BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui tahap- tahap perkembangan. Periode perkembangan hidup manusia terdiri dari masa pranatal, masa
bayi, masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak akhir, masa remaja, masa dewasa, masa dewasa madya, dan masa lanjut usia Papalia, 2003. Mohamad dalam Mutiara, 1990,
membagi periodisasi biologis perkembangan manusia yaitu, masa bayi, masa prasekolah, masa sekolah, masa pubertas, masa dewasa, masa setengah umur Prasenium, dan masa
lanjut usia Senium. Periode perkembangan hidup manusia ini berbeda-beda sesuai dengan tingkat usianya. Periode perkembangan yang terakhir itu, adalah masa lanjut usia.
Organisasi Kesehatan Dunia WHO mengemukakan bahwa lanjut usia meliputi usia pertengahan Middle Age antara 45-59 tahun, usia lanjut Elderly antara 60-70 tahun, dan
usia lanjut tua Old Age antara 75-90 tahun, dan usia sangat tua Very Old Age di atas 90 tahun Mutiara, 1990. Departemen Kesehatan RI membuat pengelompokan lanjut usia
berdasarkan kelompok pertengahan umur, ialah kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan lanjut usia, yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa yang
berusia 45-54 tahun, kelompok lanjut usia dini, ialah kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki lanjut usia yang berusia 55-64 tahun, kelompok lanjut usia
dengan risiko tinggi, ialah kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun, atau kelompok lanjut usia yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti wredha, menderita penyakit berat, atau
cacat Mutiara, 1990.
Universitas Sumatera Utara
Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan
hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat
menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Diperkirakan pada
tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu Suhartini, 2007.
Peningkatan jumlah lanjut usia tersebut menimbulkan konsekuensi-konsekuensi, antara lain, bertambah besarnya sumber-sumber pemerintah dan masyarakat yang harus
dikeluarkan untuk mengakomodasikan permasalahan yang diakibatkannya untuk perawatan, penanggulangan permasalahan, penyediaan fasilitas, perluasan lapangan kerja dan pelatihan,
selain itu perlu lebih ditingkatkan penyuluhan sosial kepada masyarakat tentang karakteristik kehidupan lanjut usia, penyediaan dan perluasan lapangan kerja serta kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan yang layak bagi lanjut usia, penyediaan dan perluasan pelayanan sosial dan pelayanan lainnya yang secara kuantitatif dan kualitatif memadai Mutiara, 1990.
Ketika persentase orang yang berusia tua semakin banyak, masa hidup sebenarnya tetap tidak berubah sejak awal pencacatan sejarah. Masa hidup adalah batas atas dari hidup,
jumlah maksimum dari tahun-tahun di mana individu dapat hidup. Masa maksimal dari manusia kurang lebih usia seratus dua puluh tahun. Maka, masa lanjut usia adalah suatu masa
yang memiliki rentang kehidupan yang paling panjang dalam periode perkembangan manusia Santrock, 2002.
Wibisono dalam Marsetio, 1992 menyebutkan bahwa lanjut usia sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap
individu yang mencapai lanjut usia tersebut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
dihindari. Meskipun demikian, dari zaman ke zaman selalu ada saja yang memimpikan untuk tidak mengalaminya. Ada banyak usaha untuk mempertahankan kemudaan dan banyak
gangguan atau problema kejiwaan yang berkaitan dengan lanjut usia, menunjukkan besarnya pengaruh perubahan akibat lanjut usia tersebut bagi kehidupan manusia Wibisono, dalam
Marsetio, 1992. Havighurst Duvall dalam Hardywinoto, 1991, menguraikan tujuh jenis tugas
perkembangan developmental tasks selama hidup yang harus dilaksanakan oleh lanjut usia, yaitu penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis, penyesuaian terhadap pensiun dan
penurunan pendapatan, menemukan makna kehidupan, mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan, menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga, penyesuaian diri terhadap
kenyataan akan meninggal dunia, dan menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia. Senada dengan yang diungkapkan oleh Hurlock 1999 bahwa tugas perkembangan lanjut usia
meliputi menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan, menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan keluarga, menyesuaikan diri dengan
kematian pasangan, membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia, membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan dan menyesuaikan diri dengan peran sosial
secara luwes. Hurlock 1999, mengemukakan bahwa ada lima pola kehidupan di masa lanjut usia
yang bersifat umum, yaitu tinggal sendiri hanya dengan pasangannya, lanjut usia yang hidup sendiri di rumahnya sendiri, dua atau lebih anggota dari usia yang sama tinggal bersama
dengan status tanpa hubungan perkawinan seperti: saudara laki-laki, saudara perempuan atau teman-teman seusia, janda atau duda yang tinggal bersama dengan anak atau cucunya, dan
orang lanjut usia yang tinggal di dalam rumah penampungan orang lanjut usia atau panti wredha.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hardywinoto 1991, panti wredha adalah panti yang didalamnya ada personel keperawatan yang profesional, dan hanya lanjut usia yang lemah dan tidak mampu
mengurus dirinya sendiri serta mempunyai kondisi ketergantungan dapat diterima atau dirawat. Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock 1999 yang mengatakan bahwa seseorang
tinggal di panti wredha apabila kesehatan, status ekonomi, atau kondisi lainnya tidak memungkinkan mereka untuk melanjutkan hidup di rumah masing-masing, dan jika mereka
tidak mempunyai sanak saudara yang dapat atau sanggup merawat mereka. Mariani 2007, mengungkapkan bahwa pada awalnya panti wredha dimaksudkan
untuk menampung orang lanjut usia yang miskin dan terlantar untuk diberikan fasilitas yang layak mulai dari kebutuhan makan minum sampai dengan kebutuhan aktualisasi. Namun
lambat laun dirasakan bahwa yang membutuhkan pelayanan kesejahteraan lanjut usia yang berbasis panti wredha tidak hanya bagi mereka yang miskin dan terlantar saja, tetapi orang
yang berkecukupan dan mapan pun membutuhkannya. Hal ini dikarenakan oleh beberapa alasan, pertama disebabkan oleh perubahan tipe
keluarga dari keluarga besar extended family menjadi keluarga kecil nuclear family. Dimana pada awalnya dalam keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Tapi sesuai
dengan perkembangan keluarga ada tahap dimana keluarga menghadapi anak yang menikah atau membentuk keluarga sendiri, sehingga yang terjadi adalah orang tua akan tinggal berdua
saja, tentu saja kondisi ini membutuhkan peran pengganti keluarga. Kedua, perubahan peran ibu. Pada awalnya peran ibu adalah mengurus rumah tangga, anak-anak, dan lain-lain.
Sekarang telah mengalami perubahan dimana ibu juga bertindak sebagai pencari nafkah bekerja di kantoran dan sebagainya, sehingga anggota keluarga seperti anak-anak dan kakek
serta nenek dititipkan pada institusi tertentu. Ketiga, kebutuhan sosialisasi orang lanjut usia itu sendiri. Apabila mereka tinggal dalam keluarga mungkin mereka akan mengalami
perasaan yang bosan ditinggal sendiri, anaknya mungkin berangkat bekerja dan cucunya
Universitas Sumatera Utara
kesekolah. Hal ini menyebabkan mereka membutuhkan suatu lingkungan sosial dimana di dalam komunitas tersebut terdapat beberapa kesamaan sehingga mereka merasa betah dan
kembali bersemangat. Menurut Hurlock 1999 ada beberapa kondisi yang mempengaruhi pilihan pola hidup
bagi orang lanjut usia di panti wredha yaitu status ekonomi, status perkawinan, kesehatan, kemudahan dalam perawatan, jenis kelamin, anak-anak, keinginan untuk mempunyai teman
dan iklim. Jika kesehatan mereka buruk, mereka lebih suka hidup di rumah khusus orang lanjut usia agar mereka dapat berhubungan dengan orang-orang seusianya. Hal ini sesuai
dengan pengalaman seorang lanjut usia di panti wredha yang mengalami kelumpuhan Pebas. Wanita berusia 68 tahun seperti terdapat dalam kutipan wawancara berikut ini:
“Batin saya selalu tiap hari berkata bagaimanapun akan mati saya pikir, jadi kepingin saya mendengarkan nama tuhan disini.
Komunikasi Personal, 15 Maret 2008 Alasan dan kondisi tersebut dapat mempengaruhi seorang lanjut usia untuk memilih
dan memutuskan tinggal di panti wredha. Pada proses pengambilan keputusan untuk tinggal di panti wredha, ada faktor situasional yang berpengaruh yaitu kondisi fisik yang mulai
melemah saat memasuki masa lanjut usia, serta adanya kekhawatiran yang disebabkan oleh berkurangnya pendapatan setelah pensiun. Setiap proses pengambilan keputusan berbeda-
beda alasannya, maka akan menghasilkan akibat atau efek yang berbeda-beda, yaitu panti wredha sebagai tempat yang dapat memberikan kebebasan, baik dalam beraktivitas maupun
dalam menjalankan peran-peran yang biasa dilakukan sebelumnya. Panti wredha sebagai tempat pelarian untuk menghindari konflik dan sebagai tempat persinggahan sementara
terminal, serta panti wredha sebagai tempat yang dapat memenuhi kebutuhan afeksi Fitria, 2007.
Mariani 2007 juga menambahkan bahwa lanjut usia yang berada di panti wredha dapat menemukan teman yang relatif seusia dengannya dimana mereka dapat berbagi cerita,
Universitas Sumatera Utara
program-program pelayanan sosial yang bisa memberikan kesibukan buat mereka sebagai pengisian waktu luang di antaranya pemberian bimbingan sosial, bimbingan mental spiritual
serta rekreasi, penyaluran bakat dan hobi, terapi kelompok, senam dan banyak kegiatan lainnya. Di panti wredha para lanjut usia mendapatkan fasilitas serta kemudahan-kemudahan
lainnya, selain bersama teman seusianya, mereka juga mendapatkan pelayanan maksimal dari para pekerja sosial dimana mereka menemukan hari-harinya dengan ceria.
Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Hurlock 1999 yang mengatakan bahwa efek yang didapat ketika lanjut usia tinggal di panti wredha dapat berupa efek yang
negatif dan efek yang positif. Salah satu efek yang positif dari tinggal di panti wredha adalah terdapat kemungkinan untuk berhubungan dengan teman seusia Hurlock, 1999. Keinginan
untuk berhubungan dengan orang lain akan terus melekat pada manusia sepanjang rentang kehidupannya, tak terkecuali pada para lanjut usia. Hal tersebut sesuai dengan pengalaman
seorang lanjut usia di panti wredha Pebas, Wanita berusia 68 tahun seperti terdapat dalam kutipan wawancara berikut:
“Saya senang tinggal di panti ini, disini saya bisa mendengarkan kebaktian itu, tinggal rame-rame enak, bisa cerita-cerita sama kawan-kawan, yang makannya ga
enak pun bisa jadi enak karena rame-rame itu..” Komunikasi Personal, 15 Maret 2008
Panti wredha memegang peranan penting dalam membangun perasaan lanjut usia, dimana apabila lanjut usia secara sukarela tinggal di suatu tempat maka akan membuat
mereka memiliki pandangan diri yang positif, menyukai tempat itu dan dapat mengakibatkan situasi yang menyenangkan dalam penyesuaian diri Hurlock, 1999. Efek positif dan efek
negatif yang dialami lanjut usia ketika tinggal di panti akan mengakibat perubahan-perubahan dalam hidupnya. Untuk itu, lanjut usia yang tinggal di panti wredha perlu melakukan suatu
penyesuaian diri.
Universitas Sumatera Utara
Penyesuaian diri ini sering kali dimengerti sebagai kemampuan individu untuk menyamakan diri dengan harapan kelompok, sebagai mengatur kembali ritme hidup atau
jadwal harian, dan sebagai suatu pembelajaran hidup dengan sesuatu yang tidak dapat diubah Siswanto, 2007. Menurut Siswanto 2007, istilah penyesuaian diri dalam bahasa inggris
memiliki dua kata yang berbeda maknanya, yaitu adaptasi adaptation dan penyesuaian adjustment. Kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada pengertian mengenai
penyesuaian diri, tetapi memiliki perbedaan yang mendasar. Adaptasi memiliki pengertian individu melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan, yang menekankan pada perubahan
yang individu lakukan terhadap dirinya supaya tetap bisa sesuai dengan lingkungannya. Penyesuaian dipahami sebagai mengubah lingkungan agar menjadi lebih sesuai dengan diri
individu. Pengertian ini menekankan pada perubahan lingkungan yang dilakukan oleh individu sehingga tetap sesuai dengan dirinya. Penyesuaian yang dimaksud dalam penelitian
ini meliputi penyesuaian diri lanjut usia baik dalam pengertian adaptation maupun adjustment.
Menurut Hurlock 1999 penyesuaian diri lanjut usia di panti wredha dipengaruhi oleh faktor-faktor berupa persiapan untuk hari tua, pengalaman masa lampau, kepuasan dari
kebutuhan, kenangan akan persahabatan lama, anak-anak yang telah dewasa, sikap sosial, sikap pribadi, metode penyesuaian diri, kondisi fisik, kondisi hidup dan kondisi ekonomi.
Sikap anak-anak yang telah dewasa dan sering berhubungan dengan lanjut usia dapat menciptakan penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi para lanjut usia di panti wredha.
Apabila para lanjut usia masih merasa bagian dari keluarga dan tidak terputus kontak dengan sanak saudara mereka maka akan dapat mempengaruhi penyesuaian diri lanjut usia di panti
wredha Hurlock, 1999. Hal ini dapat dilihat dari hasil kutipan wawancara peneliti dengan seorang lanjut usia yang tinggal di panti wredha Rala, Wanita berusia 87 tahun, kutipan
wawancara tersebut adalah:
Universitas Sumatera Utara
“....aku ngerasa nggak cocok tinggal dengan anakku..anakku agama Islam, aku kristen. Klo makan pun aku makan sendiri, bikin doa sendiri, macam orang
gila kurasa samaku..tapi karena ayah saya orang agama saya pegang itu terus.. jadi saya putuskan tinggal disini saja..lebih enak kurasa..saya ngerasa
bebas..”
Komunikasi Personal, 15 Maret 2008 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri lanjut usia akan menentukan
dalam arti mempunyai efek yang menentukan proses penyesuaian. Penyesuaian diri terbentuk melalui bentuk-bentuk penyesuaian diri yang dilakukan oleh lanjut usia berupa perilaku
kompensatoris, perilaku menarik perhatian orang, memperkuat diri melalui kritik, identifikasi, sikap proyeksi, rasionalisasi, sublimasi, melamun dan mengkhayal, dan represi.
Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang dengan keterbatasan yang ada pada dirinya, belajar untuk berinteraksi terhadap dirinya dan lingkungan dengan
cara yang matang, bermanfaat, efisien, dan memuaskan, serta dapat menyelesaikan konflik, frustrasi, maupun kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengalami gangguan tingkah
laku Schneiders dalam Agustiani, 2006. Menurut Adler dalam Agustiani, 2006 dalam mengevaluasi penyesuaian diri tergantung pada 2 faktor yaitu, faktor situasi yang merupakan
cara dari seseorang individu untuk melakukan penyesuaian diri dan bagaimana penilaian orang lain mengenai baik tidaknya penyesuaian diri tergantung pada situasi seperti apa
individu melakukan penyesuaian, dan faktor yang kedua adalah nilai-nilai yang mengemukakan bahwa seseorang dikatakan baik penyesuaian dirinya tidak hanya bergantung
pada situasi tapi juga nilai-nilai, ide-ide tentang apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana individu melakukan hal tersebut. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Calhoun Acocella 1990 yang mengatakan bahwa dalam menilai perilaku penyesuaian diri yang baik tergantung pada faktor situasi dan nilai-nilai. Faktor situasi menyebabkan
seseorang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap suatu lingkungan tetapi tidak terhadap lingkungan yang lain. Faktor nilai-nilai adalah bagaimana penilaian kita tentang
bagaimana seseorang seharusnya berperilaku.
Universitas Sumatera Utara
Hurlock 1999 menyatakan bahwa dalam menilai penyesuaian diri yang baik dapat dilihat dari kualitas pola perilaku dan kepuasan atau kebahagiaan, sedangkan penyesuaian diri
yang buruk dapat dilihat dari perubahan-perubahan dalam tingkah emosional, dan perubahan- perubahan pada kepribadian. Ada empat kondisi yang menentukan berhasilnya orang lanjut
usia dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupan di panti wredha yaitu: pertama, apabila pria atau wanita yang masuk ke panti wredha secara sukarela; kedua, apabila pria atau wanita
yang masuk panti wredha sudah terbiasa hidup dengan orang lain; ketiga, apabila jarak panti wredha dengan tempat tinggal mereka cukup dekat; dan keempat, adalah kondisi yang paling
penting yaitu para lanjut usia masih merasa bagian dari keluarga dan tidak terputus kontak dengan sanak saudara mereka Hurlock, 1999.
Lanjut usia di panti wredha yang mampu menyesuaikan diri dengan baik, pada umumnya memiliki ciri-ciri yaitu memiliki persepsi yang akurat terhadap realita, kemampuan
untuk beradaptasi dengan tekanan stres dan kecemasan, mempunyai gambaran diri yang positif tentang dirinya, kemampuan untuk mengekspresikan perasaannya serta memiliki relasi
interpersonal yang baik. Adapun ciri-ciri lanjut usia di panti wredha yang gagal dalam melakukan penyesuaian diri yang efektif adalah memiliki tingkah laku yang aneh karena
menyimpang dari norma, mengalami kesulitan, gangguan dalam melakukan penyesuaian diri secara efektif dalam kehidupan sehari-hari dan mengalami distres subjektif yang sering atau
kronis Siswanto, 2007. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
lanjut usia memiliki alasan-alasan atau kondisi yang mempengaruhi pilihan pola hidup tertentu untuk tinggal di panti wredha yang mengakibatkan perubahan dalam kehidupannya.
Terkait dengan fenomena di atas bahwa jika lanjut usia mengalami perubahan dalam hidupnya akan menyebabkan penyesuaian diri yang dipengaruhi oleh beberapa faktor dan
Universitas Sumatera Utara
melalui bentuk-bentuk penyesuaian diri. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana penyesuaian diri lanjut usia di panti wredha.
B. Perumusan Masalah