commit to user 1
BAB  1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Atletik  adalah  aktivitas  jasmani  yang  kompetitif  maksudnya  dapat  diadu, yang  meliputi  beberapa  nomor  lomba  yang  terpisah  berdasarkan    kemampuan
gerak dasar manusia seperti berjalan, berlari,melempar dan melompat. Program atletik selalu dimodifikasi dan diperluas, sehingga olahraga yang
mempunyai banyak pilihan dan event  yang berbeda satu sama lain dapat  dengan mudah dilakukan. Adanya suatu tradisi dan perkembangan atletik  yang universal
menjangkau dunia luas serta prestasi dan luasnya lingkup ketangkasan  mutu yang harus  dituntut  oleh  atletik,  maka  atletik  merupakan  olahraga  dasar  yang  paling
baik dan bersifat manusiawi. Peran  atletik  dalam  olahraga  dan  pengembangan  jasmani  manusia  adalah
sangat besar, hal ini juga dinyatakan oleh Ballesteros , Jose, Manuel ,    1993 : 1 bahwa:
Atletik  merupakan  salah  satu  unsur  penting    dalam  optimalisasi  prestasi bidang  olahraga,  mengingat  betapa  besar  kontribusi  atletik  dalam  peran
sertanya  dalam  upaya  pengembangan  kondisi  jasmani  manusia  dan  di dalamnya  terkandung  nilai-nilai  edukatif  yang  tinggi,  maka  tidaklah
berkelebihan  jika  atletik  juga  dijadikan  sebagai  suatu  barometer perkembangan suatu negara.
Jarak  dan  waktu  yang  menjadi  tolak  ukur    prestasi  atletik  merupakan  hal yang  tidak  dapat  dimanipulasi  hal  ini  juga  dapat  membuktikan  bahwa  betapa
murninya  kemampuan  seorang  atlet  diuji  dan  dikaji  dalam  dunia  atletik.  Hal  ini juga  membuat  cabang  olahraga  atletik  semakin  menarik  dan  berkembang  pesat
keseluruh penjuru dunia, termasuk negara Indonesia.
commit to user 2
Prestasi atlet atletik Indonesia dewasa ini belum dapat untuk dibanggakan dan  masih  jauh  dari  harapan,  belum  memberikan  kontribusi  yang  optimal.
Perkembangan  olagraga  cabang  atletik  rasanya  tertatih-tatih  bahkan  seakan-akan jalan  di  tempat.  Sepak  terjang,  geliat  perkembangan  atletik  menjadi  sangatlah
mengkhawatirkan  dan  sangat  memprihatinkan  bagi  para  pecinta,  pelatih,pelaku dan  pembina  di  masa-masa  yang  akan  datang.  Semakin  banyak  permasalahan
yang  ditemukan  dalam  upaya  peningkatan  prestasi  di  olahraga  cabang  atletik, maka  akan  semakin  syarat  beban  yang  harus  dipikul  untuk  mewujudkan  impian,
harapan,  dan  cita-cita  menjadi  suatu  kenyataan.  Permasalahan  nyata  yang menyebabkan  lambatnya  perkembangan  olahraga  cabang  atletik  berdasarkan
pengamatan peneliti, antara lain : 1 tujuan dan  sasaran   pembinaan  yang tidak jelas,2 pola pembinaan yang tidak mengena,3 proses dan penetapan atlet yang
kurang  selektif,4  sarana  dan  prasara  serta  fasilitas  yang  kurang  mendukung,5 terlalu  kecilnya  dana  yang  tersedia  6  kurangnya  tenaga  pelatih  dan  pembina
yang  berkualitas,7  penyusunan  program  serta  pelaksanaannya  yang  tidak tepat,8  minimnya  ajang  kompetisi  olahraga  cabang  atletik,9  kurangnya  minat
dari  para  generasi  muda,10  asumsi  yang  keliru  dalam  menanggapi  olahraga cabang atletik sebagai olahraga yang tradisional,11 adanya campur  tangan  dari
pihak-pihak  yang bertentangan dengan maksud dan tujuan atletik itu sendiri,12 kurangnya  perhatian  dan  kecilnya  penghargaan  ,dan  masih  banyak  lagi
permasalahan  yang  harus  dihadapi  untuk  mendapatkan  perhatian  yang  serius sehingga dapat dicari jalan pemecahannya.
commit to user 3
Hambatan  dan  rintangan  tersebut  adalah  bukan  permasalahan  yang  baru dalam  pembinaan  olahraga  cabang  altletik  di  tanah  air,  melainkan  kendala  yang
mendasar  dan  klasik    dalam  upaya  pengembangan  dan  peningkatan  prestasi atletik.  Hal ini menjadikan tantangan, cambuk bagi seorang pelatih,pembina dan
pecinta  olahraga  cabang  atletik  untuk  mencari  jalan  keluar  sebagai  upaya pengembangan  dan  peningkatan  prestasi  di  cabang  atletik.  Jalur  pendidikan
formal dan non formal sebenarnya telah memasukkan pelajaran penjasorkes untuk menumbuhkembangkan  bidang  olahraga  di  cabang  atletik  pada  nomor  lompat
jangkit  akan  tetapi  hasilnya  masih  kurang  memuaskan,  dengan  demikian  dunia pendidikan  juga  bertanggungjawab  atas  prestasi  olahraga    terutama  pada  nomor
lompat jangkit ini. Pengemasan pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran sekarang ini belum
optimal  seperti  yang  diharapkan.  Hal  ini  terlihat  dengan  kekacauan- kekacauan yang muncul di masyarakat bangsa ini, diduga bermula dari apa
yang  dihasilkan  oleh  dunia  pendidikan.  Pendidikan  yang  sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap kekacauan ini
Degeng dalam Budiningsih, 2005:4 Pemerintah  telah  berupaya  melalui  dinas  pendidikan  sekolah,  yang
merupakan  wahana  pendidikan  yang  dipastikan  mampu  untuk  memecahkan masalah  ini,  terutama  olahraga  cabang  atletik  di  nomor  lompat  jangkit.  Hal  ini
terbukti bahwa pada Olimpiade Olahraga Siswa Nasional  OOSN  nomor lompat jangkit  tidak  diserta  mertakan,  padahal  sekolah  juga  merupakan  wahana  untuk
menumbuhkembangkan  para  atlet  berbakat.  Mengacu  pada  pernyataan    bahwa pendidikan  adalah  kunci  keberhasilan,  pendidikan  adalah  tumpuan  harapan  di
masa mendatang adalah merupakan kebenaran yang diyakini oleh khalayak ramai. Kepercayaan  masyarakat  yang  sangat  kuat  pada  lembaga  pendidikan  sebagai
commit to user 4
kunci  perubahan  ke  arah  yang  lebih  inovatif.  Peran  sekolah  menjadi  semakin penting untuk wahana peningkatan prestasi olahraga.
Sebagai penyandang kepercayaan dari masyarakat yang begitu tinggi, akan menjadi  motivasi  para  pendidik  untuk  dapat  mewujudkan  semua  harapan  dan
impian  itu.  Berbagai  upaya  telah  dilaksanakan  terutama  oleh  seorang  guru pendidikan  jasmani  olahraga  dan  kesehatan  bisa  menciptakan  metode
pembelajaran  olahraga  cabang  atletik  yang  bertepat  guna  dan  berhasil  guna, walaupun dalam prakteknya masih banyak ketimpangan-ketimpangan yang harus
segera  dibenahi  dan  ditindaklanjuti  sehingga  dapat  memberikan  andil  dalam mempermudah pencapaian tujuan.
Fenomena  yang  diungkapkan  secara  filososfis  tentang    Homo  Ludens sangat sering dilanggar oleh para pelatih dan guru-guru olahraga dalam sepanjang
kegiatan profesi yang mereka lakukan, yakni pada saat melatih atlet atau pada saat membina  dalam  pembelajaran  di  sekolah  terhadap  para  peserta  didiknya.
Kenyataan atas dominasi dari stop-watch  pencatat waktu  dan pita-ukur dalam olahraga  di  sekolah  terutama  untuk    bibit  atlet  atau  atlet  muda  adalah  bukan
sekedar  kurangnya  inisiatif  dan  kreatifitas  seorang  guru  ,  melainkan  juga  adalah cara yang ampuh dalam mematikan minat para peserta didiknya terhadap olahraga
cabang atletik yang seharusnya kita banggakan ini. Pelajaran  atletik  yang  yang  berkaitan  dengan  gerak  lokomotor  dan  non
lokomotor  terkesan  merupakan  pelajaran  penjasorkes  yang  membosankan,  hal tersebut dapat dimengerti karena dunia peserta didik SMA masih tergolong dalam
dunia bermain dan berkompetisi. Pada umumnya masih banyak guru penjasorkes
commit to user 5
dalam  menyajikan  materi  pelajaran  atletik  lebih  banyak  menekankan  pada penguasaan  teknik  dan  berorientasi  kepada  hasil  dan  prestasi,  dengan  demikian
unsur bermain dan berkompetisi yang menjadi kesenangan peserta didik menjadi kurang diperhatikan. Kalau diperhatikan secara seksama, sebenarnya para peserta
didik  SMA  kegiatan  hari-harinya  di  saat  istirahat  di  sekolah  selalu  diisi  dengan aktivitas bermain yang dinamis. Dari aktivitas fisik yang mereka lakukan tersebut
nampak  jelas  bahwa  mereka  selalu  bergerak  dengan  keterampilan,  kecepatan, kecekatan,  kekuatan  yang  mereka  miliki  sendiri.  Mereka  dapat  berlari  kencang
sedang  mengejar  bola.  Mereka  juga  dapat  beraktivitas  berlama-lama  seolah  tak kenal  lelah,  serta  tampak  terlihat  cekatan  dalam  bermain    bola  ,  berkejaran,
menghindar  maupun  mengejar  lawannya.  Bila  demikian  halnya,  mengapa pembelajaran  atletik  tidak  dikemas  dalam  bentuk  permainan  kompetisi.  Artinya
para peserta didik diajak beraktivitas berlari, berjingkat, melangkah dan melompat dalam berbagai aktivitas bermain dan berlomba atau berkompetisi.
Alat-alat  serta  lapangan  yang  digunakan  dalam  ativitas  tersebut  tidak selalu harus menggunakan alat dan lapangan standard. Karena sasaran yang akan
dicapai  adalah  agar  peserta  didik  memiliki  dan  menguasai  berbagai  kemampuan gerak  dasar  lari,  lempar  dan  lompat,  atau  dapat  memiliki  kemampuan  motorik
dasar  seperti  kekuatan,  kecepatan,  daya  tahan,  keseimbangan,  dan  kelentukan. Hal-hal  seperti  itu  yang  lebih  menarik  bagi  para  peserta  didik  dibanding  mereka
harus  mengikuti  berbagai  tes  fisik  olahraga  dengan  penuh  kelelahan  dan kejenuhan dengan target waktu dan jarak ukur. Penulis akan mencoba mengubah
atau mengembangkan pola pikir guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan
commit to user 6
dalam  pembelajaran  atletik  :  dari  berorientasi  prestasi  kepada  orientasi  proses belajar  mengajar  atletik  bernuansa  bermain  kompetisi,  dari  ketergantungan  pada
penggunaan  alat-alat  standar,  menjadi  pemanfaatan  alat-alat  yang  dimodifikasi yakni  dengan  menggunakan  alat-alat  yang  sederhana,  murah  dan  mudah  dicari
,sehingga  berbagai  aktivitas  beberlari,  berjingkat,  melangkah  dan  melompat, tersebut  dapat  dilakukan  dengan  beragam  variasi  kecepatan  maupun  kekuatan,
sesuai  dengan  kemampuan  serta  fasilitas  yang  tersedia.  Melalui  kegiatan  atletik bernuansa  bermain  kompetisi    tersebut  paling  sedikit    komponen  fisik  peserta
didik akan turut terbina secara langsung. Sesuai dengan tujuan pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan pada umumnya, bahwa tidak semata-mata hanya bertujuan
menyehatkan  jasmani  saja,  akan  tetapi  perkembangan  kesehatan  rohani  juga menjadi  sasaran  dari  pendidikan  jasmani  dan  lebih  dari  itu  yang  tidak  kurang
pentingnya  adalah  juga  mencakup  wilayah  sehat  sosial.  Atletik  masih  tetap menjadi  kegiatan  yang  sering  diberikan  kepada  peserta  didik.  Sekolah  dapat
dengan  mudah  untuk  menyiapkan  fasilitas  untuk  kegiatan  pembelajaran  atletik. Pendidik  dituntut  memiliki  kreativitas  dan  inisiatif  agar  dalam  penyampaian
materi tentang aletik ini tidak membosankan. Keaktifan  peserta  didik  dalam  pembelajaran  atletik  sangat  menentukan
hasil belajarnya apabila peserta didik aktif dalam proses belajar dan pembelajaran. Peserta  didik  tidak  sekedar  menerima  dan  menelan  konsep-konsep  yang
disampaikan guru,tetapi peserta didik beraktivitas langsung. Pendidik diharapkan dapat menciptakan situasi yang menimbulkan aktivitas peserta didik. Keterlibatan
langsung,  pelibatan  langsung  peserta  didik  dalam  proses  pembelajaran  atletik
commit to user 7
adalah  penting.  Peserta  didik  yang  melakukan  kegiatan  belajar  atletik  menjadi pelaku  utama  bukan  menjadi  obyek  dalam  pembelajaran.  Supaya  peserta  didik
banyak  terlibat  dalam  proses  pembelajaran,  Pendidik  hendaknya  memilih  dan mempersiapkan  kegiatan-kegiatan  pelajaran  atletik  sesuai  dengan  tujuan
pembelajaran itu sendiri.Pengulangan belajar,  dan penguasaan meteri oleh peserta didik  tidak  bisa  berlangsung  secara  singkat.  Peserta  didik  perlu  melakukan
pengulangan-pengulangan  supaya  meteri  yang  dipelajari  dapat  dilaksanakan dengan  optimal.  Peran  pendidik  harus  melakukan  sesuatu  yang  membuat  peserta
didik melakukan pengulangan belajar, terutama materi pelajaran yang merangsang dan  menantang,  kadang  peserta  didik  merasa  bosan  dan  tidak  tertarik  dengan
materi atletik yang sedang diajarkan. Solusi  untuk  menghindari  gejala  yang  seperti  ini  guru  harus  memilih  dan
mengorganisir  materi  sedemikikan  rupa  sehingga  merangsang  dan  menantang peserta  didik  untuk  bersedia  tanpa  adanya  unsur  paksaan  yang  disertai  dengan
perasaan  senang  untuk  mempelajarinya.  Hal  senada  juga  dinyatakan  oleh  ahli psikologi sebagai berikut:
Psikologi kognitif, pembelajaran adalah usaha membantu siswa atau anak didik mencapai perubahan struktur kognitif melalui pemahaman. Psikologi
humanistik,  pembelajaran  adalah  usaha  guru  untuk  menciptakan  suasana yang  menyenangkan  untuk  belajar  enjoy  learning,  yang  membuat  siswa
dipanggil untuk belajar  Darsono, 2001: 24-25
Pembelajaran  atletik  dengan  pendekatan  berkompetisi  merupakan  suatu upaya  agar  anak  menyukai  pelajaran  atletik  yang  terkesan  sangat  membosankan.
Atletik  yang  dikemas  secara  bermain  dan  berkompetisi  dapat  menggugah perhatian peserta didik dan dapat memfasilitasi semua tingkat keterampilan yang
commit to user 8
ada  pada  setiap  kelas  pada  jenjang  pendidikan  menegah  atas  yang  kita  ajar. Permainan  kompetisi  atletik  tidak  berarti  menghilangkan  unsur  keseriusan,
mengabaikan  unsur  ketangkasan  atau  menghilangkan  substansi  pokok  materi atletik, akan tetapi permainan kompetisi atletik berisikan seperangkat gerak dasar
atletik  berupa  :  jalan,  lari,  lompat  dan  lempar  yang  disajikan  dalam  bentuk permainan  yang  berkompetisi  dan  bervariasi  sebagai  upaya  memperkaya
perbendaharaan  gerak  dasar  peserta  didik.  Kegiatannya  didominasi  oleh pendekatan  kompetisi  yang  dieksplorasi  dalam  suasana  kegembiraan  dan
diperkuat  oleh  pemenuhan  dorongan  berkompetisi  sesuai  dengan  tingkat perkembangan  peserta  didik.  Bermain  kompetisi  dalam  atletik  sebetulnya  tidak
dikenal  batasan  tingkat  pendidikan,  yang  membedakan  barangkali  adalah  jenis permainan,  berat  ringannya,  bobot  permainan  serta  kemampuan  pemahaman
peserta  didik  untuk  melakukannya.  Atletik  berorientasi  bermain  dapat mengembangkan
berbagai dimensi
seperti diungkapkan
oleh Hans
KatzenbognerMichael Medler dalam Yoyo Bahagia, 2000 : 57, yaitu : Atletik  berorientasi  bermain  dapat  mengembangkan  dimensi  permainan
atletik,  mengembangkan  berbagai  variasi  gerakan  atletik,  dimensi  irama atkletik,  kemungkinan  kompetisi  serta  mengembangkan  dimensi
pengalaman  atletik.  Unsur  yang  terkandung  dalam  permainan  adalah kegembiraan atau keceriaan.
Selanjutnya menurut Yoyo  Bahagia  2000 : 57  , tanda-tanda menuju ke arah permainan yang menggembirakan tersebut antara lain sebagai berikut:
1  menempatkan  diri  pada  situasi,  gerakan  dan  irama.  2  menanamkan kegemaran  berlomba  atau  berkompetisi  dalam  situasi  persaingan  yang
sehat,  penuh  tantangan  dan  kegembiraan.  3  unsur  kegembiraan  dan kepuasan  harus  tercermin  dalam  bentuk  praktek.  4  memberikan
kesempatan  untuk  memamerkan  kemampuan  atau  ketangkasan  yang dikuasainya.
commit to user 9
Permainan  berkompetisi  atletik  tercipta  manakala  unsur  kegembiraan dalam  praktek  merasuk  ke  dalam  jiwa  peserta  didik  .  Dengan  demikian  maka
aktivitas  bermain  dan  berkompetisi  atletik  dalam  penyajian  materi  atletik  harus menjadi  salah  satu  alasan  bagi  guru  penjasorkes  karena  dapat  membangun  serta
membangkitkan motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran penjasorkes.
Metode  kompetisi  menjadi  salah  satu  bentuk  pembelajaran  yang dikembangkan dalam pembelajaran atletik.Pemanfaatan kesempatan belajar  yang
menarik    terutama  bidang  atletik  di  nomor  lompat  jangkit  yang  memerlukan gerakan  anggota  tubuh  yang  sangat  kompleks,  memungkinkan  terciptanya  hasil
belajar peserta didik menjadi optimal. Pada  hakeketnya  tidaklah  susah  untuk  memotivasi  siswa  untuk  berlari,
berjingkat  dan  melompat.  Sering  dijumpai  tempat  atau  arena  di  lingkungan sekolah  dimana  mereka  berada  dapat  digunakan  untuk    aktivitas  ini.  Tanpa
disadarinya anak-anak melakukan dalam situasi bermain dan berkompetisi dengan teman-temannya,  akan  membawa  dampak  yang  positif  kearah  bermain  dan
berkompetisi  atletik yang mengarah pada gerakan yang bermacam-macam. Berbekal  dari  arena  inilah  tinggal  sedikit  langkah  lagi  untuk  menghadapi
akan  lari,  berjingkat  dan  melompat  dengan  menggunakan  peralatan  seperti  :  tali, simpai  ,  ban  sepeda  dan  benda-benda  berkeping  lainnya.  Sehingga  dapatlah
diciptakan  suasana  yang  menarik  dan  menantang  peserta  didik  untuk menggunakan,  mencoba  berlari,  berjingkat  dan  melompat  dengan  menghalau
semua rintangan dan halangan yang  ada.
commit to user 10
Penyediaan alat dan sarana disamping mengutamakan faktor yang sifatnya menantang  dan  menarik  juga  harus  tetap  diperhatikan  tentang  keselamatan  dan
keamanannya,  sehingga  peserta  didik  terhindar  dari  perasaan  takut  dan keterpaksaan    yang  berakibat  cidera.  Penggunaan  rintangan  yang  rendah
mengggunakan  bangku-bangku  atau  kotak  kayu  yang  kokoh,  namun  bila rintangan  agak  tinggi  menggunakan  kardus  bekas  sehingga  apabila  terpaksa
membenturnya  peserta  didik  tidak  akan  cidera  dan  terlepas  dari  perasaan  takut. Keuntungan  alat-alat  ini  selain  mengurangi  resiko  juga  mudah  membawanya
murah harganya mudah mencarinya dan praktis dalam penggunaannya. Pendidikan  jasmani  olahraga  dan  kesehatan  adalah    mata  pelajaran  yang
menitikberatkan pada  ranah psikomotor, akan tetapi juga tidak mengabaikan pada ranah  kognitif  maupun  pada  ranah  afektif,  banyak  cabang  olah  raga  yang  masih
dibagi lagi menjadi berbagai nomor sudah barang tentu banyak  yang tidak dapat dikuasai para peserta didik.
Latihan  yang  berat  dan    tingkat  kesulitan  yang  tinggi  semakin memperburuk hasil belajarnya. Hal ini dapat kita lihat pada materi cabang atletik
pada  nomor  lompat  jangkit,  tingkat  sekolah  menengah  atas,  pencapaian  tujuan pembelajaran  masih  jauh  dari  harapan.  Hasil  seleksi  antar  sekolah  ternyata
memang  sangat  rendah  ,  hampir  semua  sekolah  tidak  mengirimkan  atlet  lompat jangkit . Padahal lompat jangkit merupakan lanjutan dari lompat jauh yang mana
telah dipelajari pada kelas tingkatan sebelumnya. Seharusnya peserta didik tingkat sekolah  menengah  atas  sudah  mampu  dan  terampil  melakukan  lompat  jangkit
dengan  benar  dan  hasil  yang  optimal.  Akan  tetapi    kenyataan  di  lapangan  tidak
commit to user 11
semudah  yang  dibayangkan.  Kendala  yang  sifatnya  teknis  selalu  mewarnai pelaksanaan  lompat  jangkit  diantaranya,  cara  lari  dalam  mengambil  ancang-
ancang,  pada  saat  langkah,  saat  jingkat  dan  pada  saat  lompat  banyak  yang terdiskualifikasi  atau  hasil  lompat  yang  tidak  diukur  karena  tidak  termasuk
lompatan yang syah. Kondisi  dan  berbagai  kendala  yang  sering  dijumpai  dalam  pembelajaran
tersebut  harus  segera  dicari  solusinya,  salah  satunya  adalah  upaya  seorang  guru penjasorkes untuk melakukan penerapan metode pembelajaran  yang memberikan
kesempatan berkompetisi dan drill sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan pada cabang  atletik di nomor lompat
jangkit secara optimal. Metode kompetisi adalah suatu pendekatan cara  belajar  yang berorientasi
pada tujuan melalui berbagai permaian yang menarik yang dapat mengidentifikasi siapa saja yang melakukan sesuatu yang lebih baik daripada yang lain dalam suatu
perlombaan,  berfokus  pada  sasaran-sasaran  yang  akan  dicapai.  Makna  bermain kompetisi  menurut      Adang  Suherman,  Yudha  M.  Saputra,  Yudha  Endrayana
2001 : 5 adalah sebagai berikut: Sebenarnya  makna  bermain  kompetisi  adalah  sebuah  proses  dalam
menentukan pemenang dan yang kalah yang pada akhirnya akan diperoleh ranking yang bersifat hirarkis  dan setiap orang akan selalu berusaha untuk
menjadi yang terbaik untuk dirinya dan untuk orang lain.
Pada  penelitian  ini  yang  menjadi  tujuannya  adalah  mencapai  suatu  hasil
belajar  lompat  jangkit  yang  optimal,  maka  model  permaian  kompetisi  yang diberikan  adalah  hal-hal  yang  berhubungan  dengan  kecepatan  ,  daya  ledak  dan
commit to user 12
koordinasi  gerak.  Permainan  kompetisi  yang  diberikan  tentunya  bisa meningkatkan kualitas  tersebut.
Metode drill adalah suatu pendekatan cara belajar  yang berorientasi pada program  latihan  yang  langsung  menuju  pada  tujuan  yang  sebenarnya.  Jadi  pada
penelitian  ini  menggunakan  program  latihan  lompat  jangkit    yang  sebenarnya, tanpa  adanya  faktor  bermain.  Peserta  didik  melakukan  latihan  yang  telah
terprogram berdasarkan kemampuan gerak dasar yang telah dikuasai oleh peserta didik. Pada materi lompat jangkit ada tiga gerakan dasar yang dominan yang harus
dikuasai peserta didik terlebih dahulu. Upaya penguasaan pola gerak dasar lompat jangkit tersebut disesuaikan dengan tingkat kemampuan peserta didik.
Mengingat    keterbatasan  kemapuan  peserta  didik  untuk  dapat  berhasil dalam pembelajaran lompat jangkit secara optimal terutama pada  kecepatan yang
tinggi,  penguasaan  kondisi  dan  teknik  ,  tenaga  lompat  yang  kuat,  ketangkasan ,keseimbangan  serta  koordinasi  gerak  dari  ketiga  tahap  lompatan,  maka  akan
penulis  teliti  salah  satu  faktor  pendukung  tersebut  yakni  kecepatan  para  peserta didik yang akan dijadikan variable atributif dalam penelitian ini.
Banyaknya komponen
yang mempengaruhi
keefektifan proses
pembelajaran,  maka  pada  penelitian  ini  akan  dibatasi  pada  analisis  yang  ada hubungannya  dengan  metode  pembelajaran    di  sekolah  dimana  peserta  didik
berada,  yaitu  mengenai  perbandingan  keefektifan  penerapan  metode  kompetisi dan  metode  drill  dalam  pembelajaran  lompat  jangkit  ditinjau  dari  kecepatan  lari
para peserta didik.
commit to user 13
B . Perumusan Masalah
Berdasarkan  latar  belakang  yang  telah  diuraikan  di  atas,  maka  dapat dirumuskan  sebagai berikut :
1.  Apakah ada perbedaan pengaruh antara metode pembelajaran kompetisi dengan metode pembelajaran drill terhadap hasil belajar lompat jangkit ?
2.  Apakah  ada  perbedaan  pengaruh  antara    kecepatan  lari  tinggi  dan kecepatan  lari  rendah    para  peserta  didik  terhadap  hasil  belajar  lompat
jangkit ? 3.  Apakah ada pengaruh interaksi  metode pembelajaran dan kecepatan lari
para peserta didik terhadap hasil belajar lompat jangkit ?
C. Tujuan  Penelitian