Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Partisipan I

Selain merasa tenang. Hj. Amanah merasa nyaman tinggal di panti wredha. Hal ini disebabkan karena di panti wredha ini, Hj. Amanah memiliki satu buah kamar sendiri sehingga partisipan merasa nyaman untuk tinggal di panti wredha bersama penghuni panti wredha yang lainnya. “Nyaman. Biasanya satu rumah selama ini tujuh. Tapi kalo udah padat satu kamar dua orang. Sebenarnya seharusnya dua satu kamar.” R1. W1b. 271-274hal 10 Hj. Amanah merasa perubahan yang ia rasakan setelah tinggal di panti itu berupa makanan yang partisipan peroleh di panti, sebab saat pertama kali tinggal di panti wredha, Hj. Amanah belum terbiasa dengan menu makanan yang ada di panti. Karena Hj. Amanah merasa menu makanan di panti setiap hari hampir sama, sehingga terkadang membuat ia bosan tetapi Hj. Amanah mulai terbiasa dengan menu makanan di panti. “Ya gimana ya, namanya juga panti, ya gak bayar lagi. Ya makanannya ya gitulah enak sih enak, tapi kadang gitu-gitu aja, bosan. Tapi ya nenek terima-terima ajalah namanya nenek yang pilih disini, jadi ya enak-enak aja.” R1.W2b. 31-37hal. 2 Setelah berada di panti wredha, Hj. Amanah merasa memiliki teman-teman yang senasib dengan diri partisipan sehingga Hj. Amanah tidak merasa kesepian seperti yang partisipan alami di rumah anak partisipan yang memiliki aktivitas-aktivitas lain seperti bekerja dan cucu partisipan yang bersekolah. Di panti Hj. Amanah dapat bercerita-cerita dengan sesama penghuni panti lainnya dan dapat tertawa bersama-sama. “Ya senang, tenang. Disini banyak juga teman-teman yang sama kayak nenek. Jadi nenek gak kesepian. Kalo di rumah kan kadang ya anak kerja, cucu sekolah sepi juga rasanya, tapi disini banyak teman. Cerita-cerita sama, kadang ketawa pun sama-sama. Ya gitulah nak.” R1.W2b. 42-49hal. 2

c. Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Partisipan I

Hj. Amanah memutuskan sendiri tanpa paksaan dari pihak manapun untuk tinggal di panti wredha tanpa sepengetahuan anak-anaknya, maka hal ini mengakibatkan konflik antara Universitas Sumatera Utara partisipan dengan anak-anaknya, sehingga anak-anak Hj. Amanah tidak ada yang menjengguknya selama Hj. Amanah tinggal di panti wredha. Hanya cucu Hj. Amanah saja yang datang menjenguk partisipan. Hal ini menyebabkan Hj. Amanah merasa sedih. “Nenek sendiri. Anak ga ada yang tau. Itu maka sampe sekarang kalo anak gak mau kemari. Cucu disuruh mamaknya aja pergi nenggok nenek gitu.” R1. W1b. 56-60hal. 3 “Oo.. Gak dikasih, ini aja pun tau kalo mamak tinggal di jompo, aku gak mau kesana. Udah gak usah. Kadang kalo ingat sedih. Sekarang diajakin juga pulang.” R1. W1b. 63-67hal. 3 “Sedih lah nenek. Masa anak-anak nenek gak mau datang liat nenek disini. Ya mungkin karna waktu itu kan nenek gak kasih tau mereka kalo nenek tinggal disini, dan mereka semua juga gak ngasih sebenarnyar tapi ya mau gimana lagi, nenek maunya disini aja.” R1.W2b. 53-60hal. 3 Selama berada di panti wredha, Hj. Amanah mengikuti kegiatan-kegiatan di panti wredha, berupa ikut dalam gotong royong dan ikut membantu memasak di dapur panti wredha. Hal ini partisipan lakukan agar Hj. Amanah memiliki aktivitas-aktivitas sehingga partisipan tidak merasa bosan. “Gak ada, cuman itulah orang gotong royong ikut gotong royong. Paling ini ke dapur bantu sikit-sikit ke dapur, motong sayur segala macam, mutiki cabe. Kemauan nenek sendiri. Timbang tidur aja nenek gak suka.” R1. W1b. 79-84hal. 3-4 Hubungan Hj. Amanah dengan anak-anaknya perlahan-lahan mulai membaik, sehingga partisipan biasanya akan pulang ke rumah anak partisipan setiap 2 bulan sekali. Hj. Amanah dijemput anak partisipan jika ada acara keluarga ataupun sekedar melepas rindu. Tetapi Hj. Amanah tidak ingin berlama-lama untuk menginap di rumah anak partisipan, sebab Hj. Amanah telah merasa senang tinggal di panti wredha. “Gak setiap sabtu nenek, ya setiap 2 bulan sekali ya anak jemput. Ntah sebulan sekali mau arisan, ntah kemana orang itu. arisan keluarga dijemput nenek. Habis itu kesini lagi nenek.” R1. W1b. 147-152hal. 6 “Ya sering. Kadang kalo nuruti anak-anak itu ya gak jadi pulang seminggu. mau ngapaen mamak cepat pulang? 10 hari seminggu disuruhnya nenek, gak mau.” R1. W1b. 154-158hal. 6 Universitas Sumatera Utara “Ya paling empat, lima hari ya udah. Tiga hari udah. Udah senang sini. Itulah orang tua ini.” R1. W1b. 160-162hal. 6 Faktor-faktor lainnya yaitu persiapan untuk hari tua, pengalaman masa lampau, kenangan akan persahabatan lama, sikap sosial, sikap pribadi, metode penyesuaian diri, kondisi, kondisi hidup dan kondisi ekonomi tidak terlalu menonjol pada kasus ini.

d. Gambaran Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri Partisipan I