ini disebut “The Wedining Horizon or Expanding Environment Curriculum”. Tipe kurikulum tersebut, didasarkan pada asumsi bahwa anak pertama-tama
dikenalkan atau perlu memperoleh konsep yang berhubungan dengan lingkungan terdekat atau diri sendiri. Selanjutnya secara bertahap dan
sistematis bergerak dalam lingkungan konsentrasi keluar dari lingkaran tersebut, kemudian mengembangkan kemampuannya untuk menghadapi
unsur-unsur dunia yang lebih luas.
2.1.8. Pembelajaran Kooperatif
2.1.8.1.Teori konstruktivisme sebagai landasan pembelajaran kooperatif Slavin dalam Trianto, 2011: 13 berpendapat bahwa teori konstruktifis
menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak lagi sesuai bagi siswa, agar siswa dapat benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka
bekerja sendiri memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan ide-ide yang ada.
Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang bahwa perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif
membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman- pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Menurut Piaget perkembangan
kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa jauh anak aktif memanipulatif dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya Trianto, 2011: 14-16.
Vygotsky berpendapat seperti Piaget, bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa.
Vygotsky berkeyakinan bahwa pengembangan tergantung baik pada faktor biologis menentukan fungsi-fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan
stimulus-respon, faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk perkembangan konsep, penalaran logis, dan
pengambilan keputusan. Teori Vygotsky ini, lebih menekankan pada aspek sosial dari
pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-
tugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka disebut dengan zone of proximal development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit diatas daerah
perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja sama antar
individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut Trianto, 2011: 26-27.
Implikasi dalam pembelajaran tersebut adalah dengan brinteraksi sosial dalam proses pembelajaran siswa dapat membentuk pengertian spontan yang
dapat dikembangkan menjadi pengertian ilmiah melalui proses berpikir dan komunikasi secara kelompok, sehingga siswa dapat belajar dan bekerja sama
dalam mengkontruksi pengalamannya dan pengetahuan yang didapat menjadi sebuah pengetahuan baru yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas.
2.1.8.2.Pembelajaran kooperatif
H. Karli dan Yuliariatiningsih, M.S. dalam Hamdani, 2011: 165 berpendapat bahwa pembalajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar
mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam
kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Tidak jauh berbeda dengan pengertian di atas, Artz dan Newman dalam Huda, 2013: 32 juga
mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai small group of learners working together as a team to solve a problem, complete a task, or accomplish a common
goal kelompok kecil pembelajar siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai satu tujuan
bersama. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka
saling berdiskusi dengan temannya Trianto, 2011: 41. Selain itu, Eggen dan Kauchak dalam Trianto, 2011: 42 juga berpendapat
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.
Dari uraian tinjauan tentang pembelajaran kooperatif ini, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tersebut memerlukan kerjasama antar
siswa dan saling ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan, dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan masing-
masing individu dalam kelompok, di mana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu tujuan yang positif dalam belajar kelompok.
Menurut Thobroni 2012: 291-292, kelebihan pembelajaran kooperatif, sebagai berikut.
a Jika dilihat dari aspek siswa, keunggulan pembelajaran kooperatif adalah memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu
pandangan, pengalaman yang diperoleh siswa belajar secara bekerja sama dalam merumuskan ke arah satu pandangan kelompok.
b Siswa dimungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir thinking skill
maupun keterampilan sosial social skill. c Siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar karena didorong dan
didukung dari rekan sebaya. d Siswa menghasilkan peningkatan kemampuan akademik, kemampuan berpikir
kritis. e Siswa yang bersama-sama bekerja dalam kelompok akan menimbulkan
persahabatan yang akrab yang terbentuk di kalangan siswa. f Saling ketergantungan yang positif, adanya pengakuan dalam merespon
perbedaan individu, siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, suasana yang rileks dan menyenangkan, terjalinnya hubungan yang
hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru.
Slavin 2005: 4 berpendapat bahwa ada banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif memasuki jalur utama praktik pendidikan. Salah satunya
adalah berdasarkan penelitian dasar yang dirangkum dalam buku ini yang mendukung penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaian
prestasi para siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembagkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas
yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir,
menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan
serta mengimplikasikan
kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan sarana yang sangat baik untuk mencapai hal-hal semacam itu.
2.1.8.3.Variasi dalam pembelajaran kooperatif Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat
beberapa variasi dari model tersebut. Setidaknya terdapat empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan
model pembelajaran kooperatif. Yaitu STAD, JIGSAW, Investigasi Kelompok Teams Games Tournaments atau TGT, dan pendekatan struktural yang meliputi
Think Pair Share TPS dan Numbered Head Together NHT. Dapat dilihat bahwa ada beberapa variasi model pembelajaran kooperatif
yang telahkita kenal. Dalam penelitian ini, berdasarkan akar penyebab masalah yang ada, peneliti telah memilih model pembelajaran think pair share TPS
dengan media audio visual yang akan digunakan dalam penelitian pada siswa kelas VA SDN Wonosari 03 Semarang.
2.1.9. Model Think Pair Share