4.5 Pembahasan
Pada bagian ini akan dipaparkan secara lebih mendalam mengenai temuan- temuan yang telah dijelaskan pada temuan penelitian. Penekanan analisisis akan
difokuskan pada gambaran tentang berbagai perspektif lanjut usia bersuku Jawa mengenai subjective well being dan dukungan sosial, mulai dari definisi, faktor-
faktor yang mempengaruhi atau sumber-sumber, jenis-jenis, efek akibat yang dirasakan, sampai pada kaitan dinamika dukungan sosial dalam kaitannya dengan
subjective well being menurut lanjut usia bersuku Jawa itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan dalam Bab 3 bahwa untuk mengungkap
berbagai hal mengenai subjective well-being, peneliti menggunakan istilah kebahagiaan untuk mempermudah subjek penelitian dalam menjawab pertanyaan.
Merujuk pada pernyataan Veenhoven dalam Eid Larsen, 2007: 45 yang menyatakan bahwa makna kebahagiaan sama dengan kepuasan hidup dan
subjective well-being. Oleh karena itu, dalam pembahasan peneliti memaknai kebahagiaan sebagai subjective well-being. Berikut ini akan dijelaskan bagaimana
gambaran dari keseluruhan kategori yang diungkap.
4.5.1 Gambaran Definisi Dukungan Sosial Menurut Lanjut Usia Bersuku
Jawa
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa persepsi lanjut usia mengenai definisi dukungan sosial sangat beragam. Pengalaman hidup,
lingkungan, serta kondisi yang beragam berpengaruh terhadap pandangan lanjut usia dalam memaknai dukungan sosial. Lanjut usia bersuku Jawa mendefinisikan
dukungan sosial sebagai suatu dukungan atau bantuan yang diberikan oleh
seseorang kepada orang lain yang menumbuhkan kerekatan emosional dan membuat individu percaya bahwa individu dicintai, dihormati, dihargai, serta
diakui keberadaannya. Untuk memberikan gambaran secara lebih jelas, di bawah ini akan
dipaparkan kategori-kategori yang menjadi gambaran definisi dukungan sosial menurut lanjut usia bersuku Jawa.
4.5.1.1 Bantuan dari pihak lain Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa sebagian besar lanjut usia
bersuku Jawa mendefinisikan dukungan sosial sebagai suatu bantuan yang diberikan oleh pihak lain yaitu baik dari keluarga, tetangga atau masyarakat,
pemerintah, atau orang-orang terdekat berupa bantuan langsung atau pertolongan. Orang Jawa dikenal sebagai masyarakat komunal yang sangat erat
kaitannya dengan hidup bersama di suatu tempat dan berinteraksi antara satu dan lainnya. Dalam proses interaksi tersebut muncul berbagai dinamika sosial yang
salah satunya adalah gotong royong atau saling memberikan bantuan. Gotong royong begitu lekat dengan keseharian masyarakat jawa. Koentjaraningrat dalam
Maryani, t.t. menjelaskan bahwa kegiatan tolong menolong dalam masyarakat jawa merupakan bentuk dari solidaritas yang menunjukan bagaimana kepedulian
masyarakat terhadap warga lainnya. La Rocco dalam Purnama, 2009: 16 mengatakan bahwa dukungan sosial
adalah tindakan menolong yang diperoleh melalui hubungan interpersonal. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang menonjol antara orang Jawa dengan
orang barat dalam mendefinisikan dukungan sosial.
Dari pemaparan di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa hasil penelitian yang menunjukan bahwa sebagian besar lanjut usia bersuku Jawa
mendefinisikan dukungan sosial sebagai suatu bantuan dari pihak lain merupakan cerminan kebudayaan masyarakat Jawa yang juga merupakan persepsi yang
bersifat universal. Selain itu, dengan adanya perubahan-perubahan yang dialami pada masa lanjut usia serta terdapatnya penurunan fungsi, sehingga bantuan dari
orang lain menjadi sangat penting bagi kehidupan lanjut usia. 4.5.1.2. Hubungan sosial
Lanjut usia bersuku Jawa mendefinisikan dukungan sosial sebagai suatu hubungan timbal balik atau interaksi dalam suatu masyarakat yang mana hal
tersebut dapat memunculkan ketentraman dan keharmonisan, serta meringankan beban. Variasi jawaban yang muncul dalam kategori hubungan sosial ini meliputi
hal-hal yang erat kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat seperti kegiatan atau aktivitas dalam masyarakat, peran individu dalam lingkungan, serta respon-respon
yang didapatkan dari orang lain dalam pergaulan di masyarakat. Bentuk yang mencerminkan hubungan sosial dalam kehidupan lanjut usia bersuku Jawa ini
salah satunya diwujudkan dalam aktivitas gotong royong. Dalam pola pergaulan masyarakat Jawa, dikenal dua kaidah dasar dalam
kehidupan masyarakat Jawa, yaitu prinsip kerukunan dan prinsip hormat. Menurut Geertz dalam Magnis, 2003: 38, prinsip kerukunan bertujuan untuk
mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang harmonis. Rukun adalah keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan dalam semua hubungan
sosial.
Dalam hidupnya, masyarakat Jawa sangat lekat dengan kebudayaan gotong royong. Orang Jawa percaya bahwa dengan gotong royong akan timbul
hubungan sosial yang harmonis. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Magnis 2003: 11 bahwa hubungan sosial masyarakat Jawa sebagian besar
berdasarkan sistem gotong royong yang mengenal berbagai bentuk tradisional. Gotong royong oleh orang jawa dipahami sebagai perluasan hubungan
kekerabatan yang mempunyai pengaruh kuat atas seluruh kompleks hubungan interpersonal.
Dalam kebudayaan masyarakat Jawa, terdapat Panca Dharma yang merupakan butir-butir ajaran rujukan pengarahan orientasi hidup dan
berkehidupan, sebagai penuntun bagi manusia untuk menentukan visi dan misi hidupnya. Salah satu butir dari Panca Dharm
a tersebut yaitu “Dharma Marang Bebrayan” yaitu melaksanakan kewajiban untuk turut serta membangun
kehidupan bermasyarakat secara baik, agar dapat membangun masyarakat binaan yang tenteram, damai, sejahtera, aman sentosa.
Dalam tahapan perkembangannya, seseorang yang memasuki masa lanjut usia menjadi eksentrik, kurang perhatian, dan terasing secara sosial. Sehingga
lanjut usia memaknai dukungan sosial manakala terdapat hubungan sosial yang baik dalam kehidupannya. Oleh karena itu, berdasarkan hasil yang ada serta
pemaparan di atas dapat diketahui bahwa persepsi lanjut usia bersuku Jawa mengenai dukungan sosial merupakan cerminan dari kebudayaan Jawa yang erat
kaitannya dengan kerukunan, keharmonisan, ketentraman hidup serta interaksi
sosial yang dapat meringankan beban lanjut usia serta membuat lanjut usia merasa berarti meski dengan keterbatasan yang dimilikinya.
4.5.1.3. Pemberian Semangat Definisi dukungan sosial menurut lanjut usia bersuku Jawa berikutnya
yaitu pemberian semangat. Kategori ini merupakan gabungan dari kategori motivasi dorongan dan kategori pemberian semangat. Lanjut usia mendefinisikan
dukungan sosial sebagai suatu pemberian semangat, motivasi atau dorongan yang diberikan oleh keluarga, teman, orang terdekat, perkumpulan, serta komunitas di
mana lanjut usia berpartisipasi aktif di dalamnya. Seseorang yang mengalami masa lanjut usia menjadi sangat rentan terhadap gangguan psikologis dikarenakan
kualitas kemampuan adaptasi orang lanjut usia terhadap perubahan-perubahan fisik dan mental yang bersifat regresif tersebut cukup buruk Suwarti, 2010: 54.
Lanjut usia juga sering mendapatkan stigma negatif dari lingkungan di sekitarnya karena pada masa tua dianggap sebagai kelompok yang berbeda serta tidak
produktif. Sehingga adanya pihak-pihak yang memberikan semangat serta motivasi menjadikan lanjut usia merasakan adanya dukungan sosial.
Raffles 2008 dalam bukunya yang berjudul “The History of Java”
menyebutkan beberapa karakteristik yang dimiliki oleh orang Jawa yang salah satunya yaitu pada banyak hal penduduk Jawa lesu dan tidak bergairah. Namun
antusiame mereka dapat begitu tinggi sehingga mereka dapat menjadi tekun dan pemberani dalam sekali waktu.
Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Raffles, penelitian yang dilakukan oleh Park, Peterson, dan Selligman dalam Wijayanti Nurwianti,
2010: 119 pada orang dewasa di beberapa Negara bagian Amerika dan Eropa menyebutkan bahwa kekuatan karakter yang menonjol pada masyarakat di negera
tersebut diantaranya yaitu harapan, semangat, berterima kasih, dan keingintahuan. Mengenai definisi dukungan sosial, berdasarkan hasil penelitiannya
dengan responden orang-orang di Negara Barat, Sarafino 2011:81 mendefinisikan dukungan sosial sebagai suatu bentuk kenyamanan, perhatian,
penghargaan, ataupun bantuan yang diterima individu dari orang yang berarti, baik secara perorangan maupun kelompok.
Dari definisi di atas, peneliti melihat ada perbedaan antara orang Jawa dengan orang-orang di negara Barat dalam memaknai dukungan sosial. Orang-
orang di negara Barat terlihat sama sekali tidak menekankan akan pentingnya pemberian semangat dari orang lain dari luar dirinya. Hal ini dikarenakan sifat
ambisius, keingintahuan, serta semangat pada orang Barat merupakan karakter yang sudah melekat. Sedangkan orang Jawa dikenal dengan pribadi yang lembut
dan damai. Oleh karena itu, pemberian semangat merupakan komponen yang penting dan erat kaitannya dalam dukungan sosial.
4.5.1.4. Dukungan Moril, Materiil, Spirituil Definisi dukungan sosial menurut lanjut usia bersuku Jawa berikutnya
yaitu dukungan moril, materiil, dan spiritual. Lanjut usia mendefinisikan dukungan sosial dengan segala hal yang erat kaitannya dengan dukungan baik
yang bersifat moril, materiil, atau spirituil. Masa lanjut usia merupakan periode kehidupan di mana terjadinya perubahan yang sangat kompleks mulai dari
perubahan pada fungsi biologis, motoris, pengamatan, berpikir, motif-motif,
kebutuhan afeksi, hubungan sosial serta integrasi masyarakat Haditono, 2006: 324. Dengan terjadinya perubahan-perubahan tersebut, maka kebutuhan-
kebutuhan yang harus dipenuhi menjadi beragam pula. Sehingga lanjut usia memaknai dukungan sosial manakala terdapatnya dukungan baik berupa berupa
moril, materiil, maupun spirituil yang dirasakannya. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa masyarakat Jawa merupakan
masyarakat yang gemar hidup bersama dengan dilandasi sikap saling tolong menolong dan gotong royong. Oleh karena itu, dukungan moril, materiil, dan
spiritual yang diterima oleh lanjut usia terjadi sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Sehingga jelas terlihat bahwa dalam mendefinisikan
dukungan sosial lanjut usia berorientasi pada pengalaman hidup serta interaksi sosialnya.
4.5.1.5. Kerekatan Emosional Hasil penelitian menunjukan bahwa lanjut usia mendefiniskan dukungan
sosial sebagai bentuk perhatian, kasih sayang, dan cinta, kepedulian atau empati, serta kebahagiaan yang tercermin sebagai sebuah kerekatan emosional. Menurut
Yana 2010: 134, Tradisi Jawa yang diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang bangsa Jawa leluhur yang adi luhung adalah
“Tepa Sarira Tepa Salira” yang diartikan sebagai seseorang yang mau dan merasakan perasaan orang lain.
Tepa sarira artinya adalah membuat enak, senang, damai perasan sesama manusia.
Selain tepa sarira, pandangan masyarakat Jawa yang berkaitan dengan kategori ini yaitu
“Hambeg welas asih” yang berarti sikap kasih sayang. Dengan
kesadaran ini manusia akan memiliki kasih sayang di antara sesamanya. Sikap kasih sayang itu akan mempererat persatuan dan kesatuan.
Persepsi lanjut usia bersuku Jawa mengenai dukungan sosial merupakan sebuah representasi dari pandangan hidup masyarakat Jawa yang menekankan
pada pentingnya nilai-nilai yang erat kaitannya dengan hal-hal yang bersifat emosional. Selain itu, dalam masa lanjut usia terjadi perubahan-perubahan serta
penurunan fungsi sehingga pada masa ini seseorang dapat menjadi sangat sensitif dibandingkan pada periode sebelumnya. Oleh karena itu, lanjut usia merasakan
adanya dukungan sosial manakala terdapatnya perasaan dicintai, dipedulikan, serta perhatian yang merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga bagi
kehidupan lanjut usia itu sendiri. 4.5.1.6. Pengakuan Penerimaan
Kategori mengenai definisi dukungan sosial menurut lanjut usia bersuku Jawa berikutnya yaitu pengakuan penerimaan. Adapun yang dimaksudkan di sini
yaitu adanya sikap dihargai, dihormati, serta dianggap tetap produktif dan berkualitas. Persepsi lanjut usia dalam memaknai dukungan sosial ini merupakan
representasi dari pengalaman hidupnya. Dengan adanya perubahan-perubahan yang dialami pada masa lanjut usia, lanjut usia seringkali mendapatkan stigma dan
menjadi tersisih di masyarakat. Oleh karena itu, adanya pengakuan dan penerimaan dianggap sebagai suatu dukungan.
Kerukunan pada masyarakat Jawa, terjadi karena masing-masing personal terjalin saling menghormati, sopan santun terjaga dan saling menghargai satu
dengan yang lain selain itu, jiwa kekeluargaan, gotong royong, dan konsep tepa
selira selalu dikedepankan Endraswara, 2003: 38. Orang tua pada masyarakat Jawa juga sangat dihormati serta dituakan. Orang yang berusia lanjut dianggap
sebagai orang yang lebih tahu dan harus dihormati. Prinsip hormat yang dikenal dalam tradisi Jawa mengatur bahwa hubungan dalam masyarakat teratur secara
hirarkis, dan keteraturan hirarkis itu bernilai pada dirinya sendiri dan oleh karena itu setiap orang wajib mempertahankannya. Rasa wedi, isin, dan sungkan
merupakan suatu kesinambungan perasaan yang mempunyai fungsi sosial untuk memberi dukungan psikologis terhadap tuntutan-tuntutan prinsip hormat.
Oleh karena itu, adanya sikap dihargai, dihormati, serta dianggap tetap produktif dan berkualitas merupakan persepsi lanjut usia dalam memaknai
dukungan sosial sesuai dengan cerminan kebudayaan yang ada serta pengalaman hidupnya.
4.5.1.7. Uncategorized dan jawaban kosong Dari keseluruhan jawaban-jawaban subjek penelitian, terdapat beberapa
jawaban yang tidak dapat dimasukan dalam kategori-kategori yang sudah ada. Jawaban-jawaban tersebut merupakan jawaban-jawaban yang tidak sesuai dengan
pertanyaan penelitian, serta tidak menjawab pertanyaan yang ada. Selain jawaban yang tidak terkategori, terdapat juga jawaban yang menunjukan bahwa subjek
penelitian menyatakan ketidaktahuannya, serta beberapa merupakan jawaban kosong atau tidak ada jawaban. Beberapa contoh dari jawaban uncategorized yaitu
jawaban dari subjek yang menjawab bahwa dukungan sosial adalah penting, segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, berdampak positif, dan sebagainya.
4.5.2 Gambaran Jenis Dukungan Sosial yang Dibutuhkan Lanjut Usia