23
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Animal House FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, laboratorium Bioavaibility
Bioequivalency PBB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, laboratorium
Drug Research Development PDR UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan laboratorium Microbiology Medicinal Chemistry MBC UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juli sampai September 2012.
4.2 Subjek Penelitian
4.2.1 Populasi
Hewan uji dalam penelitian ini adalah mencit Mus musculus galur DDY jenis kelamin jantan dengan berat rata
– rata antara 20 – 25 gram yang terbagi dalam 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok
kontrol positif, dan kelompok perlakuan. Masing – masing kelompok
terdiri dari 6 mencit.
4.2.2 Sampel
Kurma yang digunakan adalah kurma ajwa yang diperoleh dari Thamra PT Duta Karimah yang telah bekerja sama dengan Thamra Al
Tumur Trading Est, Riyadh – Saudi Arabia sebagai distributor produk
kurma internasional. Kurma ajwa dipilih karena merupakan jenis kurma
dengan kualitas terbaik yang hanya dapat tumbuh di kota madinah, dan merupakan kurma kesukaan Rasulullah SAW.
Gambar 4.1 Kurma Ajwa yang digunakan dalam penelitian Dokumentasi Pribadi, 26-06- 2012
4.3 Alat dan Bahan
4.3.1 Alat
Kandang tempat pakan mencit, timbangan digital gram dan miligram, dispenser spuit, beaker glass, gelas ukur, ose, cotton bud
modifikasi, gunting bedah, pipet leukosit, microplate 96 wells, eppendorf tube, eppendorf tube 13 mL, vacutainer tube EDTA, Incubator Bath,
centrifuge, Laminar Air Flow, mikropipet 0,5 – 20 µL, mikropipet 20 –
200 µL, mikropipet 1000 µL, white tip, yellow tip, blue tip, kaca objek, mikroskop Olympus, pipet tetes, cawan petri, hemasitometer Improved
Naubauer.
Hari Ke-2
Hari Ke-8
Hari Ke-15
Hari Ke-22
Hari Ke-23
Hari Ke-27
Hari Ke-30
4.3.2 Bahan
Mencit galur DDY jenis kelamin jantan dengan berat rata – rata 20
– 25 gr berjumlah 18 ekor Institut Pertanian Bogor, pakan mencit, akuades, kurma ajwa Thamra, vaksin typhoid GlaxoSmithKline, bakteri
Salmonella typhi Mikrobiologi UI, K
2
HPO
4
, KH
2
PO
4
, NaCl, darah domba Mikrobiologi UI,
asam asetat glasial, larutan gentian violet, pewarna giemza, buffer fosfat pH 6,8
– 7,2.
4.4 Alur Penelitian
Gambar 4.2 Alur Penelitian
Periode Perlakuan
Periode Infeksi Salmonella
typhi Uji Tantang
Pemberian i.p. SDMD
20 0,1 mL
Jumlah total leukosit
Persentase monosit
Persentase limfosit
Titer antibodi
Diinfeksi dengan Salmonella typhi
Survival rate Hari
Ke-0
4.5 Prosedur Kerja
4.5.1 Persiapan Hewan Coba
Mencit – mencit diaklimasi di dalam laboratorium Animal House
FKIK UIN Syarif Hidayatullah selama satu minggu pada suhu kamar antara 25
– 27 C dengan ventilasi udara dan cahaya yang cukup. Mencit
dipelihara di dalam kandang plastik bertutup dan dialas dengan sekam. Masing
– masing kandang berisi 6 mencit dan diberi label kelompok 1, 2, dan 3 pada masing
– masing kandang. Di dalam kandang, mencit diberi makan berupa pellet secara terkontrol dan minum aquadest yang diberikan
secara ad libitum. Setiap hari mencit ditimbang untuk mengontrol berat badan mencit tetap pada range 20
– 25 gr. Kandang serta tempat makan dan minum dibersihkan, dan alas sekam diganti sedikitnya dua kali
seminggu Smith, 1988.
4.5.2 Dosis dan Perlakukan Uji Respon Imun Mencit
Tabel 4.1 Dosis dan Perlakukan Uji Respon Imun Mencit
Kelompok Perlakuan
Dosis Rute
Pemberian
Waktu Pengambilan
Darah
Kelompok I Kontrol
negatif Hanya
diberi makan dan
minum. -
- Hari ke-0, 2, 8,
15, dan 22
Kelompok II Kontrol
positif Diberi
vaksin Typhoid.
2,19 µL 1 kali pada hari ke-1
i.m. Hari ke-0, 2, 8,
15, dan 22
Kelompok III
Diberi kurma
tahnik. 225 mg 1x
sehari selama 14 hari
oral Hari ke-0, 2, 8,
15, dan 22
4.5.3 Perhitungan Dosis
a Dosis kurma tahnik
Jumlah sampel kurma tahnik yang diberikan kepada kelompok perlakuan didasarkan kepada hadits Rasulullah SAW. Berdasarkan hadits
tersebut, dosis kurma untuk tahnik seorang anak yang baru lahir bayi adalah sebanyak 1 butir kurma berat rata
– rata untuk 1 butir kurma ajwa tanpa biji adalah 7 gr. Dosis tahnik untuk bayi berdasarkan hadits
Rasulullah SAW tersebut akan dikonversikan ke dalam dosis mencit menggunakan rumus Crawford
– Terry Rourke perbandingan luas permukaan tubuh sebagai berikut :
Db =
x Dm
Keterangan : Db
= dosis bayi gr Dm
= dosis mencit gr LPTb = luas permukaan tubuh bayi m
2
LPTm = luas permukaan tubuh mencit 20 gr m
2
Untuk mendapatkan luas permukaan tubuh rata – rata bayi baru
lahir terlebih dahulu harus mendapatkan data berat badan W dan tinggi badan bayi H, selanjutnya nilai W dan H tersebut akan dirubah menjadi
nilai luas permukaan tubuh bayi LPTb menggunakan Moesteller Formula Furqan dan Haque, 2009.
Tabel 4.2 Indeks rata
– rata berat badan tinggi badan balita sesuai dengan usianya Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Umur Berat kg
Tinggi cm Standar
80 Standar Standar
80 Standar
Lahir 3,4
2,7 50,5
40,5 – 1 Bulan
4,3 3,4
55 43,5
2 Bulan 5
4 58
46 3 Bulan
5,7 4,5
60 48
4 Bulan 6,3
5 62,5
49,5 5 Bulan
6,9 5,5
64,5 51
6 Bulan 7,4
5,9 66
52,5 7 Bulan
8 6
67,5 54
8 Bulan 8,4
6,3 69
55,5 9 Bulan
8,9 7,1
70,5 56,5
10 Bulan 9,3
7,4 72
57,5 11 Bulan
9,6 7,7
73,5 58,5
12 Bulan 9,9
7,9 74,5
60 15 Bulan
10,6 8,5
78 62,5
18 Bulan 11,3
9 81,5
65 21 Bulan
11,9 9,6
84,5 67,5
24 Bulan 12,4
9,9 87
69,5 27 Bulan
12,9 10,5
89,5 71,5
30 Bulan 13,5
10,8 92
73,5 33 Bulan
14 11,2
94 75
36 Bulan 14,5
11,6 96
77 39 Bulan
15 12
98 78,5
42 Bulan 15,5
12,4 99,5
79,5 45 Bulan
16 12,9
101,5 81,5
48 Bulan 16,5
13,2 103,5
82,5 51 Bulan
17 13,6
105 84
54 Bulan 17,4
14 107
85,5 57 Bulan
17,9 14,4
108 86,5
60 Bulan 18,4
14,7 109
87
Dari tabel indeks rata – rata berat badan tinggi badan balita
sesuai dengan usia diatas didapatkan nilai berat badan bayi W = 3,4 kg dan tinggi badan bayi H = 50,5 cm. Nilai W dan H selanjutnya diproses
dengan Moesteller Formula untuk mendapatkan nilai luas permukaan tubuh bayi LPTb sebagai berikut :
LPTb =
√
=
√
= 0,218 m
2
Luas permukaan tubuh bayi baru lahir LPTb yang didapatkan adalah 0,218 m
2
. Luas permukaan tubuh mencit yang memiliki berat 20 gr LPTm adalah 0,007 m
2
Reagan-Shaw et al., 2007.
Db =
x Dm
7 =
x Dm 7
= 31,14 x Dm Dm
= 0,225 gr Keterangan :
Db = dosis bayi gr
Dm = dosis mencit gr
LPTb = luas permukaan tubuh bayi m
2
LPTm = luas permukaan tubuh mencit 20 gr m
2
Jadi, banyaknya kurma yang digunakan dalam perlakuan kepada hewan coba mencit adalah sebesar 225 mg hari.
b Dosis Vaksin
Typhoid
Dosis vaksin typhoid adalah 0,5 mL bagi anak umur dua tahun ke atas dan dewasa. Konversi dosis vaksin dari orang dewasa ke mencit
dilakukan dengan menggunakan rumus Crawford – Terry Rourke
perbandingan luas permukaan tubuh dengan terlebih dahulu mengetahui luas permukaan tubuh orang dewasa LPTd dan luas permukaan tubuh
mencit LPTm. Luas permukaan tubuh orang dewasa LPTd dengan berat rata
– rata 60 kg adalah 1,6 m
2
dan luas permukaan tubuh mencit yang memiliki berat 20 gr LPTm adalah 0,007 m
2
Reagan-Shaw et al., 2007. Konversi dosis adalah sebagai berikut :
Dd =
x Dm
0,5 =
x Dm 0,5
= 228,57 x Dm Dm
= 0,00219 mL Keterangan :
Dd = dosis orang dewasa mL
Dm = dosis mencit mL
LPTd = luas permukaan tubuh orang dewasa m
2
LPTm = luas permukaan tubuh mencit 20 gr m
2
Jadi, dosis vaksin typhoid yang diberikan kepada mencit adalah 2,19 µL.
4.5.4 Pembuatan dan Pemberian Sampel Kurma Tahnik
Pembuatan sampel kurma tahnik didasarkan pada hadits Rasulullah SAW. Pertama
– tama sebutir kurma tanpa biji dikunyah dalam mulut sampai halus, kemudian hasil kunyahan dimuntahkan ke dalam beaker
glass dan ditimbang sesuai dosis. Kurma tahnik dioleskan perlahan – lahan
ke langit – langit mulut mencit menggunakan cotton bud hasil modifikasi
yang ujungnya dilapisi plastik tipis yang tidak menyerap cairan.
4.5.5 Pengambilan Darah Mencit
Pengambilan darah mencit dilakukan melalui ekor dengan cara memotong ujung ekor mencit sepanjang 1 cm. Darah yang keluar segera
dihisap menggunakan mikropipet dan ditampung dalam vacutainer tube yang telah mengandung EDTA hingga terkumpul sebanyak minimal 0,1
mL. Pengambilan darah selanjutnya dilakukan dengan cara memotong bekas ekor yang telah terpotong sebelumnya sepanjang 2
– 3 mm untuk mencegah trauma pada mencit Hoff, 2000. Darah dalam vacutainer tube
digunakan untuk perhitungan jumlah total leukosit serta persentase monosit dan limfosit darah.
4.5.6 Perhitungan Jumlah Total Leukosit
Leukosit dihitung menggunakan alat hemositometer dengan pengenceran 1:20. Larutan pengencer berupa larutan Turk 1 mL asam
asetat glasial, 1 mL larutan gentian violet, add 100 mL akuades yang berfungsi sebagai pelisis sel darah merah dan pewarna leukosit. Untuk
memperoleh pengenceran 1:20, darah dihisap ke dalam pipet leukosit sampai batas 0,5 lalu diisi dengan larutan pengencer sampai tanda 11. Dua
sampai tiga tetes pertama larutan dibuang, kemudian satu tetes diteteskan pada kamar hitung dan dibiarkan menetap selama 3 menit. Sediaan
kemudian diperiksa dengan mikroskop perbesaran 40x. Penghitungan
dilakukan terhadap leukosit yang terdapat dalam persegi 1,2,3,4 atau kamar hitung hemocytometer.
Sel yang menempel di garis pemisah sebelah kiri dan di garis atas kotak persegi ikut dihitung, sel yang
menempel di kedua sisi kotak lain tidak ikut dihitung Anandika, 2011 ; Triana dan Nurhidayat, 2006 ; Kulisic et al., 2006. Jumlah leukosit
dihitung per mm
3
dengan rumus sebagai berikut :
Jumlah total leukosit per mm
3
=
= = 50 N
Keterangan : N = Jumlah total leukosit dari 4 kamar hitung
4.5.7 Perhitungan Persentase Monosit dan Limfosit Darah
Sampel darah segar diteteskan pada gelas objek dan dibuat preparat apus. Setelah dibiarkan mengering di udara, preparat apus kemudian
difiksasi dengan metanol selama 5 menit. Preparat kemudian diwarnai dengan pewarna giemza dengan pengenceran 1:9 selama 30 menit buffer
fosfat pH 6,8 – 7,2. Selanjutnya preparat dicuci dengan aquades dan
dibiarkan mengering. Setelah kering preparat diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x dengan dibubuhi minyak emersi pada
permukaan sediaan apus tersebut. Pertama – tama dihitung sampai 100 sel
leukosit, kemudian dari 100 sel leukosit tadi dihitung jumlah monosit dan limfosit, lalu ditentukan persentase monosit dan limfosit dari total 100
leukosit tersebut dengan rumus sebagai berikut Handajani dan Ruben, 2009 :
4.5.8 Pengukuran Titer Antibodi
a Pembuatan Larutan PBS pH 7,2
K
2
HPO
4
ditimbang sebanyak 9,35 gr, KH
2
PO
4
sebanyak 3,45 gr, dan NaCl sebanyak 4,5 gr. Semua bahan dilarutkan dalam 1000 mL
akuades, kemudian diukur pH larutan hingga mencapai 7,2 Achyat et al., 2008.
b Pembuatan Suspensi Sel Darah Merah Domba SDMD
Darah domba disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang berupa plasma dibuang dengan pipet, kemudian
ditambahkan larutan PBS pH 7,2 sebanyak tiga kali volume SDMD yang tersisa. Tabung dibolak
– balik agar tersuspensi rata, kemudian
disentrifugasi kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit, lalu supernatan dibuang. Pencucian dilakukan sebanyak 3
– 4 kali hingga diperoleh larutan yang benar
– benar jernih pada supernatannya. Pada pencucian terakhir semua supernatan dibuang. SDMD yang terdapat dalam
tabung merupakan suspensi SDMD 100 Achyat et al., 2008.
c Pengumpulan Serum dari Darah Mencit
Darah mencit diambil melalui ekor dengan cara memotong ujung ekor mencit. Darah yang keluar segera dihisap menggunakan mikropipet
dan ditampung dalam tabung eppendorf kosong hingga terkumpul sebanyak minimal 0,1 mL. Darah yang terdapat dalam tabung eppendorf
didiamkan pada suhu kamar selama 1 – 2 jam, kemudian disentrifugasi
dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit, supernatan serum lalu diisolasi menggunakan alat suntik steril Sasmito et al., 2006. Serum
disimpan pada suhu -20 C sampai saat digunakan untuk perhitungan titer
antibodi dengan metode hemaglutinasi.
d Pengukuran Titer Antibodi dengan Metode Hemaglutinasi
Achyat et al., 2007 ; Vaghasiya et al., 2010
1 Melakukan dekomplementasi inaktivasi serum pada suhu 56 C
selama 30 menit untuk mencegah lisis sel darah merah domba SDMD yang dapat mengaburkan reaksi hemaglutinasi.
2 Mikroplate diberi label pada sumur – sumurnya dengan nomor 1 – 12.
3 50 µL PBS ditambahkan ke dalam sumur nomor 2 – 12, sedangkan sumur nomor satu dibiarkan kosong.
4 100 µL serum yang telah diinaktivasi ditambahkan ke dalam sumur nomor satu.
5 50 µL serum dari sumur nomor satu diambil, lalu ditambahkan ke dalam sumur nomor dua, kemudian dihomogenkan.
6 50 µL serum dari sumur nomor dua diambil, lalu ditambahkan ke ke dalam sumur nomor tiga, kemudian dihomogenkan. Begitu
seterusnya sampai sumur nomor 12 sehingga didapatkan 12 seri pengenceran dengan kelipatan dua, yaitu 1:1, 1:2, 1:4, 1:8, 1:16,
1:32, 1:64, 1:128, 1: 256, 1:512, 1:1024, dan 1:2048. 7 1 SDMD sebanyak 50 µL ditambahkan ke dalam semua sumur
nomor 1 – 12, kemudian dihomogenkan, lalu disimpan pada suhu
kamar selama dua jam. 8 Nilai titer antibodi ditentukan dari pengenceran tertinggi yang
masih memperlihatkan terjadinya hemaglutinasi. Angka hasil pembacaan titer yang berupa deret ukur dikonversikan ke dalam
deret hitung dengan rumus sebagai berikut :
4.5.9 Uji Tantang
Pada hari ke-23 penelitian, semua mencit pada masing – masing
kelompok diinfeksi dengan bakteri Salmonella typhi secara intraperitoneal dengan dosis 10
5
CFUmL Besung, 2011, kemudian dilakukan
2
log titer + 1
pengamatan persentase survival rate pada masing – masing kelompok
selama satu minggu setelah infeksi diberikan. Pembuatan dan pemberian bakteri Salmonella typhi dengan dosis
10
5
CFUmL adalah sebagai berikut : stok kultur bakteri Salmonella typhi yang telah diremajakan sebelumnya diambil dengan menggunakan ose
steril, kemudian disuspensikan ke dalam tabung yang berisi 10 mL larutan NaCl 0,9 sampai diperoleh suspensi dengan konsentrasi bakteri 10
9
CFUmL yang memiliki nilai absorban 0,164. Pengukuran nilai absorban
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm, nilai absorban 0,164 mempunyai kerapatan sel bakteri sekitar 10
9
CFUmL Harni et al., 2007.
Dari suspensi tersebut dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, kemudian ditambah NaCl 0,9
sampai garis tanda, konsentrasi suspensi bakteri menjadi 10
8
CFUmL. Sebanyak 1 mL dari suspensi bakteri 10
8
CFUmL diambil dengan spuit, kemudian ditambah NaCl 0,9 sampai garis tanda, konsentrasi suspensi
bakteri menjadi 10
7
CFUmL. Begitu seterusnya hingga didapatkan konsentrasi suspensi bakteri 10
5
CFUmL. Persentase survival rate mencit dinilai berdasarkan lamanya mencit
bertahan hidup dalam masing – masing kelompok Sawitri, 2008 selama 7
hari.
4.6 Analisa Data
Data jumlah total leukosit, persentase jumlah monosit, dan persentase limfosit darah mencit dianalisis secara statistik menggunakan
perangkat lunak SPSS 20 for Windows dengan metode uji two-way repeated measure ANOVA untuk mengetahui apakah terdapat kelompok
yang mengalami perubahan rata – rata hasil hitung jumlah total leukosit,
persentase jumlah monosit dan limfosit darah secara signifikan dibandingkan kelompok lain selama periode perlakuan, kemudian
dilanjutkan dengan metode One – Way ANOVA diteruskan dengan uji
BNT terhadap data perubahan rata – rata hasil hitung tersebut pada
periode perlakuan selama satu hari, satu minggu, dan dua minggu untuk mengetahui kelompok mana yang mengalami perubahan jumlah total
leukosit pada masing – masing periode perlakuan.
Data titer hemaglutinasi antibodi mencit dianalisis dengan metode uji one
– way ANOVA menggunakan perangkat lunak SPSS 20 for Windows untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan
jelas antara rata – rata titer semua kelompok data, kemudian dilanjutkan
dengan Post Hoc Test Tukey test dan Bonferroni test untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata signifikan antara masing
– masing kelompok data tersebut.
Data hasil pengamatan persentase survival rate dianalisis dengan metode Kaplan
– Meier menggunakan perangkat lunak SPSS 20 for Windows untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan
antara persentase survival rate dari ketiga kelompok perlakuan.
38
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Hasil dan Analisa Data Jumlah Total Leukosit Mencit