prestasi para siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembagkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas
yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir,
menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan
serta mengimplikasikan
kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan sarana yang sangat baik untuk mencapai hal-hal semacam itu.
2.1.8.3.Variasi dalam pembelajaran kooperatif Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat
beberapa variasi dari model tersebut. Setidaknya terdapat empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan
model pembelajaran kooperatif. Yaitu STAD, JIGSAW, Investigasi Kelompok Teams Games Tournaments atau TGT, dan pendekatan struktural yang meliputi
Think Pair Share TPS dan Numbered Head Together NHT. Dapat dilihat bahwa ada beberapa variasi model pembelajaran kooperatif
yang telahkita kenal. Dalam penelitian ini, berdasarkan akar penyebab masalah yang ada, peneliti telah memilih model pembelajaran think pair share TPS
dengan media audio visual yang akan digunakan dalam penelitian pada siswa kelas VA SDN Wonosari 03 Semarang.
2.1.9. Model Think Pair Share
Think pair share menurut Slavin dalam Thobroni 2012: 298 merupakan sebuah metode yang sederhana, tetapi sangat berguna yang dikembangkan oleh
Frank Lyman dari Universitas Maryland. Ketika guru menerangkan pelajaran di
depan kelas, siswa duduk berpasangan dalam kelompoknya. Guru memberikan pertanyaan di kelas. Lalu, siswa diperintahkan untuk memikirkan jawaban,
kemudian siswa berpasangan dengan masing-masing pasangannya untuk mencari kesepakatan jawaban. Terakhir, guru meminta siswa untuk membagi jawaban
kepada seluruh siswa di kelas. Suprijono 2011: 91 juga berpendapat tentang model pembelajaran think
pair share, seperti namanya “Thinking”, pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh
peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya. Selanjutnya, “Pairing”, pada tahap ini guru meminta peserta didik
berpasang-pasangan. Beri kesempatan kepada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang
telah dipikirkannya melalui intersubjektif dengan pasangannya. Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan seluruh
kelas. Tahap ini dikenal dengan “Sharing”. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi Tanya jawab yang mendorong pada pengonstruksian pengetahuan secara
integratif. Peserta didik dapat menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya.
Menurut Lyman, dalam Thobroni 2012: 299, langkah-langkah model think pair share, sebagai berikut:
1 Langkah 1: Berpikir Thinking
Langkah pertama, guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu untuk berpikir sendiri mengenai jawaban
atau isu tersebut. 2 Langkah 2: Berpasangan Pairing
Selanjutnya, pada langkah kedua, guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode
ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu isu khusus telah diidentifikasi.
3 Langkah 3: Berbagi Sharing Pada langkah akhir ini, guru memninta pasangan-pasangan tersebut untuk
berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada langkah ini, akan menjadi efektif jika
berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain sehingga seperempat atau separo dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh
kesempatan untuk melapor. Model pembelajaran think pair share ini memberi kesempatan lebih
kepada siswa untuk bekerja sendiri sekaligus bekerja sama dengan teman lainnya. Menurut Lie, dalam Thobroni 2012: 301, keunggulan pada model think pair
share lainnya adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa yang maju dan membagikan hasilnya untuk
seluruh kelas, model think pair share ini sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasinya di depan
orang lain. Selain itu, model think pair share dapat digunakan pada semua mata pelajaran dan semua tingkat usia anak didik.
Penggunaan langkah-langkah model think pair share dengan media audio visual dalam pembelajaran IPS mengacu pada sintaks model think pair share
menurut Lyman, dalam Thobroni 2012: 299, dimodifikasi dengan menggunakan media audio visual, sebagai berikut :
1 Siswa menyimak media audio visual yang ditayangkan oleh guru menyimak – mengumpulkan informasi
2 Siswa mendapatkan pertanyaan seputar isi media pembelajaran yang telah
diputar oleg guru menanya
3 Siswa memikirkan dan menuliskan jawaban secara individu tentang
pertanyaan yang disampaikan oleh guru Think
4 Beberapa siswa diminta untuk menyampaikan hasil pemikirannya
mengkomunikasikan 5 Siswa menyimak penyampaian garis besar materi mengumpulkan informasi
6 Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk berdiskusi bersama
pasangannya tentang pertanyaan yang akan diajukan oleh guru Pair
7 Siswa mendapat
LKS untuk
didiskusikan bersama
pasangannya
mengasosiasi menalar
8 Siswa diberi kesempatan untuk maju mempresentasikan hasil diskusi di depan
kelas Share – mengkomunikasikan
9 Kelompok lain memberikan tanggapan terhadap kelompok yang maju.
Beberapa kelebihan model pembelajaran think pairs share sebagai berikut:
1 Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas.
Penggunaan metode pembelajaran think pair share menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan
yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada
pertemuan selanjutnya. 2 Memperbaiki kehadiran.
Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan
agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas
dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka. 3 Angka putus sekolah berkurang.
Model pembelajaran think pair share diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik dari pada
pembelajaran dengan model konvensional. 4 Sikap apatis berkurang.
Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru dan
menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode pembelajaran think pair share
akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan metode konvensional. 5 Penerimaan terhadap individu lebih besar.
Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima
materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran think
pair share hal ini dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.
6 Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan
pembelajaran think pair share perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang
diperoleh siswa dapat lebih optimal. 7 Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran think pair share menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut
untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.
http:kanwar03oke.blogspot.com201305model-pembelajaran-think-pair- share.html diunduh 3112 2013 pukul 15.25.
Model pembelajaran think pair share ini memberi kesempatan lebih kepada siswa untuk bekerja sendiri sekaligus bekerja sama dengan teman lainnya.
Menurut Lie, dalam Thobroni 2012: 301, keunggulan pada model think pair share lainnya adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang
memungkinkan hanya satu siswa yang maju dan membagikan hasilnya untuk
seluruh kelas, model think pair share ini sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasinya di depan
orang lain. Selain itu, model think pair share dapat digunakan pada semua mata pelajaran dan semua tingkat usia anak didik.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan model think pair share sangat efektif dilaksanakan saat
pembelajaran yang bertujuan untuk memgaktifkan siswa agar mampu berpartisipasi saat proses pembelajaran berlangsung. Jadi disini peran siswa jauh
lebih besar dibandingkan oleh guru, dengan demikian pemahaman yang diperoleh siswa pun akan lebih baik lagi.
2.1.10. Media Pembelajaran