Gambaran AkibatEfek Tinggal Di Panti Wredha Partisipan II Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Partisipan II

bertahan hidup dengan keadaan fisik dan ekonominya yang sekarang sehingga ia memutuskan cara dengan tinggal di panti wredha. “Ya nggak lah orang kita masak keluarga harus tau. Saya nggak mau ngerepotin orang-orang. Anak saya tiga. Satu laki-laki dua perempuan. Yang tua di Malaysia yang nomor dua di Riau, nomor tiga disini.” R2.W1b. 28-33hal. 2 “Ya nggak lah. Sebelah anak, sebelah kan menantu masak dua-dua kita ditampung sama dia kan nggak enaklah. Repot”. R2.W1b. 44-47hal. 2 “Ya saya maunya mau nenangkan diri sendiri. Biar tenang saya. Tetap saya mau kumpul sama keluarga. Nanti kalo kita pulang, kita nggak bisa kerja kan sama juga nokoh. Daripada buat repot anak ya bagus disini aja”. R2.W1b. 78-83hal. 3-4 “Gak ada. Tapi ada juga ngerasa takut nyusahin anak”. R2.W1b. 203-204hal. 7 Radi ingin mencari ketenangan hidup atas masalah ekonomi dan fisik yang ia hadapi, dengan cara beribadah. Radi merasa lebih tenang melaksanakan ibadah di dalam panti wredha. “Tenang, disini enaknya kita beribadah. Kalo kita Muslim ya ke masjid, kalo kita Nasrani ya ke gereja. Disini yang nasrani kegereja pun gak ada, yang muslim pun di bilang muslim KTP, saya gitu juga dulu masih muda”. R2.W1b.312-317hal. 11 “Disini dulu ada Nasrani, pas hari minggu dia gak gereja, jadi saya bilang, kamu pergi ke gereja sana. Paman saya Kristen. Dari keluarga bapak ya. Adik bapak saya tinggal dua lagi Kristen. Di bandung ada Muslim. Jakarta Muslim. Asal mula saya dari Kristen. Bapak saya Kristen dulu. Saya gak mau hina orang. Saya saja belum bersih”. R2.W1b.320-329hal. 11

b. Gambaran AkibatEfek Tinggal Di Panti Wredha Partisipan II

Radi merasa terkejut pertama kali partisipan datang ke panti wredha, sebab Radi merasa teman-temannya di panti wredha umurnya sudah lanjut usia, dibandingkan teman- temannya dahulu yang seusia dengan dirinya. Di panti wredha ini, Radi merasa dirinyalah Universitas Sumatera Utara yang paling muda usianya yaitu 60 tahun. Oleh karena itu, Radi sering menangis sendiri di dalam kamarnya. “Iya, ada yang ngasih tumpangan. Udah pak tompul gak usah sewa rumah dulu lah sementara. Kenapa saya bilang, saya nggak punya uang saya bilang. Udahlah nanti saya tanggung semua. Jadi saya surat-surat saya nggak tau. Memang pertama saya disini kan sulit kita beradaptasi sama orang, saya kan masih muda. Mereka ini udah 60an keatas. Saya nangislah saya sendiri di kamar”. R2.W1b.122-132hal. 5 “Kan mungkin kan terkejut saya kan, kok saya bergaul sama orang disini. Dulu kawan saya muda-muda, tapi berhubung kayak gini saya terimalah. Tapi kalo makan ya bisalah”. R2.W1b. 136-140hal. 5 Radi merasa dirinya sendiri selama tinggal di panti wredha, dan Radi pasrah dengan menerima keadaannya sekarang ini. Radi tidak memiliki teman yang cocok dengan dirinya di panti wredha, sebab partisipan merasa dirinya berbeda status dengan penghuni panti lainnya. “Ya saya ngerasa sendiri. Ya pasrah sama keadaanlah. Kalo pun sendiri kita di sini, payah ngikuti orang-orang disini. Bukan saya sombong tapi semuanya ada orang ngelandangan disini. Ngomongnya tinggi kali. Padahal ngelandangan. Sama saya nggak cocok. Gak ngomongan. Saya bukan orang pasaran saya bilang. Mungkin kamu terkejut badan tinggal disini saya bilang, biasa kalo tidur dulu dia pake karton ini pake kasur. Ya saya gak cocok. Kasar saya ngomong”. R2.W1b. 172-185hal. 6-7

c. Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Partisipan II

Radi kurang mempersiapkan dirinya secara ekonomi, sehingga ketika partisipan terkena penyakit jantung diawal usia 60, maka dirinya merasa terkejut dengan perubahan ekonomi yang partisipan hadapi. Radi tidak mampu lagi untuk bekerja, sehingga partisipan tidak memiliki penghasilan yang dapat menopang hidupnya lagi. Hal ini sangat mempengaruhi diri Radi dalam mengambil keputusan tinggal di panti wredha. “Ya kalo kakek masih bisa kerja, udah gak disini kakek. Kalo dipikir-pikir kadang nyesel, kenapa dulu kakek waktu muda dan waktu masih sehat itu kakek tabung uang kakek, biar kalo gini jadinya kan enak ada tabungannya, jadi gak usah binggung- binggung lagi gimana uang kita, tapi ya udahlah namanya udah terlanjur. Dulu kakek suka habis-habisan uang gitu aja, entah nanti dapat uangnya langsung aja habis. Gak Universitas Sumatera Utara ada yang ditabung. Sama kawan-kawan senang-senang, gitu gak ada uang lagi baru terasa. Jadinya sekarang ya pilih tinggal disini aja, daripada minta-minta, ya kan?” R2.W2b. 3-19hal. 1 Akibat kurangnya mempersiapkan diri secara ekonomi, Radi mengalami masalah keuangan di masa lanjut usianya yang sedang partisipan alami. Radi tidak dapat membiayai hidupnya lagi dan tidak mampu untuk bekerja kembali, sehingga jalan yang partisipan pilih untuk dapat melanjutkan hidupnya seraya memulihkan kesehatannya adalah dengan berada di panti wredha. “Ya iya. Karena uang gak ada lagi, mau kerja gak bisa lagi. Ya gimana mau bisa biayai hidup. Ya gak bisa kan, jadi disinilah pilihan kakek. Disini kan gak bayar, pemerintah yang biayai. Tapi kakek disini maunya sampe sehat dulu kakek biar bisa kerja lagi. Keluar dari sini. Kakek ya gak mau disini kalo bisa milih, tapi ya mau gimana lagi.” R2.W2b. 57-66hal. 3 Penurunan kesehatan yang dialami Radi pertama kali partisipan menyangka dikarenakan oleh penyakit jantung, tetapi setelah diperiksa kedokter, ternyata hasilnya tidak diketahui dengan pasti. Radi merasa badannya sangat sakit ketika digerakkan. Hal ini mengakibatkan partisipan tidak dapat bekerja kembali. “Nggak tau, sekarang badan saya bergerak sedikit capek. Foto udah. Foto nol”. R2.W1b. 62-64hal. 3 “Nggak ada. Apa sakit bapak? Nggak tau saya bilang. Kolesterol nggak, cuman kalo bergerak, angkat apa sikit wah..napas capek. Itulah sakit saya sekarang. Dulu jantung saya sakit. Saya kronis udah. 40 kg saya masuk kemari. Alhamdulilah sekarang udah 60 kg. 63 lah sekarang”. R2.W1b. 66-73hal. 3 “Gak tau. Udah pernah foto di Glenagles, Materna. Saya tanya sakit apa pak. Ini jantung aja. Ngos-ngosan. Terjepit dia bilang. Apa gak bisa sembuh? Pelan-pelan bisa ini pak dia bilang. Uangnya gak sedikit kalo periksa. Di Glenagles saya kena 350 ribu di Materna 320 ribu. Kalo tau di Pringadi pake surat miskin bisa, kesana aja saya. Rugi saya”. R2.W1b. 246-255hal. 9 Keputusan untuk tinggal di panti wredha, adalah keputusan yang diambil Radi sendiri karena pertimbangan ekonomi dan sakit yang dideritanya. Hal ini memaksanya untuk tinggal Universitas Sumatera Utara di panti wredha, sehingga ia merasa malu atas kondisi yang menimpanya dan terus bertanya- tanya dalam hatinya mengapa ia berada di panti wredha. “Ya itu sebenarnya karena kakek malu. Kan umur kakek paling muda disini, kalo dipikir-pikir sebenarnya belum pantaslah kakek disini. Tenggok aja, disini udah tua- tua kali semua. Saya paling muda. kalo bukan karena saya sakit, ya udah saya pergi dari panti ini. Ya malu lah sama orang-orang, saya masih muda tapi udah di panti jompo. Ya kan nak? Sama kamu aja kakek sebenarnya malu lah.” R2.W2b. 90-100hal. 4 Radi merasa dirinya lebih tenang tingga l di panti, tetapi masih menyesali keputusannya untuk tinggal di panti dan bertanya dalam hatinya kapan dan bagaimana cara agar partisipan dapat keluar dari panti. Ia masih berharap agar dirinya dapat bekerja kembali sehingga partisipan dapat segera keluar dari panti wredha. “Ya tenang, ya kadang kita mikir kok bisa aku disini. Tidak terbayangkan”. R2.W1b.232-233hal. 8 “Masihlah. Kok bisa saya disini. Apa saya gak bisa kerja kembali. Sempat terbayang di benak saya apa mungkin saya selama ini gak enak. Kapan saya bisa keluar dari sini. Gimana caranya. Sempat saya kerja di bengkel dulu, tapi keluar karena sakit”. R2.W1b.236-242hal. 9 “Senang, tapi kalo mungkin umur panjang, ada yang mau bawa keluar kerja, saya mau. Siap 24 jam. Untuk kerja ya”. R2.W1b.331-334hal. 12 Istri dan anak Radi ingin agar partisipan keluar dari panti wredha, tetapi Radi akan keluar dari panti wredha setelah partisipan merasa telah sehat. Sebab partisipan tidak ingin merepotkan anak-anaknya lagi. Radi masih memiliki harapan untuk segera sehat dan dapat keluar dari panti wredha. “Iya. Emang mereka suruh pulang saya bolak balik. Anak saya yang kecil suruh saya pulang. Setelah saya fit, sehat, sempurna saya keluar dari sini”. R2.W1b. 53-56hal. 3 “Iya kalo rindu saya pulang. Di Tandom. Khan saya di kase nomor hpnya, bel aja. Nanti saya datang. Saya pulang ke Tandom. Kumpul sama famili. Cucu saya tiga. Kadang disuruh pulang aja pak, gak saya bilang. Saya disini aja. Apa bapak pikir gak sanggup saya ngase makan bapak? Bukan gak sanggup saya bilang, mungkin satu dua hari bagus, ketiga harinya khan jelek, lebih bagus disini ajalah”. R2.W1b. 257-267hal. 9 Universitas Sumatera Utara Radi masih mengingat teman-teman lamanya ketika partisipan masih bekerja. Radi lebih menyukai teman-teman lamanya daripada teman di panti wredha. Hal ini dikarenakan Radi merasa dirinya tidak sebaya dan tidak sama status sosialnya dengan penghuni panti lainnya, sehingga Radi jarang melakukan komunikasi dengan teman-teman sesama penghuni panti wredha. Ia lebih menyukai menyendiri. “Masih bisa kerja orang itu. Ya ntah dimana aja kerjanya sekarang. Kadang kalo ingat kawan-kawan dulu ya sedih kakek, kenapa kakek kayak gini gak bisa kerja lagi, gak kuat lagi kerja. Kadang kakek suka tanya kenapa bisa aku disini? Kenapa? Apa penyebabnya? Tapi ya udahlah. Tapi nanti kalo kakek udah sehat, udah kuat kerja, mau kerja lagi kakek. Mau keluarlah dari sini. Masih kangen kakek sama kawan- kawan dulu. Maulah sama-sama mereka lagi. Kalo kawan-kawan disini, ya seperti yang kakek bilang mereka entah dari mana-mana aja asalnya, banyak pengemis, malas kakek gabung-gabung sama mereka. Daripada sama orang itu lebih baik kakek sendiri.” R2.W2b. 34-52hal. 2-3 “Jarang komunikasi. Tidak perlu ngomong. Saya gak peduli soal orang, bagi kerja saya dulu. Urusan orang ya orang. Saya dulu mau menjilat. Kalo swasta menjilat besar ngaji. Kita boleh menjilat jangan bantai kawan. Saya samapai sekarang walaupun gak kerja, teman-teman saya dulu kalo jumpa sering kasih saya uang. Kadang seratus ribu, dua ratus ribu, sebab saya gak peduli urusan orang lain. Orang mau jungkir balik masa bodoh”. R2.W1b.188-199hal. 7 Faktor-faktor lainnya yaitu pengalaman masa lampau, kepuasan dari kebutuhan, anak- anak yang telah dewasa, sikap sosial, sikap pribadi, dan metode penyesuaian diri tidak terlalu menonjol pada kasus ini.

d. Gambaran Bentuk-Bentuk Penyesuaian Diri Partisipan II