Selanjudnya berdasarkan hasil penelitian ini didapati pekerja yang berada dalam kategori nilai KVP normal 68.33 memiliki kebiasaan olahraga dengan distribusi
kategori tertinggi pada “olahraga 3 kaliminggu” dengan jenis olahraga terbanyak adalah bulutagkis 22. Berdasarkan kategori kebuguran olahraga, olaraga bulutangkis
merupakan olahraga dengan tingkat kebugaran sangat baik Giam, 1996. Kegiatan olahraga ini rata-rata dilakukan sebanyak 120 menit 2 jam oleh pekerja pabrik PT.
Sibelco Lautan Minerals Jakarta. Olahraga secara rutin dapat meningkatkan kesegaran dan ketahanan fisik yang
optimal. Pada orang yang melakukan olahraga rutin selama beberapa bulan terjadi perbaikan pengaturan pernapasan. Perbaikan ini terjadi karena menurunnya kadar
asam laktat darah yang seimbang dengan pengurangan penggunaan oksigen oleh jaringan tubuh. Olahraga akan mempengaruhi organ sedemikian rupa sehingga
kerja organ lebih efisien. Ketika seseorang melakukan olah raga, otot dada bergerak lebih maksimal sehingga paru-paru dan otot dinding dada menjadi lebih elastis dan
nilai KVP juga semakin meningkat Wilmore Costill, 1994 dalam Madina, 2007. Hal inilah yang kemudian menunjukkan bahwa kebiasaan olahraga dapat mempengaruhi
KVP seseorang.
6.6 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan KVP
Pada saat merokok terjadi suatu proses pembakaran tembakau dan nikotina tabacum dengan mengeluarkan polutan partikel padat dan gas. Diantaranya yang
membahayakan kesehatan baik bagi perokok maupun orang disekitarnya adalah tar balangkin, nikotin, karbon monoksida CO atau asap rokok, nitrogen sianida,
benzopirin, dimetil nitrosamine, N-nitroson nikotin, katekol, fenol dan akrolein. Asap rokok merangsang sekresi lendir sedangkan nikotin akan melumpuhkan silia, sehingga
fungsi pembersihan jalan nafas terhambat. Konsekuensinya menumpuknya sekresi lendir yang menyebabkan batuk-batuk, banyaknya dahak dan sesak nafas Gold et all, 2005.
Berdasarkan hasil uji oneway Anova diperoleh hasil p value = 0.002 0.005 yang berarti ada hubungan yanag signifikan antara kebiasaan merokok dengan KVP.
Frekuensi kebiasaan merokok tertinggi adalah pada kategori “merokok” yaitu sebanyak 32 pekerja 53.3. Namun jika kita melihat dari 19 pekerja yang memiliki nilai KVP
dibawah normal maka didapa ti sebanyak 14 pekerja berada pada kategori “merokok” , 3
pekerja pada kategori mantan perokok dan 2 pekerja berada pada kategori “tidak merokok”. Kemudian jika melihat frekuensi pekerja dengan kebiasaan “merokok” maka
didapati sebanyak 14 pekerja 43.73 memiliki nilai KVP dibawah normal. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Mengkidi 2006 pada pekerja
pembuatan semen di Pangkep Sulawesi Selatan yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok merupakan faktor pendukung untuk terjadinya penurunan nilai KVP sampai
dibawah normal p value = 0.036. Selain itu juga, penelitian Cowie dan kawan-kawan 2001 terhadap pekerja fiber industri keramik di eropa menyatakan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara ketiga kelompok pada kebiasaan merokok, dengan kata
lain ada hubungan yang signifikan antara penurunan nilai KVP sampai dibawah normal dengan kebiasaan merokok. Adapun kedua penelitian ini sejalan dengan teori yang
menyatakan bahwa merokok lebih merendahkan KVP dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja lainnya. Selanjutnya perlu diketahui bahwa penurunan fungsi
paru pada orang dewasa normal bukan perokok sekitar 28,7 mL pertahun, 38,4 mL pertahun untuk bekas perokok, dan sekitar 41,7 mL pertahun untuk perokok aktif
Suyono, 2001. Berdasarkan hasil wawancara didapatlah bahwa dari 14 pekerja yang memiliki
nilai KVP dibawah normal dengan kebiasaan merokok memiliki rata-rata konsumsi rokok sebanyak 9 batang setiap hari. Sebanyak 9 pekerja dari 14 pekerja tersebut telah
merokok lebih dari 1 tahun dan jenis rokok yang paling banyak dikonsumsi yaitu filter 8 pekerja kemudian diikuti oleh jenis campuran 4 pekerja dan kretek 2 pekerja.
Pada masa jangka waktu panjang, kebiasaan merokok dapat menyebabkan sel mukosa pada saluran nafas besar membesar hipertrofi dan kelenjar mucus bertambah banyak.
Pada saluran pernapasan kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru terjadi peningkatan
jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan timbul penurunan KVP akibat dari perubahan fungsi paru-paru dan segala
macam perubahan klinisnya. Lingkungan yang terpapar oleh debu bahan baku keramik serta di tambah dengan
kebiasaan merokok dapat memberikan dampak kumulatif terhadap timbulnya gangguan kesehatan paru karena asap rokok dapat menghilangkan bulu-bulu silia di saluran
pernafasan yang berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk ke hidung sehingga mekanisme pengeluaran debu oleh paru dapat terganggu. Kebiasaan merokok perlu
mendapat perhatian khusus karena pajanan debu lingkungan kerja dan merokok dapat memberikan efek kumulatif terhadap nilai KVP dibawah normal Faidawati, 2003.
6.7 Hubungan antara Status Gizi dengan KVP