Retoris Artikel 3 Analisis Framing Artikel 3

97 Alur pengisahan memang cukup baik. Dimulai dengan pemaparan sejarah jilbab pada literatur Yahudi yang didahului dengan peristiwa Adam dan Hawa yang jatuh ke bumi lalu mencari dedaunan untuk menutup aurat mereka. Kemudian dilanjutkan dengan kutukan perempuan yang lebih berat karena harus melalui masa menstruasi. Perempuan yang menstruasi dituntut melakukan berbagai ritual khusus salah satunya diasingkan dalam goa atau tenda yang disebut dengan menstrual hut. Menstrual hut inilah yang akhirnya diganti dengan jilbab atau cadar. Kini, jilbab tidak hanya kewajiban namun menjadi bagian dari mode untuk tampil modis dan bukan lagi sebagai penolak bala. Terdapat ketimpangan proporsi kalimat jika ditilik kembaliheadline dan lead artikel ini. Meskipun lead artikel ini mengutip ayat Al-Qur’an, namun pembahasan tentang penggunaan jilbab dalam beberapa literatur Yahudi lebih besar proporsinya dibandingkan jilbab menurut kajian Al-Qur’an. Berdasarkan headline, artikel ini terlihat menyajikan literatur lain sebelum datangnya Islam. Namun terdapat ketidaksinambungan antara headline dan lead yang membahas tentang jilbab dan berasal dari Al-Qur’an dengan isi artikel yang lebih banyak membahas tentang perempuan menstruasi. Dari paragraf pertama sampai dengan keempat, tulisan ini lebih banyak membahas tradisi perempuan menstruasi dalam literatur Yahudi. Hanya di paragraf terakhir saja yang membahas tentang jilbab. Secara keseluruhan artikel ini menggunakan paragraf induktif yang membahas masalah dari khusus ke umum. Wartawan memaparkan sejarah jilbab yang berasal dari tradisi perempuan menstruasi dalam literatur Yahudi. Kemudian di akhir tulisan, barulah dijelaskan jilbab saat ini merupakan penegasan kepada muslimah untuk menutup auratnya dan menjadi bagian dari mode.

4.4.4 Retoris Artikel 3

Dalam menekankan fakta, wartawan menggunakan banyak istilah asing dalam bahasa Inggris yang menunjukkan bahwa sumber kajian ini bukan berasal dari Al-Qur’an yang menggunakan bahasa Arab. Idiom yang digunakan seperti menstrual taboo yang merujuk kepada kondisi terlarang bagi perempuan yang sedang menstruasi, signal of warning yang merujuk kepada tanda yang harus digunakan oleh perempuan menstruasi untuk memberi peringatan bagi orang- Universitas Sumatera Utara 98 orang disekitarnya, menstrual blood yang merujuk kepada darah menstruasi, menstrual hut yang merujuk kepada tempat pengasingan bagi perempuan menstruasi berbentuk tenda, menstrual gaze yang merujuk kepada tatapan perempuan menstruasi yang dapat membahayakan sekitarnya. Pada paragraf kedua terdapat pengulangan kalimat yang sama dalam satu paragraf, yaitu : “...Darah menstruasi dianggap darah tabu yang menuntut berbagai ritual atau perlakuan khusus” Ini menunjukkan bahwa wartawan menganggap hal ini penting dalam paragraf tersebut, wartawan berusaha menekankan kondisi perempuan menstruasi dimana darah menstruasinya dianggap darah yang tidak sama dengan darah lainnya sehingga membutuhkan perlakuan-perlakuan khusus. Foto yang digunakan dalam artikel ini adalah foto Nasaruddin Umar sebagai narasumber dalam posisi potrait. Nasaruddin menggunakan baju kemeja lengan panjang berwarna merah marun bercorak liris-liris dengan satu kancing baju paling atas dibuka. Nasaruddin memegang buku berwarna putih dengan sampul bergambar seorang perempuan dewasa dengan dua anak perempuan sedang membaca Al-Qur’an. Buku tersebut membahas tentang cara menghapal Al-Qur’an dengan suatu metode. Wajah Nasaruddin terlihat sedang tersenyum dan tampil santai. Penggunaan foto ini lebih menekankan kepada profil Nasaruddin sebagai narasumber yang kredibel dalam pembahasan tentang jilbab. Ini diperkuat dengan banyaknya kutipan langsung yang bersumber dari pernyataan Nasaruddin di dalam artikel. Wartawan ingin menonjolkan kredibilitas seorang Nasaruddin dalam menjelaskan sejarah jilbab. Ditinjau dari ukurannya, dimensi seluruh halaman memiliki panjang dan lebar 21x27.2 cm dengan luas keseluruhan 571.2 cm 2 sedangkan dimensi foto memiliki panjang dan lebar 7.2x11 cm dengan luas 79.2 cm 2 . Jika dibandingkan antara teks dengan foto maka teks memiliki luas sebesar 492 cm 2 . Perbandingan antara teks dan foto adalah sebesar 6 : 1. Dengan demikian isi teks jauh lebih ditonjolkan dibandingkan dengan profil narasumber. Universitas Sumatera Utara 99 Ditinjau dari rubriknya, artikel ini dimuat dalam rubrik “Gaya Hidup” yang berarti Noor masih memposisikan jilbab sebagai salah satu bagian gaya hidup. Artikel ini terletak di halaman 38 dari total 130 halaman isi yang berarti Noor masih menganggap pembahasan ini penting sehingga meletakkannya di bagian depan. Tabel 8 Analisis Framing Artikel 3 “Nasaruddin Umar : Ribuan Tahun Lalu Jilbab Sudah Ada” No. Elemen yang diteliti Analisis 1 Sintaksis Dilihat dari struktur sintaksisnya, headline yang dipilih Noor menjelaskan eksistensi jilbab jauh sebelum kedatangan Islam. Lead yang digunakan merupakan kutipan dari ayat Al-Quran surat An- Nur ayat 31 yang menjelaskan perintah berjilbab terhadap muslimah. Latar informasinya adalah sejarah jilbab yang telah ada ribuan tahun lalu sebelum kedatangan Islam yang dijelaskan dalam beberapa literatur Yahudi yaitu yang berkaitan dengan ritual khusus terhadap perempuan menstruasi. Noor memilih Nasaruddin Umar sebagai narasumber yang ditonjolkan kredibilitasnya dalam pembahasan ini. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya kutipan langsung narasumber yang dicantumkan dalam artikel ini. Penyebutan gelar, profesi serta jabatan yang menyertai setiap kutipan turut memperkuat kredibilitas Nasaruddin Umar sebagai narasumber. Noor menutup artikel dengan kesimpulan bahwa jilbab sudah ada sebelum kedatangan Islam dan kini sudah menjadi bagian dari mode. Noor juga berharap bahwa cara Universitas Sumatera Utara 100 muslimah berjilbab saat ini janganlah sampai menghilangkan esensi jilbab itu sendiri, hendaknya mengikuti ajaran agama. 2 Skrip Dilihat dari struktur skripnya, artikel ini memiliki kelengkapan unsur berita. Unsur why adalah yang paling dominan digunakan. Hal ini menjelaskan hubungan sebab akibat antara eksistensi jilbab saat ini dengan ritual terhadap perempuan menstruasi pada zaman dahulu di beberapa literatur Yahudi. Dominasi penggunaan unsur who dalam setiap pembuka paragraf menunjukkan keterlibatan perempuan dalam sejarah jilbab pada zaman dahulu sampai dengan hari ini. Keterlibatan perempuan menstruasi pada zaman dahulu berkaitan dengan ritual khusus yang mendasari adanya penggunaan jilbab. Sedangkan keterlibatan perempuan masa kini adalah sebagai muslimah yang wajib menggunakan jilbab untuk menutup auratnya. 3 Tematik Dilihat dari struktur tematiknya, artikel ini memiliki detail yang baik dalam menjelaskan anggota tubuh yang berbahaya bagi perempuan menstruasi dan harus diberikan tanda khusus sebagai signal of warning untuk orang sekitarnya. Anggota tubuh tersebut harus diberikan tanda berwarna kuning yang berfungsi sebagai penolak bala karena menurut kepercayaan mereka setan takut dengan warna kuning. Detail yang baik terdapat pula pada deskripsi bentuk busana yang harus dikenakan oleh muslimah. Busana itu adalah penutup kepala yang menutup rambut dan Universitas Sumatera Utara 101 leher serta dirangkai dengan baju yang menutupi tubuh kecuali telapak tangan dan kaki. Artikel ini menggunakan bentuk induktif karena menjelaskan dari khusus ke umum. Alur penceritaan dimulai dengan sejarah penggunaan jilbab pada beberapa literatur Yahudi yaitu yang berkenaan dengan ritual khusus pada perempuan menstruasi. Namun proporsinya lebih banyak bercerita tentang perempuan menstruasi dibanding eksistensi jilbab itu sendiri. Dari lima paragraf, empat paragraf awal menceritakan tentang sejarah jilbab pada literatur Yahudi. Sedangkan lead menggunakan ayat Al-Qur’an. Hanya pada paragraf terakhir saja baru menceritakan tentang jilbab dan kondisi jilbab saat ini. 4 Retoris Dilihat dari struktur retorisnya, dalam artikel ini banyak terdapat istilah asing yang berasal dari Bahasa Inggris. Ini menunjukkan bahwa kajian ini tidak berasal dari Al-Qur’an yang menggunakan Bahasa Arab. Artikel ini juga memberi penekanan pada sejarah perempuan menstruasi. Dilihat dari tampilannya, tidak ada penekanan khusus pada artikel ini. Foto pendukung artikel adalah foto potrait narasumber yang menunjukkan kredibilitasnya sebagai orang yang memahami pembahasan ini. Isi teks juga memiliki porsi yang lebih dominan dibandingkan dengan foto. Artikel ini terletak pada rubrik “Gaya Hidup” di halaman 38 dari total 130 halaman isi. Dilihat dari posisinya, Noor masih menjadikan artikel ini bahasan penting yang perlu ditampilkan kepada Universitas Sumatera Utara 102 pembaca. Sumber : Hasil Penelitian

4. 5 Analisis Framing Artikel 4

Tabel 9 Detail Artikel 4 Judul Ada Apa dengan Trend? Universitas Sumatera Utara 103 Rubrik Mirror Halaman 91 Jumlah Halaman 1 halaman ADA APA DENGAN “TREND”? Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang jahiliyah yang dahulu QS Al Ahzab33:33 Setiap akhir tahun dunia fashion disibukkan dengan urusan tren tahun yang akan datang. Dari pabrik tekstil, desainer, produsen sepatu dan tas, perajin perhiasan dan aksesori semua mencari tahu tren warna dan gaya apa yang akan tampil untuk tahun yang akan datang. Pagelaran fashion demi pagelaran fashion diteropong dengan teliti. Bagaimana sebenarnya kita menyikapi hiruk pikuk ini? Sebagai muslimah yang sudah ada ketentuan dalam berbusananya, masih banyak peluang berkreasi dan mencari inspirasi. Yang pasti warna mudah disesuaikan dengan gaya busana muslim. Selebihnya kita bebas mengembangkan batasan- batasan trend tahun yang akan datang sesuai ketentuannya. Secara garis besar muslimah dapat berbusana apa saja, asal syar’i. Selain ketentuan menutup aurat hal lain yang perlu diperhatikan adalah perlunya berpakaian sederhana dan tidak berlebihan sehingga cenderung menarik perhatian. Esensi menutup aurat adalah agar tidak membangkitkan syahwat lawan jenis yang melihat. Agar dapat dibedakan muslimah dari perempuan agama lain. Agar lawan jenis yang melihat merasa segan mengganggu seorang muslimah. Namun sekarang terlihat marak perkembangan busana muslim yang seringkali amat berlebihan. Dari segi potongan dan penggunaan bahan yang berlapis-lapis, terseret-seret saat berjalan, sampai penggunaan kerudung yang bombastis. Kepala yang dikerudungi selendang berwarna-warni, berlapis-lapis dan diberi aksesoris rupa-rupa pula. Universitas Sumatera Utara 104 Akhirnya tujuan menutup aurat seolah dilupakan, bahkan sebaliknya sengaja mengundang perhatian. Dalam Islam kecantikan yang diutamakan adalah inner beauty, spiritual beauty- kecantikan yang terpancar dari teguhnya keimanan dan ketakwaan. Pakaian yang sederhanapun akan memantulkan keanggunan pemakainya dimanapun ia berada. Perilaku, tutur kata, adab dan akhlak juga merupakan bagian dari atribut muslimah yang perlu dijaga dan dipelihara. Di televisi seringkali terlihat muslimah yang menonton acara musik dibagian festival dengan leluasa berjejal bersama lain jenis. Kereta api saja ada gerbong khusus perempuan. Mudah- mudahan dimasa datang bertambah banyak fasilitas khusus muslimah. Majalah NooR amat bersyukur bahwa dalam sepuluh tahun terakhir ini pertambahan muslimah yang menutup aurat cukup signifikan. Kami bersyukur bahwa muslimah berbagai usia dari remaja sampai orang tua memilih berbusana sopan. Memang kita tidak berhak menilai keimanan dan ketakwaan seseorang, karena hanya ALLAH SWT. yang berhak menilai. Namun besar harapan kita, euphoria berkerudung dan berbusana muslim ini diikuti oleh euophoria mencari ilmu agar keimanan dan ketakwaan meningkat dan tidak sekedar tampilan luar saja.

4.5.1 Sintaksis Artikel 4

Headline dari artikel ini berjudul Ada Apa dengan “Trend”? dimana Noor mempertanyakan fenomena tren yang setiap tahunnya selalu berubah serta menjadi incaran informasi masyarakat yang tidak ingin ketinggalan perkembangan tren. Headline menggunakan kata tanya, dimana Noor berusaha mengajak pembaca untuk kritis mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi dengan tren. Untuk lead, Noor mencantumkan ayat al-Qur’an dari surat Al-Ahzab ayat 33 yang berbunyi : “...Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang jahiliyah yang dahulu QS Al Ahzab33:33” Universitas Sumatera Utara 105 Penggunaan ayat ini sebagai lead bertujuan untuk mengingatkan pembaca agar tren yang diikuti tidak mencontoh kaum jahiliyah yang terdahulu. Noor memilih kutipan langsung dari kitab suci al-Qur’an sebagai bukti otentik dan peringatan nyata bagi pengikut tren yang mencontoh kaum jahiliyah. Leadini juga memberitahukan bahwa dalam Al-Qur’an sudah ada ketentuan tentang tren. Latar informasi yang digunakan dalam artikel ini adalah perkembangan busana muslimah seiring dengan perkembangan fashion secara global. Kreasi busana muslimah cenderung mengalihkan tujuan menutup aurat yang sebenarnya. Penggunaan busana muslim bukan hanya sekedar atribut, maka harus dibarengi dengan menjaga diri lewat adab, tutur kata dan akhlak. Pada artikel ini tidak terdapat kutipan, sumber maupun pernyataan. Ini menunjukkan bahwa artikel murni dari opini dan pandangan wartawan sendiri. Noor menutup artikel ini dengan kesyukuran bahwa pertambahan muslimah yang menutup aurat kian meningkat. Walaupun kadar keimanan dan ketakwaan tidak bisa diukur, Noor berharap bahwa pertambahan muslimah yang menutup aurat hendaknya diikuti dengan euforia mencari ilmu untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan. “...Namun besar harapan kita, euphoria berkerudung dan berbusana muslim ini diikuti oleh euophoria mencari ilmu agar keimanan dan ketakwaan meningkat dan tidak sekedar tampilan luar saja.” Pada paragraf penutup sangat terlihat kekhawatiran majalah Noor terhadap serangan tren untuk busana muslimah. Karenanya dibutuhkan ilmu agar muslimah tidak terjerat serangan tren.

4.5.2 Skrip Artikel 4

Artikel ini tidak memiliki kelengkapan unsur berita, ketiadaan unsur Where menjadi buktinya. Wartawan tidak menjelaskan dimana fenomena tren busana muslimah ini terjadi. Apakah secara spesifik hanya terjadi di Indonesia atau di seluruh dunia secara global. Apakah hanya menyerang pengguna busana muslimah di Indonesia yang konon sangat banyak jumlahnya atau terjadi pula pada pengguna busana muslimah di penjuru dunia yang tidak terlalu memiliki kebebasan tren busana muslimah. Universitas Sumatera Utara 106 Wartawan memulai tulisan dengan menggunakan unsur When, hal itu berarti tren memang berkaitan dengan waktu. Seiring berjalannya waktu, tren ikut berubah. Begitu pula yang terjadi dengan tren busana muslim. Walaupun pada headline digunakan kata tanya atau dalam hal ini mengedepankan unsur Why, namun dalam setiap paragraf, wartawan justru lebih banyak menggunakan unsur Who sebagai pembuka paragraf. Who yang dimaksud adalah muslimah. Hal ini menunjukkan bahwa muslimah adalah pelaku yang terlibat langsung dalam perkembangan tren busana muslimah. Muslimah sebagai subjek berkewajiban untuk menutup auratnya serta memiliki ketentuan berbusana yang sudah ditetapkan dalam Al-Qur’an. Muslimah juga bebas berekspresi dengan busana muslimah, baik itu kreasi warna maupun mode asal tetap syar’i. Selain itu muslimah juga berkewajiban untuk menambah ilmu agama agar keimanan dan ketakwaan meningkat sehingga tidak hanya penampilannya saja yang terlihat bagus, namun juga kualitas dirinya. “...Kami bersyukur bahwa muslimah berbagai usia dari remaja sampai orang tua memilih berbusana sopan. Memang kita tidak berhak menilai keimanan dan ketakwaan seseorang, karena hanya ALLAH SWT. yang berhak menilai. Namun besar harapan kita, euphoria berkerudung dan berbusana muslim ini diikuti oleh euophoria mencari ilmu agar keimanan dan ketakwaan meningkat dan tidak sekedar tampilan luar saja.” Muslimah sebagai objek tetap menjadi pusat perhatian terutama bagi lawan jenis. Perkembangan tren yang sangat cepat menjadikan muslimah seringkali lupa dengan tujuan utama berbusana muslimah sebagai penutup aurat, sebaliknya justru menarik perhatian dengan penampilan yang berlebihan karena mengikuti tren. “...Agar dapat dibedakan muslimah dari perempuan agama lain. Agar lawan jenis yang melihat merasa segan mengganggu seorang muslimah” “...Akhirnya tujuan menutup aurat seolah dilupakan, bahkan sebaliknya sengaja mengundang perhatian.”

4.5.3 Tematik Artikel 4

Detail artikel ini terpapar jelas ketika mendeskripsikan tren busana muslimah saat ini yang terlihat berlebihan. Tren busana yang dimaksud adalah potongan dan penggunaan kainnya berlapis-lapis, terseret-seret saat berjalan, sampai Universitas Sumatera Utara 107 penggunaan kerudung yang bombastis dengan warna yang mencolok dan aksesoris berupa-rupa. Deskripsi seperti ini tentunya merujuk kepada gaya Hijabers sebagai salah satu yang dominan saat ini namun seringkali dianggap melanggar aturan syariat. “...Namun sekarang terlihat marak perkembangan busana muslim yang seringkali amat berlebihan. Dari segi potongan dan penggunaan bahan yang berlapis-lapis, terseret-seret saat berjalan, sampai penggunaan kerudung yang bombastis. Kepala yang dikerudungi selendang berwarna- warni, berlapis-lapis dan diberi aksesoris rupa-rupa pula” Sedangkan untuk detail busana muslimah yang syar’i sama sekali tidak dideskripsikan dalam artikel ini. Wartawan hanya mengatakan bahwa muslimah bebas berekspresi dengan pakaiannya namun harus tetap syar’i. Tidak dijelaskan konsep busana syar’i menurut mode, warna maupun bahannya, yang penting tidak mencolok. “...Secara garis besar muslimah dapat berbusana apa saja, asal syar’i. Selain ketentuan menutup aurat hal lain yang perlu diperhatikan adalah perlunya berpakaian sederhana dan tidak berlebihan sehingga cenderung menarik perhatian” Detail standar kecantikan dalam Islam juga dipaparkan secara jelas bahwa atribut muslimah yang perlu dijaga dan dipelihara itu meliputi perilaku, tutur kata, adab dan akhlak. “...Dalam Islam kecantikan yang diutamakan adalah inner beauty, spiritual beauty- kecantikan yang terpancar dari teguhnya keimanan dan ketakwaan. Pakaian yang sederhanapun akan memantulkan keanggunan pemakainya dimanapun ia berada. Perilaku, tutur kata, adab dan akhlak juga merupakan bagian dari atribut muslimah yang perlu dijaga dan dipelihara.” Koherensi antar kalimat dalam artikel ini sudah teratur. Hal ini dapat dilihat dari kesinambungan antar paragraf yang secara runut menceritakan kondisi tren secara umum lalu diikuti dengan perkembangan tren fashion, aturan dan perkembangan busana muslimah. Kemudian menjadikannya lebih spesifik kepada kesederhanaan berbusana yang diikuti oleh kecantikan alamiah inner-beauty dan spiritual beauty. Susunan seperti itu tentu saja lebih mudah dipahami oleh pembaca karena menggiring fokus pembaca untuk sampai pada akhir tulisan yang merupakan pesan utama dalam tulisan ini. Noor menginginkan muslimah mau belajar untuk Universitas Sumatera Utara 108 meningkatkan keimanan dan ketakwaan agar tidak hanya baik penampilannya namun juga akhlaknya. Hanya saja jika lead dilihat kembali, maka paragraf pertama terasa kurang berkaitan. Karena dalam keseluruhan artikel, tidak disebutkan apakah gaya berbusana yang berlebihan itu sudah seperti meniru gaya berbusana kaum jahiliyah yang dilarang dalam Al-Qur’an. Bentuk kalimat yang digunakan dalam artikel ini bersifat deduktif. Secara garis besar maupun secara spesifik pada setiap paragraf, wartawan memaparkan tulisan secara umum ke khusus. Gagasan utama selalu diletakkan di awal paragraf kemudian dijelaskan oleh kalimat penjelas sesudahnya. Wartawan juga mencoba memaparkan kebebasan yang dimiliki oleh muslimah, dimana muslimah bebas berekspresi dan tidak terkekang dengan busana muslimahnya namun tetap pula mengikuti aturan yang telah ditetapkan. “...Secara garis besar muslimah dapat berbusana apa saja, asal syar’i.” “...Di televisi seringkali terlihat muslimah yang menonton acara musik dibagian festival dengan leluasa berjejal bersama lain jenis. Kereta api saja ada gerbong khusus perempuan. Mudah-mudahan dimasa datang bertambah banyak fasilitas khusus muslimah.” Kata ganti yang digunakan pada artikel ini adalah “lawan jenis” dan “lain jenis” untuk menyebut kaum prialelaki. “...Agar lawan jenis “...Di televisi seringkali terlihat muslimah yang menonton acara musik dibagian festival dengan leluasa berjejal bersama yang melihat merasa segan mengganggu seorang muslimah.” lain jenis .”

4.5.4 Retoris Artikel 4

Secara leksikon, terdapat inkonsistensi penggunaan kata tren dengan trend. Pada judul dan pada paragraf kedua digunakan kata “trend” sedangkan pada paragraf pertama digunakan kata “tren”. Universitas Sumatera Utara 109 Dilihat dari grafisnya, kata “Trend” pada judul diberi tanda kutip, dicetak tebal dan hurufnya berukuran lebih besar. Selain dianggap penting, kata Trend seharusnya tidak menggunakan tanda kutip karena merupakan makna sebenarnya. Sementara kata pendahulunya- ADA APA DENGAN- dicetak biasa dengan huruf kapital seluruhnya. Ini menunjukkan bahwa Noor ingin menarik perhatian pembaca kepada tren dan membuat pembaca menganggap artikel ini penting. Lead dicetak miring, ditebalkan, ukurannya lebih besar dari body text dan diposisikan lebih keluar dibandingkan paragraf lainnya. Ini menunjukkan bahwa lead menjadi sorotan utama yang cukup penting untuk dibaca sebelum membaca isi aritkel. Huruf S pada paragraf pertama dicetak besar dan tebal drop cap yang menjadi eye-catcher sebelum membaca artikel ini secara keseluruhan. Tidak semua tulisan dalam majalah Noor dimulai dengan drop cap. Drop cap digunakan untuk artikel yang membahas hal-hal umum. Berbeda dengan tulisan lainnya pada majalah ini seperti profil personal atau orang-orang penting, tidak digunakan drop cap pada awal tulisan. Artikel ini salah satu yang menggunakan drop cap pada awal paragrafnya. Artikel ini dimuat dalam halaman berwarna putih polos dengan dua gambar bunga berwarna hijau masing-masing di kanan atas dan kiri bawah. Karena gambar bunga yang digunakan cukup ramai, maka sedikit mengganggu keterbacaan di paragraf kedua, ketiga dan keempat. Tidak ada foto yang disertakan di halaman artikel ini. Tampilan seperti ini menunjukan bahwa artikel ini adalah tulisan sederhana yang tidak perlu dilengkapi foto sebagai penjelas. Dilihat dari nama rubriknya, Mirror, artikel ini menjadi seperti kaca yang merupakan cerminan dari kehidupan sehari-hari terutama yang berkaitan dengan busana muslimah. Namun jika ditilik dari penempatannya di halaman 91 dari total 130 halaman isi, maka artikel ini bukanlah artikel penting yang dijadikan bahasan utama. Tabel 10 Analisis Framing Artikel 4 “Ada apa dengan Trend?” Universitas Sumatera Utara 110 No. Elemen yang diteliti Analisis 1 Sintaksis Dilihat dari struktur sintaksisnya, Noor menampilkan busana muslimah termasuk jilbab sebagai bagian dari perkembangan tren. Perkembangan tren ini dapat dilihat dari perubahan mode busana muslimah yang belakangan kian berlebihan sehingga jauh dari tujuan utama yaitu menutup aurat. Noor juga menekankan bahwa kecantikan yang mengikuti tren bukanlah kecantikan yang utama sebab harus diikuti dengan usaha menambah keimanan dan ketakwaan. Noor mencantumkan ayat Al-Qur’an pada lead untuk memberikan bukti otentik bahwa tren yang mengikuti kaum jahiliyah itu dilarang. Karena Islam memiliki aturan tersendiri tentang tren. Noor menutup artikel dengan harapan agar muslimah mau memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan agar meningkatkan keimanan dan ketakwaan. 2 Skrip Dilihat dari struktur skripnya, artikel ini tidak memiliki unsur Where yang menunjukkan dimana fenomena tren ini terjadi. Paragraf dibuka dengan unsur When yang menunjukkan bahwa tren berkaitan dengan waktu. Unsur yang dominan digunakan dalam artikel ini adalah Who yang merujuk kepada muslimah sebagai pengguna busana muslimah. Muslimah ikut berperan dalam perkembangan tren, baik sebagai subjek maupun sebagai objek. Muslimah sebagai subjek adalah orang yang mengikuti perkembangan tren dan berkewajiban untuk menambah keilmuan untuk Universitas Sumatera Utara 111 meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Sedangkan muslimah sebagai objek adalah makhluk yang bisa saja diganggu oleh lawan jenis jika tidak menutup aurat. 3 Tematik Dilihat dari struktur tematiknya, artikel ini sudah teratur. Ada enam paragraf yang secara runut menceritakan kondisi tren secara umum kemudian memfokuskannya pada kecantikan alami yang lebih penting yaitu berupa tutur kata, adab dan akhlak. Detail digunakan dengan sangat jelas dalam mendeskripsikan tren busana muslimah saat ini yang terkesan berlebihan. Namun untuk busana syar’i, tidak ada detailnya.Noor banyak menggunakan kalimat deduktif dimana gagasan utama diletakan pada awal paragraf kemudian dijelaskan lebih rinci pada kalimat penjelas. Untuk menyebut kaum pria, Noor menggunakan kata “lawan jenis” dan “lain jenis”. 4 Retoris Dilihat dari struktur retorisnya, Noor tidak terlalu menekankan fakta tentang tren dalam artikel ini. Tidak banyak penekanan yang diberikan pada tulisan baik itu secara grafis maupun isi. Tidak ada foto pendukung dalam artikel ini. Tampilan artikel ini juga sederhana. Penempatannya pada rubrik “Mirror” di halaman 91 dari total 130 halaman isi menjadikan artikel ini bukan bahasan utama yang dianggap penting. Sumber : Hasil Penelitian

4.6 Rangkuman