa pemograman Borland Delphi 7.0 untuk pengembangan keseluruhan sistem yang terdiri dari tiga sistem utama, yaitu sistem manajemen dialog, sistem manajemen basis data dan sistem manajemen basis model. Microsoft Access 2002 digunakan untuk pengembangan sistem manajemen basis data. Konfigurasi model sistem pengembangan PPSC tampak pada Gambar 13. Gambar 13 Konfigurasi model sistem pengembangan PPSC.

4.5.1 Sistem Manajemen Dialog

Sistem manajemen dialog merupakan rancangan pengaturan interaksi antara model program komputer dengan pengguna user yang memuat input dari pengguna berupa parameter, data pilihan dari skenario dan keluaran yang diberikan dalam tabel atau pernyataan yang mudah dipahami. Dialog dengan pengguna dipandu dengan adanya pilihan-pilihan atau pernyataan yang hanya memerlukan jawaban-jawaban singkat. Input dari pengguna dapat berupa angka, pernyataan-pernyataan atau berupa skenario. Output yang diberikan program komputer berupa keterangan, tabel atau grafik yang mudah dipahami.

4.5.2 Sistem Manajemen Basis Data

Data merupakan komponen yang mutlak ada. Oleh karena itu, data harus dikelola dan dikendalikan dalam suatu sistem manajeman basis data. Pemeliharaan data ini dilakukan melalui fasilitas menu data, menampilkan, menghapus, dan mengganti data. Dalam konfigurasi paket program yang akan dikembangkan dalam sistem diantaranya adalah data pokok tentang SDI, data aktivitas di PP, data tingkat pemanfaatan fasilitas PP, data rancangan prioritas pengembangan PP, data struktur biaya dan manfaat pengembangan PP, data kelembagaan dan strategi dalam pengembangan PP.

4.5.3 Sistem Manajemen Basis Model

Sistem manajemen basis model terdiri dari tujuh sub model utama, yaitu sub model potensi SDI, sub model prakiraan tingkat kegiatan di PP, sub model tingkat pemanfaatan fasilitas PP, sub model prioritas pengembangan fasilitas PP, sub model kelayakan pengembangan PP, sub model keterkaitan kelembagaan dalam pengembangan PP, dan sub model strategi pengembangan PP. Masing- masing sub model tersebut sebagai sub-sub sistem yang pada akhirnya membentuk suatu sistem pengembangan PP yang diverifikasi di PPSC.

4.5.4 Verifikasi dan Validasi Model

Terdapat dua elemen pokok dalam mengevaluasi model, yaitu: 1 verifikasi, dan 2 validasi. Verifikasi dilakukan untuk dapat menjawab apakah model sudah melakukan apa yang diinginkan oleh perancang model tersebut, sedang validasi dilakukan untuk menjawab bagaimana hasil keluaran model dibandingkan dengan keadaan nyata Eriyatno dan Sofyar 2007; Rykiel 1996 diacu dalam Juzar 2006. Verifikasi dan validasi model, yaitu suatu proses iterative yang berupa pengujian berturut-turut sebagai penyempurnaan model. Dalam tahap ini akan dilihat apakah model yang dibangun dapat mewakili realitas yang dikaji. Suatu model baru dapat dikatakan baik karena konsistensinya, di mana hasil yang diperoleh tidak bervariasi lagi. Tahap verifikasi dan validasi model merupakan tahap penting dalam menentukan tingkat keyakinan bahwa suatu model yang dikembangkan telah cukup mewakili dari permasalahan atau sistem yang dianalisis. Verifikasi dan validasi model dapat dilakukan melalui beberapa cara: 1 melakukan uji statistik dengan memasukkan data empiris ke dalam model; 2 pengujian kesesuaian antara hasil keluaran model dengan kenyataan nyata, dan 3 review oleh ahli. Dalam penelitian ini, verifikasi dilakukan pada tahap penyusunan model, sedangkan proses validasi dilakukan melalui 2 tahap, yaitu validasi pada tahap penyusunan model validation by construct dan validasi pada tahap pengujian hasil validation by result. Validasi hasil dimaksudkan untuk menilai keabsahan teori dan asumsi-asumsi yang digunakan, serta metode pengukuran pengumpulan data. Validasi hasil dimaksudkan untuk menilai kesesuaian antara keluaran dari model dan keluaran dari sistem yang sebenarnya. Hasil rekayasa model pengembangan PP diimplementasikan ke dalam bentuk model paket program komputer. Aplikasi SISBANGPEL sudah terintegrasi menjadi satu dan siap dipakai atau diinstal pengguna. Verifikasi dan validasi model dilakukan terhadap data rencana pengembangan PPSC. 75 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Profil Lokasi Penelitian 5.1.1 Profil Kabupaten Cilacap Kabupaten Cilacap terletak di bagian selatan propinsi Jawa Tengah dengan luas 225 360.4 m 2 , berhadapan langsung dengan Samudera Hindia sehingga memiliki potensi yang cukup baik untuk pengembangan usaha perikanan, baik perikanan pelagis besar dan kecil maupun perikanan demersal. Secara geografis Kabupaten Cilacap berada pada 108 4’30”–109 45’30” BT dan 7 30’–75 45’20” LS, dengan batas wilayah sebagai berikut: - sebelah utara : Kabupaten Banyumas - sebelah selatan : Samudera Hindia - sebelah timur : Kabupaten Kebumen - sebelah barat : Kabupaten Ciamis Jawa Barat Berdasarkan topografinya, Kabupaten Cilacap terletak pada ketinggian antara 6–198 m di atas permukaan laut, terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi. Keadaan letak wilayah Kabupaten Cilacap juga didukung dengan dekatnya jarak Pulau Nusakambangan yang dapat meredam besarnya gelombang Samudera Hindia. Wilayah pantai Cilacap merupakan dataran rendah dengan perairan laut yang berbentuk teluk dengan dasar perairan lumpur, lumpur berpasir dan sebagian berbatu karang. Perairan Kabupaten Cilacap merupakan perairan yang mengalami pasang surut harian ganda DPK Cilacap 2002. Kabupaten Cilacap merupakan salah satu kabupaten terbesar di propinsi Jawa Tengah yang memiliki jumlah penduduk sampai dengan tahun 2004 sebanyak 1 674 210 jiwa dengan pertumbuhan penduduk 0.31 per tahun. Berdasarkan mata pencaharian utamanya, penduduk Kabupaten Cilacap terdiri dari petani, buruh tani, nelayan, pengusaha, pengrajin, buruh industri, buruh bangunan, perkebunan, perdagangan, angkutan, PNS atau TNI POLRI dan pensiunan BPS 2006.

5.1.2 Profil Perikanan Tangkap Cilacap

Berdasarkan hasil penelitian Giyatmi 2005 kawasan pengembangan Jawa Tengah terbagi atas tiga kawasan pengembangan. Kabupaten Cilacap terpilih sebagai kawasan pengembangan tiga kawasan pengembangan selatan 76 Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap merupakan daerah terluas diantara 35 kabupaten dan kota di propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap terbagi dalam 24 kecamatan dan 11 kecamatan diantaranya memiliki wilayah pantai. Kabupaten Cilacap mempunyai potensi industri besar seperti kilang bahan bakar minyak Pertamina, pabrik semen, industri pupuk kantong, biji coklat, bahan karet, tepung terigu, benang tenun, penggergajian kayu dan pasir besi serta sentra industri jamu tradisional terbesar di Jawa Tengah. Potensi lain adalah pertanian, perkebunan rakyat dan pariwisata. Giyatmi 2005 menyebutkan bahwa Cilacap dikategorikan sebagai wilayah potensial. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Kabupaten Cilacap memiliki potensi produksi perikanan laut yang cukup besar di wilayah pantai selatan Pulau Jawa. Sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Cilacap memegang peranan penting dalam perekonomian regional dan nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan bagi nelayan dan sumber devisa yang sangat potensial. Potensi kelautan di Kabupaten Cilacap sangat besar, dengan garis pantai 201.9 km dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia sepanjang 80 km. Potensi perikanan pantai Cilacap dan lepas pantai Kabupaten Cilacap sebesar 60 560 ton DPK Cilacap 2002. Daerah penangkapan meliputi perairan Teluk Penyu, Teluk Penunjang Pangandaran dan selatan Yogyakarta sampai Pacitan. Jumlah nelayan di Kabupaten Cilacap 21 348 orang. Operasi penangkapan yang dilakukan oleh nelayan Cilacap pada umumnya telah menjangkau daerah perairan di jalur I, II, III, ZEE serta perairan internasional. Hasil tangkapan yang mendominasi adalah udang, sehingga Kabupaten Cilacap terkenal sebagai penghasil udang terbesar di selatan Pulau Jawa. Selain itu hasil tangkapan yang lain adalah ikan tuna, cakalang, ubur-ubur dan cumi-cumi. Dalam meningkatkan pelayanan proses pemasaran dan tempat untuk pendaratan hasil tangkapan para nelayan, Kabupaten Cilacap memiliki 11 tempat pelelangan ikan 6 TPI propinsi dan 5 TPI kabupaten, yaitu TPI Sentolokawat, Padanarang, Lengkong, Tegalkatilayu, Sidakaya, Begawan Donari, Kawunganten, Tambakreja, Nusawungu dan PPSC, serta sarana dan prasarana lain yang menunjang kegiatan perikanan dan kelautan di Kabupaten Cilacap Tabel 7. Sarana dan prasarana dalam pengembangan perikanan dan kelautan yang cukup penting perannya di Kabupaten Cilacap adalah PPSC dengan kapasitas 250 kapal, pabrik es kapasitas 236 ton sebanyak 5 unit, cold storage 77 kapasitas 75 ton sebanyak 5 unit, serta kawasan industri dan zona pengembangan seluas 16.81 Ha. Armada penangkapan sebanyak 1 988 buah yang terdiri 1 141 unit trammel net, 745 unit gillnet dan kapal longline 102 unit DPK Cilacap 2002. Tabel 7 Sarana penunjang usaha perikanan dan kelautan di Kabupaten Cilacap Jenis sarana Lokasi dan jenis sarana Transportasi • Angkutan umum • Jalan aspal sampai ke lokasi tempat pendaratan atau pelelangan ikan Pasar Pasar Gede, Pasar Sariwangi, Pasar Sidodadi, Pasar Tanjung, Pasar Limbangan Tempat penjualan BBM Damalang, Gumilir, Sentolokawat, Lomanis, Kompleks PPSC Pabrik es CV. Sari Petojo, PT. Sumber Asrep, PT. Andalan Pelabuhan • Pelabuhan udara Tunggul Wulung • Pelabuhan laut Tanjung Intan Sumber : DPK Cilacap 2002 Pengelolaan pasca panen produksi hasil perikanan di Kabupaten Cilacap dengan menggunakan teknologi modern dan tradisional. Daerah pemasaran produk yang dihasilkan adalah pasar lokal sampai ekspor. Jumlah pengolah yang menggunakan teknologi modern sebanyak 11 perusahaan, sedangkan secara tradisional yang dikelola oleh kelompok tani wanita nelayan dan perorangan sebanyak 28 buah. Tahun 2002 perusahaan eksportir yang mendapat sertifikat kelayakan mutu dari lembaga pengujian mutu hasil perikanan LPMHP Cilacap sebanyak 7 perusahaan. Hasil pengolahan perikanan secara modern yang umumnya merupakan produk ekspor, diantaranya produk beku seperti tuna, udang, keong, dan layur; produk kering atau asin berupa ubur-ubur, teri dan ebi; serta produk kaleng dari ikan cakalang dan tuna. Negara tujuan utama ekspor produk perikanan Cilacap adalah Amerika Serikat, Jepang, dan China. Pada jenis ikan dan udang tertentu untuk komoditas ekspor, tidak diolah di Cilacap, tetapi diolah di luar daerah seperti Jakarta, sehingga mengurangi nilai jual dari produk tersebut.

5.1.3 Profil PPSC

PPSC terletak di Kelurahan Tegal Kamulyan, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap yang terletak pada posisi geografis 109 01’18.4” BT dan 07 43’31.2” LS, serta luasnya hingga ± 33 ha, yang statusnya terdiri dari hak pakai dan hak pengelolaan HPL. Lahan yang berstatus hak pakai 78 merupakan kawasan untuk digunakan membangun fasilitas-fasilitas yang terdapat di pelabuhan baik fasilitas dasar, fungsional maupun penunjang. Sedangkan status Hak Pengelolaan adalah kawasan yang digunakan sebagai kawasan industri perikanan seperti pabrik es dan tempat pengolahan ikan. PPSC berawal dari peralihan PPI Sentolokawat yang rencananya akan dikembangkan menjadi PP pada tahun 1978, namun pihak Pertamina UP IV Cilacap merasa keberatan akan adanya bahaya kebakaran, sehingga dipindahkan ke Kelurahan Tegal Kamulyan. Fasilitas yang pertama dibangun dari biaya Pertamina yaitu fasilitas pokok berupa break water, groin, alur pelayaran, kolam pelabuhan dan dermaga. Fasilitas fungsional berupa TPI, kantor, dock dan rambu suar, sedangkan untuk fasilitas penunjang masih dalam tahap pembebasan tanah untuk kawasan industri. PPSC mulai dioperasikan pada tanggal 20 Mei 1994 dan pengesahan status kelembagaannya disahkan sebagai UPT Direktorat Jenderal Perikanan tanggal 18 Desember 1995, berdasarkan Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. B. 964J95 tanggal 16 Agustus 1995 termasuk PPN atau tipe B. Pada tanggal 1 Mei 2001, melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Kep. 261MEN2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja PP yang berisi bahwa PP di Cilacap termasuk ke dalam PPS yang belum diusahakan atau masih berupa UPT. Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsinya PPSC mempunyai visi yaitu terwujudnya PP sebagai pusat pertumbuhan dan pengembangan ekonomi terpadu. Sedangkan misi yang akan dijalankan adalah sebagai berikut : 1 Menciptakan lapangan kerja dan iklim usaha. 2 Pemberdayaan masyarakat perikanan. 3 Meningkatkan mutu, keamanan pangan dan nilai tambah. 4 Menyediakan sumber data dan informasi perikanan. 5 Meningkatkan pengawasan dan pengendalian sumber daya perikanan. Peranan PPSC bagi perkembangan perikanan di daerah Cilacap cukup besar Tabel 8 serta tercapainya sasaran dari penjabaran visi dan misi, sebagaimana jumlah nelayan yang melakukan aktivitas di PPSC pada tahun 2005 sebanyak 22 516 orang dan jumlah kapal 1 988 buah. Sedangkan untuk program peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Cilacap, telah terserap tenaga kerja sebanyak 9 884 orang sehingga dapat mengurangi 79 pengangguran di daerah sekitar. Rata-rata kunjungan kapal lebih dari 30 GT tiap hari berkisar 10 kapal dan hal tersebut tidak sepadan dengan potensi ZEEI yang melimpah serta masih jauh dari yang disyaratkan pada Keputusan Menteri Nomor: KEP.16MEN2006, yaitu untuk PPSC digolongkan dalam tipe A, dengan kriteria yang telah sesuai yaitu PPSC telah melayani kapal-kapal yang operasional penangkapannya hingga ZEEI, memiliki fasilitas tambat labuh minimal 60 GT dan kedalaman kolam pelabuhan 3 m LWS, hasil tangkapan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor, luas lahan ± 33 Ha dan mempunyai kawasan industri perikanan. Tabel 8 Keadaan umum di PPSC pada tahun 2005 No Keadaan Umum Jumlah 1 Jumlah kapal di PPSC 1 988 buah 2 Rata-rata produksi 18 tonhari 3 Jumlah tenaga kerja yang diserap 9 884 orang 4 Rata-rata kunjungan kapal 30 GT 10 buahhari 5 Jumlah unit usaha perikanan 56 buah 6 Jumlah bakul di TPI PPSC 861 orang Sumber : PPSC 2006 Kawasan PPSC merupakan tempat konsentrasi nelayan yang terbesar di Kabupaten Cilacap bahkan di pantai selatan Jawa Tengah. Hal ini disebabkan potensi penangkapan ikan di laut dan perkembangan aktifitas perikanan baik penangkapan dan produksi hasil tangkapan, pemasaran, logistik hingga tersedianya fasilitas yang lengkap dan cukup memadai.

5.2 Verifikasi dan Validasi Model

Pengembangan PPSC yang direkayasa melalui model SISBANGPEL ditujukan untuk membantu para pengambil keputusan yang terlibat dalam pengembangan PPSC. Penggunaan model SISBANGPEL dapat mengikuti langkah-langkah pada Lampiran 18. Informasi yang dapat diperoleh dari keluaran model SISBANGPEL antara lain: 1 Potensi SDI Sub model analisis potensi SDI. Sub model analisis potensi SDI menggunakan metode surplus produksi model Schaefer dan Fox, dengan menganalisis data hasil tangkapan catch utama dan upaya penangkapan effort. Keluaran sub model analisis potensi SDI adalah informasi tentang status pemanfaatan SDI di suatu wilayah, yaitu: tingkat pemanfaatan, tingkat pengupayaan, trend catch per unit effort CPUE, MSY dan F MSY . 80 Berdasarkan informasi potensi SDI, maka pengembangan suatu PP akan diarahkan untuk melayani kapal-kapal yang sesuai dengan potensi SDI. Informasi SDI juga akan membantu pengambil kebijakan dalam mengembangkan suatu PP yang sesuai dengan jenis SDI yang potensial, sehingga penyediaan fasilitas untuk pendaratan, pengolahan serta pemasaran ikan akan diarahkan untuk jenis-jenis ikan yang potensial dengan kata lain outcomes dari sub model analisis potensi SDI adalah rancangan pengembangan PP berupa rencana pengembangan fasilitas dasar, fungsional dan penunjang serta kebutuhan pelayanan operasional di PP yang perhitungannya didasarkan dari nilai MSY dan F MSY yang merupakan output sub model analisis potensi SDI. 2 Prakiraan tingkat kegiatan perikanan Sub model analisis prakiraan aktivitas di PP. Sub model analisis prakiraan aktivitas di PP dirancang dengan metode prakiraan forecasting, yaitu suatu teknik yang menduga atau memperkirakan apa yang terjadi pada masa yang akan datang. Keluaran sub model prakiraan aktivitas PP adalah informasi tingkat kegiatan perikanan di PP yang meliputi tingkat produksi, jumlah kapal dan nelayan, serta proyeksi tingkat kebutuhan pelayanan. Outcomes dari sub model analisis prakiraan aktivitas di PP adalah rancangan pengembangan terhadap kebutuhan pelayanan dan manajemen di PP berupa prakiraan terhadap jumlah dan jenis kapal yang melakukan aktivitas di PP, kebutuhan logistik dan jumlah nelayan. 3 Aspek biaya dan manfaat Sub model analisis biaya dan manfaat. Sub model analisis biaya dan manfaat mengintegrasikan berbagai operasi dalam penentuan kriteria kelayakan seperti NPV, EIRR dan Net BC. Selain itu, sub model ini juga telah dilengkapi dengan operasi untuk prakiraan arus uang, analisis sensitivitas, optimasi peubah kritis dan perencanaan produksi, sehingga operasi-operasi yang cukup rumit untuk mengantisipasi resiko-resiko kelayakan dapat dilakukan dengan cepat. 4 Tingkat pemanfaatan fasilitas PP Sub model analisis tingkat pemanfaatan fasilitas. Sub model analisis tingkat pemanfaatan fasilitas digunakan untuk mengetahui optimalisasi pemanfaatan fasilitas di PPSC. Untuk fasilitas yang tingkat pemanfaatannya sudah mencapai 100 perlu dilakukan pengembangan. Outcomes sub model 81 analisis tingkat pemanfaatan fasilitas adalah rancangan pengembangan fasilitas yang pemanfaatannya sudah melebihi 100 serta rancangan upaya untuk optimalisasi pemanfaatan fasilitas yang belum mencapai 100. 5 Prioritas pengembangan fasilitas Sub model analisis prioritas pengembangan fasilitas. Sub model analisis prioritas pengembangan fasilitas dirancang dengan pendekatan Fuzzy-AHP. Pengguna dapat melakukan input hirarki. Hirarki yang terlalu panjang atau elemen yang terlalu banyak dapat menimbulkan kejenuhan dalam proses penilaian. Untuk itu, diperlukan seleksi awal terhadap elemen-elemen penting di masing-masing hirarki yang dapat dilakukan melalui grup diskusi dan pendapat pakar. Outcomes sub model prioritas pengembangan fasilitas adalah rancangan prioritas pengembangan PP berupa urutan alternatif pengembangan PP. 6 Aspek kelembagaan Sub model analisis kelembagaan dalam pengembangan suatu PP. Sub model analisis kelembagaan dalam pengembangan suatu PP dirancang dengan metode ISM dan digunakan untuk melakukan identifikasi struktur elemen unsur dalam sistem. Penetapan elemen yang mengacu pada rumusan Saxena diacu dalam Eriyatno 2003 dan Marimin 2004 meliputi 9 elemen, yaitu pelaku atau lembaga yang terlibat dalam pengembangan, kebutuhan dari program, kendala, tolok ukur untuk menilai pencapaian tujuan dan aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan rasional dan kemudahan operasional dalam pengelolaan kelembagaan yang terkait dengan pengembangan PP terutama pelaku usaha atau investor dan pemerintah daerah dalam proses pengambilan keputusan berusaha dan pengembangan wilayah. 7 Strategi pengembangan Sub model analisis strategi pengembangan suatu PP. Sub model analisis strategi pengembangan suatu PP dirancang dengan menggunakan pendekatan SWOT. Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan strength dan peluang opportunity namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan weaknesses dan ancaman threats. Outcomes dari sub model analisis strategi pengembangan suatu PP adalah rancangan strategi pengembangan PP. 82

5.2.1 Verifikasi Model SISBANGPEL

Verifikasi dilakukan untuk dapat menjawab apakah model sudah melakukan apa yang diinginkan oleh perancang model tersebut. Verifikasi pada penelitian ini dilakukan pada saat penyusunan model. Verifikasi model dilakukan dengan memasukkan data dan informasi tentang variabel-variabel ataupun peubah-peubah yang terkait dengan rencana pengembangan PPSC.

5.2.1.1 Sistem Manajemen Basis Data

Pengguna paket model SISBANGPEL dapat mengisi, mengedit, menghapus, menampilkan, meng-update dan menyimpan data melalui sistem manajemen basis data sesuai dengan kebutuhan. 1 Sub Model Analisis Potensi SDI Sub model analisis potensi SDI merupakan sub model yang dirancang untuk menganalisis hasil tangkapan catch utama dan upaya penangkapan effort dengan menggunakan model surplus produksi yang dikembangkan oleh Schaefer dan Fox Sparre dan Venema 1999; Imron 2000; Supardan et al. 2006; Murdiyanto 2004 b ; Tinungki 2005. Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengetahui potensi lestari ikan yang terdapat di wilayah perairan. Potensi lestari dapat diduga melalui MSY dan CPUE. Pada sub model analisis SDI menyimpan data series produksi dan jumlah trip alat tangkapnya effort. Data series produksi dapat terdiri dari masing- masing jenis ikan ataupun per kelompok ikan, tergantung kebutuhan pengguna. Masukan data dimulai dari data produksi dan effort. Rincian masukan data sub model analisis potensi SDI dijelaskan berikut ini: Potensi SDI Pelagis Besar di Cilacap Potensi SDI pelagis yang ditangkap di perairan Cilacap dibagi menjadi dua, yaitu kelompok ikan pelagis besar dan kelompok ikan pelagis kecil. Jenis ikan pelagis besar yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya adalah tuna, cakalang, tengiri, tongkol dan cucut. Masukan data untuk sub model analisis potensi SDI pelagis besar yang tertangkap di perairan Cilacap ditunjukkan pada Tabel 9. Jenis teknologi penangkapan ikan pelagis besar yang beroperasi di perairan Cilacap adalah rawai tuna, rawai hanyut, rawai tetap, jaring insang tetap, jaring insang hanyut dan payang. Kemampuan dari keenam jenis teknologi 83 penangkapan tersebut berbeda-beda. Oleh karena itu sebelum dilakukan penjumlahan upaya penangkapan effort dilakukan standarisasi terlebih dahulu. Upaya penangkapan standar didasarkan atas alat tangkap yang mempunyai CPUE terbesar. Tabel 9 Masukan data jumlah produksi dan effort ikan pelagis besar di Cilacap pada sub model analisis SDI Tahun Produksi Ton Effort Trip 1998 10 870.10 192.31 1999 4 967.90 6 595.61 2000 7 022.80 3 088.66 2001 6 383.60 2 999.66 2002 4 811.30 1 272.77 2003 4 782.20 3 623.36 Potensi SDI Pelagis Kecil di Cilacap Jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya adalah lemuru dan layaran. Masukan data untuk sub model analisis potensi SDI pelagis kecil yang tertangkap di perairan Cilacap disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Masukan data jumlah produksi dan effort ikan pelagis kecil di Cilacap pada sub model analisis SDI Tahun Produksi Ton Effort Trip 1998 1 820.70 28 556.65 1999 425.72 57 917.74 2000 0.61 119 381.63 2001 15.58 82 739.57 2002 358.00 98 742.78 2003 228.53 83.48 2004 108.42 2 871.76 2005 121.59 2 117.84 Jenis teknologi penangkapan ikan pelagis kecil yang beroperasi di perairan Cilacap adalah rawai tuna, rawai hanyut, rawai tetap, pancing lain, jaring insang tetap, jaring insang hanyut dan payang. Sama halnya dengan analisis potensi SDI pelagis besar sebelum dilakukan penjumlahan upaya penangkapan effort dilakukan standarisasi terlebih dahulu. Upaya penangkapan standar didasarkan atas alat tangkap yang mempunyai nilai CPUE terbesar. Potensi SDI Demersal di Cilacap Jenis ikan demersal yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya adalah layur, manyung, bawal putih, bawal hitam, pari dan gulamah. Masukan 84 data untuk sub model analisis potensi SDI demersal yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Masukan data jumlah produksi dan effort ikan demersal di Cilacap pada sub model analisis SDI Tahun Produksi Ton Effort Trip 1990 3 512.80 28 106.71 1991 2 888.20 15 595.62 1992 2 365.20 19 543.43 1993 3 482.50 26 938.57 1994 5 984.80 88 344.45 1995 3 246.60 168 014.66 1996 3 395.90 93 161.06 1997 4 045.10 277 737.75 1998 4 913.80 67 037.38 1999 6 204.80 272 193.47 2000 3 338.10 150 670.97 2001 3 237.10 198 323.27 2002 2 369.80 8 542.46 2003 2 249.70 3 216.47 Jenis teknologi penangkapan ikan demersal yang beroperasi di perairan Cilacap adalah jaring insang tetap, rawai tetap, trammel net dan dogol. Sebelum dilakukan penjumlahan upaya penangkapan effort dilakukan standarisasi terlebih dahulu. Hal tersebut dikarenakan kemampuan dari keempat jenis teknologi penangkapan tersebut berbeda-beda. Upaya penangkapan standar didasarkan atas alat tangkap yang mempunyai nilai CPUE terbesar. Potensi Udang di Cilacap Udang merupakan andalan sektor perikanan kabupaten Cilacap, karena merupakan jenis komoditas penting untuk ekspor. Masukan data untuk sub model analisis potensi SDI untuk kelompok udang yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya disajikan dalam Tabel 12. Jenis teknologi penangkapan udang yang beroperasi di perairan Cilacap adalah trammel net dan dogol. Kemampuan dari kedua jenis teknologi penangkapan tersebut berbeda. Oleh karena itu sebelum dilakukan penjumlahan upaya penangkapan effort dilakukan standarisasi terlebih dahulu. Upaya penangkapan standar didasarkan atas alat tangkap yang mempunyai CPUE terbesar. 85 Tabel 12 Masukan data produksi dan upaya penangkapan effort udang di Cilacap pada sub model analisis SDI Tahun Produksi Ton Effort Trip 1990 1 591.00 16 326.57 1991 1 653.60 10 608.95 1992 982.60 15 440.53 1993 2 518.40 22 522.47 1994 3 509.30 52 434.14 1995 2 007.10 120 265.04 1996 2 197.30 73 533.90 1997 2 598.30 176 119.45 1998 2 316.60 30 821.20 1999 3 731.70 116 052.42 2000 2 498.50 88 537.01 2001 2 279.20 119 117.72 2002 2 115.50 4 891.18 2003 1 739.00 1 587.00 2 Sub Model Analisis Prakiraan Aktivitas PP Pada sub model prakiraan aktivitas di PP menyimpan data series operasionalisasi suatu PP. Pengertian tentang operasionalisasi PP dan PPI adalah tindakan atau gerakan sebagai pelaksanaan rencana yang telah dikembangkan untuk memanfaatkan fasilitas pada PP atau PPI agar berdaya guna dan bernilai guna efektif dan efisien secara optimal bagi “fasilitas itu sendiri” atau “fasilitas lainnya yang terkait”. Sebagai prasarana dan sarana perikanan tangkap, PP atau PPI mempunyai fungsi dan fasilitas yang telah ditetapkan sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Operasionalisasi adalah implementasi dari segala kegiatan dan pekerjaan yang dilakukan di PP atau PPI dalam melayani kebutuhan masyarakat pengguna yang memerlukannya. Kegiatan operasional PP atau PPI yang dilakukan hendaknya berorientasi pada kepentingan masyarakat pengguna jasa PP atau PPI, yang dikenal sebagai pelayanan prima Murdiyanto 2004. Menurut DJPT 2003, operasional PP merupakan indikator utama yang dapat dijadikan parameter keberhasilan pembangunan PP yang diindikasikan dengan: 1 Jumlah kapal yang keluar-masuk PP. 2 Jumlah ikan yang didaratkan di PP. 3 Jumlah nelayan yang memanfaatkan PP. 4 Jumlah penyaluran bahan bakar, air tawar dan es. 5 Harga ikan di PP. 6 Jumlah tenaga kerja yang diserap. 86 7 Jumlah pendapatan dan penerimaan PP. 8 Jumlah perusahaan dan swasta di PP. Uraian masukan data series dan keluaran dari sub model analisis prakiraan aktivitas diuraikan sebagai berikut: Pendaratan Ikan Semua jenis ikan yang didaratkan di PPSC, sebelum dipasarkan akan melalui proses pelelangan terlebih dahulu. Jenis ikan yang didaratkan terdiri dari 5 kelompok antara lain ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, udang dan cumi-cumi. Hasil tangkapan tersebut didaratkan di TPI PPSC kemudian dilakukan pelelangan dan pencatatan. Pencatatan data dilakukan saat kapal bongkar ikan di dermaga bongkar kemudian dihitung jumlahnya dengan cara yaitu jika menggunakan keranjang maka dihitung jumlah keranjangnya, jika menggunakan blong maka dihitung jumlah blongnya, jika ikan berukuran 70 cm misalnya ikan tuna maka dihitung jumlah ekor. Setelah melalui perhitungan tersebut kemudian diproses melalui pelelangan atau penimbangan dan sekaligus pencatatan di TPI PPSC. Masukan data volume dan nilai produksi di PPSC dalam bentuk tahunan tampak seperti pada Tabel 13 dan 14. Untuk masukan volume produksi di PPSC dalam bentuk bulanan disajikan pada Lampiran 2. Tabel 13 Masukan data produksi di PPSC tahun 1996-2005 Produksi per Kelompok Ikan Ton Tahun Pelagis Besar Pelagis Kecil Demersal Cumi- Cumi Udang 1996 6 594.45 497.37 2 560.66 0.00 488.12 1997 12 067.07 506.61 2 145.30 363.89 395.61 1998 5 619.86 437.57 1 331.14 392.16 464.74 1999 4 189.06 384.87 594.43 133.72 346.23 2000 3 532.22 323.06 393.21 60.35 397.70 2001 3 549.70 242.66 203.55 35.68 270.77 2002 4 441.73 288.46 185.98 62.82 236.22 2003 3 157.29 210.15 150.17 54.44 128.04 2004 1 267.13 298.35 154.53 98.89 126.58 2005 1 348.84 300.89 103.60 99.10 116.48 Sumber: PPSC 2006 87 Tabel 14 Masukan data nilai produksi ikan dan udang di PPSC tahun 1996-2005 Tahun Ikan Juta Rp Udang Juta Rp 1996 9 500.00 6 470.00 1997 16 450.00 7 350.00 1998 16 720.00 29 670.00 1999 16 610.00 17 250.00 2000 18 960.00 25 410.00 2001 21 560.00 14 700.00 2002 22 210.00 10 920.00 2003 12 040.00 5 830.00 2004 55 760.00 56 710.00 2005 68 370.00 57 060.00 Sumber : PPSC 2006 Armada Perikanan Kapal-kapal yang beroperasi di PPSC terdiri dari kapal yang berukuran 10 GT, 10-20 GT, 20-30 GT dan 30 GT. Kapal ikan yang dominan di PPSC tahun 1999-2005 adalah jenis kapal gill net, trammel net, compreng dan long line, walaupun ada jenis kapal ikan dengan alat tangkap yang lainnya. Masukan data series armada perikanan di suatu PP bisa dalam bentuk bulanan yang secara langsung diproses oleh software untuk dijumlahkan dalam bentuk tahunan. Jika suatu PP hanya tersedia data tahunan, maka data juga bisa dimasukkan dalam bentuk tahunan. Masukan data series jumlah armada perikanan di PPSC dalam bentuk tahunan tampak seperti pada Tabel 15, 16 dan 17. Rincian data kapal masuk di PPSC dalam bentuk bulanan dapat dilihat pada Lampiran 3, kapal keluar dalam bentuk bulanan pada Lampiran 4. Tabel 15 Masukan data jumlah armada perikanan di PPSC berdasarkan alat tangkap tahun 1999-2005 Tahun Kapal Gill net Kapal Trammel net Kapal Long line Kapal jenis lain Total 1999 258 158 72 65 488 2000 231 188 199 60 678 2001 231 188 199 60 678 2002 245 178 203 53 679 2003 223 243 213 49 728 2004 71 130 64 55 320 2005 147 443 161 60 811 Sumber : PPSC 2006 Setiap satu unit kapal yang masuk ke PPSC belum tentu melakukan bongkar hanya sekali setiap harinya, namun terkadang melakukan bongkar lebih dari satu kali, tergantung berapa banyak operasi penangkapan yang dilakukan 88 setiap harinya. Berdasarkan wawancara pada saat penelitian dijelaskan bahwa kapal yang masuk PPSC belum tentu melakukan kegiatan bongkar. Kapal-kapal tidak melakukan bongkar disebabkan faktor harga ikan yang rendah dan adanya retribusi yang terlalu tinggi. Selain itu alasan kenapa nelayan tidak melakukan bongkar adalah bahwa ikan yang seharusnya dibongkar ternyata hanya titipan dari nelayan lain sehingga kapal tersebut tidak mau melakukan kegiatan bongkar . Tabel 16 Masukan data jumlah kunjungan kapal masuk di PPSC tahun 1996- 2005 Ukuran Kapal Masuk Tahun 10 10 -20 20 - 30 30 Jumlah 1996 263 3 394 2 279 1 430 7 366 1997 287 3 565 2 346 1 632 7 830 1998 570 4 591 2 570 1 690 9 421 1999 383 3 821 2 448 1 543 8 195 2000 324 3 451 2 153 1 361 7 289 2001 208 2 877 1 981 1 474 6 540 2002 81 1 881 1 679 560 4 201 2003 36 1 163 1 222 329 2 750 2004 253 1 096 948 352 2 649 2005 387 802 1 049 354 2 592 Sumber : PPSC 2006 Tabel 17 Masukan data jumlah kapal keluar dari PPSC tahun 1996-2005 Ukuran Kapal Keluar Tahun 10 10 -20 20 - 30 30 Jumlah 1996 285 3 288 2 198 1 456 7 227 1997 280 3 305 2 092 1 466 7 143 1998 513 4 182 2 243 1 536 8 474 1999 358 3 666 2 308 1 409 7 741 2000 306 3 434 2 138 1 348 7 226 2001 192 2 831 1 981 1 468 6 472 2002 72 1 415 1 479 759 3 725 2003 39 1 021 1 244 302 2 606 2004 423 878 401 72 1 774 2005 387 802 1 129 94 2 412 Sumber : PPSC 2006 89 Alat tangkap yang mempunyai prospek bagus dan digunakan nelayan di PPSC ada tiga jenis alat tangkap, nilai jual dari hasil tangkapannya sangat tinggi dan berkomoditas ekspor yaitu alat tangkap kelompok gill net, trammel net dan long line. Masukan data series jumlah armada perikanan di PPSC dalam bentuk tahunan tampak seperti pada Tabel 18. Rincian data kapal yang melakukan aktivitas bongkar dalam bentuk bulanan di PPSC dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 18 Masukan data series armada perikanan yang melakukan aktivitas bongkar berdasarkan alat tangkap di PPSC tahun 1996-2005 Jenis Kapal Penangkapan Tahun Trammel net Gill net Long line Jumlah 1996 4 178 3 371 7 549 1997 3 641 7 549 11 190 1998 5 470 2 430 252 8 152 1999 4 160 1 858 597 6 615 2000 5 304 1 290 2 494 9 088 2001 4 188 2 742 3 653 10 583 2002 2 734 1 761 429 4 924 2003 1 477 1 354 127 2 958 2004 1 087 704 116 1 907 2005 1 141 745 102 1 988 Sumber : PPSC 2006 Penyaluran Perbekalan Kapal Distribusi logistik atau perbekalan di PPSC dilakukan di dermaga tambat maupun dermaga pendaratan. Kebutuhan logistik yang disediakan oleh pengelola PPSC adalah solar, es dan air tawar. Perbekalan makanan untuk awak kapal, ada yang telah disediakan oleh pemilik kapal dan ada juga yang membeli dari warung serba ada WASERDA KUD Mino Saroyo yang terletak dekat dengan dermaga tambat atau pasar di sekitar TPI B, sedangkan untuk perbekalan logistik didistribusikan oleh pengelola PPSC yang bekerja sama dengan pihak-pihak swasta serta KUD Mino Saroyo adalah solar, air tawar yang diproduksi oleh Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Kabupaten Cilacap dan es. Masukan data series distribusi logistik bisa dalam bentuk bulanan maupun tahunan tergantung ketersediaan data tersebut di suatu PP. Rincian masukan data series distribusi logistik dalam bentuk tahunan tampak seperti pada Tabel 19. Sedangkan rincian masukan kebutuhan logistik bulanan dapat dilihat pada Lampiran 6. 90 Tabel 19 Masukan data distribusi logistik per tahun di PPSC tahun 1996-2005 Penyaluran Es BBM Air Tahun Balok Ton m 3 1996 454 260.00 5 984.00 10 913.10 1997 282 835.00 5 853.00 6 823.40 1998 222 384.00 8 272.00 8 497.10 1999 262 572.00 9 562.00 7 420.80 2000 259 288.00 14 294.00 6 673.53 2001 370 397.00 15 056.00 6 601.60 2002 332 842.00 13 341.00 5 208.10 2003 50 198.00 11 194.00 4 524.87 2004 126 299.00 13 787.00 2 455.00 2005 159 518.00 12 428.00 3 676.28 Sumber : PPSC 2006 Pemasaran atau Pelelangan Ikan Hampir seluruh ikan yang didaratkan di PPSC dipasarkan melalui lelang murni berdasarkan Perda No. 10 tahun 2003. Perda tersebut mengatur tentang pungutan retribusi. Masukan data retribusi lelang di PPSC tertera pada Tabel 20. Tabel 20 Masukan data perkembangan retribusi lelang di TPI PPSC dari tahun 1996-2005 Tahun Retribusi lelang x Rp 1 000.00 1996 1 276 955 1997 1 566 597 1998 2 313 739 1999 1 693 049 2000 2 216 787 2001 1 813 296 2002 1 650 000 2003 880 000 2004 1 656 810 2005 1 813 290 Sumber : PPSC 2006 Docking Docking di PPSC dikelola oleh swasta dengan sistem kerja sama operasional KSO yaitu PT. Tegal Shipyard Utama. Masukan data jumlah kapal yang menggunakan jasa docking di PPSC ditunjukkan pada Tabel 21. Rincian kapal yang melakukan docking dalam bentuk bulanan dapat dilihat pada Lampiran 7. 91 Tabel 21 Masukan data jumlah kapal yang menggunakan jasa docking di PPSC tahun 1996-2005 Tahun Jumlah kapal 1996 289 1997 321 1998 282 1999 326 2000 311 2001 286 2002 209 2003 178 2004 208 2005 252 Sumber : PPSC 2006 Nelayan yang Beraktivitas di PPSC Masyarakat di sekitar PP merupakan masyarakat pesisir yang menyandarkan hidupnya dari usaha perikanan laut baik aktivitas penangkapan, pengawetan, maupun pengolahan. Nelayan sebagai pelaku utama dalam usaha perikanan tangkap mempunyai peran dalam pengembangan PPSC. Dari 13 TPI di Cilacap, sebagian besar nelayan berpusat di PPSC, disebabkan pelayanan dan penyediaan logistik hingga penyediaan fasilitas cukup lengkap dan memadai. Pedagang atau bakul ikan yang aktif di PPSC diklasifikasikan menjadi tiga yaitu pedagang besar, sedang dan kecil. Masukan data untuk jumlah nelayan tertera pada Tabel 22. Tabel 22 Masukan data series jumlah nelayan yang melakukan aktivitas di PPSC pada tahun 1996-2005 Tahun Jumlah Nelayan 1996 82 236 1997 81 264 1998 93 828 1999 86 293 2000 80 828 2001 74 870 2002 43 530 2003 28 360 2004 16 163 2005 22 516 Sumber : PPSC 2006 Selain nelayan ABK di PPSC juga terdapat pedagang atau bakul ikan. Jumlah pedagang atau bakul ikan periode tahun 1999-2001 adalah tetap 92 sebanyak 861 orang. Pedagang atau bakul yang masih aktif di PPSC tersebut rata-rata berasal dari daerah yang masih termasuk dalam kawasan Kabupaten Cilacap antara lain Tegal Kamulyan, Menganti, Kampung Laut, Kebon Baru, Tambak Reja dan Sentolokawat. 3 Sub Model Analisis Kondisi dan Tingkat Pemanfaatan Fasilitas Sub model analisis tingkat pemanfaatan fasilitas menyimpan data jenis fasilitas dan kapasitas serta pemakaian fasilitas di suatu PP. Keluaran dari sub model ini adalah tingkat pemanfaatan fasilitas di suatu PP. Rincian masukan data jenis dan tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC ditunjukkan pada Tabel 23-24. Tabel 23 Masukan data jenis fasilitas yang tersedia di PPSC No. Jenis Fasilitas Luas m 2

A. Fasilitas pokok

1. Kolam pelabuhan 77 400.00 2. Breakwater • Utara 1 395.00 • Selatan 563.36 3. Dermaga • Pendaratan 35.60 • Tambat 315.20 • Lapor 240.00 4. Groin 436.00 5. Revetmen 32 823.00 6. Jalan • Komplek 10 500.00 • Menuju balai pertemuan nelayan 684.00 • Kantor 241.00

B. Fasilitas fungsional

1. Slipway 3 120.00 2. TPI di depan kolam pelabuhan 1 264.00 3. TPI di depan kali Yasa 420.00 4. Shelter nelayan 120.00 5. MCK umum 66.00 6. Tangki air atas dan bawah 36.00 7. Rumah pompa 7.00 8. Rambu suar 43.00 9. Kantor syahbandar 36.00 10. Kantor pelabuhan 544.00 11. Pagar kompleks 2 465.00 12. Tempat parkir 168.00 13. Balai pertemuan nelayan 400.00 14. Tempat perbaikan dan penjemuran jaring 1 000.00

C. Fasilitas penunjang

1. Mess operator 540.00 2. Kawasan industri 18 500.00 3. Zona pengembangan 149 800.00 93 Tabel 24 Masukan data tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC tahun 2004 No. Jenis Fasilitas Kapasitas PemakaianKebutuhan saat ini 1. Dermaga bongkar 85.60 m 59.28 m 2. Dermaga tambat 313.60 m 195.84 m 3. Kolam pelabuhan 77 400.00 m 2 10 990.00 m 2 4. TPI Pertama 1 264.00 m 2 89.83 m 2 5. TPI Kedua 42.00 m 2 15.64 m 2 6. Area Parkir 168.00 m 2 100 m 2 7. Tempat perbaikan dan penjemuran jaring 1 000.00 m 2 500 m 2 8. DockSlipway 2 unit 1 unit 9. RumahMess 14 unit 14 unit : TPI yang menghadap ke kolam pelabuhan : TPI yang menghadap ke kolam Kali Yasa Jenis-jenis fasilitas seperti balai pertemuan nelayan, kantor pelabuhan, kantor syahbandar, MCK umum dan lain sebagainya ditentukan secara subyektif atau deskrifit dilihat dari tingkat kepadatan aktivitas yang ada di PP. 4 Sub Model Analisis Manfaat dan Biaya Pengembangan PP Sub model analisis manfaat dan biaya pengembangan PP menyimpan data jenis-jenis manfaat dan biaya suatu PP. Rincian masukan data manfaat dan biaya pengembangan PP dijelaskan berikut ini. Manfaat langsung direct benefit Dalam pembangunan PPSC penggunaan fasilitas yang dikenakan biaya pemakaian merupakan manfaat yang diterima secara langsung dalam bentuk nilai manfaat. Seluruh penerimaan yang dikenakan dalam penggunaan maupun penerimaan dana modal investasi merupakan arus kas masuk. Fasilitas yang memberikan manfaat berupa penerimaan antara lain tambat labuh kapal, TPI, sewa tanah dan gedung, slipway atau docking, pas masuk, listrik, air bersih, solar, keranjang ikan dan penggunaan jasa dari fasilitas fungsional. Masukan data manfaat langsung dan asumsi dasar penilaian jenis manfaat langsung direct benefit ditunjukkan pada Tabel 25. Masukan data manfaat yang diterima dari fasilitas yang ada di PPSC berdasarkan Indeks Harga Konsumen Gabungan IHKG dapat dilihat pada Tabel 26. Manfaat tidak langsung indirect benefit Keberadaan PPSC dirasa sangat penting, terutama bagi masyarakat, PPSC merupakan sumber pendapatan yang merupakan manfaat tidak langsung 94 bagi PPSC. Pendugaan nilai manfaat tidak langsung perlu dilakukan agar semua pihak mengetahui betapa besarnya manfaat ekonomi yang dapat dihasilkan dengan adanya PPSC. Masukan data asumsi dasar penilaian jenis manfaat tidak langsung indirect benefit dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 25 Masukan data asumsi dasar penilaian jenis manfaat langsung Fasilitas PPSC No Jenis Manfaat Asumsi Dasar Penilaian Manfaat Aktual 1. Jasa tambat labuh Penerimaan dari tambat labuh Rp. 20 071 563.00. 2. Penerimaan dari sewa tanah Luas tanah 32 911 m 2 3.3 ha, tarif sewa tanah Rp 1 500m 2 tahun, penerimaan dari sewa tanah Rp. 76 706 800.00. 3. Penerimaan dari jasa pas masuk Tarif pas masuk pelabuhan mobil Rp. 500.00, bus atau truk Rp. 1 000.00, truk gandeng Rp. 1 500.00, penerimaan dari jasa pas masuk sebesar Rp. 6 251 100.00. 4. Penerimaan dari retribusi pelelangan Luas bangunan 1 666 m 2 ; volume lelang 3 700.09 ton; penerimaan dari retribusi pelelangan ikan sebesar Rp. 562 Milyar. 5. Penerimaan dari SHU dock Jumlah 1 unit, penerimaan SHU dock kapal sebesar Rp. 6 411 365.00. 6. Penerimaan dari jasa listrik Jumlah 1 unit, kapasitas 64 kwh, penerimaan dari jasa listrik Rp. 305 250.00. 7. Penerimaan dari jasa penggunaan air tawar dan es Kapasitas air tawar 190 m 2 , kapasitas es 20 tonhari; tarif Rp. 2.2liter, pendapatan dari air tawar Rp. 1 255 157.00. 8. Penerimaan dari sewa bangunan Tarif bangunan permanen Rp. 8 000m 2 tahun; penerimaan sewa bangunan Rp. 1 152 000.00. 9. Penerimaan jasa penggunaan keranjang ikan Tarif Rp. 150jam, jumlah 50 buah keranjang dan penerimaan dari jasa penggunaan keranjang ikan Rp. 281 900.00. Sumber : PPSC 2006 Tabel 26 Masukan data manfaat proyek fasilitas PPSC Tahun Total Manfaat Riil Rp Indeks Harga Konstan Rp 1994 942 454 598.00 163.17 942 454 598.00 1995 1 365 383 620.00 177.83 1 252 823 738.00 1996 1 327 110 098.00 101.38 1 327 110 098.00 1997 1 618 233 408.00 111.79 1 467 541 845.00 1998 2 381 220 005.00 198.47 1 216 345 463.00 1999 1 746 906 515.00 202.45 874 790 726.00 2000 2 264 545 200.00 259.53 884 597 512.00 2001 1 851 539 400.00 290.74 645 625 178.00 2002 1 683 304 420.00 317.29 537 846 771.00 2003 958 279 130.00 313.92 309 474 828.00 Sumber : PPSC 2006 IHKG dengan tahun dasar 1996 =100 95 Tabel 27 Masukan data asumsi dasar penilaian jenis manfaat tidak langsung Fasilitas PPSC No Jenis Manfaat Asumsi Dasar Penilaian Manfaat Aktual 1. Pemasaran hasil perikanan oleh nelayan dan sebagai sarana dalam mempertahankan mutu ikan - peningkatan harga ikan adanya pelelangan - pembeli bakul ikan banyak - lokasi dermaga bongkar dan TPI dekat ±10 m - akses ke pasar ikan dan ke industri pengolahan dekat - produksi ikan segar meningkat - penanganan ikan yang baik seperti cara pengangkutan dengan memperhatikan kualitas ikan yang akan dipasarkan - tersedianya sarana dan prasarana transportasi agar distribusi ikan secara cepat sampai ke konsumen 2. Memudahkan dalam memenuhi kebutuhan operasional nelayan - ketersediaan kebutuhan operasional nelayan es, solar, air tawar, serta perbekalan melaut lainnya - harga kebutuhan operasional terjangkau - dekat dengan kapal nelayan adanya dermaga muat 3. Adanya multiplier effect seperti peningkatan pendapatan pada sektor lain - bertambahnya usaha di luar kawasan PPSC warung makan dan minum 27 buah, tingkat kebutuhan nelayan yang berhubungan dengan kegiatan penangkapan ikan 4. Adanya economic of scale seperti peningkatan skala usaha - peningkatan usaha dari skala kecil menjadi besar sebanyak 56 jenis usaha 6 pembekuan, 1 pengalengan, 8 pengolahan ikan tradisional, 1 pengepakan, 7 pergudangan, 4 perbengkelan, 27 pujasera, 2 logistik. 5. Adanya dynamic secondary effect seperti terbukanya kesempatan kerja bagi masyarakat dan peningkatan produktivitas tenaga kerja - waktu kerja, motivasi kerja, kemampuan kerja - jumlah nelayan 22 516 orang, rata-rata waktu kerja 3-5 hari, rata-rata ukuran kapal 10 GT, rata-rata penerimaan Rp. 870 000.00bulan - pegawai pelabuhan koperasi 35 orang, 6 hari kerja dalam 1 minggu dan rata-rata penerimaan Rp. 890 000.00bulan - pedagang eceran atau kaki lima 11 orang, waktu kerja 312 hari dan rata-rata penerimaan Rp. 25 000.00hari - karyawan bengkel 5 orang, waktu kerja 312 hari dan rata-rata penerimaan Rp. 30 000.00hari - penjual makanan dan minuman 32 orang, waktu kerja 360 hari dan rata-rata penerimaan Rp. 50 000.00hari - penjaga toko waserda 34 orang, waktu kerja 358 hari dan rata-rata penerimaan Rp. 65 000.00hari - karyawan perusahan perikanan pengumpulan dan pengolahan ikan 76 orang, waktu kerja 312 hari dan rata-rata penerimaan Rp. 20 000.00hari - karyawan pabrik es 30 orang, waktu kerja 312 hari dan rata-rata penerimaan Rp. 27 000.00hari - bakul ikan 72 orang, waktu kerja 360 hari dan rata-rata penerimaan Rp. 55 000.00hari Sumber : Hasil Penelitian 2006 Diolah 96 Berdasarkan hasil prediksi nilai manfaat ekonomi PPSC, diketahui bahwa total nilai manfaat ekonomi Rp. 3 511 704 716 807.00tahun, terbagi atas nilai manfaat langsung yaitu Rp. 17 013 785 382.00tahun dan manfaat tidak langsung sebesar Rp. 3 494 690 931 425.00tahun Tabel 28. Hal ini menunjukan bahwa manfaat tidak langsung yang diberikan oleh PPSC lebih besar dibandingkan dengan manfaat langsung dari fasilitas PPSC, dan hal tersebut membuktikan keberadaan PPSC sangat penting, untuk itu pemerintah perlu lebih meningkatkan peran tersebut melalui pengembangan PP. Tabel 28 Masukan data prediksi nilai manfaat ekonomi PPSC No. Jenis Manfaat Ekonomi Manfaat Ekonomi Rp Manfaat langsung 1. Penerimaan dari tambat labuh 222 383 317 2. Penerimaan dari sewa tanah 354 470 200 3. Penerimaan dari retribusi pelelangan ikan 16 256 850 000 4. Penerimaan dari jasa pas masuk 57 050 784 5. Penerimaan dari jasa listrik 7 915 990 6. Penerimaan dari jasa penggunaan tangki BBM atau solar 31 557 460 7. Penerimaan dari jasa penggunaan air tawar 18 603 043 8. Penerimaan dari sewa bangunan 1 929 600 9. Penerimaan dari penjualan SHU Dock 45 630 488 10. Penerimaan dari jasa penggunaan keranjang ikan 17 394 500 11 Penerimaan dari penjualan dokumen lelang 1 660 000 Total manfaat langsung 17 013 785 382 Manfaat tidak langsung 1. Pemasaran hasil perikanan oleh nelayan dan sebagai sarana dalam mempertahankan mutu ikan 1 254 328 000 000 2. Memudahkan dalam memenuhi kebutuhan operasional nelayan 1 898 784 000 000 3. Adanya multiplier effect 226 800 000 4. Adanya Economic of scale 156 467 031 425 5. Adanya dynamic secondary effect 2 923 186 220 000 Total manfaat tidak langsung 3 494 690 931 425 Total manfaat ekonomi 3 511 704 716 807 Sumber : Hasil Penelitian 2006 Manfaat yang tidak dapat dinilai dengan uang intangible benefit Menurut Ibrahim 1998 dan Choliq et al. 1999, intangible benefit merupakan manfaat yang diperoleh dari kegiatan proyek yang tidak dapat dihitung atau dinilai dengan uang. Adanya fasilitas di PPSC maka intangible benefit yang diharapkan adalah pengembangan wilayah dan penambahan lapangan pekerjaan bagi masyarakat di Kabupaten Cilacap. 97 Manfaat bagi pengembangan wilayah di sekitar PPSC Keberadaan PP diharapkan dapat membuat kawasan daerah sekitarnya menjadi sentra kegiatan baru yang akan meningkatkan kegiatan perekonomian di daerah ini, misalnya munculnya pedagang dan toko yang memenuhi kebutuhan sehari-hari, pedagang makanan dan minuman. Manfaat bagi penambahan lapangan pekerjaan a Lapangan kerja yang langsung terkait dengan operasional PPSC. Adanya kegiatan di PPSC antara lain kegiatan penangkapan ikan di laut, proses pengolahan dan pemasaran ikan maka dalam operasionalnya diperlukan tenaga kerja, misalnya: ABK, kuli angkut barang, sopir angkutan barang, pengolah dan bakul ikan. b Lapangan kerja yang tidak langsung terkait dengan operasional PPSC. Adanya penambahan kegiatan di PPSC berdampak pada terbukanya lapangan kerja baru untuk melayani kebutuhan para pegawai atau pekerja pelabuhan, misalnya pedagang makanan dan minuman serta tukang ojek. Identifikasi Biaya Modal investasi Menurut Umar 2003, untuk merealisasikan proyek dibutuhkan dana untuk investasi seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin serta biaya-biaya pendahuluan sebelum operasi. Modal investasi yang digunakan dalam pembangunan PPSC berasal dari sumber dana proyek yang disediakan oleh PT. Pertamina. Dana keseluruhan yang digunakan dalam pembangunan PPSC disediakan Pertamina sebesar Rp. 46 635 057.00. Biaya yang termasuk dalam modal investasi adalah sebagai berikut: 1 Tanah Tanah yang digunakan untuk lahan pembangunan fasilitas fungsional PPSC antara lain tanah makam milik negara dan tanah milik Kodam IVDiponegoro. Tanah milik merupakan tanah darat yang dimiliki oleh perorangan dan digunakan oleh masyarakat untuk pekarangan atau dibangun rumah di atas tanah milik tersebut. Tanah negara merupakan tanah darat tidak berpenghuni dan dimiliki negara. Makam merupakan tanah darat yang digunakan untuk lahan pembangunan PPSC yang merupakan tanah tidak produktif tidak digunakan 98 untuk lahan kegiatan ekonomi dan tidak menghasilkan dan tidak termasuk dalam nilai netto produksi yang hilang, dengan demikian tidak dihitung dalam NPV. 2 Tenaga kerja Menurut Gray et al. 1993 dan Khotimah et al. 2002, penentuan harga bayangan untuk upah tenaga kerja khususnya tenaga kerja terdidik skilled labour dan tenaga kerja tidak terdidik unskilled labour agak sulit. Sifat pasar tenaga kerja terdidik skilled labour pada umumnya agak kompetitif sehingga upah yang diterima tenaga kerja dapat dikatakan setingkat atau seimbang dengan tingkat upah yang berlaku di pasaran tenaga kerja. Pemakaian tenaga tidak terdidik unskilled labour akan menimbulkan biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan proyek antara lain biaya pengangkutan tenaga dari daerah tempat tinggalnya ke lokasi proyek biaya transport dan biaya makan yang diperlukan oleh tenaga kerja. Dari laporan hasil akhir pelaksanaan proyek PPSC 1994, tenaga kerja yang dipakai dalam pelaksanaan proyek ini berasal dari daerah Cilacap dan sekitarnya. Tenaga kerja yang bekerja dalam pelaksanan proyek PPSC termasuk dalam tenaga kerja tanpa keterampilan khusus. Tenaga kerja yang dipekerjakan sebagian besar adalah nelayan Cilacap yang sedang mengalami masa paceklik, sehingga tidak melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut. 3 Biaya peralatan dan bahan-bahan konstruksi Menurut Kadariah 1986 pengadaan barang yang diperdagangkan merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan biaya peralatan dan bahan-bahan konstruksi. Jika barang tersebut dapat diperdagangkan maka yang diperhitungkan sebagai biaya adalah harga perbatasan border prices, artinya harga bahan untuk diimpor atau untuk bahan diekspor. Hal yang perlu diperhatikan apakah biaya ini harus dibebankan pada saat dikeluarkan sebagai investasi atau saat pembayaran kembali angsuran pinjaman dan bunganya. Peralatan dan bahan-bahan konstruksi yang digunakan dalam pelaksanaan proyek pembangunan PPSC merupakan peralatan yang telah ada tetapi bahan-bahan yang diperlukan masih banyak didatangkan dari Jakarta. Peralatan dan bahan-bahan konstruksi yang diperlukan disediakan dalam jumlah banyak untuk memenuhi kebutuhan konstruksi dengan kualitas cukup baik. 99 4 Biaya operasi dan pemeliharaan Biaya operasi dan pemeliharaan merupakan biaya yang harus dikeluarkan secara rutin dalam setiap tahunnya selama proyek mempunyai umur ekonomi Khotimah et al. 2002. Biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas fungsional di PPSC diantaranya yaitu biaya renovasi. Biaya operasi dan pemeliharaan dikeluarkan tiap tahunnya dengan nilai hampir sama, namun disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi fasilitas yang telah dipergunakan. Hal ini ditujukan agar fasilitas-fasilitas yang telah dibangun mendapatkan perawatan yang baik. Masukan data besarnya total biaya proyek fasilitas PPSC ditunjukkan Tabel 29. Tabel 29 Masukan data biaya proyek fasilitas PPSC Tahun Total Biaya Riil Rp Indeks Harga Konstan Rp 1990-1993 13 973 597 275.00 153.98 13 973 597 275.00 1994 - 163.17 - 1995 198 500 000.00 177.83 171 877 804.00 1996 38 838 000.00 101.38 38 838 000.00 1997 261 588 000.00 111.79 237 228 655.00 1998 9 500 000.00 198.47 4 852 672.00 1999 70 395 800.00 202.45 35 251 796.00 2000 70 033 000.00 259.53 27 356 935.00 2001 12 940 000.00 290.74 4 512 131.00 2002 1 094 694 000.00 317.29 349 774 899.00 2003 34 755 000.00 313.92 11 224 075.00 Sumber : Hasil Penelitian 2006 IHKG dengan tahun dasar 1996 =100 Aliran kas cash flow Aliran kas yang berhubungan dengan suatu proyek bisa dikelompokkan menjadi 3 bagian antara lain: aliran kas permulaan initial cash flow, aliran kas operasional operational cash flow dan aliran kas terminal terminal cash flow. Pengeluaran-pengeluaran untuk investasi pada awal periode mungkin tidak hanya sekali dan merupakan initial cash flow. Aliran kas yang timbul selama operasi proyek disebut sebagai operational cash flow. Aliran kas yang diperoleh pada waktu proyek tersebut berakhir disebut sebagai terminal cash flow. Umumnya initial cash flow adalah negatif, operational cash flow dan terminal cash flow umumnya positif. Aliran-aliran kas ini harus dinyatakan dengan dasar setelah pajak. 100 a Aliran kas permulaan initial cash flow Dalam menentukan aliran kas permulaan, pola aliran yang berhubungan dengan pengeluaran investasi harus diidentifikasi seperti mengetahui bagaimana pengeluaran biaya untuk tahap pembangunan sampai dengan siap beroperasi. Misalnya tahap pengeluaran untuk biaya prakonstruksi, pembelian material dan peralatan, konstruksi, termasuk juga penyediaan-penyediaan modal kerja. Oleh karena itu aliran kas permulaan pada proyek pembangunan fasilitas fungsional PPSC tidak hanya terjadi pada awal periode tetapi terjadi beberapa kali yaitu pada tahun ke-1, tahun ke-2 dan seterusnya. b Aliran kas operasional operational cash flow Penentuan tentang berapa besarnya aliran kas operasional setiap tahunnya merupakan titik permulaan untuk penilaian profitabilitas usulan investasi tersebut. Aliran kas operasional diperhitungkan berdasarkan aliran kas aliran kas masuk yang bersifat continue seperti penerimaan dari pelayanan serta penggunaan jasa dari fasilitas fungsional PPSC, sedangkan aliran kas keluar cash outflow yang bersifat tidak continue atau intermittent seperti pengeluaran biaya operasional dan pemeliharaan. c Aliran kas terminal terminal cash flow Aliran kas terminal umumnya terdiri dari aliran kas nilai sisa residu investasi tersebut dan pengembalian modal kerja. Aliran kas terminal dalam aliran kas proyek fasilitas fungsional PPSC, yang biasa dipergunakan dalam aliran kas proyek masuk dalam biaya. Dana pembangunan PPSC murni dari APBN. Oleh karena itu, dana pembangunan PPSC merupakan manfaat yang diterima oleh pemerintah dan masyarakat dan tidak termasuk dalam biaya proyek. Untuk mengetahui aliran kas fasilitas PPSC dapat dilihat pada Lampiran 14. Tidak adanya nilai sisa residu dan penjualan barang-barang proyek PPSC dalam aliran kas terminal, hal ini dikarenakan tidak adanya perhitungan dalam analisis manfaat dan biaya. Untuk pengembalian modal kerja tidak termasuk aliran kas terminal dalam perhitungan analisis manfaat dan biaya. Hal ini karena pengembalian modal kerja termasuk dalam manfaat yang diterima, kalau proyek tersebut memerlukan modal kerja dan umumnya proyek-proyek memang membutuhkan maka kalau proyek tersebut berakhir modal kerjanya tidak lagi diperlukan. Dengan demikian modal kerja ini akan kembali sebagai 101 aliran kas pada akhir usia proyek. Aliran kas fasilitas PPSC berdasarkan IHKG dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Masukan data total aliran kas fasilitas PPSC Tahun Total Aliran Kas Rp Indeks Harga Konstan Rp 1990-1993 13 973 597 275.00 15 398.00 13 973 597 275.00 1994 942 454 598.00 163.17 889 374 021.00 1995 1 166 883 620.00 177.83 1 010 384 861.00 1996 1 288 272.098.00 101.38 1 288 272 098.00 1997 1 356 645 408.00 111.79 1 230 313 190.00 1998 2 371 720 005.00 198.47 1 211 492 790.00 1999 1 676 510 715.00 202.45 839 538 929.00 2000 2 194 512 200.00 259.53 857 240 576.00 2001 1 838 599 400.00 290.74 641 113 046.00 2002 588 610 418.00 317.29 188 071 871.00 2003 923 524 130.00 313.92 298 250 752.00 Sumber : Hasil Penelitian 2006 IHKG dengan tahun dasar 1996 =100 Berdasarkan Tabel 30 total aliran kas pada tahun 2002 dan 2003 sangat minimum. Pada tahun 2002 PPSC mengadakan pembangunan fasilitas dalam rangka peningkatan status dari PPNC menjadi PPSC. Hal ini mengakibatkan PPSC mengeluarkan banyak biaya sedangkan pemasukan hanya sedikit karena kapal-kapal yang dapat memanfaatkan fasilitas PPSC terbatas jumlahnya. Pada tahun 2002 dilakukan penambahan pembangunan fasilitas untuk melengkapi fasilitas yang sudah ada dan total manfaat yang diterima PPSC mengalami penurunan. 5 Sub Model Analisis Prioritas Pengembangan PP Sub model analisis prioritas pengembangan PP menyimpan data jenis- jenis fasilitas yang akan dikembangkan dan rincian kriteria penilaian. Masukan data meliputi input statis dan input dinamis. Input statis adalah input yang telah tersedia dalam sistem, nilai tingkat kepentingan dan bobot kriteria penentuan prioritas pengembangan suatu fasilitas PP. Input dinamis adalah input yang harus dimasukkan oleh pengguna saat pengisian, yaitu pilihan-pilihan parameter- parameter dari setiap kriteria penentuan prioritas dengan tingkat keyakinan masing-masing. Rincian masukan data prioritas pengembangan diuraikan dalam penjelasan berikut ini. Pada struktur hirarki ini terdapat tiga level yang membangun, yaitu : 1. Level 1: Prioritas pengembangan PPSC. 102 2. Level 2: Kriteria yang mempengaruhi pengembangan PPSC. Kriteria yang terdapat dalam hirarki ini adalah : a. Potensi SDI, produksi ikan. b. Ketersediaan anggaran. c. Manfaat. d. Kebutuhan masyarakat dan nelayan. e. Jenis industri yang ada. f. Kebutuhan bakul, pedagang, dan pengolah. 3. Level 3: Sub kriteria dari kriteria yang mempengaruhi pengembangan PPSC. Sub kriteria yang terdapat hirarki kriteria ini adalah : a. Pengembangan kawasan industri di PPSC. b. Perbaikan atau pengerukan alur masuk ke pelabuhan. c. Pengembangan dermaga bongkar dan tambat. d. Pengembangan TPI I dan TPI II. e. Penambahan fasilitas SPBU dan logistik. Informasi mengenai fokus sasaran, kriteria dan alternatif tersebut tersusun dalam bentuk diagram seperti pada Gambar 14. Gambar 14 Hirarki prioritas pengembangan PPSC. 6 Sub Model Analisis Kelembagaan Pengembangan PPSC Sub model analisis kelembagaan dalam pengembangan suatu PP dirancang dengan metode ISM dan digunakan untuk melakukan identifikasi 103 struktur elemen unsur dalam sistem pengembangan PPSC. Pada sub model analisis kelembagaan menyimpan data jenis elemen dan sub elemen. Data jenis elemen dari program yang dikaji dijabarkan menjadi sejumlah sub elemen. Setelah itu, ditetapkan hubungan kontesktual antara sub elemen yang terkandung adanya suatu pengarahan direction dalam terminologi dengan penilaian perbandingan berpasangan. Adapun penilaian hubungan sudah ditetapkan dalam sub model yang diberi simbol VAXO. Rincian masukan data elemen dan sub elemen dalam analisis kelembagaan pengembangan PPSC ditampilkan pada Tabel 31. Tabel 31 Masukan data pada sub model analisis kelembagaan No Jenis Elemen Jenis Sub Elemen 1 Sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC Nelayan, masyarakat sekitar, buruh tenaga kerja di PPSC, pedagang bakul, pedagang sarana penangkapan, pengusaha tenaga kerja agroindustri hasil laut, pengusaha transportasi, pengolah ikan, pengusaha penyedia jasa perbaikan kapal dan alat tangkap, eksportir. 2 Kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan PPSC Dukungan dan komitmen pemerintah pusat, dukungan dan komitmen pemerintah daerah, dukungan dan komitmen masyarakat sekitar dan nelayan, suasana kondusif dan aman, potensi SDI, kemudahan birokrasi ijin, tersedia lahan pengembangan, ketersediaan anggaran pengembangan PPSC. 3 Kendala dalam pengembangan PPSC Keterbatasan dana pengembangan, rendahnya kualitas SDM, hambatan birokrasi dan kelembagaan, banyaknya fasilitas yang belum layak mendukung produksi yang didaratkan. 4 Perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC Peningkatan PAD, peningkatan investasi, optimalisasi pemanfaatan potensi SDI, peningkatan motorisasi dan teknologi alat tangkap, pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan, peningkatan industri yang berbasis di PPSC, pengembangan wilayah ekonomi wilayah, peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC, keterjaminan pasar produk perikanan, peningkatan jumlah nelayan dan pendapatan nelayan. 5 Tujuan dari program pengembangan PPSC Peningkatan PAD, peningkatan investasi, optimalisasi pemanfaatan potensi SDI, peningkatan motorisasi dan teknologi alat tangkap, pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan, peningkatan industri yang berbasis di PPSC, pengembangan wilayah ekonomi wilayah, peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC, keterjaminan pasar produk perikanan, peningkatan jumlah nelayan dan pendapatan nelayan. 104 No Jenis Elemen Jenis Sub Elemen 6 Tolok ukur pengembangan Peningkatan investasi, penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, peningkatan pendapatan nelayan, peningkatan PAD dan PNBP dari PPSC, peningkatan volume dan nilai produksi, optimalisasi fasilitas di PP, peningkatan pangsa pasar domestik, peningkatan pangsa pasar ekspor, optimalisasi pemanfaatan SDI, peningkatan jumlah kunjungan kapal bongkar dan hasil tangkapan. 7 Pelaku pengembangan PPSC Pemerintah pusat, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten, UPT pelabuhan, nelayan, KUD, kesyahbandaran, POLAIRUD, lembaga keuangan, HNSI, perguruan tinggi, LSM. 8 Aktivitas Pengembangan PPSC Koordinasi antar sektor yang terlibat dalam pengembangan PP, perumusan perda untuk mendukung pengembangan PPSC, identifikasi jenis-jenis fasilitas yang akan dikembangkan, menciptakan iklim kondusif dalam mendukung pengembangan PPSC, pengembangan pendidikan dan pelatihan SDM yang terlibat dalam pengembangan PP, kemudahan akses informasi dan teknologi. 7 Sub Model Analisis Strategi Pengembangan PP Analisis ini menggunakan matriks SWOT untuk mendapatkan strategi yang diurutkan berdasarkan nilai skornya. Nilai skor didapat dari hasil pengumpulan pendapat responden ahli yang diminta mengisi kuisioner berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor yang terdapat dalam kuisioner tersebut didapat dari wawancara. Dari hasil wawancara dan studi pustaka serta laporan-laporan akhir tahun lembaga-lembaga yang terkait diketahui beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kebijakan pengembangan PPSC. Dari faktor-faktor tersebut kemudian dilakukan penyusunan kuisioner untuk disebarkan kepada para ahli pakar. Setelah mengidentifikasi faktor-faktor internal-eksternal, maka dilanjutkan dengan memberikan rating dan bobot pada faktor tersebut sehingga dapat diketahui apakah posisi internal dan eksternal kuat, sedang atau lemah. Rating menunjukkan apakah faktor tersebut merupakan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang besar atau kecil. Bobot menunjukkan prioritas kepentingan faktor tersebut. Pembobotan dilakukan dengan menggunakan matriks perbandingan berpasangan fuzzy pairwise comparison. Prinsip pembobotan terhadap faktor peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan adalah berdasarkan besarnya prioritas yang diberikan pada faktor-faktor tersebut. Faktor yang 105 memiliki prioritas besar akan memiliki bobot yang besar dan sebaliknya faktor yang tidak diprioritaskan akan memiliki bobot yang lebih kecil. Tabel 32 Masukan data jenis variabel internal faktor evaluasi IFE dan eksternal faktor evaluasi EFE No Uraian Faktor-faktor Internal dan Eksternal Kekuatan 1 Potensi sumber daya perikanan di Samudera Hindia. 2 Komitmen pemerintah pusat dan daerah yang tinggi dibidang pengembangan perikanan dan kelautan. 3 Kewenangan dan tugas pokok serta fungsi PP yang luas dan jelas. 4 Tersedianya SDM dalam jumlah yang memadai dan dapat didayagunakan serta didukung dengan biaya operasional. 5 Tersedianya sarana dan prasarana yang terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan master plan. 6 Tersedia dan telah operasionalnya prasarana pengawasan terpadu di kawasan PPSC. Kelemahan 1 Kemampuan manajemen maupun teknis SDM yang kurang memadai. 2 Fasilitas yang belum layak mendukung kualitas produksi perikanan yang didaratkan. 3 Terbatasnya biaya operasional dan pemeliharaan fasilitas prasarana pelabuhan. 4 Sarana dan prasarana pengawasan perikanan belum memadai. 5 Pengurusan perijinan yang belum sepenuhnya menjadi kewenangan UPT PP. 6 Sistem software informasi perikanan belum memadai. Peluang 1 Tumbuh dan berkembangnya iklim usaha sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah yang mendorong peningkatan investasi. 2 Semakin menguatnya nilai mata uang asing terhadap rupiah akan mendorong pengembangan ekspor dan peningkatan devisa. 3 Semakin meningkatnya pangsa pasar produk perikanan baik lokal maupun nasional, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat yang semakin meningkat untuk mengkonsumsi produk pangan yang bergizi dan menyehatkan. Ancaman 1 Kebijakan pemerintah dalam penentuan harga BBM yang belum berpihak pada nelayan dan industri perikanan. 2 Duplikasi peraturan dan beragamnya jenis pungutan perikanan yang membingungkan dan menghambat pengembangan usaha perikanan. 3 Maraknya IUU fishing di perairan teritorial dan ZEEI. 4 Semakin meningkatnya akses produk-produk asing terhadap pasar dalam negeri sebagai konsekuensi dari pelaksanaan perdagangan bebas, hal ini menyebabkan persaingan produk-produk perikanan semakin ketat. 5 Usaha perikanan masih didominasi nelayan kecil dan pemanfaatan yang bertumpu pada perairan pantai. 6 Rendahnya kualitas SDM perikanan khususnya nelayan yang bisa dilihat dari rendahnya tingkat pendidikannya menyebabkan proses alih teknologi dan ketrampilan tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga berdampak pada kemampuan pengembangan usaha. 7 Rendahnya mutu ikan yang menyebabkan nilai jual ikan menjadi rendah. 106

5.2.1.2 Sistem Manajemen Basis Model

Analisis yang terdapat pada sistem manajemen basis model SISBANGPEL terdiri dari analisis potensi SDI, analisis prakiraan aktivitas, analisis tingkat pemanfaatan fasilitas, analisis biaya dan manfaat, analisis prioritas pengembangan PP, analisis kelembagaan pengembangan PP, dan analisis strategi pengembangan. 1 Sub Model Analisis Potensi SDI Keluaran dari sub model analisis potensi SDI antara lain : prakiraan MSY, tingkat pemanfaatan dan tingkat pengupayaan CPUE. Potensi SDI yang di analisis adalah SDI perkelompok ikan, yaitu kelompok ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, demersal, dan udang. Berikut akan diuraikan keluaran dari sub model analisis potensi SDI di Cilacap. Potensi SDI Pelagis Besar di Cilacap Keluaran sub model SDI selain berupa nilai-nilai dalam bentuk tabel, juga berupa grafik-grafik yang akan membantu pengguna mendapatkan gambaran perkembangan effort, CPUE tahunan serta gambaran MSY apakah sudah pernah terlampaui atau belum. Berikut ini adalah grafik-grafik keluaran untuk potensi SDI pelagis besar di Cilacap. 0,00 1000,00 2000,00 3000,00 4000,00 5000,00 6000,00 7000,00 1998 1999 2000 2001 2002 2003 TAHUN E F F O RT T RI P Gambar 15 Kecenderungan upaya penangkapan tahunan ikan pelagis besar di Cilacap. Secara garis besar, perkembangan effort pada aktivitas penangkapan ikan pelagis besar yang terjadi di Cilacap cenderung stabil. Upaya penangkapan terendah terjadi pada tahun 1998. Penurunan upaya penangkapan ikan pelagis 107 besar, kemungkinan disebabkan oleh kelangkaan dan tingginya biaya produksi untuk melakukan aktivitas penangkapan. Untuk lebih jelasnya, perkembangan trend effort penangkapan ikan pelagis besar tampak pada Gambar 15. Trend CPUE perikanan pelagis besar di Cilacap tahun 1998 hingga tahun 2003 tampak pada Gambar 16. Terlihat bahwa tahun 1998 memiliki nilai CPUE tertinggi. Berdasarkan nilai koefisien determinasi R, maka model pendugaan potensi ikan pelagis besar terpilih adalah model Fox. Hubungan antara effort dan produksi dapat dilihat pada Gambar 17. 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 1998 1999 2000 2001 2002 2003 TAHUN CP UE T O N T RI P Gambar 16 Grafik fluktuasi CPUE tahunan ikan pelagis besar di Cilacap. 1993 1992 1990 1994 1995 2000 4000 6000 8000 10000 12000 1000 2000 3000 4000 5000 EFFORT TRIP PRODUKSI T ON Gambar 17 Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan ikan pelagis besar di Cilacap. 108 Potensi SDI Pelagis Kecil di Cilacap Pada Gambar 18, 19 dan 20 ditunjukkan gambaran trend tahunan effort, CPUE dan posisi MSY pelagis kecil di Cilacap yang merupakan keluaran dari sub model analisis potensi SDI. 0.00 20000.00 40000.00 60000.00 80000.00 100000.00 120000.00 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 TAHUN EF F O R T T R IP Gambar 18 Kecenderungan upaya penangkapan tahunan ikan pelagis kecil di Cilacap. 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 TAHUN CP UE T O N T RI P Gambar 19 Grafik fluktuasi CPUE tahunan ikan pelagis kecil di Cilacap. Perkembangan effort pada aktivitas penangkapan ikan pelagis kecil yang terjadi di Cilacap mengalami fluktuasi. Tahun 1998 hingga 2000 effort mengalami kenaikan, hal tersebut dikarenakan nelayan banyak mengalihkan usaha penangkapan ke wilayah yang lebih dekat sebagai akibat dari tingginya biaya 109 operasional. Upaya penangkapan tahun 2001 dan 2002 masih tetap tinggi, namun menurun drastis sejak tahun 2003 hingga 2005. Untuk lebih jelasnya, perkembangan trend effort penangkapan ikan pelagis kecil tampak pada Gambar 18. Trend CPUE perikanan pelagis kecil di Cilacap tahun 1998 hingga tahun 2005 tampak pada Gambar 19. Selanjutnya berdasarkan nilai R, maka model pendugaan potensi ikan pelagis kecil terpilih adalah model Fox. Hubungan antara effort dan produksi dapat dilihat pada Gambar 20. 1997 1996 1995 100 200 300 400 500 600 700 800 900 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 EFFORT TRIP PR OD UK SI T ON Gambar 20 Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan ikan pelagis kecil di Cilacap. Analisis Potensi SDI Demersal Pada Gambar 21, 22 dan 23 ditunjukkan gambaran trend tahunan effort, CPUE dan posisi MSY ikan demersal di Cilacap yang merupakan keluaran dari sub model analisis potensi SDI. Perkembangan effort pada aktivitas penangkapan ikan demersal yang terjadi di Cilacap cenderung naik Gambar 21. Trend CPUE perikanan demersal di Cilacap tahun 1990 hingga tahun 2003 cenderung stabil Gambar 22. Terlihat bahwa tahun 2003 memiliki CPUE tertinggi. Berdasarkan nilai R, maka model pendugaan potensi ikan demersal terpilih adalah model Fox. Hubungan antara effort dan produksi dapat dilihat pada Gambar 23. 110 0,00 50000,00 100000,00 150000,00 200000,00 250000,00 300000,00 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 TAHUN EF FO R T TR IP Gambar 21 Kecenderungan upaya penangkapan tahunan ikan demersal di Cilacap. 0.00 0.03 0.06 0.09 0.12 0.15 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 TAHUN C P UE T O N T RI P Gambar 22 Grafik fluktuasI CPUE tahunan ikan demersal di Cilacap 2002 2003 1993 1991 1992 1990 1998 1994 1996 2000 1995 2001 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 50000 100000 150000 200000 250000 EFFORT TRIP PRODUKSI T ON Gambar 23 Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan ikan demersal di Cilacap. 111 Analisis Potensi SDI Udang Pada Gambar 24, 25 dan 26 ditunjukkan gambaran trend tahunan effort, CPUE dan posisi MSY sumber daya udang di Cilacap yang merupakan keluaran dari sub model analisis potensi SDI. 0,00 20000,00 40000,00 60000,00 80000,00 100000,00 120000,00 140000,00 160000,00 180000,00 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 TAHUN E F F O RT T RI P Gambar 24 Kecenderungan effort tahunan penangkapan udang di Cilacap. Berdasarkan Gambar 24 terlihat bahwa perkembangan upaya penangkapan udang sejak tahun 1990 hingga 1995 mengalami kenaikan, kemudian sedikit menurun tahun 1996 dan naik kembali dan merupakan upaya penangkapan tertinggi terjadi pada tahun 1997. Pada tahun 1998 perkembangan upaya penangkapan udang turun dibandingkan tahun 1995-1997, namun pada tahun 1999-2001 mengalami peningkatan upaya penangkapan. Sementara sejak tahun 2002 hingga 2003 upaya penangkapan mengalami penurunan. 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 TAHUN C P UE T O N T RI P Gambar 25 Fluktuasi CPUE tahunan udang di Cilacap. CPUE dapat digunakan untuk memprediksi kelimpahan udang di perairan. Pada tahun 1992 kelimpahan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya 112 masih tinggi, sedangkan pada tahun 1995-1997 kelimpahan udang menurun drastis. Hal itu karena penambahan jumlah trip yang sangat besar, yaitu 100 621 trip namun produksi udang sedikit, yaitu sebesar 937.1 ton. Tampak di grafik terdapat penurunan tajam dari tahun 1995-2001, tapi pada tahun 2002 dan 2003 CPUE udang mengalami peningkatan Gambar 25. Berdasarkan nilai R, maka model pendugaan potensi udang terpilih adalah model Fox. Hubungan antara effort dan produksi dapat dilihat pada Gambar 26. 1999 2002 2003 1993 1991 1992 1990 1998 1994 1996 2000 1995 2001 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 20000 40000 60000 80000 100000 120000 EFFORT TRIP PRODUKSI T ON Gambar 26 Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan udang di Cilacap. Rekapitulasi Keluaran Sub Model Potensi SDI Berdasarkan hasil analisis potensi SDI secara umum, tingkat pemanfaatan SDI masih dibawah potensi lestari yang tersedia, maka peluang pengembangan perikanan di Cilacap masih terbuka luas. Untuk itu pengembangan PPSC diarahkan untuk pelayanan kapal-kapal yang melakukan penangkapan untuk jenis-jenis kelompok ikan pelagis kecil, demersal, dan udang. Informasi tentang potensi SDI yang ada di Cilacap juga di bandingkan dengan data potensi SDI WPP 9 yang dikeluarkan oleh KOMNAS KAJIKANLUT 1998; 2001;2002 dan DJPT 2004. Berdasarkan data dari KOMNAS KAJIKANLUT 1998; 2001;2002 dan DJPT 2004 pada WPP 9 ikan pelagis besar pemanfaatannya baru 51.41 , pelagis kecil 5.04 ikan demersal 99.78 , udang 95.70 lihat Tabel 1 Berdasarkan Tabel 33, semua jenis SDI di wilayah ini masih memungkinkan untuk ditingkatkan produksinya. Sementara berdasarkan Tabel 1 untuk WPP 9 pemanfaatanya menunjukkan trend yang sama dengan hasil 113 analisis di wilayah Cilacap dengan pendekatan Scaefer dan Fox. Untuk kelompok ikan pelagis besar perlu dilakukan beberapa upaya untuk meningkatkan pemanfaatan SDI antara lain : 1 Mengarahkan penangkapan ke perairan lepas pantai dan ZEEI. 2 Mendorong investor swasta untuk mengembangkan usaha perikanan skala besar. 3 Pengembangan industri pengolahan hasil perikanan. 4 Pengembangan teknologi penangkapan yang mampu melakukan penangkapan di perairan lepas pantai. Upaya tersebut diatas perlu didukung dengan adanya PP yang memadai dan berstandar internasional. Dalam kaitannya dengan potensi SDI yang ada, maka PPSC perlu mempersiapkan sarana yang sesuai dengan armada penangkapan yang umum digunakan oleh nelayan untuk masing-masing target penangkapan. Pengembangan PPSC diarahkan untuk kapal-kapal bertonase sesuai dengan potensi SDI tersebut. Tabel 33 Keluaran hasil analisis potensi SDI Cilacap tahun 2005 Komponen Kelompok Ikan MSY Tontahun F MSY Triptahun Tingkat Pemanfaatan Tingkat Upaya Nilai R Schaefer Demersal 13 172.07 109 961.04 25.34 137.02 0.58 Udang 9 694.64 60 945.87 25.77 145.27 0.50 Pelagis besar 35 613.99 2 327.59 13.43 155.67 0.65 Pelagis kecil 2 725.30 47 838.80 4.46 4.43 0.61 Fox Demersal 6 710.27 91 930.51 49.75 163.89 0.88 Udang 4 068.02 52 797.35 61.42 167.69 0.84 Pelagis besar 11 293.41 1 710.79 42.34 211.79 0.85 Pelagis kecil 842.07 14 815.82 14.44 14.29 0.89 Pada Tabel 34 tampak informasi yang terkait dengan jumlah hari dalam trip beberapa alat tangkap. Alat tangkap tuna long line merupakan alat tangkap yang paling efisien untuk penangkapan kelompok ikan pelagis besar, drift gill net untuk penangkapan kelompok ikan pelagis kecil, sedangkan untuk penangkapan demersal dan udang alat tangkap trammel net merupakan alat tangkap yang paling efisien. Untuk mencapai produksi optimum sesuai jumlah tangkap diperbolehkan JTB atau total allowable catch TAC di Cilacap, maka jumlah armada penangkapan tuna long line yang ideal adalah 165 unit, sedangkan 114 armada drift gill net adalah 308 unit, untuk armada trammel net jumlah yang ideal untuk sasaran demersal dan udang adalah sebesar 679 unit, sehingga diperkirakan jumlah armada dan produksi perhari tampak pada Tabel 35. Tabel 34 Nilai CPUE dan lama trip untuk masing-masing alat tangkap per kelompok ikan Kelompok Ikan Jenis Alat Tangkap CPUE Tontripdays Lama Trip Hari Pelagis Besar Set Gill Net 0.14 10.00 Drift Gill Net 0.26 10.00 Set Long Line 0.10 45.00 Tuna Long Line 6.76 45.00 Payang 0.06 15.00 Pelagis Kecil Set Gill Net 0.01 10.00 Tuna Long Line 0.01 45.00 Drift Gill Net 0.06 10.00 Set Long Line 0.02 45.00 Pancing lain 0.02 1.00 Payang 0.02 15.00 Dogol 0.01 3.00 Demersal Set Gill Net 0.14 10.00 Set Long Line 0.10 45.00 Trammel Net 0.24 7.00 Dogol 0.03 3.00 Udang Dogol 0.03 3.00 Trammel Net 0.25 7.00 Tabel 35 Prakiraan jumlah kapal dan produksi di Cilacap Kelompok Ikan Jenis Alat Tangkap GT Jumlah Kunjunganhari Unit Produksi hari Ton Pelagis Besar Tuna Long Line 30 GT 6.00 37.49 Pelagis Kecil Drift Gill Net 10- 30 GT 47.00 11.96 Demersal Trammel Net 5-30 GT 82.00 19.74 Udang Trammel Net 5-30 GT 48.00 2.80 Rancangan pengembangan PPSC ditinjau dari potensi SDI Berdasarkan prakiraan terhadap armada penangkapan yang melakukan bongkar dan produksi harian di PPSC, maka rencana pengembangan PPSC ditampilkan pada Tabel 36. 115 Tabel 36 Rincian rencana pengembangan PPSC ditinjau dari potensi SDI Pengembangan Jenis Fasilitas Jumlah Volume Luas Perlu Tidak Rencana Pengembangan

A. Fasilitas pokok

Kolam pelabuhan I 7.74 ha √ Kebutuhan hanya 2.13 ha Kolam Pelabuhan II 11.00 ha √ Kebutuhan hanya 3.69 ha Kedalaman Kolam -3.00 m √ - 3.71 m Dermaga • Pendaratan 2 bh 42.80 m √ Lebih 227.00 m • Tambat 8 bh 39.40 m √ 1 334.00 m

B. Fasilitas fungsional

TPI I 1 264 m 2 √ Menjadi 1 616 m 2 TPI II 420 m 2 √ Menjadi 1 890 m 2 Kebutuhan air tawar 143 m 3 hari - Kapal trammel net √ 650 m 3 hari - Kapal drift gill net √ 470 m 3 hari - Kapal long line √ 120 m 3 hari Kebutuhan solar 36 550 Lhari - Kapal trammel net √ 52 000 Lhari - Kapal drift gill net √ 470 000 Lhari - Kapal long line √ 72 000 Lhari Kebutuhan es 912 Balokhari - Kapal trammel net √ 3 900 Balokhari - Kapal drift gill net √ 6 110 Balokhari - Kapal long line √ 2 400 Balokhari 2 Sub Model Analisis Prakiraan Aktivitas di PP Keluaran dari sub model ini antara lain: informasi tingkat kegiatan perikanan yang meliputi tingkat produksi, jumlah kapal dan nelayan, serta proyeksi tingkat kebutuhan pelayanan. Berikut akan diuraikan keluaran dari sub model analisis prakiraan aktivitas di PPSC. Pendaratan Ikan Keluaran sub model analisis prakiraan volume produksi di PPSC dapat dilihat pada Tabel 37. Tampilan grafik prakiraan volume produksi tahunan dan rata-rata bulanan di PPSC tampak pada Gambar 27 – 36. 116 Tabel 37 Keluaran sub model analisis prakiraan volume produksi di PPSC tahun 2006-2010 Kelompok Ikan Tahun Pelagis Besar Pelagis Kecil Demersal Udang Cumi-cumi 2006 1 318.20 299.94 122.70 194.09 99.02 2007 1 323.31 300.10 119.52 201.67 99.03 2008 1 320.75 300.02 121.11 197.88 99.03 2009 1 322.03 300.06 120.31 199.78 99.03 2010 1 321.39 300.04 120.71 198.83 99.03 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN P RO D UKS I T O N Aktual Prakiraan Gambar 27 Prakiraan produksi ikan demersal. 5 10 15 20 25 30 35 40 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN P R ODU K S I T ON Gambar 28 Kecenderungan rata-rata produksi ikan demersal bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 117 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 14000.00 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN PR O D U K SI T O N Aktual Prakiraan Gambar 29 Prakiraan produksi ikan pelagis besar. 100 200 300 400 500 600 700 800 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN P R OD U K S I T ON Gambar 30 Kecenderungan rata-rata produksi ikan pelagis besar bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN P RO DUKS I T O N Aktual Prakiraan Gambar 31 Prakiraan produksi ikan pelagis kecil. 118 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN P R OD U K S I T ON Gambar 32 Kecenderungan rata-rata produksi ikan pelagis kecil bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN P RO D UKS I T O N Aktual Prakiraan Gambar 33 Prakiraan produksi udang. 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN P R OD U K S I T ON Gambar 34 Kecenderungan rata-rata produksi udang bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 119 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN PR O D U K SI T O N Aktual Prakiraan Gambar 35 Prakiraan produksi cumi-cumi. 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN P R OD U K S I T ON Gambar 36 Kecenderungan rata-rata produksi cumi-cumi bulanan di PPSC tahun 1996-2005. Armada Perikanan Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah armada perikanan di PPSC dapat dilihat pada Tabel 38, sub model analisis prakiraan jumlah kunjungan kapal masuk pada Tabel 39, dan sub model analisis prakiraan jumlah kapal keluar di PPSC pada Tabel 40, sub model analisis prakiraan armada perikanan yang melakukan aktivitas bongkar berdasarkan alat tangkap pada Tabel 41, dan sub model analisis prakiraan jumlah kapal yang menggunakan jasa docking pada Tabel 42. Tampilan grafik prakiraan armada perikanan di PPSC dan rata-rata bulanan aktivitas kapal tampak pada Gambar 37–64. 120 Tabel 38 Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah armada perikanan di PPSC berdasarkan alat tangkap tahun 2006-2010 Armada perikanan berdasarkan alat tangkap Tahun Gill net Trammel net Long line Lain-lain Jumlah 2006 119 326 125 58 628 2007 123 345 131 58 657 2008 121 335 128 58 642 2009 122 340 129 58 649 2010 121 338 128 58 645 Tabel 39 Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah kunjungan kapal masuk di PPSC tahun 2006-2010 Ukuran Kapal Tahun 10 GT 10-20 GT 20-30 GT 30 GT Jumlah 2006 337 912 1 011 353 2 613 2007 345 894 1 017 353 2 609 2008 341 903 1 014 353 2 611 2009 343 898 1 016 353 2 610 2010 342 901 1 015 353 2 611 Tabel 40 Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah kapal keluar dari PPSC tahun 2006-2010 Ukuran Kapal Tahun 10 GT 10-20 GT 20-30 GT 30 GT Jumlah 2006 303 923 664 86 1 976 2007 291 927 691 87 1 996 2008 297 925 678 86 1 986 2009 294 926 684 87 1 991 2010 296 925 681 87 1 989 Tabel 41 Keluaran analisis prakiraan untuk armada perikanan yang melakukan aktivitas bongkar berdasarkan alat tangkap di PPSC tahun 2006-2010 Jenis Kapal Bongkar Tahun Trammel net Gill net Long line Jumlah 2006 1 121 730 107 1 958 2007 1 124 732 106 1 962 2008 1 122 731 107 1 960 2009 1 123 732 107 1 962 2010 1 123 731 108 1 962 121 Tabel 42 Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah kapal yang menggunakan jasa docking di PPSC tahun 2006-2010 Tahun Jumlah Kapal 2006 236 2007 238 2008 237 2009 238 2010 237 50 100 150 200 250 300 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN KAP A L G ILL N E T UNI T Aktual Prakiraan Gambar 37 Prakiraan jumlah kapal gill net. 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN KAP A L T RAM M E L NE T UNI T Aktual Prakiraan Gambar 38 Prakiraan jumlah kapal trammel net. 122 50 100 150 200 250 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN KAP AL LO N G LI N E U N IT Aktual Perkiraan Gambar 39 Prakiraan jumlah kapal long line. 10 20 30 40 50 60 70 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN K A P A L LA IN U N IT Aktual Prakiraan Gambar 40 Prakiraan jumlah kapal lain. 100 200 300 400 500 600 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN KAP AL 10 G T UNI T Aktual Prakiraan Gambar 41 Prakiraan jumlah kunjungan kapal 10 GT. 123 100 200 300 400 500 600 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN KA P A L 1 G T U NI T Gambar 42 Kecenderungan rata-rata kunjungan kapal 10 GT bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN K A P A L 10- 20 G T U N IT Aktual Prakiraan Gambar 43 Prakiraan jumlah kunjungan kapal 10-20 GT. 50 100 150 200 250 300 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN KAPAL 1 -2 G T UNI T Gambar 44 Kecenderungan rata-rata kunjungan kapal 10-20 GT bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 124 500 1000 1500 2000 2500 3000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN KAP AL 20- 30 G T UNI T Aktual Prakiraan Gambar 45 Prakiraan jumlah kunjungan kapal 20-30 GT. 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN K A P A L 20- 30 G T U N IT Gambar 46 Kecenderungan rata-rata kunjungan kapal 20-30 GT bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN KAP A L 3 G T UNI T Aktual Prakiraan Gambar 47 Prakiraan jumlah kunjungan kapal 30 GT. 125 20 40 60 80 100 120 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN KA PA L 3 G T UNI T Gambar 48 Kecenderungan rata-rata kunjungan kapal 30 GT bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 100 200 300 400 500 600 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN KAP A L 10 G T UNI T Aktual Prakiraan Gambar 49 Prakiraan jumlah kapal keluar 10 GT. 100 200 300 400 500 600 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN KAP AL 1 G T U NI T Gambar 50 Kecenderungan rata-rata kapal keluar 10 GT bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 126 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN KAP AL 1 -2 G T UNI T Aktual Prakiraan Gambar 51 Prakiraan jumlah kapal keluar 10-20 GT. 50 100 150 200 250 300 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN KAP AL 1 -2 G T UNI T Gambar 52 Kecenderungan rata-rata kapal keluar 10-20 GT bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 500 1000 1500 2000 2500 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN KA P AL 2 -3 G T UNI T Aktual Prakiraan Gambar 53 Prakiraan jumlah kapal keluar 20-30 GT. 127 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN K A P A L 2 -3 G T U N IT Gambar 54 Kecenderungan rata-rata kapal keluar 20-30 GT bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN KAP AL 3 G T UNI T Aktual Prakiraan Gambar 55 Prakiraan jumlah kapal keluar 30 GT. 20 40 60 80 100 120 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN KAP AL 3 G T U NI T Gambar 56 Kecenderungan rata-rata kapal keluar 30 GT bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 128 1000 2000 3000 4000 5000 6000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN KAP AL T RAM M E L NE T UNI T Aktual Prakiraan Gambar 57 Prakiraan jumlah kapal trammel net yang bongkar. 50 100 150 200 250 300 350 400 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN KA PAL TRAM M EL NET U N IT Gambar 58 Kecenderungan rata-rata kapal trammel net yang bongkar bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN KAP A L G ILL N E T UNI T Aktual Prakiraan Gambar 59 Prakiraan jumlah kapal gill net yang bongkar. 129 50 100 150 200 250 300 350 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN KAP AL G ILL N E T U N IT Gambar 60 Kecenderungan rata-rata kapal gill net yang bongkar bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN KAP AL LO N G LI N E U N IT Aktual Prakiraan Gambar 61 Prakiraan jumlah kapal long line yang bongkar. 10 20 30 40 50 60 70 80 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN KAP AL LO NG LI N E UNI T Gambar 62 Kecenderungan rata-rata kapal long line yang bongkar bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 130 50 100 150 200 250 300 350 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN J UM L AH K AP A L U NI T Aktual Prakiraan Gambar 63 Prakiraan jumlah kapal docking. 18 19 20 21 22 23 24 25 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN KA P A L DO C KI N G UN IT Gambar 64 Kecenderungan rata-rata kapal docking bulanan di PPSC tahun 1996-2005. Penyaluran Perbekalan Kapal Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah penyaluran perbekalan kapal di PPSC dapat dilihat pada Tabel 43. Tampilan grafik prakiraan kebutuhan logistik tahunan dan bulanan di PPSC tampak pada Gambar 65–70. Tabel 43 Keluaran sub model analisis prakiraan distribusi logistik di PPSC tahun 2006-2010 Kebutuhan Tahun Solar Ton Es Balok Air m 3 2006 12 937.60 147 061.00 3 218.13 2007 12 852.70 149 137.00 3 294.44 2008 12 895.20 148 099.00 3 256.28 2009 12 873.90 148 618.00 3 275.36 2010 12 884.50 148 358.00 3 265.82 131 100000 200000 300000 400000 500000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN ES B A L O K Aktual Prakiraan Gambar 65 Prakiraan kebutuhan logistik es. 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN ES BALOK Gambar 66 Kecenderungan rata-rata kebutuhan logistik es bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN S O L AR T O N Aktual Prakiraan Gambar 67 Prakiraan jumlah logistik BBM. 132 200 400 600 800 1,000 1,200 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN SO L AR T O N Gambar 68 Kecenderungan rata-rata kebutuhan solar bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 2000 4000 6000 8000 10000 12000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN AI R m 3 Aktual Prakiraan Gambar 69 Prakiraan jumlah logistik air. 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN AI R m 3 Gambar 70 Kecenderungan rata-rata kebutuhan air bulanan di PPSC tahun 1996-2005. 133 Pemasaran atau Pelelangan Ikan Keluaran sub model analisis prakiraan retribusi lelang di PPSC dapat dilihat pada Tabel 44. Tampilan grafik prakiraan retribusi lelang di PPSC tampak pada Gambar 71. Tabel 44 Perkembangan retribusi lelang di TPI PPSC dari tahun 2006-2010 Tahun Retribusi Lelang x Rp. 1000,00 2006 1 754 610 2007 1 764 390 2008 1 759 500 2009 1 761 945 2010 1 760 723 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN L E L A N G x R p 1000 Aktual Prakiraan Gambar 71 Prakiraan retribusi lelang. Nelayan yang Beraktivitas di PPSC Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah nelayan di PPSC dapat dilihat pada Tabel 45. Tampilan grafik prakiraan jumlah nelayan di PPSC tampak pada Gambar 72. Tabel 45 Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah nelayan yang melakukan aktivitas di PPSC pada tahun 2006-2010 Tahun Jumlah Nelayan orang 2006 20 134 2007 20 531 2008 20 332 2009 20 431 2010 20 382 134 20000 40000 60000 80000 100000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN NE L AY AN O RAN G Aktual Prakiraan Gambar 72 Prakiraan jumlah nelayan. Rancangan Pengembangan PPSC ditinjau dari Prakiraan Aktivitas PP Berdasarkan prakiraan aktivitas PP yang meliputi tingkat produksi, jumlah kapal dan nelayan serta proyeksi tingkat kebutuhan pelayanan, maka rencana pengembangan PPSC ditampilkan pada Tabel 46. Tabel 46 Rincian prakiraan jumlah kapal dan produksi di PPSC dalam harian Variabel Prakiraan Jenis Kegiatan Trend Nilai Pelagis Besar - 3.61-15.19 tonhari Pelagis Kecil - 0.82-1.03 tonhari Demersal - 0.34-0.92 tonhari Udang - 0.53-0.97 tonhari Jumlah Produksi Cumi-cumi - 0.27-0.33 tonhari 10 GT - 1-8 kapalhari 10-20 GT - 3-7 kapalhari 20-30 GT - 2-5 kapalhari Kapal Keluar 30 GT - 1-3 kapalhari 10 GT - 1-8 kapalhari 10-20 GT - 2-8 kapalhari 20-30 GT - 3-5 kapalhari Kapal Masuk 30 GT - 1-3 kapalhari Trammel net - 3-10 kapalhari Gill net - 2-8 kapalhari Kapal Bongkar Long line - 1-2 kapalhari Kapal docking - 1 kapalhari Kebutuhan Es - 403-690 balokhari Kebutuhan BBM - 10.33-35 tonhari Logistik kapal Kebutuhan Air - 9-18 m 3 hari Retribusi lelang - Rp. 4 834 547 945.00hari Nelayan - 55 oranghari 135 Rancangan Pengembangan PPSC ditinjau dari Tingkat Kegiatan Prakiraan Berdasarkan Tabel 46 keluaran dari analisis prakiraan terhadap semua aktivitas di PPSC menunjukkan trend negatif. Hal tersebut dikarenakan banyak kapal-kapal yang mengalihkan aktivitasnya ke pelabuhan lain atau pelabuhan umum Batteray. Alur pelayaran di PPSC kurang dapat berfungsi secara optimal karena permasalahan yang sering terjadi seperti pengaruh pasang surut dan adanya penumpukan sedimentasi. Alur pelayaran di PPSC mempunyai panjang 220 m dengan lebar 80 m dengan kedalaman -3 m. Alur pelayaran ini merupakan fasilitas yang sangat penting karena berhubungan dengan aktivitas keluar masuknya kapal. Pada saat musim timur yang bersamaan dengan tingginya gelombang dan kuatnya angin membuat alur pelayaran menjadi rawan untuk kapal yang akan keluar ataupun masuk pelabuhan. Saat terjadi surut, kapal- kapal besar mengalami kandas di alur pelayaran. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena dapat mengakibatkan kapal tersebut terhempas ke batu atau tetrapod break water yang terdapat di sepanjang alur dan dapat mempengaruhi kelancaran kegiatan keluar masuk kapal. Berdasarkan kondisi tersebut maka rancangan pengembangan PPSC ditinjau dari prakiraan aktivitas adalah kegiatan pengerukan alur pelayaran secara rutin dan upaya-upaya mengurangi sedimentasi yang terjadi. 3 Sub Model Analisis Kondisi dan Tingkat Pemanfaatan Fasilitas Keluaran dari sub model ini adalah tingkat pemanfaatan fasilitas di suatu PP. Keluaran sub model analisis tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC di tampilkan pada Tabel 47. Fasilitas yang ada di PP dengan kapasitas tertentu memiliki hubungan erat dengan efektifitas PP sebagai pusat kegiatan di bidang perikanan. Tidak adanya fasilitas yang dibutuhkan dan fasilitas yang sudah tidak memenuhi kapasitas dapat menghambat kegiatan operasional suatu PP. Tabel 47 Keluaran sub model tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC Jenis Fasilitas Tingkat Pemanfaatan Dermaga bongkar 69.24 Dermaga tambat 62.46 Kolam pelabuhan 7.74 TPI Pertama 7.11 TPI Kedua 37.24 Area parkir 59.52 Tempat perbaikan dan penjemuran jaring 50.00 DockSlipway 50.00 RumahMess 100.00 136 Rancangan Pengembangan PPSC ditinjau dari Kondisi dan Tingkat Pemanfaatan Fasilitas Berdasarkan kondisi dan tingkat pemanfaatan fasilitas yang ada di PPSC Tabel 47 maka tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC umumnya masih belum optimal, Tingkat pemanfaatan yang dibawah kapasitas optimal tersebut disebabkan oleh beberapa hal antara lain: pelayanan di pelabuhan kurang memadai, juga terkait kendala teknis selama ini yaitu adanya pendangkalan di sekitar alur masuk pelabuhan. Hal tersebut menyebabkan kapal-kapal bertonase di atas 30 GT sulit masuk atau keluar PPSC. Upaya pengembangan PPSC adalah optimalisasi pemanfaatan fasilitas yang ada termasuk dalam hal ini pengerukan terhadap alur pelayaran yang selama ini menyebabkan tidak optimalnya pemanfaatan fasilitas di PPSC. 4 Keluaran Sub Model Prioritas Pengembangan PP Keluaran yang dihasilkan dari sub model prioritas pengembangan PP merupakan hasil proses penilaian terhadap kriteria dan alternatif prioritas pengembangan fasilitas yang dilakukan dengan meminta pendapat responden pakar. Pada Tabel 48 ditampilkan keluaran sub model prioritas pengembangan PPSC. Tabel 48 Hasil perhitungan bobot kriteria No Kriteria Bobot 1. Potensi SDI, Produksi Ikan 0.15196 2. Ketersediaan anggaran 0.23469 3. Manfaat 0.10579 4. Kebutuhan masyarakat dan nelayan 0.19345 5. Jenis industri yang ada 0.13405 6. Kebutuhan bakul, pedagang dan pengolah 0.18005 Prioritas pengembangan suatu PP berdasarkan berbagai pertimbangan. Dalam model pengembangan PPSC digunakan 6 kriteria pengembangan yaitu potensi SDI, ketersediaan anggaran, manfaat, kebutuhan masyarakat dan nelayan, jenis industri yang ada, serta kriteria kebutuhan dari pedagang dan pengolah. Berdasarkan rancangan pengembangan dari potensi SDI, prakiraan aktivitas PPSC, dan tingkat pemanfaatan fasilitas, maka ada lima alternatif pengembangan fasilitas PPSC, yaitu: 1 perbaikan dan pengerukan alur masuk pelabuhan, 2 pengembangan dermaga bongkar dan tambat, 3 pengembangan kawasan industri, 4 penambahan fasilitas SPBU dan logistik, dan 5 pengembangan TPI I dan TPI II. 137 Tabel 49 Hasil perhitungan nilai eigen alternatif untuk setiap kriteria Nilai Eigen Alternatif untuk Setiap Kriteria No Alternatif K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 K-6 1 Perbaikan pengerukan alur masuk pelabuhan 0.67387 0.67418 0.66331 0.66699 0.02890 0.02598 2 Pengembangan dermaga bongkar dan tambat 0.07811 0.08145 0.12230 0.09718 0.23050 0.24882 3 Pengembangan kawasan industri 0.08518 0.08145 0.09227 0.05807 0.22550 0.12743 4 Penambahan fasilitas SPBU dan logistik 0.08142 0.08145 0.05251 0.08059 0.23916 0.21504 5 Pengembangan TPI I dan TPI II 0.08142 0.08145 0.06961 0.09718 0.27594 0.38273 Tabel 50 Hasil dan rangking skor akhir No Alternatif Skor akhir Rangking 1 Perbaikan dan pengerukan alur masuk pelabuhan 0.49390 1 2 Pengembangan dermaga bongkar dan tambat 0.13885 2 3 Pengembangan kawasan industri 0.11686 3 4 Penambahan fasilitas SPBU dan logistik 0.11155 4 5 Pengembangan TPI I dan TPI II 0.13885 2 Gambar 73 Prioritas pengembangan PPSC. 138 5 Sub Model Analisis Biaya dan Manfaat PP Sub model analisis biaya dan manfaat adalah untuk memberikan pertimbangan pengembangan suatu PP dari aspek ekonomi biaya dan manfaat yang ada dari pengembangan PP. Penilaian biaya dan manfaat pengembangan PP mengacu kepada kriteria kelayakan ekonomi, yaitu NPV, EIRR dan BC ratio. Pada Tabel 51 ditampilkan nilai keluaran sub model analisis biaya dan manfaat pengembangan PPSC. Tabel 51 Keluaran sub model analisis biaya dan manfaat pengembangan PPSC Parameter kelayakan Nilai Keterangan NPV Rp. 4 167 648 586.00 Tingkat diskonto 12. Nilai NPV positif, maka PPSC layak dikembangkan karena akan memberikan nilai manfaat yang lebih besar EIRR 18.03 Layak dikembangkan karena diatas discount rate yang digunakan BC Ratio 1.05 Layak dikembangkan. Nilai manfaat sekarang lebih besar dari biaya sekarang, yaitu lebih besar dari satu Nilai sekarang diskonto Dalam analisis manfaat dan biaya fasilitas PPSC, tingkat diskonto digunakan untuk melakukan perhitungan antara lain NPV, tingkat pengembalian ekonomi EIRR dan BC ratio. Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam menaksir dan menghitung nilai yang ada di masa lalu dan masa yang akan datang kemudian dikonversikan menjadi nilai sekarang. Cara menghitung nilai sekarang yaitu nilai dari manfaat dan biaya dikonversikan terlebih dahulu dengan mengalikan discount rate yang sesuai dengan tahun manfaat dan biaya. Kemudian discount rate dari nilai diskonto bisa dilihat dalam tabel diskonto dan tingkat bunga. Discount rate yang digunakan yaitu sebesar 12 per tahun, karena sesuai dengan tingkat suku bunga rata-rata yang berlaku pada Bank Dunia saat ini. Menurut Bank Dunia, OCC discount rate yang digunakan oleh negara yang sedang berkembang dan berkembang yaitu sebesar 12 per tahun. Net present value NPV Analisis manfaat dan biaya fasilitas fungsional dengan perhitungan NPV dihasilkan nilai NPV sebesar Rp. 4 167 648 586.00 dengan tingkat diskonto yang digunakan sebesar 12 per tahun, sesuai dengan tingkat suku bunga rata-rata 139 yang berlaku pada bank saat ini. Dengan mengetahui hasil perhitungan NPV tersebut positif, apabila suatu usaha atau proyek memiliki nilai NPV positif, maka usaha atau proyek tersebut layak dilaksanakan karena akan memberikan manfaat yang lebih besar. Economic internal rate of return EIRR Dari hasil perhitungan pada Lampiran 16 yaitu analisis manfaat dan biaya dengan perhitungan EIRR diperoleh nilai EIRR sebesar 18.03 . Besarnya EIRR tidak dapat ditentukan secara langsung, dan harus dicari dengan coba-coba. Untuk menghasilkan nilai EIRR tersebut dilakukan interpolasi dengan discount rate, dalam hal ini discount rate yang digunakan adalah 16 dan 20 dengan menghitung kembali manfaat sekarang netto sehingga mendapatkan nilai EIRR sebesar 18. Berdasarkan hasil analisis, proyek pengembangan PPSC layak untuk dilaksanakan. Hal ini dikarenakan nilai EIRR sebesar 18.03 diatas discount rate yang digunakan sesuai dengan tingkat suku bunga rata-rata yang berlaku pada bank saat ini yaitu sebesar 12 per tahun. BC ratio Dari hasil perhitungan BC ratio pada Lampiran 15 yaitu analisis manfaat dan biaya diperoleh BC ratio sebesar 1.05 yang berarti nilai manfaat sekarang netto lebih besar dari biaya sekarang netto. Berdasarkan perhitungan kriteria nilai BC ratio yaitu lebih besar dari satu, maka proyek dan operasional pengembangan PPSC dapat dikategorikan layak untuk dilaksanakan karena memiliki nilai manfaat yang besar. Analisis sensitivitas sensitivity analysis Dari hasil perhitungan pada Lampiran 17 yaitu analisis sensitivitas sensitivity analysis dengan asumsi kenaikan biaya sebesar 30, maka hasil dari perhitungan nilai NPV sebesar Rp. 2 972 084 419.00, nilai EIRR sebesar 15.77 dan nilai BC ratio sebesar 0.57. Jika dibandingkan dengan hasil perhitungan manfaat dan biaya pengembangan PPSC maka nilai NPV, EIRR dan nilai BC ratio mengalami penurunan. Nilai NPV sebesar Rp. 1 195 564 167.00, nilai EIRR 2.26 dan nilai BC ratio 0.47. Dengan mengetahui perhitungan dari analisis sensitivitas dapat diketahui prakiraan dari resiko proyek pengembangan PPSC tersebut. Pengertian dari resiko disini yaitu sebagai probabilitas proyek akan memberikan nilai NPV lebih kecil dari nol. Berdasarkan hasil pembahasan 140 diatas dapat dijadikan pertimbangan dalam pelaksanaan proyek pengembangan PPSC sehingga tidak mengakibatkan kerugian yang berarti dalam pelaksanaannya. 6 Sub Model Analisis Kelembagaan Pengembangan PP Untuk mengkaji keterkaitan atau hubungan kontekstual antar elemen dan sub elemen pengembangan PPSC digunakan metode ISM. Elemen sistem pengembangan mencakup pelaku atau lembaga yang berperan dalam pengembangan PPSC, kebutuhan untuk pelaksanaan program, kendala program, tolok ukur untuk menilai setiap tujuan dan aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan. Keluaran sub model analisis kelembagaan selain berupa nilai-nilai dalam bentuk tabel level dan rangking, juga berupa gambar matriks driver power-dependence yang akan membantu pengguna mendapatkan gambaran hirarki dan plot ke dalam empat sektor. Tabel 52 Keluaran sub model analisis kelembagaan pengembangan PPSC Jenis Elemen Jumlah Level Keterangan Sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC 4 Posisi matriks driver power- dependence menunjukkan bahwa sub elemen 2, 3, 6, 7, 8 dan 10 berada pada sektor III. Sub elemen 4, 5 dan 9 berada pada sektor II. Sub elemen 1 berada pada sektor IV. Kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan PPSC 2 Semua sub elemen berada pada sektor III. Kendala dalam pengembangan PPSC 3 Semua sub elemen berada pada sektor III. Perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC 4 Semua sub elemen berada pada sektor III. Tujuan dari program pengembangan PPSC 4 Sub elemen 6 berada pada sektor II, sub elemen 1, 3-5, 7-10 berada pada sektor II, sub elemen 2 berada pada sektor IV. Tolok ukur pengembangan 4 Sub elemen 1 berada pada sektor II, sub elemen 2-10 berada pada sektor III. Pelaku pengembangan PPSC 5 Sub elemen 9 dan 10 berada pada sektor II, sub elemen 1-8 dan 11-12 berada pada sektor III. Aktivitas Pengembangan PPSC 2 Sub elemen 1, 2, 5 dan 6 berada pada sektor III. Sub elemen 3 dan 4 berada di sektor II. 141 Elemen Sektor Masyarakat yang Terpengaruh dari Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC terdiri dari 10 sub elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC, dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti tampak pada Gambar 74. Gambar 74 Hirarki elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC. Pada Gambar 74 tingkat Level-L ditentukan melalui pemisahan tingkat pada RM. Level satu pada sektor masyarakat terdapat sub elemen eksportir, pengusaha transportasi, pengusaha dan tenaga kerja agroindustri hasil laut, pedagang sarana penangkapan, buruh tenaga kerja di PPSC, pengolah ikan dan masyarakat sekitar. Pengusaha atau penyedia jasa perbaikan kapal dan alat tangkap berada pada level dua. Pedagang atau bakul berada pada level tiga dan nelayan berada pada level empat. Elemen kunci key element dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh pengembangan PPSC adalah nelayan dan pedagang bakul. Analisis lebih lanjut pada sektor IV independent, menyatakan bahwa nelayan adalah peubah bebas. Dalam hal ini berarti kekuatan pengerak driver power yang besar, namun punya sedikit ketergantungan terhadap program pengembangan PPSC. Adapun sub elemen sektor masyarakat yang terpengaruh lainnya termasuk kategori peubah dependent yang diartikan lebih sebagai akibat dari tindakan pengembangan PPSC. Selanjutnya masyarakat sekitar, 142 buruh tenaga kerja di PPSC, dan pengusaha transportasi merupakan sub elemen yang berada pada sektor II peubah terikat atau dependent yang berarti sektor masyarakat tersebut terpengaruhi cukup kecil dan dipengaruhi oleh sub elemen lain. Hal ini dapat diartikan apabila sub elemen lain terpengaruh oleh pengembangan PPSC, maka akan mendorong terpengaruhnya sub elemen di sektor II ini. Sub elemen pedagang bakul, pengolah ikan, pedagang alat-alat penangkapan, pengusaha atau penyedia jasa perbaikan kapal dan alat tangkap, pengusaha dan tenaga kerja agroindustri di laut, dan eksportir bersifat linkage sektor III yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya. 1 2 7 3,6,8 10 4,5,9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 DEPENDENCE DRI V E R P O W E R Gambar 75 Matriks driver power-dependence untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC. Keterangan : 1 Nelayan 2 Pedagang bakul 3 Pengolah ikan 4 Masyarakat sekitar 5 Buruh tenaga kerja di PPSC 6 Pedagang alat-alat penangkapan 7 Pengusaha atau penyedia jasa perbaikan kapal dan alat tangkap 8 Pengusaha dan tenaga kerja agroindustri hasil laut 9 Pengusaha transportasi 10 Eksportir Sektor I Sektor II Sektor III Sektor IV 143 Elemen Kebutuhan Untuk Pelaksanaan Program Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan PPSC terdiri dari 9 sub elemen kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan PPSC, dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti tampak pada Gambar 76. Gambar 76 Hirarki elemen kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan PPSC. Level satu pada elemen kebutuhan terdapat sub elemen suasana kondusif, potensi SDI, kemudahan birokrasi ijin, stabilitas politik dan moneter, tersedia lahan pengembangan, dukungan dan komitmen pemerintah daerah, dan ketersediaan anggaran pengembangan PPSC. Pada level dua terdapat sub elemen dukungan dan komitmen pemerintah pusat, dan dukungan dan komitmen masyarakat sekitar dan nelayan Gambar 76. Jika dilihat dari hubungan matriks driver power–dependence Gambar 77, maka semua sub elemen pada elemen kebutuhan berada di sektor III bersifat linkage dan memiliki daya dorong yang cukup kuat, yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya. Elemen kunci key element dari elemen kebutuhan pengembangan PPSC adalah potensi SDI, kemudahan birokrasi ijin, stabilitas politik dan moneter, tersedia lahan pengembangan, dukungan dan komitmen pemerintah pusat, dukungan dan komitmen pemerintah daerah, serta dukungan dan komitmen masyarakat sekitar dan nelayan. 144 2,3,4,5,7 1,9 6,8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 DEPENDENCE D R IVER PO W E R Gambar 77 Matriks driver power–dependence untuk elemen kebutuhan pelaksanaan program pengembangan PPSC. Keterangan : 1 Suasana kondusif dan aman 2 Potensi SDI 3 Kemudahan birokrasi ijin 4 Stabilitas politik dan moneter 5 Tersedia lahan pengembangan 6 Dukungan dan komitmen pemerintah pusat 7 Dukungan dan komitmen pemerintah daerah 8 Dukungan dan komitmen nelayan dan masyarakat sekitar 9 Ketersediaan anggaran pembiayaan dana pengembangan PPSC Elemen Kendala dalam Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen kendala dalam pengembangan PPSC terdiri dari 4 sub elemen kendala dalam pengembangan PPSC, dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti tampak pada Gambar 78. Level satu pada elemen kendala terdapat sub elemen rendahnya kualitas SDM. Selanjutnya pada level dua hambatan kelembagaan dan birokrasi, dan banyaknya fasilitas yang belum layak mendukung produksi yang didaratkan. Pada level tiga terdapat sub elemen keterbatasan dana pengembangan. Sektor I Sektor IV Sektor III Sektor II 145 Gambar 78 Hirarki elemen kendala dalam pengembangan PPSC. 2,4 3 1 1 2 3 4 1 2 3 4 DEPENDENCE DRI V E R P O W E R Gambar 79 Matriks driver power–dependence untuk elemen kendala dalam program pengembangan PPSC. Keterangan : 1 Keterbatasan dana pengembangan PPSC 2 Hambatan kelembagaan atau birokrasi 3 Rendahnya kualitas SDM di PPSC 4 Banyaknya fasilitas yang belum layak mendukung kualitas produksi perikanan yang didaratkan Jika dilihat dari hubungan matriks driver power–dependence Gambar 79, maka sub elemen keterbatasan dana pengembangan PPSC, hambatan Sektor II Sektor I Sektor III Sektor IV 146 kelembagaan dan birokrasi, rendahnya kualitas SDM di PPSC, dan banyaknya fasilitas yang belum layak mendukung kualitas produksi perikanan yang didaratkan memiliki daya dorong yang cukup kuat dan bersifat linkage sektor III yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya. Sub elemen keterbatasan dana pengembangan PPSC, rendahnya kualitas SDM di PPSC, hambatan kelembagaan dan birokrasi, serta banyaknya fasilitas yang belum layak mendukung kualitas produksi perikanan yang didaratkan menjadi kendala besar dalam pengembangan PPSC. Elemen kunci key element dari elemen kendala pengembangan PPSC adalah banyaknya fasilitas yang belum layak mendukung produksi perikanan yang didaratkan. Elemen Perubahan yang Mungkin Terjadi dari Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC terdiri dari 10 sub elemen perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC, dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti tampak pada Gambar 80. Gambar 80 Hirarki elemen perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC. Level satu pada elemen perubahan yang mungkin terjadi terdapat sub elemen peningkatan jumlah nelayan dan jumlah pendapatan nelayan, keterjaminan pasar produk perikanan, dan peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC. Level dua yang terdiri dari optimalisasi pemanfaatan SDI, peningkatan 147 motorisasi dan pengembangan teknologi alat tangkap, pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan, peningkatan industri perikanan berbasis di PPSC, dan pengembangan ekonomi wilayah. Perubahan berikutnya adalah peningkatan investasi yang berada pada level tiga, serta peningkatan PAD dan PNBP berada pada level empat. Elemen kunci key element dari elemen perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC adalah peningkatan PAD dan PNBP, optimalisasi pemanfaatan potensi SDI, pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan, peningkatan investasi, dan peningkatan industri perikanan yang berbasis di PPSC. Jika dilihat dari hubungan matriks driver power–dependence Gambar 81, maka semua sub elemen pada elemen perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC berada di sektor III bersifat linkage dan memiliki daya dorong yang cukup kuat, yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya. 2 3,6,9 1,4,8 5 10 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 DEPENDENCE D R IVER PO W ER Gambar 81 Matriks driver power–dependence untuk elemen perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC. Keterangan : 1 Peningkatan jumlah nelayan dan jumlah pendapatan nelayan 2 Peningkatan PAD dan PNBP 3 Optimalisasi pemanfaatan potensi SDI 4 Keterjaminan pasar produk perikanan 5 Peningkatan motorisasi dan pengembangan teknologi alat tangkap 6 Pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan Sektor I Sektor II Sektor III Sektor IV 148 7 Peningkatan investasi 8 Peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC 9 Peningkatan industri perikanan yang berbasis di PPSC 10 Pengembangan daerah atau ekonomi wilayah Elemen Tujuan dari Program Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen tujuan dari program pengembangan PPSC terdiri dari 10 sub elemen tujuan dari program pengembangan PPSC, dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti tampak pada Gambar 82. Gambar 82 Hirarki tujuan dari program pengembangan PPSC. Level satu pada elemen tujuan terdapat sub elemen keterjaminan pasar produk perikanan, peningkatan motorisasi dan pengembangan teknologi alat tangkap, dan pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan. Selanjutnya peningkatan investasi, peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC, dan pengembangan daerah atau wilayah berada di level dua. Tujuan berikutnya peningkatan jumlah nelayan dan pendapatan nelayan, optimalisasi pemanfaatan potensi SDI, dan peningkatan industri perikanan yang berbasis di PPSC berada pada level tiga, serta peningkatan PAD dan PNBD di level empat. Elemen kunci key element dari elemen tujuan dari program pengembangan PPSC adalah peningkatan jumlah nelayan dan pendapatan nelayan, peningkatan PAD dan PNBP, optimalisasi pemanfaatan potensi SDI, peningkatan investasi, 149 peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC, dan peningkatan industri perikanan yang berbasis di PPSC. 6 4,5 1,3,9 10 7,8 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 DEPENDENCE DRI V E R P O W E R Gambar 83 Matriks driver power–dependence untuk elemen tujuan dari program pengembangan PPSC. Keterangan : 1 Peningkatan jumlah nelayan dan pendapatan nelayan 2 Peningkatan PAD dan PNBP 3 Optimalisasi pemanfaatan potensi SDI dan pelestarian SDI 4 Keterjaminan pasar produk perikanan 5 Peningkatan motorisasi dan pengembangan teknologi alat tangkap 6 Pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan 7 Peningkatan investasi 8 Peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC 9 Peningkatan industri perikanan yang berbasis di PPSC 10 Pengembangan daerah atau wilayah Analisis lebih lanjut pada matriks driver power–dependence sektor IV independent, menyatakan bahwa peningkatan PAD dan PNBP adalah peubah bebas. Dalam hal ini berarti kekuatan penggerak driver power yang besar, namun punya sedikit ketergantungan terhadap program pengembangan PPSC. Adapun sub elemen tujuan dari program pengembangan lainnya termasuk kategori peubah tidak bebas dependent variable yang diartikan lebih sebagai akibat dari tindakan pengembangan PPSC. Pengembangan teknologi Sektor I Sektor II Sektor III Sektor IV 150 pengolahan hasil perikanan merupakan sub elemen yang berada pada sektor II peubah terikat atau dependent variable yang berarti tujuan tersebut pengaruhnya cukup kecil dan dipengaruhi oleh sub elemen lain. Hal ini dapat diartikan apabila sub elemen lain terpengaruh oleh pengembangan PPSC, maka akan mendorong terpengaruhnya sub elemen di sektor II ini. Sub elemen peningkatan jumlah nelayan dan pendapatan nelayan, optimalisasi pemanfaatan potensi SDI dan pelestarian SDI, keterjaminan pasar produk perikanan, peningkatan motorisasi dan pengembangan teknologi alat tangkap, peningkatan investasi, peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC, peningkatan industri perikanan yang berbasis di PPSC, dan pengembangan daerah atau ekonomi wilayah merupakan tujuan utama dan bersifat linkage sektor III yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya. Elemen Tolok Ukur Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen tolok ukur pengembangan PPSC terdiri dari 11 sub elemen tolok ukur pengembangan PPSC, dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti tampak pada Gambar 84. Gambar 84 Hirarki tolok ukur pengembangan PPSC. Level satu pada elemen tolok ukur pengembangan PPSC terdapat penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, peningkatan harga ikan, dan peningkatan investasi. Tolok ukur selanjutnya adalah peningkatan pendapatan nelayan, peningkatan PAD dan PNBD, fasilitas di PPSC berfungsi optimal, peningkatan pangsa pasar domestik, peningkatan pangsa pasar ekspor, dan pemanfaatan SDI berjalan optimal berada pada level dua. Selanjutnya 151 peningkatan volume dan nilai produksi, dan peningkatan kunjungan kapal bongkar dan hasil tangkapan berada pada level tiga. Jika dilihat dari hubungan matriks driver power–dependence Gambar 65, maka sub elemen peningkatan pendapatan nelayan, peningkatan PAD dan PNBD, peningkatan volume dan nilai produksi, fasilitas di PPSC berfungsi optimal, peningkatan kunjungan kapal bongkar dan hasil tangkapan, peningkatan pangsa pasar domestik, peningkatan pangsa pasar ekspor, pemanfaatan SDI berjalan optimal, dan peningkatan investasi berada pada sektor III linkage yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya. Sub elemen penurunan angka kemiskinan dan pengangguran berada pada sektor II peubah terikat atau dependent yang berarti perannya cukup kecil dalam tolok ukur pengembangan PPSC. Elemen kunci key element dari elemen tolok ukur dalam pengembangan PPSC adalah peningkatan pendapatan nelayan, peningkatan PAD dan PNBP, peningkatan volume dan nilai produksi, fasilitas di PPSC berfungsi optimal, peningkatan kunjungan kapal bongkar dan hasil tangkapan, peningkatan pangsa pasar domestik, peningkatan pangsa pasar ekspor, pemanfaatan SDI berjalan optimal, dan peningkatan investasi. 11 2,3,6,8,9,10 5,7 4 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 DEPENDENCE DR IVER PO W E R Gambar 85 Matriks driver power–dependence untuk tolok ukur program pengembangan PPSC. Keterangan : 1 Penurunan angka kemiskinan dan pengangguran 2 Peningkatan pendapatan nelayan 3 Peningkatan PAD dan PNBP 4 Peningkatan harga ikan Sektor I Sektor II Sektor III Sektor IV 152 5 Peningkatan volume dan nilai produksi 6 Fasilitas di PPSC berfungsi optimal 7 Peningkatan kunjungan kapal bongkar hasil tangkapan 8 Peningkatan pangsa pasar domestik 9 Peningkatan pangsa pasar ekspor 10 Pemanfaatan SDI berjalan optimal 11 Peningkatan investasi Penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, dan peningkatan harga ikan merupakan sub elemen yang berada pada sektor II peubah terikat yang berarti tolok ukur pengembangan tersebut terpengaruhi cukup kecil dan dipengaruhi oleh sub elemen lain. Hal ini dapat diartikan apabila sub elemen lain terpengaruh oleh pengembangan PPSC, maka akan mendorong terpengaruhnya sub elemen di sektor II ini. Sub elemen peningkatan pendapatan nelayan, peningkatan PAD dan PNB, peningkatan volume dan nilai produksi, fasilitas di PPSC berfungsi optimal, peningkatan pangsa pasar domestik, peningkatan pangsa pasar ekspor, peningkatan investasi, pemanfaatan SDI berjalan secara optimal, dan peningkatan jumlah kunjungan kapal bongkar hasil tangkapan merupakan tolok ukur program pengembangan yang cukup kuat dan bersifat linkage sektor III yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya Gambar 85. Elemen Pelaku Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen pelaku pengembangan PPSC terdiri dari 12 sub elemen pelaku dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti tampak pada Gambar 86. Level satu pada elemen pelaku pengembangan PPSC terdapat lembaga keuangan dan LSM. Pelaku pengembangan PPSC selanjutnya kesyahbandaran, POLAIRUD, HNSI, dan perguruan tinggi berada pada level dua. Nelayan dan KUD merupakan pelaku pengembangan PPSC yang berada pada level tiga. Selanjutnya UPT pelabuhan dan Pemkab Cilacap pada level empat, Pemprop Jateng dan Pemerintah Pusat pada level lima. Elemen kunci key element dari elemen pelaku pengembangan PPSC adalah UPT PP, Pemprop Jateng, Pemkab Cilacap, dan Pemerintah pusat DKP, DJPT. 153 Gambar 86 Hirarki elemen pelaku pengembangan PPSC. Bank atau lembaga keuangan dan LSM merupakan sub elemen yang berada pada sektor II peubah terikat atau dependent yang berarti perannya cukup kecil dalam pengembangan PPSC dan dipengaruhi oleh sub elemen lain. Hal ini dapat diartikan apabila sub elemen lain berperan dalam pengembangan PPSC, maka akan mempengaruhi sub elemen di sektor II ini. Sub elemen nelayan, KUD, UPT PP, kesyahbandaran, POLAIRUD, Pemprop Jateng, Pemkab Cilacap, Pemerintah Pusat, HNSI, dan perguruan tinggi merupakan sub elemen yang berperan cukup kuat dan bersifat linkage sektor III yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya. Pengembangan usaha dalam PP yang bertumpu kepada kekuatan pasar akan meningkatkan jumlah swasta yang berusaha di bidang perikanan. Hadirnya swasta di PP pada gilirannya dapat membentuk kelembagaan yang saling menguntungkan dengan perikanan rakyat, dalam bentuk kemitraan. Kemitraan juga dapat mengatasi masalah informasi yang asimetris. Pola persaingan saat ini tidak lagi dengan mengalahkan kompetitor akan tetapi dengan cara bermitra. Sebagaimana diketahui bahwa PP merupakan titik pertemuan antara produsen dan konsumen, sehingga PP dapat memberikan sinyal yang harus diperhatikan produsen untuk mengarahkan usahanya. 154 9 11 3,7 6,8 4,5 1,2 9,10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DEPENDENCE DRI V E R P O W E R Gambar 87 Matriks driver power–dependence elemen pelaku pengembangan PPSC. Keterangan : 1 Nelayan 2 KUD 3 UPT PP 4 Kesyahbandaran 5 Polairud 6 Pemprop Jateng 7 Pemkab Cilacap 8 Pemerintah pusat DKP,DJPT 9 Bank atau lembaga keuangan 10 LSM 11 HSNI 12 Perguruan tinggi Elemen Aktivitas Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen aktivitas pengembangan PPSC terdiri dari 6 sub elemen aktivitas pengembangan PPSC dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti pada Gambar 88. Level satu pada elemen aktivitas pengembangan PPSC terdapat sub elemen menciptakan iklim kondusif dalam mendukung pengembangan PPSC dan perumusan Perda untuk mendukung pengembangan PPSC. Aktivitas berikutnya adalah identifikasi Sektor IV Sektor III Sektor II Sektor I 155 jenis-jenis fasilitas PPSC yang akan dikembangkan, koordinasi antar sektor yang terlibat dalam pengembangan PPSC, pembinaan pendidikan dan pelatihan SDM yang terlibat dalam pengembangan PPSC serta kemudahan akses terhadap teknologi dan informasi berada pada level dua. Elemen kunci key element dari elemen aktivitas pengembangan PPSC adalah identifikasi jenis-jenis fasilitas PPSC yang akan dikembangkan, koordinasi antara sektor yang terlibat dalam pengembangan PPSC, pembinaan, pendidikan dan pelatihan SDM yang terlibat dalam pengembangan PPSC dan kemudahan akses terhadap teknologi dan informasi. Gambar 88 Hirarki elemen aktivitas pengembangan PPSC. Jika dilihat dari hubungan matriks driver power–dependence Gambar 89, maka sub elemen perumusan perda untuk mendukung pengembangan PPSC dan menciptakan iklim kondusif dalam mendukung pengembangan PPSC berada pada sektor II peubah terikat atau dependent yang berarti perannya cukup kecil pada aktivitas pengembangan PPSC. Sub elemen identifikasi jenis- jenis fasilitas PPSC yang akan dikembangkan, koordinasi antara sektor yang terlibat dalam pengembangan PPSC, pembinaan, pendidikan dan pelatihan SDM yang terlibat dalam pengembangan PPSC, dan kemudahan akses terhadap teknologi dan informasi berada pada sektor III linkage yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya. 156 1,2,5,6 3,4 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 DEPENDENCE D R IV ER PO WE R Gambar 89 Matriks driver power–dependence elemen aktivitas pengembangan PPSC Keterangan : 1 Identifikasi jenis-jenis fasilitas PPSC yang akan dikembangkan 2 Koordinasi antar sektor yang terlibat dalam pengembangan PPSC 3 Perumusan perda untuk mendukung pengembangan PPSC 4 Menciptakan iklim kondusif dalam mendukung pengembangan PPSC keamanan, politik, moneter 5 Pembinaan, pendidikan dan pelatihan SDM yang terlibat dalam pengembangan PPSC 6 Kemudahan akses terhadap teknologi dan informasi Rancangan Kelembagaan Pengembangan PPSC Untuk lebih meningkatkan operasional PP maka perlu lebih dilibatkan peran serta masyarakat nelayan dalam setiap tahap pembangunan PP. Hal tersebut didasarkan pada hasil strukturalisasi elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC, bahwa sub elemen nelayan dan bakul menjadi elemen kunci. Peran serta masyarakat dapat dikembangkan apabila didukung oleh kelembagaan yang dapat memenuhi kebutuhan mereka; baik kelembagaan aparatur, kelembagaan ekonomi maupun kelembagaan lainnya yang mampu memberdayakan masyarakat. Nelayan mempunyai kedudukan yang amat strategis, dengan keterlibatan nelayan dalam pengembangan PPSC Sektor I Sektor II Sektor III Sektor IV 157 diharapkan akan berjalan sesuai dengan harapan dan tujuan pengembangan PPSC. Elfandi 2000 menyebutkan bahwa upaya mengembangkan kelembagaan antara lain diupayakan melalui: 1 Peningkatan koordinasi kelembagaan aparatur terkait dalam proses pembangunan PP serta mendorong penyerahan kewenangan yang lebih besar bagi daerah otonomi propinsi, kabupaten atau kota dalam rangka desentralisasi pelayanan kepada masyarakat. 2 Peningkatan peran koperasi di PP sebagai wadah pengembangan ekonomi nelayan kecil sehingga mampu melakukan kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan dengan pihak perikanan industri rakyat PIR. 3 Peningkatan peran LSM dalam program pengembangan PP. Kelembagaan ekonomi perlu dikembangkan terutama pemasaran ikan yang kompetitif di PP. Termasuk dalam hal ini terjalinnya kemitraan antara nelayan tradisional dengan perikanan industri untuk menyalurkan hasil tangkapan nelayan. Pemasaran yang efektif dapat meningkatkan harga ikan ekonomis penting yang didaratkan di pelabuhan. Harga ikan yang rendah selama ini, telah mendorong usaha penangkapan ikan yang melebihi daya dukung sumber daya sehingga secara tidak langsung mengakibatkan kerusakan sumber daya. Harga ikan yang rendah juga mengakibatkan opportunity cost investasi di bidang perikanan menjadi rendah sehingga mudah digeser oleh sektor lain yang lebih menguntungkan pariwisata, business center, industri hasil hutan; serta menghambat nelayan melakukan investasi terhadap usaha yang menghasilkan barang atau jasa yang lebih menguntungkan added value. Sementara untuk elemen kunci key element dari elemen kendala pengembangan PPSC adalah banyaknya fasilitas yang belum layak mendukung produksi perikanan yang didaratkan. Kendala tersebut disebabkan karena anggaran yang diperlukan untuk pembangunan fasilitas pengembangan produksi perikanan sangat besar. PPSC sebagai PP yang baru dua belas tahun beroperasi memang ada fasilitas yang belum mendukung untuk kegiatan produksi perikanan, sebagai contoh fasilitas alur masuk pelabuhan yang memiliki tingkat sedimentasi tinggi sehingga banyak kapal yang tidak bisa masuk ke pelabuhan karena kandas di pintu masuk. Elemen kunci pelaku pengembangan PPSC adalah UPT PP, Pemprop Jateng, Pemkab Cilacap, dan Pemerintah pusat DKP,DJPT. Peran tersebut 158 antara lain dalam bentuk upaya menciptakan iklim yang kondusif agar kegiatan pengembangan PP dapat berjalan efektif dan efisien serta memberikan manfaat jangka panjang bagi semua pihak. Rincian secara lengkap peran pelaku dalam pengembangan PPSC ditunjukkan pada Tabel 55. 7 Sub Model Analisis Strategi Pengembangan PP Keluaran sub model strategi pengembangan PPSC berupa hasil perhitungan perbandingan berpasangan dan gambar kuadran posisi strategi pengembangan PP. Hasil perhitungan perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel 53 yang digunakan untuk menentukan titik x faktor internal dan y faktor eksternal. Tabel 53 Keluaran sub model analisis strategi pengembangan PPSC terhadap penilaian internal faktor evaluasi IFE dan eksternal faktor evaluasi EFE Uraian Faktor-faktor Internal dan Eksternal Bobot Rating Skor Kekuatan 1 Potensi sumber daya perikanan di Samudera Hindia. 0.1554 5 0.7770 2 Komitmen pemerintah pusat dan daerah yang tinggi dibidang pengembangan perikanan dan kelautan. 0.2907 4 1.1628 3 Kewenangan dan tugas pokok serta fungsi tupoksi PP yang semakin luas dan jelas. 0.1244 3 0.3732 4 Tersedianya SDM dalam jumlah yang memadai dan dapat didayagunakan serta didukung dengan biaya operasional 0.1448 4 0.5792 5 Tersedianya sarana dan prasarana yang terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan master plan. 0.1875 4 0.7500 6 Tersedia dan telah operasionalnya prasarana pengawasan terpadu di kawasan PPSC. 0.0973 4 0.3892 Kelemahan 1 Kemampuan manajemen maupun teknis SDM yang kurang memadai. 0.2365 4 0.9460 2 Fasilitas yang belum layak mendukung kualitas produksi perikanan yang didaratkan. 0.1543 3 0.4629 3 Terbatasnya biaya operasional dan pemeliharaan fasilitas prasarana pelabuhan. 0.2793 5 1.3965 4 Sarana dan prasarana pengawasan perikanan belum memadai. 0.1204 3 0.3612 5 Pengurusan perijinan yang belum sepenuhnya menjadi kewenangan UPT PP. 0.0785 3 0.2355 6 Sistem software informasi perikanan belum memadai. 0.1310 3 0.3930 Total skor kekuatan-kelemahan 0.2363 159 Uraian Faktor-faktor Internal dan Eksternal Bobot Rating Skor Peluang 1 Tumbuh dan berkembangnya iklim usaha sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah yang mendorong peningkatan investasi di wilayah Kabupaten Cilacap. 0.3613 4 1.4452 2 Semakin menguatnya nilai mata uang asing terhadap rupiah akan mendorong pengembangan ekspor dan peningkatan devisa. 0.3540 3 1.0620 3 Semakin meningkatnya pangsa pasar produk perikanan baik lokal maupun nasional, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat yang semakin meningkat untuk mengkonsumsi produk pangan yang bergizi dan menyehatkan. 0.2846 4 1.1384 Ancaman 1 Kebijakan pemerintah dalam penentuan harga BBM yang belum berpihak pada nelayan dan industri perikanan. 0.1555 5 0.7775 2 Adanya duplikasi peraturan dan beragamnya jenis pungutan perikanan yang membingungkan dan menghambat pengembangan usaha perikanan. 0.1448 4 0.5792 3 Maraknya IUU fishing di perairan teritorial dan ZEEI 0.1046 3 0.3138 4 Semakin meningkatnya akses produk-produk asing terhadap pasar dalam negeri sebagai konsekuensi dari pelaksanaan perdagangan bebas. Hal ini menyebabkan persaingan produk-produk perikanan menjadi semakin ketat. 0.0622 3 0.1866 5 Usaha perikanan masih didominasi nelayan kecil dan pemanfaatan yang bertumpu pada perairan pantai 0.1104 3 0.3312 6 Rendahnya kualitas SDM perikanan khususnya nelayan dilihat dari rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan proses alih teknologi dan ketrampilan tidak sesuai dengan harapan. 0.2378 4 0.9512 7 Masih rendahnya mutu hasil perikanan yang menyebabkan nilai jual produk perikanan menjadi rendah. 0.1846 4 0.7384 Total skor peluang-ancaman -0.2323 Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 53 maka posisi kebijakan berada pada Kuadran II pada titik 0.2363 ; -0.2323. Posisi strategi kebijakan pengembangan PPSC dapat dilihat pada Gambar 90. 160 Gambar 90 Diagram penentuan matriks grand strategi. Sebagai jembatan yang menghubungkan antara tujuan dan sasaran pembangunan PPSC yang telah ditetapkan dengan strategi, kebijakan dan program pembangunan yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, perlu dilakukan analisis terhadap lingkungan strategis yang senantiasa berkembang dinamis. Analisis dimaksud mencakup analisis lingkungan internal dan eksternal, di mana masing-masing analisis ditinjau dari tiga aspek utama, yakni sosial, ekonomi dan ekologi. Berdasarkan pengamatan terhadap kondisi internal dan eksternal, terdapat kekuatan strenght, kelemahan weaknesses, peluang opportunities dan ancaman threats. Keempat unsur tersebut harus dapat “dinilai” sehingga dapat menentukan strategi yang tepat dalam rangka pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan . 161 Tabel 54 Matrik SWOT Strategi Pengembangan PPSC KEKUATAN S 1 Potensi sumber daya perikanan di Samudera Hindia. 2 Komitmen pemerintah pusat dan daerah yang tinggi dibidang pengembangan perikanan dan kelautan. 3 Kewenangan dan tugas pokok serta fungsi tupoksi PP yang semakin luas dan jelas. 4 Tersedianya SDM dalam jumlah yang memadai dan dapat didayagunakan serta didukung dengan biaya operasional 5 Tersedianya sarana dan prasarana yang terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan master plan. 6 Tersedia dan telah operasionalnya prasarana pengawasan terpadu di kawasan PPSC. KELEMAHAN W 1 Kemampuan manajemen maupun teknis SDM yang kurang memadai. 2 Fasilitas yang belum layak mendukung kualitas produksi perikanan yang didaratkan. 3 Terbatasnya biaya operasional dan pemeliharaan fasilitas prasarana pelabuhan. 4 Sarana dan prasarana pengawasan perikanan belum memadai. 5 Pengurusan perijinan yang belum sepenuhnya menjadi kewenangan UPT PP. 6 Sistem software informasi perikanan belum memadai. Peluang O 1 Tumbuh dan berkembangnya iklim usaha sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah yang mendorong peningkatan investasi di wilayah Kabupaten Cilacap. 2 Semakin menguatnya nilai mata uang asing terhadap rupiah akan mendorong pengembangan ekspor dan peningkatan devisa. SO • Menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru. • Peningkatan kualitas pelayanan PP. WO • Pengembangan usaha perikanan tangkap skala kecil. • Pengembangan sistem informasi perikanan. • Penyempurnaan, pengembangan dan pemeliharaan fasilitas 161 162 3 Semakin meningkatnya pangsa pasar produk perikanan baik lokal maupun nasional, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat yang semakin meningkat untuk mengkonsumsi produk pangan yang bergizi dan menyehatkan. pelabuhan antara lain perpanjangan breakwater, pengembangan outer harbour, pengerukan kolam dan alur pelabuhan secara periodik sesuai dengan kebutuhan. Ancaman T 1 Kebijakan pemerintah dalam penentuan harga BBM yang belum berpihak pada nelayan dan industri perikanan. 2 Adanya duplikasi peraturan dan beragamnya jenis pungutan perikanan yang membingungkan dan menghambat pengembangan usaha perikanan. 3 Maraknya IUU fishing di perairan teritorial dan ZEEI. 4 Semakin meningkatnya akses produk-produk asing terhadap pasar dalam negeri sebagai konsekuensi dari pelaksanaan perdagangan bebas. Hal ini menyebabkan persaingan produk-produk perikanan menjadi semakin ketat. 5 Usaha perikanan masih didominasi nelayan kecil dan pemanfaatan yang bertumpu pada perairan pantai. 6 Rendahnya kualitas SDM perikanan khususnya nelayan dilihat dari rendahnya tingkat pendidikannya menyebabkan proses alih teknologi dan ketrampilan tidak sesuai dengan harapan. 7 Masih rendahnya mutu hasil perikanan yang menyebabkan nilai jual produk perikanan menjadi rendah. ST • Optimalisasi pemanfaatan potensi SDI sekaligus pengamanan wilayah perairan indonesia. • Menyediakan fasilitas yang memenuhi standar internasional. • Pemeliharaan dan perbaikan fasilitas operasional juga akan senantiasa memperoleh perhatian secara proporsional. Untuk meningkatkan investasi swasta diperlukan selain fasilitas yang memadai, juga iklim usaha yang kondusif. • Peningkatan kapasitas kelembagaan, hal ini bukan hanya berguna untuk meningkatkan kualitas lembaga perikanan yang ada namun guna menciptakan sinergisitas antar lembaga terkait. • Pengawasan dan penegakan hukum. Dengan strategi ini diharapkan rasionalisasi penangkapan guna peningkatan kualitas dan kuantitas hasil perikanan dapat dicapai. WT • Menekan nilai kerugian akibat IUU fishing. • Pemberdayaan masyarakat, tujuan dalam strategi ini adalah guna meningkatkan SDM. • Peningkatan akses permodalan. Peningkatan ini dapat berupa peningkatan pengetahuan masyarakat perikanan terhadap cara mengakses permodalan bagi kegiatan usaha serta kerjasama dengan pihak perbankan yang khusus menangani hal tersebut. 162 Formulasi Strategi Pengembangan PPSC PPSC dalam statusnya sebagai UPT Pusat yang operasionalnya berada di daerah, maka sudah selayaknya arah dan aktifitas organisasi diupayakan untuk senantiasa memperhatikan aspirasi dan kebutuhan riil yang ada di masyarakat, serta berupaya untuk menjembatani kepentingan pemerintah pusat dan daerah sehingga terjadi sinergi program dan kegiatan yang bermuara pada kemandirian dan kesejahteraan masyarakat nelayan dan pengusaha perikanan. Strategi pengembangan PPSC meliputi: 1 optimalisasi pemanfaatan potensi SDI sekaligus pengamanan wilayah perairan Indonesia; 2 menyediakan fasilitas yang memenuhi standar internasional; 3 pemeliharaan dan perbaikan fasilitas operasional PP; 4 peningkatan kapasitas kelembagaan; dan 5 pengawasan dan penegakan hukum. Adapun penjelasannya masing-masing strategi tersebut adalah sebagai berikut : 1 Optimalisasi pemanfaatan potensi SDI, sekaligus pengamanan wilayah perairan Indonesia Kebijakan dan program yang bertalian dengan upaya optimalisasi antara ketersedian sumber daya stok ikan dengan tingkat penangkapan pada setiap wilayah penangkapan ikan fishing ground adalah sangat penting untuk menjamin sistem usaha perikanan tangkap yang efisien menguntungkan, profitable secara berkelanjutan. Pengembangan PPSC antara lain untuk rasionalisasi pemanfaatan potensi SDI yang lebih merata sesuai daya dukung SDI-nya. Peningkatan fasilitas dan peningkatan manajemen operasional PP, berpotensi untuk merangsang pertumbuhan yang lebih besar dengan memanfaatkan peluang mengeksploitasi SDI di ZEEI dan perairan internasional. Kondisi tersebut bukan hanya menjadikan nelayan sebagai tuan rumah di perairan Indonesia tetapi juga untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan konvensi hukum laut internasional untuk pengelolaan perairan internasional high seas yang secara tidak langsung akan mengamankan perairan Indonesia. Pengembangan PPSC akan membuka lapangan kerja baru bagi nelayan di selatan Jawa. 2 Menyediakan fasilitas yang memenuhi standar internasional Tuntutan pasar global akan mengharuskan kita untuk menciptakan penyediaan fasilitas yang memadai untuk meningkatkan daya saing sehingga menarik para investor asing untuk masuk melakukan kegiatan di Indonesia. Dengan demikian akan membantu pemerintah dalam mengatasi kondisi krisis 164 ekonomi dengan ikut menggerakkan sektor riil. Kualitas produk yang dihasilkan dituntut memenuhi standar internasional, oleh karenanya bahan baku dituntut untuk lebih berkualitas. 3 Pemeliharaan dan perbaikan fasilitas operasional PP Untuk memperlancar aktivitas perikanan tangkap, khususnya usaha penangkapan ikan di laut, perlu pemeliharaan fasilitas operasional PP. Dalam upaya mengembangkan PP sebagai kawasan pengembangan ekonomi berbasis perikanan tangkap, diperlukan pemeliharaan fasilitas operasional. Diharapkan pengelola PP dapat melakukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan fasilitas operasional, sehingga kapal-kapal dan nelayan serta stakeholders lainnya yang melakukan aktivitas di PP akan mendapatkan pelayan prima. Murdiyanto 2004 menyebutkan bahwa instansi PP merupakan instansi pemerintah yang menjadi tulang punggung pembangunan infrastruktur bagi basis kegiatan perikanan tangkap. Dalam kegiatannya PP bukan saja hanya terbatas pada masalah investasi pembangunan perangkat kerasnya saja melainkan harus memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat nelayan sebagai masyarakat pengguna dengan melaksanakan operasionalisasi fasilitas yang dibangun sesuai dengan fungsinya. Investasi pembangunan prasarana harus dapat mendukung pengembangan kegiatan perikanan tangkap dan produksinya dalam arti luas meliputi peningkatan mutu produksi dengan penanganan dan pengolahan yang baik, memenuhi kebutuhan pasar dengan pemasaran yang kompetitif serta mengembangkan kehidupan masyarakat nelayan itu sendiri. 4 Peningkatan kapasitas kelembagaan Kelembagaan PP dan PPI secara umum masih bervariasi tergantung dari tingkat kewenangan pengelolaannya. Kelembagaan pada PP yang masih menjadi UPT Pusat sudah mengalami penataan dan secara umum sudah dapat berperan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Namun demikian, kelembagaan PP masih perlu penataan lebih lanjut untuk peningkatan kapasitas kelembagaan. Peningkatan kapasitas kelembagaan PP tersebut antara lain meliputi: status hukum, kewenangan, tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi serta pemberdayaan lebih lanjut dari lembaga dimaksud. Upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dapat dimulai dengan melakukan inventarisasi keragaan, evaluasi, formulasi, penetapan dan sosialisasi untuk implementasinya. 165 5 Pengawasan dan penegakan hukum Keberadaan PPSC sebagai suatu lingkungan kerja diharapkan akan mampu menjadi pusat pertumbuhan dan pengembangan ekonomi perikanan berbasis perikanan tangkap yang pada gilirannya diharapkan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Di samping itu, PPSC juga mengemban tugas sebagai pusat pengawasan dan pengendalian sumber daya perikanan. Strategi ini dilakukan untuk menjaga kelestarian SDI.

5.2.2 Validasi Rekayasa Model Pengembangan

Setelah tahap verifikasi pembuktian rekayasa model pengembangan PPSC selesai dibuktikan, selanjutnya dilakukan usaha penarikan kesimpulan yang meyakinkan untuk mengetahui apakah model yang dibangun ini merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji. Tahapan ini disebut dengan tahap validasi keabsahan model, dengan sejumlah proses iterative yang berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model dan umumnya tahap ini akan menghasilkan kesimpulan tentang kelebihan dan kekurangan model yang telah dirancang. Proses validasi ini seyogyanya dilakukan secara kontinyu sampai kesimpulan bahwa model yang dirancang telah didukung dengan pembuktian yang memadai melalui pengukuran dan observasi. Namun seringkali dijumpai kesulitan pada tahap ini karena kurangnya data yang tersedia ataupun sempitnya waktu guna melakukan validitas. Suatu model mungkin telah mencapai status validasi meskipun menghasilkan kekurangbenaran output Eriyatno 2003. Disini model adalah absah karena konsistensinya di mana hasilnya tidak bervariasi lagi. Informasi yang diperoleh pada tahap validasi model akan berguna untuk menentukan prioritas pengumpulan informasi lanjutan, koleksi data, perbaikan estimasi dan penyempurnaan model dan kriteria dari sistem pengembangan PPSC terpadu ini. Usaha ini akan berperan banyak dalam menyeimbangkan aktivitas rekayasa model dan aktivitas pengumpulan data yang pada prinsipnya mencari efisiensi waktu, biaya dan tenaga untuk penyempurnaan model yang telah dirancang. Validasi rekayasa model pengembangan PPSC ini telah beberapa kali dilakukan baik melalui ground truth langsung ke lapangan, wawancara dengan stakeholders maupun melalui konsultasi pakar. Pengujian-pengujian ini menghasilkan kesimpulan tentang kelebihan dan kekurangan model ini 166 hubungannya dengan tujuan penelitian menyusun suatu model rekayasa pengembangan PPSC melalui kegiatan-kegiatan analisis potensi SDI terkait dengan pengembangan PPSC, estimasi prakiraan pengembangan produksi ikan, jumlah kapal, dan nelayan, serta proyeksi kebutuhan pelayanan di PPSC, analisis tingkat pemanfaatan fasilitas PPSC, analisis biaya dan manfaat pengembangan PPSC, analisis prioritas pengembangan fasilitas di PPSC, analisis kelembagaan dalam pengembangan PPSC, analisis strategi dalam pengembangan PPSC, dan rancangan pengembangan PPSC. Hasil penelitian memenuhi tujuan penelitian yaitu menyusun suatu model rekayasa pengembangan PPSC yang terintegrasi integrated information system berkualitas dari segi produk well-developed system dan proses pengembangan sistem well-managed system, serta relevan terhadap kegiatan pengembangan, operasionalisasi pelabuhan dan fungsi-fungsi PPSC. Sehingga hipotesis penelitian terbukti diterima bahwa model pengembangan PPSC yang dihasilkan dari rekayasa analisis sistem terhadap faktor-faktor peubahnya dapat dijadikan sebagai model pengembangan PP. Pertama, penelitian ini berhasil menciptakan model rekayasa pengembangan yang terintegrasi. Hal ini ditandai dengan berhasil dilintasfungsikannya atau diintegrasikannya sistem informasi manajemen management information system bagi penyediaan informasi yang mempresentasikan aspek deskriptif dari fenomena-fenomena pengembangan pelabuhan yang dimodelkan. Pengintegrasian ini dimungkinkan berkat adanya perkembangan teknologi perangkat keras yang diiringi oleh perkembangan perangkat lunak serta kemampuan perakitan dan penggabungan beberapa teknik pengambilan keputusan ke dalam bangunan sistem. Pengintegrasian perangkat keras, perangkat lunak dan teknik keputusan tersebut menghasilkan sistem informasi yang memungkinkan pengguna melakukan pengambilan keputusan dengan lebih cepat dan cermat. Disamping itu sistem informasi ini memperbesar kemampuan pembuatan keputusan, meningkatkan ketelitian dan mempercepat prosesnya dan juga menjadi semakin ekonomis. Kedua, penelitian ini berhasil menciptakan sistem pengembangan PP yang terintegrasi dan berkualitas dari segi produk well-developed system. Salah satu aspek yang menentukan kualitas sistem ini adalah fungsionalitas sistem. Fungsi sistem ini menunjukkan perolehan produk sistem hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan pengguna. Fungsi sistem ini bekerja dengan baik, 167 dengan kata lain, sistem dapat diandalkan reliably, mudah dioperasikan easily, dan efisien efficiently. Masing-masing karakteristik ini dapat dijelaskan lebih jauh sebagai fungsi sistem untuk menghasilkan produk sistem yang berkualitas. Keandalan SISBANGPEL ini dibuktikan dengan kemampuan sistem untuk menyajikan output informasi berkualitas yang dapat diukur berdasarkan: 1 Pemaparan berbagai macam informasi dan variabel ataupun faktor-faktor yang terkait dengan pengembangan, operasionalisasi dan fungsi-fungsi PP. 2 Kemudahan dalam proses input data dan informasi yang dibutuhkan, serta fleksibel dalam jenis dan jumlah data sehingga sangat mudah dioperasikan easily untuk PP lainnya selain PPSC. 3 Derajat kebenaran accuracy dan kerincian precise informasi tinggi. Derajat akurasi dan presisi ini berlaku untuk semua informasi yang dimiliki sistem. Derajat yang tinggi ini dimungkinkan karena ketelitian yang tinggi dalam pengumpulan, pemrosesan dan penyajian data sehingga bias informasi dapat dikurangi. 4 Tingkat ketepatan waktu informasi sesuai dengan upaya pengambilan keputusan. Oleh karena model ini bersifat online dan multiple client di mana data dapat dikumpulkan, diproses dan disajikan seketika, maka informasi yang disajikan tidak usang atau kadaluwarsa ketika sampai ke penerima, sehingga masih ada waktu untuk menggunakan informasi tersebut sebagai bahan pengambil keputusan. 5 Tingkat keringkasan dan kelengkapan informasi tidak berlebihan. SISBANGPEL menyajikan informasi yang ringkas tetapi lengkap yang dikemas dalam bentuk ikhtisar sesuai dengan kebutuhan penerima informasi: operasional, manajerial dan strategis. Seperti halnya keandalan, kemudahan dalam pengoperasian menjadi ciri dari SISBANGPEL. Kemudahan ini berarti bahwa sistem mudah untuk mengerti keinginan pengguna dan berinteraksi dengan penggguna dengan cara yang konsisten. Ketiga, penelitian ini berhasil merancang sistem pengembangan PP yang berkualitas dari segi proses project management. Pada waktu pembahasan kualitas produk sistem fokusnya pada produk pengembangan sistem well- developed system, sementara pada pembahasan kualitas proses sistem fokusnya pada proses pengembangan sistem well-managed system. Proses 168 pengembangan sistem yang dikelola dengan baik mempunyai pengaruh yang besar pada suksesnya pengembangan sistem. Kualitas produk sistem yang baik tidak akan diperoleh jika penyelesaian sistem melampaui waktu dan anggaran yang telah disediakan dan kondisi ini menjadi indikator pengembangan sistem yang gagal. Kualitas proses sistem pengembangan PP ditandai dengan penyelesaian perancangan sistem sesuai schedule, biaya penyelesaiannya sesuai dengan budget dan dalam perancangannya melibatkan kebutuhan stakeholders PP. Sistem yang baik secara teknis mungkin bisa gagal dalam penerapannya sebagai akibat tidak memuaskan pengguna. Untuk itu dalam proses perancangan SISBANGPEL dengan melibatkan kebutuhan para pengguna melalui observasi, wawancara langsung, konsultasi pakar, studi literatur, pengamatan terhadap model sistem pengembangan sebelumnya dan professional judgement penulis untuk menentukan fungsi-fungsi yang dibutuhkan dalam perancangan sistem pengembangan PPSC sehingga dihasilkan produk pengembangan yang berkualitas. Kelemahan akan selalu muncul sebagai konsekuensi logis dari suatu pengembangan sistem. Kelemahan utama sistem ini adalah ukuran volume manajemen basis sistem yang akan bertambah jika ada penambahan data, model, dan kriteria sehingga kecepatan akses informasi menjadi berkurang. Disamping mempengaruhi kecepatan akses informasi, konsekuensi lainnya dari penambahan data, model dan kriteria terhadap manajemen sistem adalah kebutuhan media penyimpanan dan memori yang besar agar sistem dapat bekerja secara efisien. Sistem mempunyai tingkat kompleksitas tinggi dalam pengambilan keputusan yang mengharuskan administrator basis sistem dan pengguna sistem benar-benar memahami fungsi-fungsi dalam sistem, agar memperoleh manfaat yang optimal dari sistem. Kegagalan memahami sistem terpadu ini dapat mengakibatkan keputusan yang salah, yang akan memberikan dampak serius bagi perancangan pengembangan PP. Penerapan sistem terkomputerisasi dalam perancangan pengembangan PP sebagai suatu sistem baru dapat menjadi tidak efisien bila penerapan tersebut tidak diimbangi dengan adanya pelatihan SDM. Sistem baru ini juga meminta kebutuhan perangkat keras dengan spesifikasi tertentu sehingga pada tahap awal konversi ke sistem baru ini akan memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk pembelian perangkat keras dan pelatihan SDM. 169 Kelemahan lainnya setelah sistem baru ini berhasil mengkonversi sistem lama adalah tingkat kegagalan perancangan pengembangan PP menjadi sangat tinggi jika terjadi kegagalan sistem, mencakup kegagalan akibat kesalahan manusia, gangguan perangkat keras maupun kegagalan perangkat lunak seperti kesalahan memasukkan data, penghapusan data, rusaknya harddisk, rusaknya sistem dan virus komputer. Hal ini dimungkinkan karena setelah konversi penuh sistem lama ke sistem baru, pemakai akan meninggalkan sistem lama dan akan sangat tergantung pada konsistensi dan integritas sistem baru. 6 PEMBAHASAN PP adalah pusat aktivitas perekonomian kelautan, sehingga keberadaannya sangat diperlukan dalam pembangunan perikanan dan kelautan. Saat ini dirasakan pengembangan PP belum berfungsi secara optimal. Hal tersebut dikarenakan oleh berbagai faktor seperti terbatasnya fasilitas, rendahnya teknologi, kualitas pelayanan yang rendah, serta biaya yang mahal maupun kesalahan dalam perencanaan. Sebagaimana disebutkan oleh Kamaluddin 2002 dan Fauzi 2005 bahwa sebagai sebuah infrastruktur pembangunan ekonomi, pelabuhan memiliki peranan sangat penting sebagai penggerak roda ekonomi suatu kawasan. Sejarah juga mencatat bahwa sebelum era dirgantara berkembang pesat, pelabuhan merupakan titik awal tumbuhnya suatu wilayah karena pelabuhan menjadi basis pusat ekonomi melalui perdagangan baik melalui intrawilayah maupun antar negara. Pelabuhan dan jalur perdagangan laut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah proses panjang peradaban kuno menjadi peradaban modern. Dibandingkan dengan bentangan garis pantai, jumlah pulau dan luas lautnya, prasarana dan sarana perikanan tangkap yang dimiliki Indonesia masih jauh dari optimal. Sebagai gambaran, Thailand dengan garis pantai 2 600 Km 2 135 dari panjang garis pantai Indonesia memiliki sekitar 52 PP yang sebagian besar memenuhi standar higinies dan sanitasi internasional. Indonesia hanya memiliki 5 PPS internasional, yaitu Sabang, Bungus, Muara Baru, Cilacap dan Kendari. Selain itu ada 14 PPN antar propinsi dan sejumlah PPI serta TPI yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia Dahuri 2002. Fauzi 2005 menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam konteks pembangunan kelautan, pelabuhan laut merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Dengan demikian, dalam konteks pembangunan kelautan, pelabuhan yang digolongkan baik harus memenuhi syarat 3C yakni comprehensive, coordinated dan continuing. Fungsi pelabuhan laut yang komprehensif akan menunjang aktivitas ekonomi kelautan lainnya, yang pada gilirannya akan mengurangi biaya transaksi sehingga menyebabkan pelabuhan lebih efisien dan memberikan manfaat ekonomi yang tinggi. Pelabuhan laut yang terkoordinasi dengan baik juga akan memberikan fungsi pelayanan yang optimal sehingga akan meningkatkan permintaan terhadap jasa pelabuhan itu sendiri di masa mendatang. 170 171 Fungsi ekonomi pelabuhan laut tidak hanya terbatas pada wilayah pantai dan laut, tetapi juga pada skala regional secara menyeluruh baik pada tingkat rural maupun urban. Hal ini karena pelabuhan bukan saja melayani jasa transportasi, melainkan lebih dari itu menyediakan lapangan pekerjaan, pusat perdagangan, rekreasi, dock service dan sederet aktivitas turunan yang dihasilkan dari satu kegiatan ke kegiatan ekonomi lainnya. Peranan pelabuhan laut sebagai penggerak ekonomi kelautan di wilayah pesisir tidak diragukan lagi, manfaat ekonomi yang bisa dipetik dari pelabuhan laut, khususnya pelabuhan internasional, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor dibawah ini Fauzi 2005, yaitu: ♦ Pertama, menyangkut efisiensi dan produktivitas. Salah satu kunci keberhasilan ekonomi pelabuhan laut adalah efisiensi dan produktivitas. Hal ini tidak saja berkaitan dengan efisiensi teknis, tetapi juga energi, finansial, ruang, tenaga kerja, administratif dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi produktivitas pelabuhan. Pelabuhan yang fungsional tidak diragukan lagi membutuhkan energi yang cukup tinggi. ♦ Kedua, berkenaan dengan aspek lingkungan. Pelabuhan laut dibangun di wilayah pesisir yang sangat rentan terhadap perubahan ekologis. Selama ini kawasan pesisir hanya dilihat dari pemanfaatan langsung, sehingga reklamasi pantai, misalnya sering dilakukan tanpa memperhitungkan nilai ekonomi kawasan pesisir yang terlihat intangible. Akibatnya apabila terjadi perubahan ekologis yang mendasar, maka kerugian ekonomi yang ditimbulkan justru sangat besar dibandingkan manfaat ekonomi reklamasi pantai itu sendiri. ♦ Ketiga, berkaitan dengan aspek sosial dan kelembagaan. Salah satu dampak yang mendasar dari berfungsinya suatu pelabuhan adalah terjadinya perubahan sosial dan kelembagaan di wilayah pesisir dan sekitarnya. Perubahan sosial dan kelembagaan yang mendukung ke arah perubahan yang baik tidak diragukan akan mempengaruhi performa ekonomi pelabuhan dan memberikan dampak pengganda terhadap ekonomi kelautan secara menyeluruh. ♦ Keempat adalah faktor pertumbuhan atau permintaan terhadap jasa pelabuhan, misalnya perkembangan pariwisata growth in travel. Pertumbuhan demand dari pelabuhan adalah kunci utama kelayakan ekonomi dari pelabuhan dan dampak manfaat serta biaya terhadap wilayah 172 secara keseluruhan. Peningkatan demand harus dibarengi pengurangan tingkat congestion yang pada gilirannya akan meningkatkan reliability dan flexibility suatu pelabuhan laut internasional. Sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah dalam menyongsong era globalisasi, pembangunan perikanan terus dipacu di bidang penangkapan mulai dari pengembangan sarana produksi, pasca panen, pengolahan dan pemasaran yang didukung dengan prasarana penunjang yang disebut prasarana PP atau PPI. Usaha perikanan di dalam kawasan PP akan menjadi kondusif, karena di kawasan tersebut tersedia fasilitas yang dibutuhkan oleh nelayan, pemakai jasa perikanan dan tercipta rasa aman dari gangguan alam sekitar. Agar pengembangan PP memberikan manfaat dan berkesinambungan, diperlukan kebijakan publik yang dirumuskan berdasarkan pendekatan sistem, dimulai dengan kemampuan dalam melakukan identifikasi potensi SDI serta dipadukan dengan perkembangan aktivitas di PP saat ini dan masa depan, sehingga mampu memberikan gambaran tentang kondisi pemakaian atau pemanfaatan fasilitas serta prioritas pengembangan disesuaikan dengan kebutuhan di PP. Pengembangan PP yang bertumpu pada potensi SDI serta perkembangan di PP termasuk dalam hal ini kelembagaan diyakini mampu memberikan manfaat dalam pengelolaan SDI yang berkelanjutan. Namun demikian, dinamika globalisasi dan perubahan situasional yang semakin cepat membutuhkan keputusan yang mempertimbangkan seluruh aspek holistic, berorientasi pada tujuan yang jelas cybernetics dan dapat diaplikasikan effective Eriyatno 2003.

6.1 Implementasi Model Pengembangan PPSC

Paket model SISBANGPEL merupakan suatu sistem penunjang keputusan yang direkayasa dalam bentuk perangkat lunak komputer dengan menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi 7.0 dan program Microsoft Access 2002. Pengguna utama model ini adalah instansi pemerintah yang berwenang dalam hal pengembangan suatu PP. Verifikasi dan validasi model yang telah dilakukan terhadap data dan informasi dari PPSC maupun instansi yang terkait dalam pengembangan PPSC menunjukkan bahwa model dapat berfungsi dengan baik dan layak digunakan. Model SISBANGPEL dapat digunakan sebagai salah satu alat bantu analisis dalam pengembangan suatu PP. Implementasi sub model potensi SDI diperlukan agar pengembangan PP dapat difokuskan pada keberadaan potensi SDI-nya, sehingga dapat direncanakan jenis pengembangan yang tepat bagi PP yang bersifat kompetitif 173 dan strategis, artinya selain memberikan peningkatan nilai tambah added value, juga memberikan nilai manfaat benefit value sebesar-besarnya. Informasi SDI merupakan kriteria dasar bagi suatu pembangunan dan pengembangan perikanan tangkap. Potensi SDI merupakan masukan untuk menghitung atau menentukan tipe, ukuran dan kapasitas fasilitas PPSC yang akan dikembangkan. Tanpa adanya SDI merupakan suatu kemustahilan untuk melakukan suatu aktifitas utama yang mendasari dikembangkannya PPSC. Indikator ketersediaan dan tersedianya SDI untuk pengembangan PPSC adalah sejauh mana perairan- perairan terkait masih mampu menyediakan SDI untuk ditangkap tanpa mengganggu kelestariannya. Hal tersebut juga disebutkan oleh Truong et al. 2005 dan Suadi et al. 2003 bahwa informasi SDI merupakan salah satu variabel penting dalam SPK untuk manajemen perikanan. Lebih lanjut disebutkan bahwa informasi SDI dapat dijadikan untuk pengaturan jumlah upaya penangkapan, pembatasan ijin penangkapan, waktu penangkapan, penutupan lokasi penangkapan, dan pengaturan ukuran alat tangkap. Untuk mengestimasi tingkat aktivitas di PPSC digunakan analisis prakiraan, dilanjutkan dengan analisis terhadap tingkat pemanfaatan fasilitas PPSC. Alternatif pengembangan fasilitas ditujukan pada kebutuhan saat ini dan mendatang dengan melihat berbagai aspek untuk dijadikan pertimbangan. Melalui analisis prioritas pengembangan yang merupakan implementasi dari sub model analisis prioritas pengembangan, didapatkan rancangan pengembangan PP berupa urutan alternatif. Sub model analisis prioritas pengembangan PP mampu dengan cepat memberikan alternatif pengembangan dengan berbagai pertimbangan yang sesuai dengan kondisi nyata. Pengembangan suatu PP membutuhkan biaya yang cukup besar, namun keberadaan PP juga memberikan manfaat yang besar khususnya bagi perkembangan wilayah. Sub model analisis biaya dan manfaat akan memberikan pertimbangan pengembangan PP dari sudut pandang kelayakan ekonomi. Implementasi dari sub model ini telah mampu memberikan gambaran tentang biaya dan manfaat yang diberikan dari pengembangan suatu PP. Implementasi sub model kelembagaan yang berfungsi dalam proses identifikasi dan strukturisasi elemen-elemen dalam sistem yang dibutuhkan untuk pengembangan PPSC menunjukkan elemen kunci dari sektor yang terpengaruh, pelaku, kebutuhan program, kendala yang dihadapi, tolok ukur pencapaian tujuan dan aktivitas yang diperlukan. Implementasi sub model analisis kelembagaan 174 dalam pengembangan PPSC telah mampu memberikan resolusi kepentingan khususnya konflik kepentingan dalam pengembangan PPSC. Resolusi implementasi dari analisis kelembagaan pengembangan PPSC telah memberikan arahan dan tatanan kelembagaan dalam pengembangan PPSC. Strategi utama pengembangan PPSC adalah memperkuat peran PPSC yang ada, diikuti dengan optimalisasi usaha penangkapan, meliputi: 1 optimalisasi pemanfaatan potensi SDI sekaligus pengamanan wilayah perairan Indonesia; 2 menyediakan fasilitas yang memenuhi standar internasional; 3 pemeliharaan dan perbaikan fasilitas operasional PP; 4 peningkatan kapasitas kelembagaan; dan 5 pengawasan dan penegakan hukum. Prioritas keputusan ini dapat dipahami bahwa strategi pengembangan harus mampu merevitalisasi dan merestrukturisasi usaha yang bergerak dibidang usaha penangkapan sehingga akan meningkatkan daya saing hasil tangkapan. Model SISBANGPEL sangat fleksibel, masing-masing sub model saling melengkapi dan bisa di-update sesuai dengan ketersediaan informasi dan data di masing-masing daerah tersebut. Untuk mendapatkan output yang sesuai dengan kondisi dan keluaran yang dihasilkan tepat, SISBANGPEL telah dilengkapi fasilitas validasi di beberapa sub model. Secara keseluruhan sub model dalam SISBANGPEL sudah diupayakan secara tuntas memberikan arahan rekomendasi terkait dengan pengembangan PP, keluaran dari sub model dapat memudahkan pengambil kebijakan dalam menyusun rancangan pengembangan suatu PP. Aplikasi metode pendekatan sistem pada penelitian ini telah menghasilkan suatu model pengembangan PPSC melalui suatu paket program yang diberi nama SISBANGPEL. Model pengembangan PP yang dirancang dapat digunakan untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam merencanakan pengembangan PP. Perencanaan pengembangan PP dimulai dari analisis potensi SDI, analisis prakiraan tingkat aktivitas di PP, analisis tingkat pemanfaatan fasilitas di PP, analisis biaya dan manfaat pengembangan PP, analisis prioritas pengembangan PP, analisis kelembagaan pengembangan PP, dan analisis strategi pengembangan. SISBANGPEL tidak hanya digunakan untuk analisis satu PP saja, melainkan semua PP dapat diakomodasi dalam SISBANGPEL. Model SISBANGPEL akan menghasilkan output lebih baik jika didukung dengan data-data yang valid dan sesuai dengan keadaan sebenarnya. 175 SISBANGPEL mampu memberikan gambaran yang komprehensif terkait dengan aspek-aspek yang berpengaruh langsung terhadap pengembangan suatu PP. Rancangan pengembangan yang dihasilkan SISBANGPEL perlu didukung dengan analis yang baik, sehingga rancangan pengembangan yang dihasilkan akan lebih tepat.

6.2 Verifikasi Model SISBANGPEL

Dokumen yang terkait

Rekayasa model pengembangan pelabuhan perikanan samudera Cilacap

1 64 307

Potensi Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap untuk Pengembangan Industri Pengolahan Ikan

0 8 173

Rancang Bangun Sistem Informasi Pelabuhan Perikanan (Studi Kasus Di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap)

3 21 115

Rancang Bangun Sistem Informasi Pelabuhan Perikanan (Studi Kasus Di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap)

0 5 94

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP (Development Plan Of Cilacap Ocean Fishery Port) - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 1

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP (Development Plan Of Cilacap Ocean Fishery Port) - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 19

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP (Development Plan Of Cilacap Ocean Fishery Port) - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 7

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP (Development Plan Of Cilacap Ocean Fishery Port) - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 40

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP (Development Plan Of Cilacap Ocean Fishery Port) - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 7

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP (Development Plan Of Cilacap Ocean Fishery Port) - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 41