Penyakit Paru Akibat Kerja Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru KVP

kapasitas ini dapat berkurang menjadi kurang dari 20 Guyton, 1994.

2.2 Penyakit Paru Akibat Kerja

Berbagai penyakit dapat timbul dalam lingkungan pekerjaan yang mengandung debu industri terutama pada konsentrasi debu yang cukup tinggi, antara lain pneumoconiosis silikosis, asbestosis, beriliosis, hemosiderosis, bisinosis, bronchitis, asma kerja serta kanker paru. Penyakit paru kerja terbagi atas 3 bagian yaitu : 1. Akibat debu organik, misalnya debu kapas Bissinosis, debu padi-padian Grain worker’s disease, debu kayu. 2. Akibat debu anorganik pneumoconiosis, misalnya debu silica silikosis, debu asbes asbestosis, debu timah Stannosis. 3. Penyakit paru kerja akibat gas iritan, 3 polutan yang paling banyak mempengaruhi kesehatan paru adalah sulfur dioksida SO2, nitrogen dioksida NO2, dan ozon O3. Bila penyakit paru akibat kerja telah terjadi, umumnya tidak ada pengobatan yang spesifik dan efektif untuk menyembuhkannya. Gejala biasanya timbul apabila penyakit sudah lanjut.

2.3 Partikel Debu

2.3.1 Definisi Debu

Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara Suspended Particulate Matter SPM dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Dalam kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung Indoor and Out Door Pollution debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Debu industri yang terdapat di udara dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Deposit Particulate Matter Deposit particulate matter yaitu partikel debu yang hanya sementara di udara. Partikel ini akan segera mengendap karena daya tarik bumi. 2. Suspended Particulate Matter Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap. Pudjiastuti, 2002 Menurut Suma’mur 1998, debu adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan baik organik maupun anorganik. Adapun debu tersebut terdiri dari 2 golongan, yaitu padat dan cair. Debu yang terdiri atas partikel-partikel padat dapat menjadi 3 macam : a. Dust Dust terdiri dari berbagai ukuran mulai dari yang submikroskopik sampai yang besar. Debu yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhirup ke dalam sistem pernafasan, umumnya lebih kecil dari 100 mikron dan bersifat dapat terhirup ke dalam paru-paru b. Fumes Fumes adalah partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena kondensasi dari bentuk gas, biasanya sesudah penguapan benda padat yang dipijarkan dan lain-lain dan biasanya disertai dengan oksidasi kimiawi sehingga terjadi zat- zat seperti logam Cadmium dan timbal Plumbum. c. Smoke Smoke atau asap adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak sempurna dan berukuran sekitar 0,5 mikron.

2.3.2 Sifat-Sifat Debu

Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak berdifusi, dan turun karena tarikan gaya tarik bumi. Debu di atmosfer lingkungan kerja biasanya berasal dari bahan baku atau hasil produksi. Adapun sifat-sifat debu adalah sebagai berikut : 1. Sifat Pengendapan Debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di udara. 2. Permukaan cenderung selalu bersih Permukaan debu yang cenderung selalu bersih disebabkan karena permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini menjadi penting sebagai upaya pengendalian debu di tempat kerja. 3. Sifat Penggumpalan Debu bersifat menggumpal karena permukaan debu yang selalu basah maka debu satu dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk gumpalan. Tingkat kelembaban di atas titik saturasi dan adanya turbelensi di udara mempermudah debu membentuk gumpalan. 4. Debu Listrik Statik Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya penggumpalan. 5. Sifat Opsis Opsis adalah partikel yang basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap. Partikel debu melayang Suspended Particulated Metter adalah suatu kumpulan senyawa dan bentuk padatan maupun cair yang tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil, kurang dari 1 mikron sampai maksimal 500 mikron. Ukuran partikel debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,5 mikron sampai 25 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relative lama dalam keadaan melayang-layang dan dapat masuk melalui saluran pernafasan. Debu yang berukuran antara 5-10 mikron bila terhisap akan tertahan dan tertimbun pada saluran nafas bagian atas, kemudian yang berukuran antara 3-5 mikron tertahan dan tertimbun pada saluran nafas tengah. Partikel debu dengan ukuran 1-3 mikron disebut debu respirable merupakan yang paling berbahaya karena tertahan dan tertimbun mulai dari bronkhiolus terminalis sampai alveoli. Debu yang ukurannya kurang dari 1 mikron tidak mudah mengendap di alveoli, debu yang ukurannya antara 0,1-0,5 mikron berdifusi dengan gerak Brown keluar masuk alveoli, bila membentur alveoli maka dapat tertimbun ditempat tersebut. Debu yang berukuran lebih dari 5 mikron akan dikeluarkan semuanya bila jumlahnya kurang dari 10 partikel per milimeter kubik udara WHO, 1990.

2.4 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru KVP

Nilai KVP merupakan suatu gambaran dari fungsi sistem pernafasan. Penurunan fungsi paru dapat terjadi secara bertahap dan bersifat kronis sehingga frekuensi lama seseorang bekerja pada lingkungan tempat kerja yang berdebu dan faktor-faktor internal yang terdapat pada diri pekerja karakteristik pekerja merupakan hal utama yang berhubungan dengan KVP Widodo, 2007. Adapun faktor-faktor tersebut adalah: 1 Lingkungan Tempat Kerja Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Kesehatan Nomor 1 Tahun 1970 dikatakan bahwa tempat kerja merupakan tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Adapun sumber bahaya yang berhubungan dengan nilai KVP pekerja khusunya perusahaan pengadaan bahan baku keramik adalah debu. Debu yang memapar pekerja dapat dilihat dari ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama paparan serta bentuk dari debu itu sendiri. Pada dasarnya tingkat kelarutan debu pada air dapat mengindikasikan tingkat bahan dalam debu larut dan dengan mudah dapat masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut tetapi ukurannya kecil maka partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dinding alveoli. Semakin tinggi konsentrasi debu, maka semakin besar pula kemungkinan menimbulkan keracunan maupun gangguan terhadap paru Faridawati, 1995. 2 Karakteristik Pekerja Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja didalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah sebagai hasil dari kerjanya. Karakteristik pekerja merupakan hal-hal yang ada pada diri pekerja yang akan berdampak pada hasil kerja dan dalam hal ini kesehatan individu itu sendiri. Adapun yang termasuk hal-hal yang termasuk kedalam karakteristik pekerja yang berhubungan dengan KVP adalah: a. Usia Usia merupakan variabel yang penting dalam hal terjadinya gangguan fungsi paru karena usia mempengaruhi kekenyalan paru sebagaimana jaringan lain dalam tubuh. Semakin tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi paru terutama yang disertai dengan kondisi lingkungan yang buruk serta faktor lain yang akan memperburuk kondisi paru. Penurunan KVP dapat terjadi setelah usia 30 tahun, tetapi penurunan KVP akan cepat setelah usia 40 tahun. Faal paru sejak masa kanak-kanak bertambah volumenya dan akan mencapai nilai maksimum pada usia 19 sampai 21 tahun. Setelah usia tersebut nilai faal paru akan terus menurun sesuai dengan pertambahan usia Budiono, 2007. Berdasarkan penelitian Mengkidi 2006, pada populasi pekerja pabrik semen di Sulawesi Selatan yang terpapar dengan debu semen menunjukkan bahwa usia merupakan faktor risiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru. Selain itu juga, pada keadaan normal usia juga mempengaruhi frekuensi pernapasan dan kapasitas paru. Frekuensi pernapasan pada orang dewasa antara 16-18 kali permenit, pada anak- anak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada bayi sekitar 30 kali permenit. Walaupun pada orang dewasa pernapasan frekuensi pernapasan lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak dan bayi, akan tetapi KVP pada orang dewasa lebih besar dibanding anak-anak dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan berubah misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya Syaifudin, 1997. b. Jenis Kelamin Menurut Guyton 1997 volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis. Menurut Tambayong 2001 disebutkan bahwa kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8L dibandingkan pada wanita yaitu 3,1L. c. Kebiasaan merokok Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernapasan dan jaringan paru. Apabila kondisi lingkungan kerja seorang perokok memiliki tingkat konsentrasi debu yang tinggi maka maka dapat menyebabkan gangguan fungsi paru yang ditandai dengan penurunan fungsi paru VC, FVC dan FEV1. Debu yang tertimbun dalam paru akan menyebabkan fibrosis pengerasan jaringan paru, sehingga dapat menurunkan KVP. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa pertahun adalah 28,7 mL untuk non perokok, 38,4mL untuk bekas perokok dan 41,7 mL untuk perokok aktif Anshar, 2005. Pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pada pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok Depkes, 2003. Tenaga kerja yang merokok dan berada dilingkungan yang berdebu cenderung mengalami gangguan saluran pernapasan dibanding dengan tenaga kerja yang berada pada lingkungan yang sama tetapi tidak merokok Mengkidi, 2006. Selain itu juga menurut Gold et al 2005 juga menyatakan bahwa kebiasaan merokok pada pekerja yang terpapar oleh debu memperbesar kemungkinan untuk terjadinya gangguan fungsi paru. Adapun untuk mengukur derajat berat merokok biasanya dilakukan dengan menghitung indeks Brinkman, yaitu perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari kemudian dikalikan dengan lama merokok dalam tahun. Nilai yang dihasilkan dari perhitungan tersebut akan dimasukkan kedalam tiga kategori yaitu: Ringan : 0-200 Sedang : 200-600 Berat : 600 d. Kebiasaan olahraga Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik.Gangguan faal paru dapat mempengaruhi kemampuan olahraga, sebaliknya latihan fisik yang teratur atau olahraga dapat meningkatkan faal paru. Seseorang yang aktif dalam latihan akan mempunyai kapasitas aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang lebih tinggi serta kapasitas paru yang meningkat Sahab, 1997. Kapasitas Vital Paru KVP dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital pada seorang atlet lebih besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga Hall, 1997. Menurut Guyton 1997, kebiasaan olah raga akan meningkan kapasitas paru dan akan meningkat 30-40. Secara umum semua cabang olahraga, permainan dan aktifitas fisik sedikit banyak membantu meningkatkan kebugaran fisik. Namun terdapat perbedaan dalam tingkat dan komponen-komponen kebugaran fisik yang ditingkatkan. Tabel 2.3 Kategori Tingkat Kebugaran Aktivitas FisikKegiatan Olahraga No Tingkat Kebugaran Jenis Kegiatan Olahraga 1. Sangat Baik Tarian aerobic Bersepeda Bulutangkis Basket Jogginglari Sepak bola Bolanet Berenang No Tingkat Kebugaran Jenis Kegiatan Olahraga 2. Baik Beladiri Sepak takraw Latihan berirama Bola voli Tenis meja Berjalan Tenis 3. Minimal Golf Binaraga Bowling Kebugaran aerobik: Kebugaran dari paru, jantung dan peredaran darah. Kebiasaan berolahraga tersebut dilakukan 3-5 kali seminggu. Sumber: Giam.C.K 1996 e. Status Gizi Kesehatan dan daya kerja erat hubungannya dengan status gizi seseorang. Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan dan respon imunologis terhadap penyakit dan keracunan. Status gizi juga berperan terhadap kapasitas paru. Orang dengan postur kurus panjang biasanya kapasitas vital paksanya lebih besar dari orang dengan postur gemuk pendek. Tanpa makan dan minum yang cukup kebutuhan energi untuk bekerja akan diambil dari cadangan sel tubuh. Kekurangan makanan yang terus menerus akan menyebabkan susunan fisiologis terganggu. Menurut Sridhar 1999 secara fisiologis seseorang dengan status gizi yang kurang maupun lebih dapat mengalami penurunan KVP yang pada akhirnya dapat mempengaruhi terjadinya gangguan fungsi paru. Adapun status gizi diukur menggunakan Indeks Massa Tubuh IMT. IMT = BB kg TB 2 m Tabel 2.4 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia Kategori IMT IMT Kurus Kekurangan BB tingkat berat Kekurangan BB tingkat rendah 17 17.0-18.5 Normal 18.5-25.00 Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan Kelebihan BB tingkat berat 25.00-27.00 27.0 Supariasa, 2001 f. Riwayat penyakit Saluran Pernafasan Kondisi kesehatan saluran pernafasan dapat mempengaruhi KVP seseorang. Kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang akibat sakit Ganong, 2002. Nilai kapasitas paru otomatis akan berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung yang menimbulkan kongesti paru dan pada kelemahan otot pernapasan Price, 1995. Selain itu juga, adanya riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan mengakibatkan pneumunokiosis dan salah satu pencegahannya dapat dilakukan dengan menghindari diri dari debu dengan cara memakai masker saat bekerja Suma’mur, 1996. g. Penggunaan Masker Pekerja yang aktivitas pekerjaannya banyak terpapar oleh partikel debu memerlukan alat pelindung diri berupa masker untuk mereduksi jumlah partikel yang kemungkinan dapat terhirup. Masker berguna untuk melindungi masuknya debu atau partikel-partikel yang lebih besar ke dalam saluran pernafasan. Masker dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu agar risiko paparan debu yang dapat terinhalasi ke paru-paru sehingga terjadi pengendapan partikel dan akhirnya mengurangi nilai KVP dapat diminimalisir Carlisle, 2000. h. Masa Kerja Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu kantor, badan dan sebagainya KBBI, 2001. Penelitian Yuli 2005 dalam lingkungan kerja yang berdebu, masa kerja dapat mempengaruhi dan menurunkan kapasitas fungsi paru yang salah satu didalamnya adalah nilai KVP pada pekerja. Menurut Morgan dan Parkes dalam Faridawati 1995 waktu yang dibutuhkan seseorang yang terpapar oleh debu untuk terjadinya gangguan KVP kurang lebih 10 tahun. Masa kerja dapat dikategorikan menjadi: 1. masa kerja baru 5 tahun 2. masa kerja lama ≥ 5 tahun Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut Suma’mur, 1996. i. Riwayat Pekerjaan Riwayat pekerjaan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dapat menyebabkan gangguan paru Suma’mur, 1996. Hubungan antara penyakit dengan pekerjaan dapat diduga dengan adanya riwayat perbaikan keluhan pada akhir minggu atau hari libur diikuti peningkatan keluhan untuk kembali bekerja, setelah bekerja ditempat yang baru atau setelah digunakan bahan baru di tempat kerja. Riwayat pekerjaan dapat menggambarkan apakah pekerja pernah terpapar dengan pekerjaan berdebu, hobi, pekerjaan pertama, pekerjaan pada musim-musim tertentu, dan lain-lain Ikhsan, 2002. 3 Karakteristik Pekerjaan a. Jumlah Jam Kerja per Minggu waktu kerja Data jumlah jam kerja per minggu pada aktivitas pekerja yang terpapar debu dapat digunakan sebagai perkiraan kumulatif paparan yang diterima oleh seorang pekerja. Rendahnya KVP pada pekerja tergantung pada lamanya paparan serta konsentrasi debu lingkungan kerja. Paparan dengan konsentrasi rendah dalam waktu lama mungkin tidak akan segera menunjukkan adanya penurunan nilai KVP dibandingkan dengan paparan tinggi dalam waktu yang singkat Budiono, 2007 b. Beban kerja Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban kerja, sehingga beban kerja merupakan kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Beban kerja dapat berupa beban fisik dapat mempengaruhi nilai dari KVP seseorang. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernapasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbondioksida tersebut Guyton Hall, 1996. c. Sikap kerja Pengertian sikap kerja merupakan kesiapan mental maupun fisik untuk bekerja dengan cara tertentu yang dapat dilakukan dalam kecenderungan tingkah laku pekerja dalam menjalankan aktivitasnya sebagai upaya memperkaya kecakapan dan kelangsungan hidup Maryani, 2005.

2.5 Kerangka Teori