Tematik Artikel 3 Analisis Framing Artikel 3

96 Dominasi unsur Who sebagai pembuka paragraf merujuk kepada perempuan sebagai subjek yang berhubungan langsung dengan jilbab. Perempuan menstruasi adalah orang yang harus diperlakukan secara khusus karena dianggap berbahaya dan tabu. Selain itu unsur Who yang digunakan juga merujuk kepada perempuan berjilbab masa kini. Masa setelah kedatangan Islam dan diwajibkannya jilbab sebagai bentuk penegasan kepada muslimah.

4.4.3 Tematik Artikel 3

Detail artikel ini sangat baik dalam mendeskripsikan beberapa hal. Salah satunya dalam mendeskripsikan bahaya perempuan menstruasi yang meliputi tatapan mata hingga kepala, kaki, tangan, mulut hidung dan telinga. Anggota tubuh tersebut harus diberi tanda berupa kalung, cincin dan gelang yang berwarna kuning. Selain berfungsi sebagai kosmetik dan perhiasan, benda-benda tersebut dijadikan sebagai penolak bala. Karena menurut kepercayaan, setan takut dengan warna kuning. “...Menurut kepercayaan zaman dahulu, ribuan tahun lalu, perempuan menstruasi sangat berbahaya. Dari tatapan mata hingga kepala, kaki, tangan, mulut, hidung, telinga. Semua bagian tubuh perempuan itu harus diberi kalung, gelang, cincin berwarna kuning yang berfungsi sebagai kosmetik atau perhiasan untuk menolak bala. Setan takut dengan warna kuning” Detail lainnya terlihat pada deskripsi tentang jilbab bagi perempuan muslimah. Jilbab yang dimaksud adalah penutup kepala yang menutupi rambut dan leher. Kemudian disempurnakan dengan penggunaan pakaian muslimah yang menutupi seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan kaki. Detail ini mendeskripsikan busana muslimah sebagai seperangkat busana yang menutupi tubuh perempuan. Bukan hanya sepotong kain yang dililitkan di atas kepala atau diletakkan begitu saja seperti halnya kerudung atau songkok namun juga harus menutupi leher. Setelah menggunakan jilbab, perlulah disempurnakan dengan busana yang menutupi seluruh tubuh. Bukan hanya menggunakan jilbab saja namun pakaiannya tetap terbuka. Semua itu bertujuan agar perempuan terhindar dari pelecehan. “...Sejak datangnya Islam, semua perempuan harus memakai jilbabuntuk menutup kepala rambut dan leher, yang dirangkai dengan baju menutupi tubuh kecuali telapak tangan dan kaki. Tujuannya agar perempuan tidak dilecehkan” Universitas Sumatera Utara 97 Alur pengisahan memang cukup baik. Dimulai dengan pemaparan sejarah jilbab pada literatur Yahudi yang didahului dengan peristiwa Adam dan Hawa yang jatuh ke bumi lalu mencari dedaunan untuk menutup aurat mereka. Kemudian dilanjutkan dengan kutukan perempuan yang lebih berat karena harus melalui masa menstruasi. Perempuan yang menstruasi dituntut melakukan berbagai ritual khusus salah satunya diasingkan dalam goa atau tenda yang disebut dengan menstrual hut. Menstrual hut inilah yang akhirnya diganti dengan jilbab atau cadar. Kini, jilbab tidak hanya kewajiban namun menjadi bagian dari mode untuk tampil modis dan bukan lagi sebagai penolak bala. Terdapat ketimpangan proporsi kalimat jika ditilik kembaliheadline dan lead artikel ini. Meskipun lead artikel ini mengutip ayat Al-Qur’an, namun pembahasan tentang penggunaan jilbab dalam beberapa literatur Yahudi lebih besar proporsinya dibandingkan jilbab menurut kajian Al-Qur’an. Berdasarkan headline, artikel ini terlihat menyajikan literatur lain sebelum datangnya Islam. Namun terdapat ketidaksinambungan antara headline dan lead yang membahas tentang jilbab dan berasal dari Al-Qur’an dengan isi artikel yang lebih banyak membahas tentang perempuan menstruasi. Dari paragraf pertama sampai dengan keempat, tulisan ini lebih banyak membahas tradisi perempuan menstruasi dalam literatur Yahudi. Hanya di paragraf terakhir saja yang membahas tentang jilbab. Secara keseluruhan artikel ini menggunakan paragraf induktif yang membahas masalah dari khusus ke umum. Wartawan memaparkan sejarah jilbab yang berasal dari tradisi perempuan menstruasi dalam literatur Yahudi. Kemudian di akhir tulisan, barulah dijelaskan jilbab saat ini merupakan penegasan kepada muslimah untuk menutup auratnya dan menjadi bagian dari mode.

4.4.4 Retoris Artikel 3