media dianggap sebagai kemampuan yang sudah semestinya dimiliki oleh tiap individu konsumen media massa, sehubungan dengan banyaknya media massa
yang ada di tengah-tengah kita. Fakta berbicara, tidak semua isi media massa bermanfaat bagi khalayak. Banyak di antaranya yang tidak mendidik dan hanya
mengedepankan kepentingan pemilik atau pengelola media untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Literasi media bermaksud membekali khalayak
dengan kemampuan untuk memilah dan menilai isi media massa secara kritis, sehingga khalayak diharapkan hanya memanfaatkan isi media sesuai dengan
kepentingannya Baran, 2009 : 26-27. Pemilihan lokasi pada dasarnya dilatarbelakangi oleh kedekatan peneliti
terhadap warga setempat karena lokasi penelitian merupakan lokasi di mana peneliti tinggal, selain itu, peneliti menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan
literasi media menjadi sesuatu hal yang bersifat mendesak untuk dimiliki bagi siapapun, terlebih bagi para orang tua yang memiliki anak-anak usia sekolah
dasar, sehingga peneliti berasumsi bahwa di manapun penelitian dilakukan, tingkat ketertarikan maupun urgensinya cenderung sama.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, peneliti merasa sangat tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang Peran Orang Tua Dalam Peningkatan
Pemahaman Terhadap Tayangan Televisi Pada Anak Di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa.
1.2 Perumusan Masalah
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut, “Bagaimana peran orang tua dalam peningkatan
pemahaman terhadap tayangan televisi pada anak, di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa ?”
1.3 Pembatasan Masalah
Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas, selanjutnya peneliti merumuskan pembatasan masalah penelitian. Adapun maksud dari
pembatasan masalah ini adalah agar permasalahan yang diteliti menjadi jelas, terarah, dan tidak terlalu melebar sehingga terhindar dari salah pengertian tentang
masalah penelitian. Maka pembatasan masalah yang akan diteliti adalah : 1.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan studi kasus yakni penelitian yang dipusatkan secara intensif pada suatu subjek tertentu yang dipelajari
sebagai kasus, dalam hal ini adalah studi kasus literasi media tentang peran orang tua sebagai pendamping anak dalam peningkatan pemahaman
terhadap tayangan televisi di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa.
2. Subjek penelitiannya adalah para orang tua yang bertempat tinggal di
Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa, dan memiliki anak usia sekolah dasar.
3. Penelitian akan dilakukan pada Bulan April, dengan lama penelitian yang
akan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Tujuan Dan Manfat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a.
Untuk mengetahui tindakan bermedia, khususnya media televisi, di kalangan warga yang bertempat tinggal di Lingkungan III, Kelurahan
Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa. b.
Untuk mengetahui tingkat literasi melek media para orang tua yang bertempat tinggal di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan
Tanjung Morawa. c.
Untuk mengetahui peran orang tua sebagai pendamping anak dalam peningkatan pemahaman terhadap tayangan televisi di Lingkungan III,
Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa.
1.4.2. Manfaat Penelitian
a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah
penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU. b.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi khususnya berkaitan dengan kajian studi Ilmu Komunikasi, khususnya
mengenai kajian literasi media. c.
Secara praktis, melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan menambah cakrawala pengetahuan bagi peneliti, serta para
orang tua, tentang pentingnya pemahaman tentang literasi media bagi mereka dan anak-anaknya.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Kerangka Teori
Dalam melaksanakan penelitian ilmiah, teori berperan sebagai landasan berpikir untuk mendukung pemecahan suatu masalah dengan jelas dan sistematis.
Kerlinger menyebutkan bahwa teori adalah sekumpulan konstruk konsep, defenisi, dan dalil yang saling terkait, yang menghadirkan suatu pandangan yang
sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan di antara beberapa variabel, dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena.
Gibbs menambahkan bahwa teori adalah sekumpulan pernyataan yang saling berkaitan secara logis dalam bentuk penegasan empiris mengenai sifat-sifat
dari kelas-kelas yang tak terbatas dari berbagai kejadian atau benda Black, 2001 : 48. Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian yang akan
dilakukan adalah Komunikasi, Komunikasi Antar Pribadi, Komunikasi Massa dan Televisi, Literasi Media Media Literacy, dan Undang-Undang Republik
Indonesia No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan KPI No.2PKPI52006 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program
Siaran P3SPS.
1.5.1. Komunikasi
Secara etimologis, komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berakar dari perkataan latin “communis”, yang artinya ‘sama’, communico,
communication, atau communicare yang berarti membuat sama to make
Universitas Sumatera Utara
common, yang dimaksud dengan sama adalah sama makna atau sama arti Mulyana, 2005 : 41.
Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.
Dikatakan juga bahwa komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan nonverbal. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu
makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Melalui komunikasi orang berusaha mendefenisikan sesuatu, termasuk
istilah “komunikasi” itu sendiri. Sampai saat ini terdapat ratusan defenisi komunikasi yang bersumber dari banyak ahli yang berasal dari beragam disiplin
ilmu. Berikut beberapa defenisi komunikasi yang dapat dirinci :
1 Bernard Berelson dan Gary A. Steiner menyebutkan bahwa komunikasi
adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figur, grafik, dan
sebagainya. 2
Carl I. Hovland menyatakan bahwa komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang komunikator menyampaikan rangsangan
biasanya lambang-lambang verbal untuk mengubah perilaku orang lain komunikan.
3 Everett M. Rogers memilih mendefenisikan komunikasi sebagai proses di
mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih,
Universitas Sumatera Utara
dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka Mulyana, 2005 : 57.
4 Littlejohn menyebutkan setidaknya terdapat tiga pandangan yang merujuk
pada makna komunikasi. Pertama, komunikasi harus terbatas pada pesan yang secara sengaja diarahkan kepada orang lain dan diterima oleh
mereka, kedua, komunikasi harus mencakup semua perilaku yang bermakna bagi penerima, apakah disengaja atau pun tidak, dan yang ketiga
adalah komunikasi harus mencakup pesan-pesan yang dikirimkan secara sengaja, namun sengaja ini sulit ditentukan Mulyana, 2005 : 62.
Berdasarkan defenisi-defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan pengertian komunikasi adalah suatu proses penyampaian pernyataan oleh seseorang kepada
orang lain, dengan mengandung tujuan tertentu, memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung, secara lisan, maupun
tidak langsung melalui media.
1.5.2. Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya
mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan dan umpan balik bersifat langsung. Komunikator mengetahui
tanggapan komunikan ketika itu juga, pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikator mengetahui pasti apakah komunikasi yang sedang berlangsung
tersebut positif atau negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak, ia dapat metakinkan
Universitas Sumatera Utara
komunikan ketika itu juga karena ia dapat memebri kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya. Dengan demikian komunikator dapat
mengarahkannya ke suatu tujuan sebagaimana yang ia inginkan Effendi, 1986 : 9.
Dalam komunikasi antar pribadi terjadi proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Pengertian proses mengacu pada
perubahan dan tindakan yang berlangsung terus menerus. Komunikasi antar pribadi juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan
menerima pesan secara timbal balik. Di balik pengertian ini, terdapat enam karakteristik yang disampaikan oleh Judy C. Pearson yang menentukan apakah
suatu kegiatan komunikasi dapat disebut sebagai komunikasi antar pribadi Sendjaja, 2005 : 2.1. Karakteristik tersebut adalah :
a. Komunikasi antar pribadi dimulai dari diri pribadi self.
b. Komunikasi antar pribadi bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu
pada tindakan pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak menyampaikan dan menerima pesan.
c. Komunikasi antar pribadi mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan
antar pribadi. Komunikasi antar pribadi tidak hanya berkenaan dengan isi pesan yang dipertukarkan, tetapi juga partner komunikasi, serta
bagaimana hubungan yang terjalin dengannya. d.
Komunikasi antar pribadi mensyaratkan adanya kedekatan fisik antar pihak-pihak yang berkomunikasi.
Universitas Sumatera Utara
e. Komunikasi antar pribadi melibatkan pihak-pihak yang saling bergantung
satu dengan lainnya dalam proses komunikasi. f.
Komunikasi antar pribadi tidak dapat diubah maupun diulang. Selanjutnya, untuk memperjelas pengertian komunikasi antar pribadi,
Devito dalam Liliweri 1991 : 13 memberikan beberapa ciri komunikasi antar pribadi, yaitu :
a. Keterbukaan openes, yakni komunikator dan komunikasn saling
mengungkapkan segala ide atau gagasan bahkan permasalahan secara bebas tidak ditutupi dan terbuka tanpa rasa takut atau malu. Kedua-
duanya saling memahami dan mengerti pribadi masing-masing. b.
Empati empathy, yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksi dirinya kepada peranan orang lain.
c. Dukungan supportiveness, yakni setiap pendapat, ide, atau gagasan yang
disampaikan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam
melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang didambakan. d.
Rasa positif positiveness, adalah setiap pembicaraan yang disampaikan mendapat tanggapan pertama yang positif, rasa positif menghindarkan
pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau berprasangka, sehingga mengganggu jalinan interaksi.
e. Kesamaan equality, yakni suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan antar
pribadi lebih kuat, apabila memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, sikap, usia, ideologi, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Manusia hidup secara sosial dan hal ini mengharuskannya membuat kesepakatan-kesepakatan tertentu mengenai simbol atau lambang-lambang pesan
guna mempertukarkan informasi di antara mereka. Kerlinger Liliweri, 1991 : 45 mengemukakan bahwa hubungan dengan orang lain ternyata mempengaruhi
kehidupan seorang individu. Seseorang tergantung pada orang lain karena orang lain tersebut juga berusaha mempengaruhi dirinya melalui pengertian yang
diberikan, informasi yang dibagikan, semangat yang disumbangkan, dan masih banyak lagi pengaruh lainnya.
Sukses tidaknya komunikasi antar pribadi sangat bergantung pada situasi komunikasi, mengacu pada hubungan tatap muka antara dua orang atau sebagian
kecil orang dengan mengandalkan suatu kekuatan yang segera saling mendekati satu dengan yang lain pada saat itu juga daripada memeprhatikan umpan balik
yang tertunda.
1.5.3. Komunikasi Massa
Gerbner menyebutkan bahwa komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinu
serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri. Menurut Elizabeth- Noelle Neuman, pada dasarnya komunikasi massa adalah kegiatan komunikasi
yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media massa, baik cetak maupun elektronik, sehingga pesan yang sama
dapat diterima secara serentak dan sesaat. Secara teknis, terdapat empat tanda pokok dari komunikasi massa, yaitu bersifat tidak langsung, satu arah, terbuka,
Universitas Sumatera Utara
dan mempunyai publik yang secara geografis tersebar Rakhmat, 2005 : 188 - 189.
Media massa merujuk pada hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa. Menurut Michael W. Gamble Nurudin, 2004 : 7,
sesuatu bisa didefenisikan sebagai komunikasi massa jika mencakup :
a. Komunikatornya mengandalkan peralatan modern sebagai media
penyampai pesan. b.
Komunikatornya menyebarkan pesan-pesannya dengan maksud untuk mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal
atau mengetahui satu sama lain, bahkan pengirim dan penerima tidak saling mengenal satu sama lain.
c. Pesan dapat diterima oleh banyak orang, sehingga disebut bersifat publik.
d. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti
jaringan, ikatan, atau perkumpulan. e.
Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper, artinya pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam
lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa. f.
Umpan balik sifatnya tertunda delayed. Sebagaimana diketahui komunikasi massa adalah komunikasi melalui
media massa, jadi membahas komunikasi massa tidak akan lepas dari media massa sebagai media utama dalam proses komunikasi massa itu sendiri, dan
dalam hal ini penelitian difokuskan pada media televisi.
Universitas Sumatera Utara
1.5.3.1 Televisi
Siaran televisi di Indonesia dimulai pada tahun 1962 saat TVRI menayangkan secara langsung upacara hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia
ke-17 pada tanggal 17 Agustus 1962. Siaran langsung itu masih terhitung sebagai siaran percobaan. Siaran resmi TVRI dimulai 24 Agustus 1962 pada pukul 14.30
WIB yang menyiarkan secara langsung upacara pembukaan Asian Games ke-4 dari Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Pada tahun 1989, baru diberikan kesempatan pada kelompok usaha untuk membuka stasiun televisi swasta, yakni yang pertama adalah stasiun televisi
RCTI, dan selanjutnya diikuti oleh stasiun televisi swasta lainnya, baik nasional maupun lokal. Stasiun televisi swasta baru tersebut hadir dengan membawa
kekhasannya masing-masing. Setiap stasiun televisi pada umumnya memiliki fungsi yang sama seperti
media massa lainnya, yakni memberi informasi, mendidik, menghibur, dan membujuk. Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi, karena
dapat dikatakan bahwa pada umunya tujuan utama khalayak menonton televisi adalah untuk memperoleh hiburan, baru diikuti dengan tujuan-tujuan lainnya
Morissan, 2008 : 34. Stasiun televisi menawarkan beragam tayangan bagi anak, namun
terkadang kandungan yang ditonjolkan bukan milik anak-anak lagi. Hanya segelintir tayangan yang memang berusaha menjadikan anak sebagai prioritas,
sedang yang lain mengajak anak untuk mendalami suatu niansa hidup yang kurang memiliki substansi yang benar-benar dibutuhkan. Penciptaan program
Universitas Sumatera Utara
acara seringnya didasarkan pada menguntungkan tidaknya program acara tersebut di mata para pemroduksinya. Argumentasinya masih berkisar mahalnya biaya
produksi dan target pasar yang berdasarkan riset terpercaya memang menginginkan tayangan seperti itu.
Orang tua kerap menjadikan televisi sebagai pengasuh pengganti diri mereka di rumah. Anak yang masih cukup sederhana pola pikirnya menjadikan
televisi sebagai sebuah media dengan begitu banyak kegunaan, sehingga hampir tidak ada penolakan terhadap anjuran untuk menyaksikan televisi dari orang tua
mereka. Namun, disadari atau tidak televisi mengandung banyak nilai-nilai yang seyogyanya membutuhnkan proses penyortiran, dan di lain pihak proses
penguatan. Dengan demikian para orang tua adalah pihak yang paling berkompeten dalam menyortir atau menguatkan nilai-nilai yang terkandung dalam
setiap jenis tayangan terfavorit anak tersebut, misalnya sinetron anak, kartun, atau program acara khusus anak lainnya yang biasa ditonton anak.
I.5.4 Literasi Media Media Literacy
Literasi media di Indonesia lebih dikenal dengan istilah melek media. James Potter dalam bukunya yang berjudul “Media Literacy” mengatakan bahwa
literasi media adalah sebuah perspekif yang digunakan secara aktif ketika individu mengakses media dengan tujuan untuk memaknai pesan yang disampaikan oleh
media. Selanjutnya, Jane Tallim menyatakan bahwa literasi media adalah kemampuan untuk menganalisis pesan media yang menerpanya, baik yang
bersifat informatif maupun yang menghibur.
Universitas Sumatera Utara
Allan Rubin Baran, 2004 : 51 menawarkan tiga definisi mengenai literasi media yang dikutip dari sumber-sumber yang berbeda, yaitu :
• Defenisi pertama dari National Leadership Conference on Media Literacy,
menyebutkan bahwa literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengomunikasikan pesan.
• Defenisi kedua dari ahli media, Paul Messaris, menyebutkan bahwa literasi
media adalah pengetahuan tentang bagaimana fungsi media dalam masyarakat.
• Defenisi ketiga dari peneliti komunikasi massa, Justin Lewis dan Shut
Jally, menyebutkan bahwa literasi media adalah pemahaman akan batasan- batasan budaya, ekonomi, politik dan teknologi terhadap kreasi, produksi
dan transmisi pesan Rubin kemudian menyatakan defenisi literasi media menurut dirinya.
Literasi media adalah pemahaman terhadap sumber-sumber dan teknologi komunikasi, simbol-simbol yang digunakan, dan proses seleksi, interpretasi, dan
dampak dari pesan-pesan tersebut. Sedangkan The Cultural Environment Movement The People’s Communicatiob Charter mendefenisikan literasi media
sebagai hak untuk mendapatkan kemampuan dan informasi yang penting dalam berpartisipasi secara penuh dalam perundingan dan komunikasi publik,
dibutuhkan fasilitas dalam membaca, menulis, dan menceritakan kembali; kesadaran untuk kritis terhadap media, melek komputer; dan pendidikan tentang
peranan komunikasi di dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian The National Communication Association, sebuah organisasi sarjana professional yang didirikan oleh sejumlah besar akademisi universitas
menyatakan bahwa literasi media adalah kritis dan reflektif dalam mengonsumsi media komunikasi. Hal ini membutuhkan pemahaman tentang bagaimana kata-
kata, gambar, grafik, dan suara “bekerjasama” dalam cara yang sukar diketahui dan sukar dicari, serta kewaspadaan tentang efek yang berbeda dari tiap media.
Literasi media merupakan sebuah pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode-kode yang digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan
serta seleksi, interpretasi dan dampak dari pesan-pesan tersebut. Banyak dari kita yang secara langsung menyalahkan tayangan televisi yang tidak pantas atau
menyebutkan serta mengeluhkan dampak bahaya yang dimilikinya, kita jarang mempertanyakan peranan kita sendiri dalam proses komunikasi massa. Kita
melupakannya, karena kita berpartisipasi dalam komunikasi massa secara alamiah, hampir tanpa usaha yang “sadar”.
Literasi media juga dapat diterjemahkan sebagai kecakapan bermedia, yaitu sebuah kesadaran dan kecakapan komprehensif untuk menempatkan diri
individu dan masyarakat di depan media sebagai pelaku aktif. Dengan adanya kecakapan bermedia, seseorang diharapkan mampu untuk menyeleksi media dan
isinya untuk dikonsumsi. Art Silverblatt menyebutkan tujuh elemen dasar yang menjadi
karakteristik dari literasi media, kemudian Stanley J. Baran menambahinya menjadi delapan. Karakteristik tersebut adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Kemampuan dalam berpikir kritis yang memungkinkan para konsumen
media massa mengembangkan penilaian independen tentang konten media. Berpikir secara kritis tentang konten yang kita konsumsi adalah
esensi utama dari media literasi. Mengapa kita menonton apa yang kita tonton, membaca apa yang kita baca, dan mendengarkan apa yang kita
dengar. 2.
Pemahaman tentang proses komunikasi massa. Jika kita mengetahui komponen dari proses komunikasi massa dan bagimana komponen
tersebut berkaitan satu sama lain, kita dapat membuat perkiraan tentang bagaimana mereka “melayani” kita.
3. Tanggap akan dampak media bagi individu maupun masyarakat. Media
massa. mengubah dunia dan orang-orang di dalamnya. Jika kita mengabaikan dampak media bagi kehidupan kita, kita lebih berisiko
terperangkap dan terbawa arus perubahan tersebut ketimbang mengontrol atau memimpinnya.
4. Strategi dalam analisis dan diskusi pesan-pesan media. Untuk
mengonsumsi pesan media secara peka, kita membutuhkan fondasi, sebagai pemikiran dan refleksi awal. Jika kita menafsirkan makna, kita
harus memiliki alat yang memadai untuk mencapainya. 5.
Pemahaman isi media sebagai naskah yang menyediakan wawasan ke dalam budaya dan kehidupan kita. Kita mengenali segala yang berkaitan
dengan budaya melalui komunikasi. Bagi budaya modern seperti kita,
Universitas Sumatera Utara
pesan-pesan media semakin mendominasi kegiatan komunikasi, membentuk pemahaman dan wawasan tentang budaya kita.
6. Kemampuan untuk menikmati, memahami, dan mengapresiasi isi media.
Media literasi bukan berarti hidup sebagai seorang pembeci media atau selalu curiga terhadap dampak bahayanya dan terjadinya degradasi
budaya. 7.
Pengembangan tentang keterampilan produksi yang efektif dan sesuai. Literasi tradisional mengasumsikan bahwa mereka yang dapat membaca
pasti bisa menulis. Media literasi juga mengasumsikan demikian. Pemahaman kita tentang literasi di setiap jenisnya menyebut tidak hanya
untuk pemahaman yang efektif dan efisien tetapi juga untuk penggunaannya yang efektif dan efisien. Karena itu, individu yang cakap
mengonsumsi media sepatutnya mengembangkan kemampuan menghasilkan yang memungkinkan mereka menghasilkan pesan-pesan
media yang bermanfaat. 8.
Pemahaman etis dan kewajiban moral bagi para praktisi media. Kita harus memahami peraturan resmi maupun tidak resmi pada pengoperasian
media. Dengan kata lain, kita harus tahu secara respektif, kewajiban etis dan keabsahannya.
Literasi media juga membutuhkan sejumlah keahlian khusus, yaitu : 1.
Kemampuan dan kemauan untuk berusaha memahami konten, memperhatikan, dan menyaring gangguan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pemahaman dan penghargaan bagi kekuatan pesan media. Media massa
telah ada selama lebih dari satu setengah abad. 3.
Kemampuan untuk membedakan kondisi emosi dari reaksi beralasan ketika menanggapi konten dan untuk bertindak secara sesuai.
4. Meningkatkan tingginya ekspekstasi terhadap konten media.
5. Pengetahuan tentang kumpulan genre dan kemampuan untuk mengenali
ketika mereka dipadukan. 6.
Kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang pesan-pesan media, tidak masalah bagaimana terpercayanya sumber mereka Baran, 2009 : 27-31.
Dengan adanya kecakapan bermedia, para orang tua diharapkan mampu untuk menyeleksi media dan isinya, dalam hal ini media televisi untuk dikonsumsi
oleh anak-anaknya. Lem Materman mengemukakan beberapa alasan mengapa literasi media menjadi sesuatu yang memiliki tingkat urgensi tinggi saat ini.
Alasan tersebut adalah : •
Media Maturation Saat ini media massa dikonsumsi benar-benar secara “massal”, sehingga
dapat dikatakan bahwa saat ini para konsumen media sedang mengalami banjir informasi. Banyaknya informasi yang ditawarkan tersebut terkadang
tidak hanya membawa dampak positif tetapi juga dampak negatif. •
Media Influence Media hidup dengan “menjual kesadaran audiens”, media dengan sengaja
mempengaruhi atau membujuk individu untuk menyetujui hal yang ia persuasikan. Anak-anak adalah konsumen yang paling mudah terpengaruh
Universitas Sumatera Utara
dan selanjutnya mengimitasi objek-objek yang dipersuasikan terhadap mereka, secara langsung atau berproses.
• Media Are Not Value – Free
Media tidak dapat terlepas dari berbagai kepentingan, baik dari pihak penguasa maupun pemilik modal. Oleh sebab itu, para konsumennya
sebaiknya lebih peka terhadap beragam tayangannya. •
Educating For Future Generasi muda, tak terkecuali anak-anak, diperkirakan akan didominasi
oleh media massa dan teknologi komunikasi, maka penting bagi mereka untuk mengetahui bagaimana media massa memiliki kemampuan untuk
membuat perubahan di masyarakat dari
http:www.medialit.orgreading_roomarticle709.html diunduh
pada tanggal 8 Februari 2010.
Jika tingkat literasi media yang dimiliki para orang tua memadai dalam arti kualitasnya, maka akan lebih efektif peranan yang dapat dilakukannya dalam
meningkatkan pemahaman anak-anak mereka terhadap tayangan yang sering, jarang, atau tidak sengaja ditontonnya.
Menurut Darmadi Durianto 2003:68-73, pemahaman berarti penerimaan yang cermat atas kandungan rangsangan seperti yang dimaksudkan pengirim
pesan, dalam hal ini yang berperan sebagai penerima adalah audiens dan pengirimnya adalah media massa. Pemahaman juga dikaitkan dengan penafsiran
suatu stimulus yang dikategorikan dan diuraikan berdasarkan pengetahuan yang sudah ada.
Universitas Sumatera Utara
Pemahaman dipengaruhi oleh beberapa hal : •
Stimulus Kategori stimulus melibatkan penggolongan suatu stimulus dengan
menggunakan konsep-konsep yang disimpan dalam ingatan. •
Elaborasi stimulus Pemahaman memerlukan tingkat elaborasi yang terjadi selama
pemrosesan stimulus. Elaborasi mengacu pada banyaknya integrasi di antara banyak informasi yang baru dan pengetahuan yang sudah tersimpan dalam
ingatan. •
Determinan pribadi dalam pemilihan Pemahaman dipengaruhi oleh banyak stimulus dan faktor pribadi.
Orang akan lebih dahulu mempertimbangkan bagaimana faktor pribadi dapat mempengaruhi pemahaman.
Faktor pribadi tersebut adalah : 1.
Motivasi; keadaan motivasional seseorang selama pemrosesan informasi dapat mempengaruhi perhatian. Keadaan ini dapat juga menimbulkan
pengaruh pada pemahaman. 2.
Pengetahuan; pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan merupakan determinan utama dalam pemahaman. Kategori stimulus sangat
bergantung pada pengetahuan. Pengetahuan juga meningkatkan kemampuan khalayak dalam memahami suatu pesan.
3. Perangkat harapan atau persepsi; terdapat peranan perangkat kognitif dan
afektif di sini. Kemampuan kognitif berkisar pada kesan setelah melihat
Universitas Sumatera Utara
tayangan dan kemampuan afektif menggambarkan perasaan dan emosi yang dihasilkan stimulus, misalnya rasa takut, terkejut, sedih, dan ekspresi
emosi lainnya. 4.
Determinan stimulus dan pemahaman; sifat fisik aktual suatu stimulus memainkan peranan yang besar dalam membentuk penafsiran stimulus
tersebut. Pemahaman terkadang bergantung pada pengemasan dan konsep suatu tayangan itu sendiri
1.5.5 Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan KPI No.2PKPI52006 tentang Pedoman
Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran P3SPS
Kelahiran stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia didukung oleh regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam bentuk Undang-Undang
Republik Indonesia No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Pasal yang berjumlah 64 tersebut merupakan sebentuk aturan yang mengizinkan sekaligus member
pembatasan-pembatasan terhadap pihak-pihak yang memasuki ranah penyiaran, baik ranah penyiaran publik, swasta nasional, komunitas, berlangganan, maupun
asing. Pasal-pasal di dalamnya mengatur tentang pola jaringan siaran sampai isi siaran yang ideal. Selain itu, terdapat pasal-pasal 15 dan 19 yang secara terbuka
menyebutkan bahwa iklan menjadi salah satu sumber pembiayaan utama bagi berjalannya operasionalisasi sebuah stasiun penyiaran, termasuk stasiun televisi.
Pedoman Perilaku Penyiaran merupakan panduan tentang batasan-batasan mengenai apa yang diperbolehkan dan atau tidak diperbolehkan berlangsung
Universitas Sumatera Utara
dalam proses pembuatan program siaran, sedangkan Standar Program Siaran merupakan panduan tentang batasan apa yang diperbolehkan dan atau yang tidak
diperbolehkan ditayangkan dalam program siaran. Dalam Pasal 6 disebutkan bahwa Pedoman Perilaku Penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang-
kurangnya berkaitan dengan : a.
Rasa hormat terhadap pandangan keagamaan; b.
Rasa hormat terhadap hal pribadi; c.
Kesopanan dan kesusilaan; d.
Pelarangan dan pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme; e.
Perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan; f.
Penggolongan program menurut usia khalayak; g.
Penyiaran program dalam bahasa asing; h.
Ketepatan dan kenetralan program berita; i.
Siaran langsung; j.
Siaran iklan. Dalam Pasal 7 disebutkan bahwa Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran ditetapkan dengan menghormati asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepastian hukum, asas keamanan, asas keberagaman, asas kemitraan,
etika, asas kemandirian, dan asas kebebasan dan tanggung jawab. Selain dua pasal ini, terdapat 85 pasal lain yang juga memberi aturan terhadap setiap stasiun
penyiaran, tak terkecuali stasiun televisi.
Universitas Sumatera Utara
1.6 Kerangka Konsep
Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai
dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesis Nawawi, 1995:33. Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang
dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan. Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari
sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Sedangkan Kerlinger menyebut konsep sebagai
abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus Kriyantono, 2008 : 17.
Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis, yang sebenarnya merupakan jawaban sementara dari masalah
yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Adapun konsep-
konsep yang diteliti dalam penelitian ini adalah : peran orang tua dan pemahaman anak.
Universitas Sumatera Utara
1.7 Model Teoretis