Gangguan Neurologik Sindrom Pascatrauma Kebocoran Cairan Serebrospinal Sindrom Psikis Pascatrauma

2.6.3. Cedera Kepala Berat GCS 3-8

21,36 Hilang kesadaran lebih dari 22 jam akibat penurunan kesadaran yang sangat progresif, GCS menetap dalam 48 jam sesudah cedera, dan APT 7 hari.

2.7. Komplikasi dan Kelainan Cedera Kepala

2.7.1. Gangguan Neurologik

39 Cedera kepala dapat menyebabkan cedera saraf otak yang dapat berupa anosmia bau, gangguan visus, strabismus, cedera nervus fasialis, gangguan pendengaran atau keseimbangan, disartri, dan disfagia. Kadang terdapat afasia dan hemiparesis.

2.7.2. Sindrom Pascatrauma

39 Biasanya sindrom pascatrauma terjadi pada cedera kepala yang tergolong ringan dengan GCS 12, ataupun pingsan yang tidak lebih dari 20 menit. Sindrom tersebut berupa nyeri kepala, kepala terasa berat, mudah lupa, daya konsentrasi menurun, cemas, dan mudah tersinggung. Tidak didapatkan kelainan neurologik. Keluhan tersebut biasanya berlangsung hingga 2-3 bulan pascatrauma walaupun kadang jauh lebih lama.

2.7.3. Kebocoran Cairan Serebrospinal

6 Kebocoran Cairan Serebrospinal CSS pada cedera kepala terutama menyertai fraktur basis. Kebocoran CSS dapat terjadi mulai dari saat cedera, tetapi jika hubungan antara rongga subarakhnoid dan telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur basis hanya kecil dan menutup jaringan otak, maka hal ini tidak akan terjadi dan pasien mungkin mengalami meningitis di kemudian hari. Pada proses Universitas Sumatera Utara penyembuhan luka kebocoran CSS, umumnya kebocoran tersebut akan berhenti. Jika robekan durameter terjepit pada garis fraktur dan menyebabkan kebocoran terus- menerus, maka perlu tindakan operatif.

2.7.4. Sindrom Psikis Pascatrauma

39 Sindrom psikis pascatrauma yang agak jarang ditemukan, meliputi penurunan inteligensia baik verbal maupun perilaku, gangguan perilaku, gangguan berpikir, rasa curiga serta sikap bermusuhan, cemas, menarik diri, dan depresi. Yang paling menonjol adalah gangguan daya ingat. Faktor utama timbulnya neuropsikiatrik ini adalah beratnya cedera dan bukan faktor premorbid seperti status sosial, umur atau tingkat pendidikan.

2.7.5. Kejang Post Traumatika