Sistem evaluasi elemen desain kursi rotan menggunakan rekayasa kansei

(1)

SISTEM EVALUASI ELEMEN DESAIN KURSI

ROTAN MENGGUNAKAN REKAYASA KANSEI

VONNY SETIARIES JOHAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Sistem Evaluasi Elemen Desain Kursi Rotan Menggunakan Rekayasa Kansei adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juni 2012

Vonny Setiaries Johan NIM. F361060081


(3)

ABSTRACT

VONNY SETIARIES JOHAN. Evaluation System of Rattan Chair Design Element using Kansei Engineering. Under direction of SAPTA RAHARJA, E. GUMBIRA-SA’ID, and TAUFIK DJATNA.

In product design development, it is very important for manufacturers to find out what the customer wants from the product. Kansei engineering as a product development technology can translate consumers Kansei(total feeling and emotion) into product design element. The purpose of this study was to develop an evaluation system of rattan chair design element using Kansei Engineering with rattan dining chair was used as the research object. Kansei words which represent feeling and emotion of consumers, i.e. beautiful, unique, innovative, comfortable, natural, modern, sturdy and simple were collected in this study. The words were grouped into four factors i.e. aesthetics, function, material and construction. Kansei engineering, analytical hierarchy process, association rules and quality function deployment were used to build evaluation system. For the evaluation, a rattan chair was divided into five design elements, i.e. backrest, seat, armrest, legs and rattan woven of the dining chair. Analytical hierarchy process with pair-wise comparison method was used to identify customers Kansei. The results showed that for backrest and base design of the rattan chair, the most influential customers Kansei factor was the construction. For the seat design of the rattan chair, most influential customers Kansei factor was function, while aesthetics was the most influential customers Kansei for the armrest and woven design of the rattan chair. Association rules were used to mine the rules that connecting Kansei words with the design elements of the rattan chair. These rules were transferred to build a house of quality in quality function deployment. It could be concluded from the quality function deployment that priority of customers Kansei words were sturdy, comfortable, and unique, meanwhile the priority of design elements of a rattan chair based on those words were curved armrest design, design of legs covered with woven and semicircular seat design of rattan chair.

Keywords: Kansei engineering, rattan chair design element, association rules, quality function deployment


(4)

RINGKASAN

VONNY SETIARIES JOHAN. Sistem Evaluasi Elemen Desain Kursi Rotan

Menggunakan Rekayasa Kansei. Dibimbing oleh SAPTA RAHARJA, E. GUMBIRA-SA’ID, dan TAUFIK DJATNA.

Perkembangan produk furnitur semakin meningkat dengan munculnya berbagai desain produk baru oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang furnitur. Pangsa furnitur dunia mulai tertarik untuk mengunakan produk yang ramah lingkungan. Isu ramah lingkungan tidak hanya dinilai sebagai nilai tambah, tapi sudah menjadi salah satu pertimbangan utama konsumen dalam memilih produk, bahkan banyak negara telah mensyaratkan hanya produk-produk

ecolabelling (ramah lingkungan) yang diizinkan masuk ke negara mereka.

Persyaratan tersebut merupakan peluang pasar yang besar bagi produk furnitur rotan Indonesia untuk semakin berkembang. Rotan merupakan salah satu produk ramah lingkungan yang bahan bakunya berasal dari Indonesia. Rotan dianggap ramah lingkungan karena merupakan sumber daya alam yang bisa diperbaharui. Selain itu dengan sifatnya yang lentur, kuat dan dapat dibentuk, menjadikan rotan sebagai bahan baku produk furnitur yang baik.

Sebagai langkah awal untuk memperoleh peluang pasar, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap keinginan konsumen. Identifikasi keinginan konsumen dilakukan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen terhadap suatu produk, dalam hal ini produk furnitur. Analisis tersebut diperlukan karena pada dasarnya suatu perusahaan baik produsen maupun perancang produk tidak mengetahui secara tepat apa yang diinginkan konsumen. Oleh karena itu, dilakukan identifikasi keinginan konsumen agar perusahaan, khususnya tim perancang produk (product designer) dapat mendesain produk yang sesuai dengan keinginan konsumen.

Rekayasa Kansei yang mempertimbangkan perasaan (Kansei) manusia terhadap desain produk dapat dipertimbangkan. Rekayasa Kansei merupakan teknologi yang menerjemahkan perasaan manusia menjadi elemen desain suatu produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem evaluasi elemen desain kursi rotan menggunakan rekayasa Kansei. Tujuan khusus penelitian yaitu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi Kansei konsumen, mengembangkan metode evaluasi elemen desain kursi rotan dengan pendekatan rekayasa Kansei dan mengembangkan integrasi sistem evaluasi elemen desain kursi rotan dengan pendekatan rekayasa Kansei. Obyek penelitian yang digunakan adalah produk kursi makan rotan. Penelitian dibatasi pada persepsi konsumen terhadap desain elemen kursi rotan, yaitu desain sandaran punggung kursi rotan, desain dudukan kursi rotan, desain sandaran tangan kursi rotan, desain kaki kursi rotan dan anyaman kursi rotan.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan pendekatan rekayasa Kansei, yaitu memilih domain, pengumpulan kata Kansei, pengumpulan elemen desain produk dan sintesa. Alat analisis yang digunakan adalah Analitical Hierarchy Process (AHP), association rules dan Quality Function Deployment (QFD).


(5)

Domain yang dipilih adalah produk kursi makan berbahan rotan. Kursi rotan termasuk produk yang unik dibandingkan produk sejenisnya. Keunikannya terletak pada bahannya lentur dan kuat, sehingga bisa digunakan baik sebagai rangka maupun sebagai elemen desain seperti sandaran punggung, sandaran tangan, kaki sekaligus sebagai anyaman dari suatu kursi. Dari pengumpulan kata

Kansei yang diungkapkan oleh konsumen mengenai produk kursi rotan, diperoleh kata-kata Kansei yang dapat digunakan untuk penilaian kursi makan rotan yakni kata-kata cantik, unik, inovatif, nyaman, alami, modern, kokoh dan sederhana. Delapan kata tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor estetika, fungsi, bahan dan konstruksi. Pengumpulan elemen desain dilakukan dengan membagi jenis elemen desain suatu kursi, yaitu sandaran punggung, dudukan, sandaran tangan, kaki dan anyaman kursi rotan.

Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi Kansei konsumen maka dilakukan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP) dengan perbandingan berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi Kansei konsumen yang dipilih untuk desain sandaran punggung kursi rotan berturut-turut adalah faktor konstruksi dengan bobot 0,358, fungsi dengan bobot 0,263, faktor estetika dengan bobot 0,203 dan faktor keempat adalah bahan dengan bobot 0,176.

Untuk elemen dudukan kursi rotan faktor tertinggi adalah fungsi dengan bobot 0,324, selanjutnya faktor konstruksi dengan bobot 0,278, faktor bahan menjadi faktor ketiga dengan bobot 0,201, sedangkan faktor keempat adalah estetika dengan bobot 0,197. Alternatif desain yang dipilih untuk desain sandaran tangan kursi rotan adalah adalah estetika dengan bobot 0,363, bahan dengan bobot 0,322, fungsi menjadi faktor ketiga dengan bobot 0,191, sedangkan faktor keempat adalah konstruksi dengan bobot 0,124. Untuk desain kaki kursi rotan faktor tertinggi adalah konstruksi dengan bobot 0,587, selanjutnya faktor fungsi dengan bobot 0,154, faktor bahan menjadi faktor ketiga dengan bobot 0,152, sedangkan faktor keempat adalah estetika dengan bobot 0,108. Untuk desain anyaman kursi rotan, faktor tertinggi adalah estetika dengan bobot 0,402, selanjutnya faktor konstruksi dengan bobot 0,235, faktor bahan menjadi faktor ketiga dengan bobot 0,186, sedangkan faktor keempat adalah fungsi dengan bobot 0,177.

Hasil dari AHP tersebut selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas, untuk mengetahui perubahan yang terjadi jika ada perubahan komposisi terhadap keempat faktor tersebut. Dari hasil penilaian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor estetika, fungsi, bahan dan konstruksi merupakan faktor yang mempengaruhi Kansei konsumen.

Metode evaluasi dengan menggunakan metode association rules dilakukan untuk memperoleh pengetahuan mengenai penerjemahan kata Kansei menjadi elemen desain produk. Hasil dari association rules berupa rules if..then… yang menunjukan hubungan implikasi antara kata dan elemen desain. Untuk memperoleh strong rules, maka kriteria yang ditetapkan adalah nilai minimum support dan minimum confidence. Dengan dilakukan penetapan batas minimum support sebesar 20 persen dan minimum confidence sebesar 50 persen, maka diperoleh sebanyak 148 strong rules berupa pengetahuan tentang kata Kansei

konsumen dengan elemen desain. Contoh pengetahuan yang diperoleh antara lain “jika konsumen memilih kata alami, kokoh, dan inovatif, maka desain sandaran


(6)

tangan dengan bentuk melengkung merupakan elemen desain yang dipilih dengan kata tersebut dengan tingkat confidence 100 persen.

Pengetahuan yang diperoleh dari association rules dipetakan dalam matriks rumah mutu (house of quality) untuk mengetahui prioritas elemen yang diperhatikan konsumen dalam menilai suatu produk, khususnya produk kursi rotan. Hasil QFD pada tahap ini menunjukkan bahwa, kata kokoh, nyaman, dan unik merupakan kebutuhan knsumen yang dominan. Di lain pihak, elemen desain sandaran tangan yang melengkung, desain kaki kursi yang tertutup anyaman dan desain dudukan berbentuk setengah lingkaran merupakan elemen desain penting yang dinilai oleh konsumen. Dengan mempertimbangkan desain kursi rotan diatas, diharapkan dapat membantu perancang produk dalam memulai proses perancangan produk kursi rotan.

Kata kunci : rekayasa Kansei, elemen desain kursi rotan, association rules, quality function deployment


(7)

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Mengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh


(9)

(10)

SISTEM EVALUASI ELEMEN DESAIN KURSI ROTAN

MENGGUNAKAN REKAYASA

KANSEI

VONNY SETIARIES JOHAN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(11)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Suprihatin Prof. Dr. Erliza Noor

Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Dr. Ade Febransyah


(12)

Judul Disertasi : Sistem Evaluasi Elemen Desain Kursi Rotan Menggunakan Rekayasa Kansei

Nama : Vonny Setiaries Johan

NIM : F 361060081

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Ketua

Prof. Dr. Ir. E. Gumbira-Sa’id, MA.Dev Anggota

Dr. Eng. Taufik Djatna, S.TP, M.Si Anggota

Mengetahui Ketua Program Studi

Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, MS.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(13)

(14)

PRAKATA

Alhamdulillahi rabbil alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan pertolongan dan rahmat-Nya maka disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian adalah sistem evaluasi elemen desain kursi rotan menggunakan rekayasa Kansei.

Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada komisi pembimbing, yaitu Dr. Ir. Sapta Raharja, selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. E. Gumbira-Sa’id, MA.Dev., dan Dr. Eng. Taufik Djatna, STP, MSi., sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, masukan, arahan, saran, bantuan dan dorongan yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS. (Guru Besar Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor) dan Dr. Ade Febransyah (Wakil Dekan Urusan Riset dan Kerjasama Sekolah Bisnis Prasetiya Mulya) masing-masing selaku penguji luar komisi pada sidang ujian terbuka, dan Prof. Dr. Suprihatin (Guru besar dan staf pengajar pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor) dan Prof. Dr. Ir. Erliza Noor (Guru Besar dan staf pengajar Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor) masing-masing selaku penguji luar komisi pada sidang ujian tertutup.

Di samping itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Maulana, Bapak Jaso, Bapak Ismail Lismarta, Bapak Solihin, Bapak Toni, Bapak Mulyono dan Bapak Udin dari Asosiasi Pengusaha Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI), Pimpinan dan karyawan CV. Sinar Jaya Rattan Furnitur, Bapak Noel Febry Ardian, M.Sn dari Universitas Paramadina, dan Sdri. Debrina Syafei yang telah membantu pengumpulan data dan informasi selama penelitian ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Riau, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Riau serta Ketua Jurusan Agroteknologi dan Ketua Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau yang telah memberikan kesempatan kepada penulis melanjutkan studi doktoral.

Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan dan Sekretaris Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Ketua dan Sekretaris Program Studi Teknologi Industri Pertanian, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar program studi Teknologi Industri Pertanian, khususnya Prof. Dr. Irawadi Jamaran, Prof. Dr. Ani Suryani. Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc, Dr. Ir. Machfud, MS, Dr. Titi Chandra,MSi dan staf pengelola di lingkungan Program Studi Teknologi Industri Pertanian yang telah tulus dan ikhlas membantu selama penulis menempuh studi.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Program IMHERE, Gubernur Propinsi Riau yang telah memberikan bantuan pada awal pendidikan penulis. Kepada rekan-rekan pada program studi Teknologi Industri Pertanian


(15)

Sekolah Pascasarjana IPB, khususnya: Dr. Retno Astuti, MT, dan Sri Martini, S.Kom, MSi penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas segala bantuan dan kerjasama yang telah diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Novi Erni, Iffan Maflahah, MSi serta Sdri. Hasti dan Sdri. Tanti yang telah membantu penyelesaian disertasi ini.

Penghargaan yang tak terhingga penulis sampaikan kepada ibunda Dra. Hj. Musnelly Eva, suami tercinta Heru Dirgantara, S.Hut, ananda Ranaa ‘Aziizah dan M. Yasser Abiyyu, serta kakanda Nevy Forika, M.Hum, Wedy Ferliza, SE, H. Ahyar Ma’as, SH dan Yuki Kurniawan, SE yang telah memberikan doa, serta dorongan moril dan materil untuk penyelesaian studi ini.

Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu, tidak lupa diucapkan terima kasih, dan semoga Allah SWT memberikan pahala atas bantuannya.

Akhir kata, semoga disertasi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Juni 2012


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 28 Mei 1976 sebagai putri bungsu tiga bersaudara dari pasangan H. Mohd. Johan Ibrahim (Alm) dan Dra. Hj. Musnelly Eva. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2000, penulis melanjutkan studi pada Program Magister Teknik dan Manajemen Industri, Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk mengikuti program Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa melalui program IMHERE Project - Universitas Riau.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau, sejak tahun 2002. Pada tahun 2003 sampai tahun 2006 penulis diangkat sebagai staf pengelola pada Program Pascasarjana Universitas Riau. Pada tahun 2004 sampai tahun 2006 penulis diangkat menjadi Ketua Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau.

Penulis menikah dengan Heru Dirgantara, S.Hut pada tanggal 25 Agustus 2002 dan telah dikarunia 2 orang anak yang bernama : Ranaa ‘Aziizah (putri, 8 tahun) dan M. Yasser Abiyyu (putra, 5 tahun).

Sebagian disertasi penulis telah diterima untuk diterbitkan pada beberapa media publikasi ilmiah, yaitu: “Identifikasi Kansei untuk Evaluasi Desain Produk Kursi Makan Rotan” pada Jurnal Inovisi Volume 10 No.2, Oktober 2011 dan “Pengembangan Sistem Evaluasi Desain Produk Berbasis Rotan dengan Pendekatan Rekayasa Kansei dan Association Rules System” pada Jurnal Agrointek edisi Agustus 2012, Volume 6, No.2.


(17)

(18)

xix

DAFTAR ISI

Halaman

Contents

DAFTAR ISI ... xix

DAFTAR TABEL... xxi

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxv

DAFTAR ISTILAH ... xxvii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 5

1.5 Kebaruan Penelitian ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Rekayasa Kansei ... 7

2.2 Tahapan Pengembangan Produk ... 12

2.3 Rotan... 15

2.4 Pengolahan Rotan ... 19

2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 22

2.6 Association Rules Mining (Penambangan Kaidah Asosiatif) ... 26

2.7 Quality Function Deployment (QFD)... 28

2.8 Beberapa Penelitian Terdahulu ... 31

3 METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 37

3.2 Tahapan Penelitian ... 38

3.3 Verifikasi dan Validasi ... 43

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

3.5 Pengumpulan Data dan Informasi ... 45

4 GAMBARAN UMUM INDUSTRI ROTAN... 49


(19)

4.2 Proses Produksi Kursi Rotan ... 52

4.3 Perkembangan Desain Furnitur Rotan ... 53

5 IDENTIFIKASI FAKTOR KANSEI KONSUMEN TERHADAP DESAIN ELEMEN KURSI ROTAN ... 55

5.1 Penentuan Domain ... 55

5.2 Pengumpulan Kata Kansei dari Konsumen ... 55

5.3 Pengumpulan Desain Elemen Kursi Rotan... 57

5.4 Pengukuran Nilai Prioritas Desain Kursi Rotan ... 59

5.5 Analisis Sensitivitas Prioritas Elemen Desain Kursi Rotan ... 66

6 SISTEM EVALUASI ... 73

6.1 Data Responden Evaluasi Elemen Desain Kursi Rotan ... 73

6.2 Pengembangan Sistem Evaluasi Elemen Desain Kursi Rotan ... 73

7 INTEGRASI DESAIN ... 79

7.1. Pembentukan House of Quality Elemen Desain Kursi Rotan ... 80

7.2 Pemetaan Rules pada House of Quality ... 81

7.3 Integrasi Evaluasi Elemen Desain Kursi Rotan pada Quality Function Deployment ... 85

7.4 Verifikasi dan Validasi ... 86

7.5 Implikasi Sistem Evaluasi Elemen Desain Kursi Rotan ... 87

8 KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

8.1 Kesimpulan ... 89

8.2 Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91 LAMPIRAN


(20)

xxi

DAFTAR TABEL

Halaman 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Tabel isian untuk perbandingan berpasangan ... 24

Skala penilaian kriteria dalam AHP ... 25

Posisi penelitian yang dilakukan terhadap penelitian terdahulu ... 35

Distribusi industri rotan di 24 provinsi di Indonesia (tahun 2009) ... 50

Kata-kata Kansei yang diperoleh pada tahap pengumpulan kata ... 56

Pembagian elemen desain kursi rotan ... 58

Bobot faktor sandaran punggung kursi rotan ... 61

Bobot faktor desain dudukan kursi rotan ... 62

Bobot faktor desain sandaran tangan kursi rotan ... 64

Bobot faktor desain kaki kursi rotan ... 65

Bobot faktor desain anyaman kursi rotan ... 66

Beberapa pilihan kata Kansei dan elemen desain kursi rotan dari responden ... 74

Beberapa rules yang dihasilkan dari pengolahan magnum opus... 76

Hasil agregasi bobot kata Kansei ... 80


(21)

(22)

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Prinsip Kansei . ... 7 Proses sistem rekayasa Kansei . ... 8 Konsep rekayasa Kansei tipe I . ... 9 Proses penerjemahan rekayasa Kansei tipe II ... 10 Pohon industri rotan . ... 20 Ilustrasi matriks rumah mutu ... 30 Pemetaan dari ranah konsumen ke ranah perancangan produk. ... 38 Kerangka pemikiran sistem evaluasi elemen desain kursi rotan. ... 39 Diagram alir tahap identifikasi faktor Kansei dari konsumen menggunakan AHP. ... 41 Diagram alir sistem evaluasi elemen desain kursi rotan menggunakan

asssociation rules. ... 42 Diagram alir tahap integrasi sistem evaluasi elemen desain menggunakan QFD ... 44 Contoh pengelompokkan dan pemilihan kata-kata Kansei ... 57 Struktur hirarki pemilihan prioritas desain kursi rotan... 60 Prioritas desain elemen sandaran punggung kursi rotan. ... 62 Prioritas desain elemen dudukan kursi rotan. ... 63 Prioritas desain elemen sandaran tangan kursi rotan. ... 64 Prioritas desain elemen kaki kursi rotan. ... 65 Hasil prioritas desain anyaman kursi rotan. ... 67 Analisis sensitivitas desain sandaran punggung kursi rotan. ... 68 Analisis sensitivitas desain dudukan kursi rotan. ... 69 Analisis sensitivitas desain sandaran tangan kursi rotan. ... 70 Analisis sensitivitas desain kaki kursi rotan. ... 71


(23)

(24)

xxv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Gambar berbagai macam kursi makan rotan ………..………... 101 2 Kuesioner identifikasi Kansei konsumen terhadap elemen desain

kursi rotan………..……… 103 3 Kuesioner evaluasi elemen desain kursi rotan………. 129 4 Rules yang diperoleh dari Magnum Opus……… 135


(25)

(26)

xxvii

DAFTAR ISTILAH

ISTILAH PENJELASAN

AHP

(Analytical Hierarchy Process)

Sebuah teknik pengambilan keputusan yang terstruktur menggunakan metode matematika dan psikologi, dikembangkan oleh Thomas L Saaty pada tahun 1970

Association Rules Merupakan teknik data mining (penambangan data), disebut juga sebagai Market basket analysis yaitu mencari hubungan dari produk-produk dalam satu keranjang belanja

Confidence Nilai tingkat kepercayaan suatu rules

Desain 1) Kata kerja, desain berarti proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru

2) Kata benda, desain digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal, atau berbentuk obyek nyata.

Elemen desain kursi Bagian dari kursi

Evaluasi Proses penilaian.

1) Evaluasi dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan efektifitas strategi

2) Data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut akan digunakan sebagai analisis situasi pogram berikutnya

House of Quality Berupa diagram, berbentuk seperti rumah, digunakan untuk mendefinisikan hubungan antara keinginan konsumen dan desain teknis produk. Merupakan bagian dari QFD, penggunaannya sebagai matriks yang menghubungkan apa yang menjadi keinginan konsumen dan bagaimana produsen memenuhi keinginan tersebut.

Kansei Perasaan dan emosi manusia terhadap suatu produk QFD

(Quality Function Deployment)

Suatu metode yang mentransformasi permintaan dan keinginan pengguna menjadi mutu desain dengan memanfaatkan fungsi-fungsi yang membentuk mutu serta metode-metode untuk pencapaian metode sains menjadi sub sub sistemnya serta bagian-bagian komponen hingga akhirnya mendapatkan elemen spesifik dalam proses pabrikasi.


(27)

Rules Kaidah berupa pengetahuan If – Then Support Nilai yang mendukung suatu rules

Semantic differential Tipe skala penilaian yang didesain untuk mengukur arti arti konotatif dari suatu objek kejadian konsep. Konotasi digunakan untuk menurunkan sikap terhadap suatu objek kejadian ataupun konsep. Responden diminta untuk memilih dimana posisi mana ia berasa pada skala nilai kata-kata atau arti kata-kata


(28)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan produk furnitur semakin meningkat dengan dikeluarkannya berbagai desain produk baru oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang furnitur. Pangsa furnitur dunia mulai tertarik untuk mengunakan produk yang ramah lingkungan. Isu ramah lingkungan tidak hanya dinilai sebagai nilai tambah, tapi sudah menjadi salah satu pertimbangan utama konsumen dalam memilih produk, bahkan banyak negara telah mensyaratkan hanya produk-produk

ecolabelling (ramah lingkungan) yang diizinkan masuk ke negara mereka.

Persyaratan tersebut merupakan peluang pasar yang besar bagi produk furnitur rotan Indonesia untuk semakin berkembang. Rotan merupakan salah satu produk yang termasuk ramah lingkungan yang bahan bakunya berasal dari Indonesia. Rotan dianggap ramah lingkungan karena merupakan sumber daya alam yang bisa diperbaharui. Selain itu dengan sifatnya yang lentur, kuat dan dapat dibentuk, menjadikan rotan sebagai bahan baku produk furnitur yang baik.

Sebagai langkah awal untuk memperoleh peluang pasar, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap keinginan konsumen. Identifikasi keinginan konsumen perlu dilakukan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen terhadap suatu produk, dalam hal ini produk furnitur. Analisis tersebut diperlukan karena pada dasarnya suatu perusahaan baik produsen maupun perancang produk tidak mengetahui secara tepat apa yang diinginkan konsumen. Dengan mengetahui keinginan konsumen maka perusahaan, khususnya tim perancang produk (product designer) dapat mendesain produk yang sesuai dengan keinginan konsumen.

Dalam merancang dan mengembangkan suatu produk, tim perancang produk lebih mencoba trial dan error. Seorang perancang produk (product designer) harus dapat mendesain produk yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Proses desain adalah sebuah proses yang terdiri dari suatu rangkaian kegiatan kreatif, dan sering menghadapi ketidakpastian (Crilly et al. 2004).

Untuk dapat merancang suatu produk, seorang perancang produk sebaiknya mengetahui hal-hal yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih produk. Pada saat ini pertimbangan secara emosi dan perasaan menjadi pertimbangan


(29)

2

penting bagi konsumen dalam memilih produk (Nagamachi & Lokman 2011). Seiring dengan berkembangnya jenis produk dan teknologi maka suatu produk tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara fungsi (functional) dan kegunaan (usability), namun juga memenuhi kebutuhan emosional konsumen. Dengan kata lain, suatu produk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan konsumen baik secara fisik maupun emosi.

Oleh karena itu perlu adanya pengetahuan mengenai kebutuhan dan keinginan konsumen. Metode yang dilakukan untuk menangkap keinginan konsumen adalah Quality Function Deployment (QFD) yang diperkenalkan oleh Akao pada tahun 1970, dan metode lainnya adalah rekayasa Kansei (Kansei Engineering).

Salah satu metode untuk mengembangkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen adalah Rekayasa Kansei. Rekayasa Kansei (Kansei Engineering) merupakan metode pengembangan produk berorientasi kepada konsumen, diperkenalkan oleh Prof. Mitsuo Nagamachi pada tahun 1970. Rekayasa Kansei menitik beratkan pada perasaan (Kansei) manusia. Penggunaan metode Rekayasa Kansei dapat menerjemahkan Kansei (perasaan atau emosi) dari konsumen menjadi elemen rancangan desain, sehingga selanjutnya membuat suatu produk akan lebih efisien (Okamoto et al. 2007).

Rekayasa Kansei telah banyak digunakan untuk pengembangan produk baru maupun untuk desain produk (Nagamachi 1995). Metode ini telah diterapkan di Jepang, dan banyak digunakan, khususnya pada industri otomotif seperti mobil Miata keluaran Mazda (Nagamachi 2002a), setir mobil (Nagamachi 2002b), interior mobil (Tanoue et al. 1997; Jindo & Hirasago 1997) maupun produk lainnya seperti tas (Nagasawa 2008), kursi kantor (Park & Han 2004), dan mesin cuci (Ishihara et al. 2010). Contoh dari suksesnya penggunaan rekayasa Kansei

adalah produk Miata (MX5) dari Mazda. Produk mobil tersebut terbukti disukai oleh konsumen sehingga menjadi mobil sport terlaris versi The Guinness Book of Records tahun 2001 (Schütte & Eklund 2003).

Hingga saat ini masih sedikit sekali penelitian yang menerapkan Rekayasa

Kansei pada produk-produk pertanian, khususnya produk hasil agroindustri. Di lain pihak banyak produk agroindustri yang membutuhkan perancangan dalam


(30)

3

proses pengembangannya. Rotan merupakan komoditas hasil hutan non kayu yang penting di Indonesia. Sekurangnya dua juta rakyat Indonesia yang tersebar di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera menggantungkan hidupnya pada rotan. Saat ini produk rotan alam di Indonesia mencapai sekitar 250 ribu sampai 300 ribu ton per tahun yang merupakan 85% dari produksi rotan dunia (Sumardjani 2010). Produksi tersebut menurun dibandingkan hasil kajian Departemen Kehutanan dan Perkebunan pada tahun 1998 yang menunjukkan bahwa perkiraan luas areal hutan yang berotan adalah 11,8 juta ha dengan potensi produksi rotan adalah sebesar 415.950,64 ton per tahun (Mulyadi 2001).

Produk jadi industri rotan sebagian besar berorientasi ekspor. Negara tujuan ekspor utama adalah Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Amerika Serikat, Belanda, Perancis, Jerman, Inggris, Belgia, Luxemburg, Spanyol, dan Australia. Jumlah ekspor Indonesia pada tahun 2008 untuk rotan mentah adalah 30.947.193 kg dengan nilai US$ 27.948.348, sedangkan untuk produk rotan jadi mencapai 177.007.303 kg dengan nilai US$ 432.297.220. Ekspor rotan terus menurun dimana pada tahun 2009 ekspor rotan mentah/asalan sebesar 27.863.593 kg dengan nilai US$ 26.901.677 dan untuk produk rotan jadi 161.978.158 kg dengan nilai US$ 395.139.212 (BPS 2010).

Salah satu penyebab penurunan ekspor produk jadi rotan Indonesia adalah bahan baku rotan lebih banyak diekspor keluar negeri (Jaelani 2010). Keluarnya keputusan Menteri Perdagangan No. 35/M-Dag/PER/11/2011 tentang penutupan ekspor bahan baku rotan berakibat berlimpahnya bahan baku rotan yang harus terserap oleh industri pengolahan rotan di dalam negeri. Industri furnitur sebagai industri utama pengolah rotan harus semakin berkembang untuk menghasilkan produk-produk yang berhasil. Salah satunya yaitu dengan cara mengembangkan berbagai desain yang disukai konsumen.

Produk jadi rotan antara lain furnitur, kerajinan seperti partisi, keranjang dan lain-lain. Dalam perdagangan dunia, produk furnitur Indonesia bersaing ketat dengan produk-produk dari negara-negara lain terutama China dan Vietnam. Kursi rotan Indonesia sebagai produk ekspor dan penggunaan domestik menjadi lahan agroindustri. Menurut Rini (2006) eksportir rotan Indonesia hanya mampu


(31)

4

menjual kursi rotan di pasar Eropa dengan harga terendah US$ 4 per kg, sementara produk serupa buatan Cina dapat dijual dengan harga US$ 1,8 per kg.

Permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha produk berbasis rotan antara lain disebabkan oleh masih lemahnya desain dan penyelesaian produk, tidak seragamnya mutu produk dan ketergantungan teknologi rancang bangun dan perekayasaan industri mesin dan peralatan furnitur kayu dan rotan dari luar negeri. Selain itu sebagian besar pengusaha produk rotan Indonesia melakukan ekspor melalui perantara dalam bentuk barang jadi, sehingga pengusaha rotan sangat tergantung pada pihak perantara dan pembeli (buyer), sehingga tidak memiliki pengetahuan mengenai preferensi konsumen.

Faktor desain semakin menjadi penentu keberhasilan produk di pasar domestik dan ekspor, oleh karena itu pengetahuan apa saja yang menjadi keinginan konsumen sangat dibutuhkan untuk mengembangkan produk jadi rotan. Pada umumnya produk agroindustri dibuat tanpa mempertimbangkan perasaan dan tanpa menggunakan rancangan desain. Oleh karena itu diperlukan suatu perancangan produk yang menggunakan perasaan, agar lebih dapat mengakomodir keinginan dan selera konsumen.

Dalam penelitian ini ada tiga isu penelitian yang dipertimbangkan. Pertama adalah bagaimana pemahaman emosi dan perasaan manusia terhadap produk. Kedua adalah bagaimana mengembangkan metode yang efektif untuk menghubungkan evaluasi berdasarkan emosi dan perasaan konsumen dengan desain produk. Ketiga bagaimana memetakan pengetahuan mengenai emosi dan perasaan konsumen tersebut terhadap desain elemen produk. Ketiga isu tersebut menjadi permasalahan pada suatu sistem penilaian produk, dalam hal ini evaluasi terhadap desain produk, khususnya produk kursi rotan.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan sistem evaluasi elemen desain produk rotan menggunakan pendekatan rekayasa Kansei. Tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut:


(32)

5

2. Mengembangkan metode evaluasi elemen desain kursi rotan dengan pendekatan rekayasa Kansei

3. Mengembangkan integrasi sistem evaluasi elemen desain kursi rotan dengan pendekatan rekayasa Kansei.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini meliputi hal-hal berikut:

1. Obyek penelitian adalah produk jadi rotan, yaitu kursi makan rotan (rattan dining chair).

2. Penelitian dibatasi pada persepsi konsumen terhadap desain elemen kursi rotan, yaitu desain sandaran punggung kursi rotan, desain dudukan kursi rotan, desain sandaran tangan kursi rotan, desain kaki kursi rotan dan anyaman kursi rotan.

1.4 Manfaat Penelitian

Keluaran dari penelitian adalah suatu metodologi untuk melakukan evaluasi atau penilaian terhadap produk dengan mempertimbangkan perasaan, emosi atau

Kansei konsumen, khususnya produk rotan. Oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Sebagai pertimbangan awal dalam merancang produk rotan, khususnya untuk perancang produk

2. Sebagai studi awal untuk penelitian selanjutnya dalam mengembangkan desain produk yang sesuai dengan keinginan konsumen.

1.5 Kebaruan Penelitian

Dari referensi studi diketahui bahwa penelitian dengan pendekatan rekayasa

Kansei, khususnya untuk produk agroindustri masih sangat sedikit dilakukan, Riset ini berkontribusi pada pengembangan metode evaluasi pada rekayasa

Kansei, khususnya rekayasa Kansei tipe II. Penggunaan rekayasa Kansei dengan

association rules dan quality function deployment (QFD) dengan pembobotan menggunakan analytical hierarcy process (AHP) pada industri furnitur rotan merupakan metode yang diklaim sebagai kebaruan pada disertasi ini.


(33)

(34)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rekayasa Kansei

Rekayasa Kansei (Kansei Engineering) diperkenalkan oleh Prof. Mitsuo Nagamachi pada tahun 1970. Rekayasa Kansei adalah suatu teknologi yang menyatukan Kansei (perasaan dan emosi) dengan disiplin ilmu teknik (rekayasa). Rekayasa Kansei digunakan dalam pengembangan produk untuk memperoleh kepuasan konsumen, yaitu dengan menganalisa perasaan dan emosi manusia dan menghubungkan perasaan dan emosi tersebut menjadi desain produk (Nagamachi & Lokman 2011).

Menurut Nagamachi dan Lokman (2011), dalam definisi psikologi, Kansei

mengacu pada pikiran yang ada, dimana pengetahuan, emosi dan keinginan berjalan harmonis. Menurut Schütte dan Eklund (2003), Kansei merupakan perasaan psikologis yang mencakup semua perasaan yang ditimbulkan dari alat indra manusia yaitu melihat, mendengar, merasakan dan mencium. Kansei

dipengaruhi oleh tingkah laku, sikap, pengetahuan dan perasaan manusia. Secara ringkas prinsip kata Kansei oleh Schütte dan Eklund (2003) disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Prinsip Kansei (Schütte & Eklund 2003).

Pengertian Kansei dalam rekayasa Kansei mengacu kepada ungkapan terhadap produk atau lingkungan, dimana emosi dan citra terhadap produk tersebut telah tersimpan di dalam pikiran. Sebagai contoh, ungkapan “produk itu mewah” atau “produk itu bergaya muda” merupakan kesan Kansei terhadap produk. Umumnya Kansei yang digunakan dalam rekayasa Kansei berbentuk kata sifat, walaupun dapat pula berbentuk kata benda (Nagamachi & Lokman 2011).


(35)

8

Rekayasa Kansei dikembangkan sebagai teknologi yang berorientasi konsumen untuk pengembangan produk baru. Rekayasa Kansei menerjemahkan

Kansei konsumen secara psikologis, dan selanjutnya menganalisa Kansei dengan menggunakan metode-metode yang dapat menerjemahkan Kansei yang telah dianalisa ke dalam bentuk elemen desain. Prinsip dari Kansei Engineering

disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Proses sistem rekayasa Kansei (Nagamachi 1995).

Nagamachi (2002b) menyatakan rekayasa Kansei didefinisikan sebagai teknologi yang menerjemahkan perasaan (Kansei) konsumen terhadap suatu produk menjadi elemen desain produk tersebut. Terdapat empat hal penting dalam teknologi ini, yaitu; (1) bagaimana memahami perasaan (Kansei) konsumen terhadap suatu produk, (2) bagaimana mengidentifikasi karakteristik rancangan produk dari Kansei konsumen, (3) bagaimana membangun rekayasa Kansei

sebagai teknologi, (4) bagaimana produk disesuaikan dengan trend yang selalu berubah.

Nagamachi dan Lokman (2011) menyatakan produk-produk yang dikembangkan menggunakan rekayasa Kansei atau yang disebut dengan produk

Kansei tidak harus mahal atau mempunyai teknologi tinggi. Produk Kansei

merupakan produk yang mampu mengaktualisasikan kebutuhan dan emosi konsumen, sehingga konsumen ingin membeli produk tersebut. Keinginan dan emosi konsumen tersebut keinginan konsumen diterjemahkan baik dalam bentuk fungsi dan bentuk produk.

Terdapat enam tipe Kansei Engineering yang dikembangkan, seperti dijelaskan di bawah ini (Nagamachi & Lokman 2011):


(36)

9

• Rekayasa Kansei tipe I – Klasifikasi kategori

Rekayasa Kansei tipe I atau disebut klasifikasi kategori. Dalam tipe ini,

Kansei konsumen terhadap suatu produk dihubungkan dengan sifat produk secara manual dengan menggunakan struktur pohon. Langkah tipe ini yaitu dengan memecahkan konsep dari target produk menjadi subkonsep-subkonsep dan selanjutnya diterjemahkan menjadi karakteristik fisik produk. Secara ringkas langkah tipe ini disajikan pada Gambar 3.

Langkah-langkah dalam rekayasa Kansei tipe I yaitu, melakukan identifikasi target produk, menentukan konsep produk, atau yang diistilahkan sebagai konsep

Kansei ordo-0.Selanjutnya konsep tersebut dipecah menjadi subkonsep (konsep

Kansei ordo ke-1). Jika subkonsep ini belum dapat diterjemahkan dalam bentuk karakteristik fisik, maka selanjutnya dipecah lagi menjadi konsep Kansei ordo ke-2, dan seterusnya sehingga diperoleh karakteristik desain yang sesuai.

Ket : A, B, C, …,Q = contoh fisik desain

Gambar 3 Konsep rekayasa Kansei tipe I (Nagamachi & Lokman 2011).

Fisik desain

Konsep

Kansei Ordo ke-3

Konsep

Kansei Ordo ke-2 Konsep

Kansei Ordo ke-1 Konsep

Kansei Ordo ke-0

Konsep Produk

Konsep 1

Konsep 1-1 Konsep 1-1-1 A

Konsep 1-2

Konsep 1-2-1 B

Konsep 1-2-2 C

Konsep 2 Konsep 2-1 Konsep 2-2 Konsep 2-3 Konsep 3 Konsep 3-1 Konsep 3-2

Konsep 3-2-1 P


(37)

10

Contoh penggunaan rekayasa tipe I ini dilakukan untuk produk mobil sport (Nagamachi 1995; Nagamachi & Lokman 2011), Guerin (2004) juga menggunakan rekayasa Kansei tipe I untuk melakukan pengembangan desain interior pesawat.

Kansei Engineering tipe II - Kansei Engineering System

Tipe ini merupakan teknik menerjemahkan Kansei konsumen terhadap produk dan menerjemahkannya menjadi elemen desain produk (Gambar 4). Metode ini menggunakan basis data Kansei konsumen dan menggunakan komputer dan kecerdasan buatan (artificial intelligent) untuk menghubungkan antara Kansei dan elemen desain (Ishihara et al. 1995; Ishihara et al. 1997; Ishihara et al. 2002; Mastur & Hadi 2005).

Gambar 4 Proses penerjemahan rekayasa Kansei tipe II (Nagamachi & Lokman 2011).

• Rekayasa Kansei Tipe III

Tipe ini sama dengan tipe kedua, tapi tipe ini menggunakan model matematika untuk menghubungkan antara Kansei konsumen dan elemen desain. Nagamachi dan Lokman (2011) menggunakan rekayasa Kansei tipe ini untuk menghubungkan artikulasi suara dari suatu kata dan kesan yang ditangkap dari kata tersebut.


(38)

11

• Hybrid Kansei Engineering

Terdiri dari dua metode yaitu forward dan backward Kansei engineering. Forward Kansei engineering adalah suatu metode dimana konsumen memilih produk yang sesuai dengan Kansei-nya, selanjutnya dengan bantuan komputer akan menerjemahkan menjadi desain yang sesuai, sedangkan backward Kansei engineering rancangan desain diunduh kedalam komputer dan selanjutnya komputer akan menyediakan kata Kansei yang sesuai. Sistem yang menggunakan kedua metode diatas disebut dengan hybrid Kansei engineering, dimana konsumen dapat memasukkan kata Kansei untuk memperoleh rancangan desain, atau desainer dapat memasukkan gambar atau sketsa untuk mengetahui kata

Kansei yang sesuai (Nagamachi & Lokman 2011). • Kansei Engineering Tipe V Virtual Kansei Engineering

Tipe ini menggunakan teknik virtual reality untuk pengumpulan data. Tipe ini digunakan oleh Electric Works dan University Hiroshima untuk merancang dapur ruang makan (Nagamachi & Lokman 2011). Hariguchi (1995) melakukan penelitian untuk mengembangkan sistem kendaraan dengan pendekatan simulator menggunakan rekayasa Kansei .

Kansei Engineering Tipe VI - Collaborative Kansei Engineering Designing

Pada rekayasa Kansei tipe ini menggunakan bantuan Web, dimana desainer dari lokasi yang berbeda dapat bekerja sama dalam pembuatan suatu desain produk. Pembuatan desain dilakukan dengan menggunakan basis data Kansei

(Schütte 2002; Nagamachi et al. 2006).

Secara umum, Schutte (2002) mengajukan tahapan prosedur pada rekayasa

Kansei, sebagai berikut:

 Pemilihan domain (choosing the domain)

Pada tahap ini dilakukan penetapan tipe produk, segmen pasar dan target grup .

 Pengumpulan ruang semantik (spanning the semantic space)

Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan kata-kata Kansei dari majalah, brosur, internet dan lain-lain, dan selanjutnya melakukan identifikasi struktur Kansei. Identifikasi dapat dilakukan secara manual seperti


(39)

12

 Pengumpulan ruang atribut (spanning the space of properties)

Mengumpulkan berbagai produk sejenis yang ada di pasaran. Menurut Keim et al. (2008) penilaian secara visual akan meningkatkan persepsi dan kemampuan kognitif manusia, dan dengan bantuan teknik analisis membantu untuk memperoleh pemahaman lebih jauh.

 Sintesis

Pada tahap ini ruang semantik dan ruang atribut dihubungkan. Teknik yang dapat digunakan pada tahap ini yaitu; secara manual (Kansei engineering type I- category classification), menggunakan metode statistik (analisis regresi, Quantification theory type I) dan menggunakan metode peringkat (fuzzy set theory, genetic algorithm, neural network, rough set theory).

Kansei merupakan sesuatu hal yang abstrak atau tidak dapat dipegang, sehingga pengukuran yang dilakukan berupa ekspresi yang dikeluarkan oleh manusia. Pengukuran Kansei manusia dapat dilakukan melalui: perilaku dan tindakan manusia, kata-kata yang diucapkan, mimik muka dan bahasa tubuh, dan pengukuran secara fisik seperti; detak jantung, EMG, EEG.

Dalam rekayasa Kansei, konsumen diminta untuk mengungkapkan

Kansei-nya saat melihat suatu produk. Ungkapan tersebut disebut kata Kansei. Untuk memahami Kansei konsumen dapat digunakan semantic differensial (SD) yang dikembangkan oleh Osgood (Schütte 2002). SD digunakan sebagai teknik utama dalam memahami Kansei konsumen. Osgood menggunakan skala untuk mengkuantifikasi kata, yaitu dengan membandingkan kata dan lawan katanya, seperti ringan – berat, panas – dingin. Menurut Nagamachi dan Lokman (2011), dalam rekayasa Kansei penggunaan lawan kata seperti cantik – jelek tidak tepat, karena tidak ada desain yang jelek, sehingga padanan kata yang digunakan adalah cantik – tidak cantik, mewah – tidak mewah.

2.2 Tahapan Pengembangan Produk

Produk merupakan sesuatu yang dijual oleh perusahaan kepada pembeli. Suatu produk mempunyai sifat kompleks yang dapat diraba, termasuk kemasan,


(40)

13

warna, harga, prestasi perusahaan dan pengecer yang diterima oleh pembelian untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pembeli (Shane 2008).

Keberhasilan produk yang dikembangkan tergantung dari respon konsumen, produk hasil pengembangan dikatakan sukses bila mendapat respon positif dari konsumen yang diikuti dengan keinginan dan tindakan untuk membeli produk. Mengidentifikasi kebutuhan konsumen merupakan fase yang paling awal dalam mengembangkan produk, karena tahap ini menentukan arah pengembangan produk (Ulrich & Eppinger 2008).

Menurut Schiffman dan Kanuk (2000) proses pengambilan keputusan konsumen dalam membeli suatu produk terdiri dari tiga tahap yang saling berhubungan, yaitu tahap masukan (input), tahap proses dan tahap keluaran (output). Pada tahap masukan berupa pengenalan konsumen terhadap kebutuhan atas produk yang berasal dari usaha pemasaran produk tersebut dan pengaruh sosial dari eksternal konsumen, seperti keluarga, teman, tetangga dan sumber informal lainnya. Informasi yang diperoleh merupakan masukan yang mempengaruhi apa yang akan dibeli oleh konsumen.

Tahap proses merupakan suatu tahapan dimana konsumen mengambil keputusan. Berbagai faktor psikologis mempengaruhi setiap individu. Pengalaman yang diperoleh melalui evaluasi berbagai alternatif akan mempengaruhi psikologis konsumen yang ada. Tahap keluaran dalam pengambilan keputusan terdiri dari dua kegiatan yaitu perilaku membeli dan evaluasi setelah membeli. Adanya pembelian ulang menandakan bahwa produk tersebut dapat diterima oleh konsumen (Schiffman & Kanuk 2000).

Perancangan dan pengembangan produk merupakan serangkaian aktivitas yang dimulai dari analisa persepsi dan peluang pasar, kemudian diakhiri dengan tahap produksi, penjualan dan pengiriman produk (Ulrich & Eppinger 2008). Ulrich dan Eppinger (2008) menambahkan bahwa tahapan pengembangan produk terbagi menjadi enam tahap, yaitu tahap perencanaan, pengembangan konsep, desain tingkat sistem, desain detail, pengujian dan perbaikan, dan tahap terakhir adalah berjalannya produksi. Proses pengembangan produk diawali dengan tahap perencanaan, yang menghubungkan penelitian lebih lanjut dan kegiatan pengembangan teknologi. Keluaran tahap perencanaan ini adalah pernyataan misi


(41)

14

dari proyek, yang merupakan masukan yang dibutuhkan untuk memulai tahap pengembangan konsep dan menjadi sebuah panduan bagi tim pengembangan. Hasil dari proses pengembangan produk adalah pada saat produk diluncurkan dan tersedia di pasaran.

Karakter dalam pengembangan produk terbagi menjadi lima tipe (Ulrich & Eppinger 2008). Karakter tersebut disesuaikan dengan kemampuan dan tujuan perusahaan, tipe ini yaitu sebagai berikut:

a. Tipe generic (market pull), pada tipe ini perusahaan mengawali dengan peluang pasar kemudian mendapatkan teknologi yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Contoh penerapan tipe ini yaitu pada barang-barang untuk keperluan olahraga, furnitur, dan alat bantu kerja. b. Tipe technology push, pada tipe ini perusahaan mengawali dengan suatu

teknologi baru, kemudian mendapatkan pasar yang sesuai. Perbedaan dengan tipe market pull yaitu pada tahap perencanaan melibatkan kesesuaian antara teknologi dan kebutuhan pasar. Pengembangan konsep mengasumsikan bahwa teknologinya telah tersedia.

c. Produk platform, pada tipe ini perusahaan mengasumsikan bahwa produk baru akan dibuat berdasarkan sub-sistem teknologi yang telah ada. Peralatan elektronik, komputer dan printer adalah beberapa contoh yang dikembangkan dengan karakter ini.

d. Process intensive, pada tipe ini karakteristik produk sangat dibatasi oleh proses produksi. Pada tipe ini proses dan produk harus dikembangkan bersama-sama dari awal atau proses produksi harus dispesifikasikan sejak awal. Contoh process intensive adalah pengembangan makanan ringan, bahan kimia, semikonduktor.

e. Costumized, pada tipe ini produk baru memungkinkan sedikit variasi dari model yang telah ada. Tipe ini diterapkan pada pengembangan produk saklar, motor, baterai dan kontainer.

Atribut produk merupakan unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar keputusan pembelian suatu produk. Menurut Kotler dan Armstrong (2008) atribut produk tersebut meliputi mutu, fitur, serta gaya dan


(42)

15

desain produk. Dijelaskan dalam Kotler dan Armstrong (2008), mutu produk berhubungan erat dengan nilai dan kepuasan konsumen. Mutu mempunyai dua dimensi, yaitu tingkat dan konsistensi. Pada umumnya perusahaan memilih tingkat mutu yang sesuai dengan kebutuhan pasar sasaran dan tingkat mutu produk pesaing. Konsisten disini dalam arti bahwa mutu roduk mempunyai tingkat mutu yang ditargetkan dan diharapkan konsumen secara konsisten. Fitur produk merupakan sarana kompetitif untuk membedakan produk terhadap produk sejenis yang menjadi pesaing. Menjadi produsen awal yang mengenalkan fitur baru yang dibutuhkan dan dianggap bernilai menjadi salah satu cara yang efektif untuk bersaing (Kotler & Armstrong 2008)

Gaya dan desain merupakan cara lain untuk menambahkan nilai bagi konsumen adalah melalui gaya dan desain produk yang khas. Desain merupakan hasil kreatifitas manusia yang diwujudkan dalam bentuk produk untuk memenuhi kebutuhan manusia. Penilaian suatu nilai desain produk didasarkan pada tiga unsur, yaitu fungsional, estetika dan ekonomi (Wardani 2003). Crawford dan Di Benedetto (2000) mengklasifikasikannya menjadi fungsi, ergonomi dan image atau estetika.

Selanjutnya unsur dapat dibagi menjadi tiga faktor desain yaitu konten (isi), bentuk dan substansi. Faktor konten berupa tujuan, penggunaan, fungsi dan arti dari produk. Faktor bentuk berupa ukuran, warna dan tekstur, dan faktor substansi yaitu bahan material yang digunakan dan proses produksinya (Choi & Jun 2007).

2.3 Rotan

Rotan merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang terdapat di Indonesia. Kata rotan dalam bahasa Melayu diturunkan dari kata raut yang berarti meraut, mengupas, melicinkan dengan bantuan benda tajam seperi pisau atau parang (Rachman & Jasni 2008). Rotan merupakan salah satu sumber hayati Indonesia, penghasil devisa negara yang cukup besar. Sebagai negara penghasil rotan terbesar, Indonesia telah memberikan sumbangan sebesar 80% kebutuhan rotan dunia. Dari jumlah tersebut 90% rotan dihasilkan dari hutan alam yang terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan sekitar 10% dihasilkan dari budidaya rotan (Kalima, 1996).


(43)

16

Pusat penyebaran tumbuhan rotan adalah Asia, terutama Asia Tenggara. Di daerah ini ditemui 10 genera yang meliputi 85% dari seluruh jenis rotan yang tumbuh di dunia. Dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara paling kaya akan jenis sumber daya rotan. Secara nasional tercatat 312 spesies rotan yang tersebar di Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya, Sulawesi dan Jawa (Rachman & Jasni 2008; Kalima 1996).

Rotan merupakan palem berduri yang memanjat dan hasil hutan bukan kayu yang terpenting di Indonesia (MacKinnon 1998). Rotan dapat berbatang tunggal (soliter) atau berumpun. Rotan yang tumbuh soliter hanya dipanen sekali dan tidak beregenerasi dari tunggul yang terpotong, sedangkan rotan yang tumbuh berumpun dapat dipanen terus-menerus. Rumpun terbentuk oleh berkembangnya tunas-tunas yang dihasilkan dari kuncup ketiak pada bagian bawah batang. Kuncup-kuncup tersebut berkembang sebagai rimpang pendek yang kemudian tumbuh menjadi batang di atas permukaan tanah (Dransfield & Manokaran 1996).

Batang rotan berbentuk silindris dan mempunyai diameter batang berkisar antara 6 – 50 mm, tergantung kepada jenisnya. Bentuk batang rotan terdiri dari ruas-ruas yang panjangnya berkisar antara 10 sampai 50 cm. Ruas satu dengan yang lain dibatasi dengan buku, namun buku ini hanya terdapat di bagian luar batang, tidak membentuk sekat seperti bambu (Rachman & Jasni 2008). Walaupun mirip dengan bambu, rotan dapat dibedakan dari bambu dimana rotan mempunyai batang yang padat, sedangkan pada batang bambu terdapat rongga ditengahnya. Rotan memiliki batang yang fleksibel dan panjang, dan harus ditopang, sedangkan bambu memiliki batang yang kaku dan panjang.

Secara garis besar komponen kimia penyusun rotan adalah selulosa, lignin dan zat ekstraktif (Jasni et al. 2000; Rachman & Jasni 2008). Jumlah selulosa dalam rotan  38 - 58 persen. Selulosa pada rotan berbentuk rantai panjang dan tersusun pada dinding sel rotan. Orientasi rantai selulosa ini pada satu bagian tersusun rapat (daerah kristalit) dan pada bagian lain tersusun tidak teratur (daerah amorf). Daerah amorf ini yang mudah dimasuki atau mengeluarkan air sehingga rotan bisa mengembang atau mengerut (Rachman & Jasni 2008).

Lignin merupakan komponen terbesar kedua pada rotan. Komponen lignin pada rotan berkisar 18 – 27 persen (Rachman & Jasni 2008). Lignin berfungsi


(44)

17

memberikan kekuatan pada batang, makin tinggi kadar lignin dalam rotan makin kuat rotan karena ikatan antar serat juga makin kuat (Jasni et al. 2000). Menurut Rachman dan Jasni (2008) zat ekstraktif pada rotan lebih kurang 13 persen. Zat ekstraktif pada rotan antara lain gula-gula yang dapat menjadi bahan makanan jamur dan serangga, lilin dan getah, zat warna dan silika.

Menurut Rachman dan Jasni (2008) sifat fisis dan mekanis adalah indikator penting untuk menentukan perilaku penampakan, kekuatan dan mutu rotan. Sifat fisis mekanis rotan ditentukan oleh susunan dan orientasi sel penyusun dan komposisi kimia rotan. Sifat fisis mekanis rotan mencakup kadar air, berat jenis dan kekuatan lentur statik. Kekuatan lentur statik adalah ukuran kemampuan rotan menahan beban lentur yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk.

Secara taksonomi, rotan mempunyai banyak jenis. Penyebutan nama rotan menunjuk kepada beberapa tanaman yang berasal dari berbagai genus dan spesies yang secara umum disebut rotan karena mempunyai persamaan ciri-ciri umum dan tempat hidup. Rotan yang dibudidayakan dan memiliki prospek pengembangan adalah palasan (Calamus merrillii Beccari), rotan batang (C. zollingeri), rotan batu (C. subinermis), rotan buku hitam (C. palustris Griffth), rotan gunung (C. exilis Griffth), rotan irit (C. trachycoleus), rotan kesup (C. ornatus), rotan lilin (C. javensis), rotan manau (C. manan), rotan manau tikus (C. tumidus), rotan semambu (C. scipionum), rotan taman (C. optimus), rotan tumalim (C. mindorensis), rotan tut (C. pogonacanthus), dan rotan udang (Korthalsia echinometra) (Januminro 2000).

Di Indonesia terdapat delapan marga rotan yang terdiri atas kurang lebih 306 jenis, hanya 51 jenis yang sudah dimanfaatkan. Hal ini berarti pemanfaatan jenis rotan masih rendah dan terbatas pada jenis-jenis yang sudah diketahui manfaatnya dan laku di pasaran. Ada beberapa jenis rotan batang asalan yang sering digunakan untuk menjadi rotan batang poles, yaitu

a. Manao : Rotan tersebut merupakan rotan yang paling baik untuk dijadikan batang poles karena kelenturannya dan kekuatannya. Ciri-cirinya: ruas/ buku sama datar, warnanya kuning gading/ cerah, tidak berumpun dan panjangnya mencapai 100 meter. Biasanya dipakai untuk membuat kursi, sofa dan meja.


(45)

18

b. Mandola : Rotan ini paling sering digunakan oleh para pengrajin rotan, karena harganya yang ekonomis dari rotan manau. Biasanya digunakan untuk membuat kursi dan rak

c. Tohiti : Rotan ini memiliki kualitas yang kurang baik dibandingkan rotan manao dan mandola, biasanya digunakan pengrajin sebagai palang silang kaki kursi.

d. Blunuk : Rotan tersebut basanyanya dipakai oleh pengrajin yang menjual produknya dengan harga dan kualitas yang rendah, sebab rotan ini memiliki kualitas yang rendah.

e. Suti : Rotan tersebut memiliki ciri-ciri: ukurannya lebih pendek dan diameter rotan tidak rata atau tidak proporsional.

f. Semambu: rotan tersebut memiliki ciri-ciri: ruasnya lebih panjang dan berbuku rata, warna hijau kekuning-kuningan, seratnya/ pori besar sehingga mudah patah. Biasanya digunakan untuk membuat kursi dan meja.

g. Manu : rotan tersebut terbilang jenis baru yang diproses menjadi batang poles, tetapi memiliki kualitas yang sama dengan rotan mandola.

Rotan mempunyai sifat yang unik, yaitu walaupun mempunyai diameter sebesar ibu jari, namun panjangnya dapat mencapai 100 meter. Bahan rotan bersifat keras, namun cukup elastis untuk dapat dilengkungkan. Batang polos rotan dimanfaatkan secara komersial untuk furnitur dan anyaman rotan karena kekuatan, kelenturan dan keseragamannya. Diperkirakan 20% spesies rotan digunakan secara komersial baik dalam bentuk utuh maupun dalam belahan. Kulit rotan dapat dimanfaatkan untuk tikar dan keranjang. Di daerah pedesaan banyak spesies rotan telah digunakan untuk berbagai tujuan seperti tali-temali, konstruksi, keranjang, atap dan tikar (Dransfield & Manokaran 1996).

Setiap bagian dari rotan dapat dimanfaatkan. Batang rotan yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Batang yang muda digunakan untuk sayuran, akar dan buahnya untuk bahan obat tradisional. Getah rotan dapat digunakan untuk bahan baku pewarnaan pada industri keramik dan farmasi. Pohon industri rotan disajikan pada Gambar 5.


(46)

19

Batang rotan dapat dibuat bermacam-macam bentuk perabot rumah tangga atau hiasan-hiasan lainnya. Misalnya furnitur, kursi, rak, penyekat ruangan, keranjang, tempat tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, dan sebagainya. Selain itu, batang rotan juga dapat digunakan untuk pembuatan barang-barang anyaman untuk dekorasi, tas tangan, kipas, bola takraw, karpet, dan sebagainya (Januminro 2000).

Rotan merupakan salah satu bahan baku furnitur yang paling diminati oleh masyarakat nasional maupun internasional. Salah satu keunggulan rotan sebagai bahan baku furnitur adalah bentuknya silindris dan lurus sehingga dapat digunakan sebagai kerangka furnitur berbagai macam bentuk (Krisdianto et al.

2007). Selain itu keunikan rotan terletak pada kemampuannya yang khas dalam menampilkan rasa artistik yang alami, dan secara fisik perabot rotan jika dibandingkan dengan dengan barang lain dengan fungsi yang sama lebih ringan sehingga mudah dipindahkan letak maupun posisinya (Rachman & Jasni 2008).

Keunikan rotan dibandingkan dengan material furnitur lainnya yaitu dengan bantuan pemanasan, rotan mudah dilengkungkan, sehingga komponen furnitur dapat dibuat dalam bentuk lengkung agar memiliki nilai artistik yang tinggi (Rachman dan Karnasudirdja, 1978, Hartono, 1998). Komponen dalam bentuk lengkung selain menambah nilai artisik, juga menambah ciri khas produk furnitur rotan.

2.4 Pengolahan Rotan

Pengolahan rotan menurut Jasni (2000) merupakan proses pengolahan bahan baku rotan asalan yang telah dipungut dari kebun atau hutan menjadi bahan baku rotan setengah jadi dan barang jadi atau siap pakai atau dijual. Pengolahan rotan terdiri dari pengolahan rotan berdiameter kecil (<18 mm) dan rotan berdiameter besar (>18 mm).


(47)

Gambar 5 Pohon industri rotan (Kemenperin 2007).

2


(48)

21

Tujuan pengolahan rotan asalan sebelum menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi, antara lain untuk menghilangkan kotoran dan selaput silika yang masih melekat pada batang rotan, mendapatkan bahan baku rotan yang tahan terhadap hama dan penyakit, menghasilkan bahan baku rotan bulat (amplas dan serut), kulit dan hati rotan yang diinginkan sesuai dengan tujuan penggunaannya dan meningkatkan nilai tambah, keindahan, serta hasil guna bahan baku rotan.

Secara umum terdapat tiga aliran pengolahan rotan sebagai bahan baku. Industri pengolahan rotan dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat pengolahan dan hasil produksinya, seperti dijelaskan di bawah ini:

1. Industri yang menghasilkan rotan bulat W&S (Washed and Sulphurized). Kelompok ini merupakan usaha pengawetan rotan bulat sebagai bahan baku.

2. Industri yang menghasilkan bahan baku siap pakai atau barang-barang setengah jadi. Kelompok ini mengolah rotan bulat menjadi bentuk barang-barang setengah jadi yang disesuaikan dengan sifat dan keperluannya (rattan polished dan peel/bark core)

3. Industri yang menghasilkan barang-barang jadi dan barang-barang kerajinan. Kelompok ini mengolah bahan baku siap pakai atau barang setengah jadi menjadi barang jadi dan barang-barang kerajinan (furnitur/ alat-alat rumah tangga, lampit, anyaman, kap lampu, keranjang dan lain lain).

Menurut Jasni et al. (2000), rotan yang berdiameter kecil seperti rotan seel (Daemonorop melanochaetes Becc.) yang telah dipanen dan dibersihkan daun dan duri serta anggota batang dan dilakukan penggosokan menggunakan serbuk gergaji atau sabut kelapa. Selanjunya rotan dipotong sesuai standar dan dibawa ke tempat penumpukan rotan dan dijemur dan pengasapan sampai kering. Pengasapan pada dasarnya adalah proses oksidasi belerang (gas SO2) agar warna rotan kuning merata dan tahan terhadap serangan jamur. Proses pengolahan sampai tahap ini disebut rotan WS (Washed and Sulphurized). Rotan yang sudah kering, dilakukan pembelahan (rotan dibelah). Kulit rotan digunakan untk pengikat atau dibuat lampit. Hati rotan kecil disebut fitrit. Tahapan pengolahan rotan asalan sebelum menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, antara lain:


(49)

22

pemotongan rotan, perendaman dalam air, pencucian dan penggosokan, peruntian, pengikisan, penjemuran/ pengeringan, pelurusan, pengawetan, pemutihan, pengasapan, dan sortasi mutu. Ketika rotan asalan telah mengalami proses pengolahan untuk menjadi barang setengah jadi rotan asalan akan mengalami proses pengolahan kulit, hati rotan dan pitrit.

Proses pengolahan rotan asalan menjadi barang jadi sangat tergantung pada fungsi dan tujuan akhir dari barang akan dibuat. Proses pembuatan barang jadi merupakan gabungan proses mekanik (pemotongan dan pengolahan rotan) dan pengerjaan seni tradisional (pembentukan produk jadi secara manual). Pengusahaan barang jadi rotan merupakan usaha padat karya atau menyerap banyak tenaga kerja manusia yang memiliki keterampilan (Januminro 2000). Proses pembuatan barang jadi rotan (furnitur) secara umum terdiri dari beberapa tahap, antara lain persiapan bahan baku, pembentukan dan pembuatan tipe furnitur, perakitan, prefinishing, pengeringan dan seleksi.

2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Thomas Saaty pada tahun 1971. AHP adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk memecahkan suatu situasi yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam beberapa komponen dalam susunan yang memiliki hirarki (Saaty 1980). Ditambahkan, bahwa dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis yang digunakan dalam proses hirarki analitik, terdapat tiga prinsip yang harus ditempuh yaitu penyusunan hirarki, penetapan prioritas dan konsistensi logis (Saaty 1980).

Saaty (1980) menyatakan bahwa penyelesaian persoalan dengan AHP diawali dengan penyusunan hirarki persoalan. Pada tahap ini, persoalan yang kompleks distrukturkan secara grafis. Agar dapat dibandingkan, maka setiap alternatif keputusan harus dapat dinilai dengan kriteria-kriteria yang dapat dirinci menjadi sub kriteria. Selanjutnya sub kriteria dirinci lagi menjadi sub-sub kriteria dan seterusnya. Melalui penyusunan kriteria, sub kriteria, sub sub kriteria dan seterusnya dalam suatu hirarki, maka alternatif keputusan yang akan diambil dapat di-rangking. Dalam hirarki, masing-masing komponen akan diberikan nilai serta


(50)

23

tingkat kepentingan melalui proses pembandingan berpasangan (pair-wise comparison).

AHP merupakan algoritma yang membantu untuk memecahkan masalah keputusan seperti Multiple Choice Decision Analysis (MCDA) (Saaty 1980). Ada banyak MCDA metode yang telah dikembangkan seperti ELECTRE, TOPSIS, dll tetapi metode ini tidak mempertimbangkan saling ketergantungan antara kriteria dan alternatif (Lin et al. 2008).

Analisis AHP merupakan suatu metode penyelesaian persoalan secara terorganisir sehingga dapat mengambil keputusan efektif. Menurut Saaty (1980), metode AHP memilah-milah suatu situasi kompleks, tidak teratur ke dalam variabel-variabel, kemudian disusun secara hirarki. Proses penilaian dalam metode ini adalah dengan memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif setiap variabel. Kemudian melakukan sintesis pertimbangan-pertimbangan agar dapat menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi.

Prinsip kerja AHP menurut Marimin (2004), terdiri dari empat pokok yaitu penyusunan hirarki, penilaian kinerja, penentuan priotitas, dan konsistensi logis. Penjelasannya sebagai berikut :

a. Penyusunan hirarki merupakan suatu gambaran persoalan yang dibentuk dalam diagram atau gambar berbentuk hirarki, yang dimulai dari tujuan (goal), kriteria, kemudian alternatif. Kriteria disini dapat berupa faktor, aktor, dan tujuan. Kriteria juga dapat diimprovisasi.

b. Penilaian kriteria dan alternatif dilakukan melalui perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dengan skala satu sampai sembilan. c. Penentuan prioritas setiap kriteria dan alternatif diperoleh dengan

mempertimbangkan nilai-nilai pengolahan matematis dan statistik hasil perbandingan berpasangan.

d. Konsistensi logis, yaitu semua alternatif dikelompokkan secara logis dan diperingatkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

Tahapan yang terpenting di dalam AHP adalah penilaian alternatif dengan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dalam suatu hirarki. Penilaian dilakukan dengan memberi bobot numerik dan membandingkan antara


(51)

24

satu alternatif dengan alternatif lainnya sesuai dengan skala penilaian dan selanjutnya disintesa untuk menentukan alternatif yang memiliki prioritas tertinggi dan terendah. Contoh bagan penilaian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Pada Tabel 1, bagian kotak yang diarsir tidak diisi, tetapi yang tidak diarsir diberikan penilaian sesuai kriteria. Bagian yang diarsir akan mempunyai nilai yang terbalik dengan nilai yang diberikan pada bagian yang tidak diarsir, sehingga tidak perlu diisi. Dalam bagan tersebut, setiap alternatif dinilai dan melalui penilaian perbandingan berpasangan akan dihasilkan alternatif prioritas. Konsep bagan ini berlaku bagi setiap hirarki persoalan dalam metode AHP.

Tabel 1 Tabel isian untuk perbandingan berpasangan

Fokus S1 S2 S3 S4

S1 1

S2 1

S3 1

S4 1

Sumber: Marimin (2004).

Metode AHP menyediakan struktur matematika untuk membandingkan antar alternatif dengan metode perbandingan berpasangan, sehingga pada akhirnya akan diperoleh tingkat kepentingan atau bobot dari alternatif tersebut. Misalkan pada n alternatif, S1, S2,…,Sn merupakan alternatif yang akan dibandingkan. Nilai

hasil perbandingan tingkat kepentingan alternatif ke-i dibagi dengan tingkat kepentingan ke-jdinotasikan sebagai aij, dan diformulasikan:

i ij

j a a

a

 (1)

Nilai aij yang diberikan berbentuk skala dari 1 sampai 9. Angka ‘1’

menunjukkan bahwa alternatif mempunyai tingkat kepentingan yang sama, sedangkan angka ‘9’ menunjukkan bahwa alternatif ke-i mutlak lebih penting daripada alternatif ke-j. Nilai-nilai untuk perbandingan disajikan pada Tabel 2.


(52)

25

Tabel 2 Skala penilaian kriteria dalam AHP

Nilai Keterangan

1 Alternatif ke-i sama penting dengan alternatif ke-j

3 Alternatif ke-i lebih penting dari ke-j

5 Alternatif ke-i jelas lebih penting dari ke-j 7 Alternatif ke-i sangat jelas lebih penting dari ke-j 9 Alternatif ke-i mutlak lebih penting dari ke-j

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai alternatif yang berdekatan Sumber: Marimin (2004).

Dari hasil perbandingan berpasangan akan diperoleh sebuah matriks n x n yang dinotasikan sebagai matriks A. Nilai diagonal dari matriks tersebut adalah 1 (aii = 1), sehingga penilaian dari Tabel 1 diatas dapat dinotasikan:

1 2

12 1

12 2 2

1 2

1

1 / 1

1/ 1 / 1

n n n

n n n

s s s

a a S

A a a S

a a S

                     (2)

Tsai dan Hsiao (2004) menyatakan untuk memperoleh nilai hasil eigenvalue pada AHP, maka suatu set bobot w (w1,w2,…,wn) sebagai eigenvector diperoleh

dari eigenvalue, dimana

Aww (3)

Karena penilaian dan penentuan tingkat kepentingan dilakukan secara subjektif, maka pengambilan keputusan menggunakan AHP akan menghadapi persoalan konsistensi. Saaty (1980) mengemukakan metode untuk mengukur tingkat konsistensi melalui perhitungan Consistency Index (CI). Dari nilai

Consistency Index (CI) selanjutnya ditentukan Consistency Ratio (CR). Pada tahap akhir dilakukan uji konsistensi hirarki lebih kecil atau sama dengan 10 persen, maka hasil penilaian hirarki secara keseluruhan dapat diterima.

Berikut ini merupakan persamaan untuk penghitungan CI dan CR. Persamaan perhitungan CI:

max 1 n CI n    (4)


(53)

26

Persamaan perhitungan CR:

CI CR

RI

 (5)

Keterangan: RI adalah Indeks Acak (Random Index)

Nilai indeks acak bervariasi sesuai dengan orde matriksnya. Nilai rasio konsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 0,1 merupakan nilai yang memiliki tingkat konsistensi baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut menjadikan nilai CR ini menjadi tolak ukur bagi konsistensi hasil komparasi berpasangan suatu matriks pendapat.

2.6 Association Rules Mining (Penambangan Kaidah Asosiatif)

Association rules mining merupakan salah satu teknik di dalam data mining.

Menurut Tan et al. (2006) data mining adalah suatu proses penemuan informasi yang berguna secara otomatis pada penyimpanan data yang besar. Teknik data mining diterapkan untuk menemukan pola-pola yang bisa digali dari suatu basis data. Ditambahkan oleh Susanto dan Suryadi (2010), data mining juga disebut sebagai knowledge discovery atau pattern recognition, yaitu untuk memperoleh pengetahuan yang masih tersembunyi dalam bongkahan data.

Agrawal et al. (1994) menemukan association rules sangat penting dalam masalah data mining. Association rules umumnya digunakan untuk hubungan antara item atau fitur yang keluar secara serentak pada basis data. Ditambahkan oleh Tan et al. (2006) association rules berguna untuk menemukan hubungan yang tersembunyi pada suatu set data. Association rules digunakan untuk menentukan hubungan antar item suatu data set (sekumpulan data) yang ada. Melalui penggunaan association rule mining maka dapat ditemukan asosiasi yang menarik atau korelasi antara antar item data.

Fungsi association rules seringkali disebut dengan analisis keranjang belanja (Market Basket Analysis). Menurut Olson (2008) analisis keranjang belanja mengacu pada metodologi yang mempelajari komposisi keranjang belanja konsumen, yaitu produk-produk apa saja yang dibeli konsumen pada satu kejadian belanja. Tujuannya adalah untuk menentukan produk-produk (jasa) apa saja yang paling sering dibeli atau digunakan secara bersamaan oleh konsumen.


(54)

27

Istilah analisis keranjang belanja datang dari kejadian yang sudah sangat umum terjadi di dalam supermarket. Sebuah supermarket yang menjual berbagai jenis produk dapat mencari hubungan asosiatif dari konsumen yang memasukan berbagai produk yang mereka beli ke dalam keranjang (market basket). Walaupun penggunaannya dimulai untuk pemasaran, namun penggunaan association rules

sekarang semakin luas, seperti pada rekam data medis, data kejahatan dan lain-lain (Bramer 2007).

Menurut Bramer (2007), jika pada suatu basis data supermarket terdapat n transaksi, dalam hal ini, satu transaksi berarti satu pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Produk yang dibeli pada satu transaksi itu adalah roti, susu, keju, maka roti, susu dan keju disebut sebagai item dan himpunan pembelian {roti, susu, keju} disebut sebagai itemset (I). Penggunaan association rules digunakan untuk memperoleh rule atau kaidah dari pembelian konsumen, sebagai contoh adalah jika membeli roti dan susu, maka konsumen juga membeli keju. Kaidah atau rule

yang diperoleh harus memenuhi kriteria tertentu untuk dapat dijadikan sebagai

rule yang kuat.

Susanto dan Suryadi (2010) menyatakan bahwa aturan asosiasi berbentuk “if… then…” atau “jika… maka…” merupakan pengetahuan yang dihasilkan dari fungsi aturan asosiasi. Menurut Bramer (2007) rule yang dihasilkan dari hubungan asosiatif dinotasikan Y  X, bagian kiri (Y) disebut sebagai

antecendent dan bagian kanan (X) disebut consequent. Hubungan tersebut merupakan hubungan implikasi, bukan hubungan sebab akibat. Penting tidaknya suatu aturan asosiatif dapat diketahui dengan dua parameter, support yaitu persentase kombinasi atribut tersebut dalam basis data dan confidence yaitu kuatnya hubungan antar atribut dalam aturan asosiatif.

Contoh penggunaan association rules (Tan et al. 2006): Dalam suatu basis data terdapat lima transaksi, dimana Transaksi 1, item yang dibeli adalah {roti, susu}

Transaksi 2, item yang dibeli adalah {roti, popok, bir, telur} Transaksi 3, item yang dibeli adalah {susu, popok, bir, cola} Transaksi 4, item yang dibeli {roti, susu, popok, bir}


(55)

28

Contoh rule dari transaksi diatas : susu, popok  bir, artinya banyak konsumen yang membeli susu dan popok juga membeli bir.

Support count () adalah frekuensi terjadinya sebuah itemset dalam dataset  {susu, popok, bir} = 2,

Support (S) adalah perbandingan terjadinya sebuah itemset terhadap seluruh itemset yang ada

S {roti, susu, popok} = 2/5 = 0,4

Nilai confidence (c) menunjukkan kekerapan munculnya item-item dalam Y pada transaksi yang mengandung X

c {susu, popok, bir} = { , , } 2

{ , } 3

susu popok bir susu popok

 = 0,67

Secara umum proses association rule terdiri dari dua tahap:

1. Mencari semua itemset yang sering muncul; itemset tersebut memenuhi minimum support

2. Menghasilkan association rule yang strong, rule ini harus memenuhi

minimal support dan minimal confidence.

2.7 Quality Function Deployment (QFD)

Quality Function Deployment (QFD) pertama kali dikembangkan di Jepang pada akhir tahun 1960-an oleh Profesor Shigeru Mizuno dan Yoji Akao. Tahun 1972 Kobe Shipyards of Mitsubishi Heavy Industri memperkenalkan diagram kualitas /quality chart yang merupakan pusat dari QFD.

QFD didefinisikan sebagai suatu metode pengembangan rancangan kualitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan konsumen dan kemudian menterjemahkan keinginan konsumen ke dalam target rancangan dan poin-poin jaminan kualitas yang akan digunakan dalam produksi (Akao & Mazur 2003).

Menurut Gaspersz (2001), QFD didefinisikan sebagai suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan konsumen dan menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan itu kedalam kebutuhan teknis yang relevan, dimana masing-masing area fungsional dan level organisasi dapat mengerti dan bertindak.


(1)

Contoh pengisian kuesioner:

Berikut ini adalah contoh penilaian tingkat kepentingan dalam bentuk perbandingan berpasangan dengan menggunakan metode AHP, dalam hal ini untuk pemilihan desain sandaran punggung kursi rotan. “Untuk memilih kursi rotan yang anda sukai, maka terdapat empat kriteria yang dipertimbangkan, yaitu estetika, fungsi, bahan dan konstruksi. Nilai perbandingan tingkat kepentingan antar kriteria-kriteria tersebut selanjutnya disusun dalam tabel perbandingan sebagai berikut:

Kriteria Estetika Fungsi Bahan Konstruksi

Estetika 1 3a 5 1b

Fungsi 1 3 1/5c

Bahan 1 1/5

Konstruksi 1

Keterangan:

a = Estetika sedikit lebih penting daripada fungsi b = Estetika sama penting dengan konstruksi c = Konstruksi sedikit lebih penting daripada fungsi

3. Bapak/ Ibu/ Sdra./i selaku responden kuesioner memiliki kebebasan dalam mengisi kuesioner ini. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, jawaban yang jujur yang Anda berikan sangat berguna bagi penelitian yang sedang dilakukan.

4. Apabila ada pertanyaan yang dirasakan kurang jelas dapat menanyakan langsung kepada peneliti/ surveyor.


(2)

No :_________ (diisi peneliti)

I. PENDAHULUAN

Beri tanda check (√) pada jawaban anda

1. Apakah anda pernah menggunakan produk furnitur rotan?

 Pernah  Tidak

2. Apakah anda memiliki furnitur rotan?  Ya

 Tidak (silakan berhenti, terima kasih atas waktu yang anda berikan) 3. (Jika jawaban pertanyaan no.2 Ya) Berapa lama anda telah memiliki

furnitur rotan?  < lima tahun

(silakan berhenti, terima kasih atas waktu yang anda berikan)  > lima tahun

II. Identitas Responden

Isilah data-data pribadi responden (Bapak/ Ibu /Sdra./i.) pada kolom dan ruang yang telah disediakan. Pilihlah jawaban sesuai dengan pilihan yang tersedia dengan menggunakan tanda check (√ ).

Nama : ………..

Alamat : ………

Usia : …... tahun


(3)

III. Pengisian Matriks Perbandingan Berpasangan 1. Prioritas desain sandaran punggung kursi rotan

Berikut ini adalah struktur hirarki dari penilaian desain sandaran punggung kursi rotan.

Gambar 1 Struktur hirarki penilaian desain sandaran punggung kursi rotan Matriks 1

Terdapat empat faktor konsumen dalam memilih desain sandaran tangan, yaitu estetika, fungsi, bahan dan anyaman. Isilah tabel dibawah ini dengan skala yang telah diterangkan sebelumnya.

Kriteria Estetika Fungsi Bahan Konstruksi

Estetika 1

Fungsi 1

Bahan 1

Konstruksi 1

Matriks 2 Faktor estetika

Terdapat dua kata, yaitu cantik dan unik dalam menilai faktor estetika desain sandaran punggung kursi rotan. Berilah penilaian anda terhadap perbandingan kedua kata tersebut


(4)

Cantik Unik

Cantik 1

Unik 1

Faktor fungsi

Terdapat dua kata, yaitu inovatif dan nyaman dalam menilai faktor fungsi desain sandaran punggung kursi rotan. Berilah penilaian anda terhadap perbandingan kedua kata tersebut

Inovatif Nyaman

Inovatif 1

Nyaman 1

Faktor bahan

Terdapat dua kata, yaitu alami dan modern dalam menilai faktor bahan desain sandaran punggung kursi rotan. Berilah penilaian anda terhadap perbandingan kedua kata tersebut

Alami Modern

Alami 1

Modern 1

Faktor konstruksi

Terdapat dua kata, yaitu kokoh dan sederhana dalam menilai faktor konstruksi desain sandaran punggung kursi rotan. Berilah penilaian anda terhadap perbandingan kedua kata tersebut

Kokoh Sederhana

Kokoh 1

Sederhana 1

Matriks 3

Terdapat empat alternatif desain sandaran punggung, seperti yang terlihat pada struktur hirarki desain sandaran punggung., yaitu V11, V12, V13 dan V14.


(5)

Bandingkanlah desain sandaran punggung pada Gambar 1 dan isi tabel berikut dengan skala penilaian anda, berdasarkan kata “Cantik”.

V11 V12 V13 V14

V11 1

V12 1

V13 1

V14 1

Bandingkanlah desain sandaran punggung pada Gambar 1 dan isi tabel berikut dengan skala penilaian anda, berdasarkan kata “Unik”.

V11 V12 V13 V14

V11 1

V12 1

V13 1

V14 1

Bandingkanlah desain sandaran punggung pada Gambar 1 dan isi tabel berikut dengan skala penilaian anda, berdasarkan kata “Inovatif”.

V11 V12 V13 V14

V11 1

V12 1

V13 1

V14 1

Bandingkanlah desain sandaran punggung pada Gambar 1 dan isi tabel berikut dengan skala penilaian anda, berdasarkan kata “Nyaman”.

V11 V12 V13 V14

V11 1

V12 1

V13 1


(6)

Bandingkanlah desain sandaran punggung pada Gambar 1 dan isi tabel berikut dengan skala penilaian anda, berdasarkan kata “Alami”.

V11 V12 V13 V14

V11 1

V12 1

V13 1

V14 1

Bandingkanlah desain sandaran punggung pada Gambar 1 dan isi tabel berikut dengan skala penilaian anda, berdasarkan kata “Modern”.

V11 V12 V13 V14

V11 1

V12 1

V13 1

V14 1

Bandingkanlah desain sandaran punggung pada Gambar 1 dan isi tabel berikut dengan skala penilaian anda, berdasarkan kata “Kokoh”

V11 V12 V13 V14

V11 1

V12 1

V13 1

V14 1

Bandingkanlah desain sandaran punggung pada Gambar 1 dan isi tabel berikut dengan skala penilaian anda, berdasarkan kata “Sederhana”

V11 V12 V13 V14

V11 1

V12 1

V13 1