3. Dalam hidup di dunia ini manusia dengan Rasa Aku Kramadangsa
melakukan pengembangan akal budi dalam bidang-bidang : 1.
Rasa senang dan rasa susah 2.
Rasa sama 3.
Rasa damai 4.
Rasa tabah 5.
Rasa iri dan sombong 6.
Rasa sesal dan khawatir 7.
Rasa bebas
2.2.5. Kebudayaan Jawa
Para pengamat kebudayaaan Jawa banyak yang mencoba mendeskripsikan nilai-nilai hidup orang Jawa seperti sabar, rila, dan narima, yang oleh De Jong
dalam Jatman, 2011: 23 dianggap sebagai sikap hidup Pangestu Paguyuban Ngesti Tunggal sebagai usaha manusia untuk mengambil jarak terhadap
“Jagad Cilik”nya, serta kemudian murni menjadi utusan Tuhan.
Nilai-nilai adalah bagian dari wujud abstrak kebudayaan yang menjadi pedoman bagi perilaku manusia. Keterkaitan antara nilai dengan sikap hidup
inilah yang biasa disebut sebagai mentalitas. Salah satu sikap yang dianggap menonjol pada orang Jawa adalah ketergantungannya pada masyarakat, demikian
Mulder dalam Jatman, 2011: 23. Dinyatakan bahwa kepribadian orang Jawa hampir sama sekali bersifat sosial. Seseorang adalah baik apabila masyarakatnya
menyatakan demikian. Sementara tentang hierarki nilai-nilainya, Mulder 1973 mengatakan bahwa manusia Jawa tunduk kepada masyarakat, sebaliknya
masyarakat tunduk kepada kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi dan halus yang memuncak ke Tuhan.
Geertz dalam Jatman, 2011: 24 terkenal karena pemilahannya atas masyrakat Jawa sebagai masyarakat santri, abangan dan priyayi. Persepsi
masyarakat tentang kebudayaan Jawa agaknya condong kepada deskripsi mentalitas para priyayi ini.
De Jong dalam Jatman, 2011: 24 agaknya lebih cenderung untuk memilahkan masyarakat Jawa sebagai masyarakat priyayi dan petani. Pada kaum
priyayi hidup nilai-nilai yang antroposentris sifatnya, sedangkan kalangan kaum petani hidup nilai-nilai yang kosmologis. Lebih jauh Banawiratma t.t. mengikuti
Radfiel membedakan antara budaya ageng dan budaya alit. Para priyayi di kota mengahayati budaya ageng, sebagaimana nampak dalam pemikiran-pemikiran
mereka yang spekulatif anthroposentris dalam sarasehan-sarasehan yang mereka adakan, termasuk ulah kebatinan. Sementara petani lebih menghayati budaya alit
yang bersifat kosmologis magis sebagaimana nampak dalam upacara-upacara selamatan mereka, terutama dalam penyajian sesajen kepada roh-roh yang
memelihara desa mereka dari bencana.
2.3. Dukungan Sosial
2.3.1 Pengertian Dukungan Sosial
Menurut Sarafino 2011: 81 Dukungan sosial adalah suatu bentuk kenyamanan, perhatian, penghargaan, ataupun bantuan yang diterima individu
dari orang yang berarti, baik secara perorangan maupun kelompok.