Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Atletik adalah aktivitas jasmani yang kompetitif maksudnya dapat diadu, yang meliputi beberapa nomor lomba yang terpisah berdasarkan kemampuan gerak dasar manusia seperti berjalan, berlari,melempar dan melompat. Program atletik selalu dimodifikasi dan diperluas, sehingga olahraga yang mempunyai banyak pilihan dan event yang berbeda satu sama lain dapat dengan mudah dilakukan. Adanya suatu tradisi dan perkembangan atletik yang universal menjangkau dunia luas serta prestasi dan luasnya lingkup ketangkasan mutu yang harus dituntut oleh atletik, maka atletik merupakan olahraga dasar yang paling baik dan bersifat manusiawi. Peran atletik dalam olahraga dan pengembangan jasmani manusia adalah sangat besar, hal ini juga dinyatakan oleh Ballesteros , Jose, Manuel , 1993 : 1 bahwa: Atletik merupakan salah satu unsur penting dalam optimalisasi prestasi bidang olahraga, mengingat betapa besar kontribusi atletik dalam peran sertanya dalam upaya pengembangan kondisi jasmani manusia dan di dalamnya terkandung nilai-nilai edukatif yang tinggi, maka tidaklah berkelebihan jika atletik juga dijadikan sebagai suatu barometer perkembangan suatu negara. Jarak dan waktu yang menjadi tolak ukur prestasi atletik merupakan hal yang tidak dapat dimanipulasi hal ini juga dapat membuktikan bahwa betapa murninya kemampuan seorang atlet diuji dan dikaji dalam dunia atletik. Hal ini juga membuat cabang olahraga atletik semakin menarik dan berkembang pesat keseluruh penjuru dunia, termasuk negara Indonesia. commit to user 2 Prestasi atlet atletik Indonesia dewasa ini belum dapat untuk dibanggakan dan masih jauh dari harapan, belum memberikan kontribusi yang optimal. Perkembangan olagraga cabang atletik rasanya tertatih-tatih bahkan seakan-akan jalan di tempat. Sepak terjang, geliat perkembangan atletik menjadi sangatlah mengkhawatirkan dan sangat memprihatinkan bagi para pecinta, pelatih,pelaku dan pembina di masa-masa yang akan datang. Semakin banyak permasalahan yang ditemukan dalam upaya peningkatan prestasi di olahraga cabang atletik, maka akan semakin syarat beban yang harus dipikul untuk mewujudkan impian, harapan, dan cita-cita menjadi suatu kenyataan. Permasalahan nyata yang menyebabkan lambatnya perkembangan olahraga cabang atletik berdasarkan pengamatan peneliti, antara lain : 1 tujuan dan sasaran pembinaan yang tidak jelas,2 pola pembinaan yang tidak mengena,3 proses dan penetapan atlet yang kurang selektif,4 sarana dan prasara serta fasilitas yang kurang mendukung,5 terlalu kecilnya dana yang tersedia 6 kurangnya tenaga pelatih dan pembina yang berkualitas,7 penyusunan program serta pelaksanaannya yang tidak tepat,8 minimnya ajang kompetisi olahraga cabang atletik,9 kurangnya minat dari para generasi muda,10 asumsi yang keliru dalam menanggapi olahraga cabang atletik sebagai olahraga yang tradisional,11 adanya campur tangan dari pihak-pihak yang bertentangan dengan maksud dan tujuan atletik itu sendiri,12 kurangnya perhatian dan kecilnya penghargaan ,dan masih banyak lagi permasalahan yang harus dihadapi untuk mendapatkan perhatian yang serius sehingga dapat dicari jalan pemecahannya. commit to user 3 Hambatan dan rintangan tersebut adalah bukan permasalahan yang baru dalam pembinaan olahraga cabang altletik di tanah air, melainkan kendala yang mendasar dan klasik dalam upaya pengembangan dan peningkatan prestasi atletik. Hal ini menjadikan tantangan, cambuk bagi seorang pelatih,pembina dan pecinta olahraga cabang atletik untuk mencari jalan keluar sebagai upaya pengembangan dan peningkatan prestasi di cabang atletik. Jalur pendidikan formal dan non formal sebenarnya telah memasukkan pelajaran penjasorkes untuk menumbuhkembangkan bidang olahraga di cabang atletik pada nomor lompat jangkit akan tetapi hasilnya masih kurang memuaskan, dengan demikian dunia pendidikan juga bertanggungjawab atas prestasi olahraga terutama pada nomor lompat jangkit ini. Pengemasan pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran sekarang ini belum optimal seperti yang diharapkan. Hal ini terlihat dengan kekacauan- kekacauan yang muncul di masyarakat bangsa ini, diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikan yang sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap kekacauan ini Degeng dalam Budiningsih, 2005:4 Pemerintah telah berupaya melalui dinas pendidikan sekolah, yang merupakan wahana pendidikan yang dipastikan mampu untuk memecahkan masalah ini, terutama olahraga cabang atletik di nomor lompat jangkit. Hal ini terbukti bahwa pada Olimpiade Olahraga Siswa Nasional OOSN nomor lompat jangkit tidak diserta mertakan, padahal sekolah juga merupakan wahana untuk menumbuhkembangkan para atlet berbakat. Mengacu pada pernyataan bahwa pendidikan adalah kunci keberhasilan, pendidikan adalah tumpuan harapan di masa mendatang adalah merupakan kebenaran yang diyakini oleh khalayak ramai. Kepercayaan masyarakat yang sangat kuat pada lembaga pendidikan sebagai commit to user 4 kunci perubahan ke arah yang lebih inovatif. Peran sekolah menjadi semakin penting untuk wahana peningkatan prestasi olahraga. Sebagai penyandang kepercayaan dari masyarakat yang begitu tinggi, akan menjadi motivasi para pendidik untuk dapat mewujudkan semua harapan dan impian itu. Berbagai upaya telah dilaksanakan terutama oleh seorang guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan bisa menciptakan metode pembelajaran olahraga cabang atletik yang bertepat guna dan berhasil guna, walaupun dalam prakteknya masih banyak ketimpangan-ketimpangan yang harus segera dibenahi dan ditindaklanjuti sehingga dapat memberikan andil dalam mempermudah pencapaian tujuan. Fenomena yang diungkapkan secara filososfis tentang Homo Ludens sangat sering dilanggar oleh para pelatih dan guru-guru olahraga dalam sepanjang kegiatan profesi yang mereka lakukan, yakni pada saat melatih atlet atau pada saat membina dalam pembelajaran di sekolah terhadap para peserta didiknya. Kenyataan atas dominasi dari stop-watch pencatat waktu dan pita-ukur dalam olahraga di sekolah terutama untuk bibit atlet atau atlet muda adalah bukan sekedar kurangnya inisiatif dan kreatifitas seorang guru , melainkan juga adalah cara yang ampuh dalam mematikan minat para peserta didiknya terhadap olahraga cabang atletik yang seharusnya kita banggakan ini. Pelajaran atletik yang yang berkaitan dengan gerak lokomotor dan non lokomotor terkesan merupakan pelajaran penjasorkes yang membosankan, hal tersebut dapat dimengerti karena dunia peserta didik SMA masih tergolong dalam dunia bermain dan berkompetisi. Pada umumnya masih banyak guru penjasorkes commit to user 5 dalam menyajikan materi pelajaran atletik lebih banyak menekankan pada penguasaan teknik dan berorientasi kepada hasil dan prestasi, dengan demikian unsur bermain dan berkompetisi yang menjadi kesenangan peserta didik menjadi kurang diperhatikan. Kalau diperhatikan secara seksama, sebenarnya para peserta didik SMA kegiatan hari-harinya di saat istirahat di sekolah selalu diisi dengan aktivitas bermain yang dinamis. Dari aktivitas fisik yang mereka lakukan tersebut nampak jelas bahwa mereka selalu bergerak dengan keterampilan, kecepatan, kecekatan, kekuatan yang mereka miliki sendiri. Mereka dapat berlari kencang sedang mengejar bola. Mereka juga dapat beraktivitas berlama-lama seolah tak kenal lelah, serta tampak terlihat cekatan dalam bermain bola , berkejaran, menghindar maupun mengejar lawannya. Bila demikian halnya, mengapa pembelajaran atletik tidak dikemas dalam bentuk permainan kompetisi. Artinya para peserta didik diajak beraktivitas berlari, berjingkat, melangkah dan melompat dalam berbagai aktivitas bermain dan berlomba atau berkompetisi. Alat-alat serta lapangan yang digunakan dalam ativitas tersebut tidak selalu harus menggunakan alat dan lapangan standard. Karena sasaran yang akan dicapai adalah agar peserta didik memiliki dan menguasai berbagai kemampuan gerak dasar lari, lempar dan lompat, atau dapat memiliki kemampuan motorik dasar seperti kekuatan, kecepatan, daya tahan, keseimbangan, dan kelentukan. Hal-hal seperti itu yang lebih menarik bagi para peserta didik dibanding mereka harus mengikuti berbagai tes fisik olahraga dengan penuh kelelahan dan kejenuhan dengan target waktu dan jarak ukur. Penulis akan mencoba mengubah atau mengembangkan pola pikir guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan commit to user 6 dalam pembelajaran atletik : dari berorientasi prestasi kepada orientasi proses belajar mengajar atletik bernuansa bermain kompetisi, dari ketergantungan pada penggunaan alat-alat standar, menjadi pemanfaatan alat-alat yang dimodifikasi yakni dengan menggunakan alat-alat yang sederhana, murah dan mudah dicari ,sehingga berbagai aktivitas beberlari, berjingkat, melangkah dan melompat, tersebut dapat dilakukan dengan beragam variasi kecepatan maupun kekuatan, sesuai dengan kemampuan serta fasilitas yang tersedia. Melalui kegiatan atletik bernuansa bermain kompetisi tersebut paling sedikit komponen fisik peserta didik akan turut terbina secara langsung. Sesuai dengan tujuan pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan pada umumnya, bahwa tidak semata-mata hanya bertujuan menyehatkan jasmani saja, akan tetapi perkembangan kesehatan rohani juga menjadi sasaran dari pendidikan jasmani dan lebih dari itu yang tidak kurang pentingnya adalah juga mencakup wilayah sehat sosial. Atletik masih tetap menjadi kegiatan yang sering diberikan kepada peserta didik. Sekolah dapat dengan mudah untuk menyiapkan fasilitas untuk kegiatan pembelajaran atletik. Pendidik dituntut memiliki kreativitas dan inisiatif agar dalam penyampaian materi tentang aletik ini tidak membosankan. Keaktifan peserta didik dalam pembelajaran atletik sangat menentukan hasil belajarnya apabila peserta didik aktif dalam proses belajar dan pembelajaran. Peserta didik tidak sekedar menerima dan menelan konsep-konsep yang disampaikan guru,tetapi peserta didik beraktivitas langsung. Pendidik diharapkan dapat menciptakan situasi yang menimbulkan aktivitas peserta didik. Keterlibatan langsung, pelibatan langsung peserta didik dalam proses pembelajaran atletik commit to user 7 adalah penting. Peserta didik yang melakukan kegiatan belajar atletik menjadi pelaku utama bukan menjadi obyek dalam pembelajaran. Supaya peserta didik banyak terlibat dalam proses pembelajaran, Pendidik hendaknya memilih dan mempersiapkan kegiatan-kegiatan pelajaran atletik sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.Pengulangan belajar, dan penguasaan meteri oleh peserta didik tidak bisa berlangsung secara singkat. Peserta didik perlu melakukan pengulangan-pengulangan supaya meteri yang dipelajari dapat dilaksanakan dengan optimal. Peran pendidik harus melakukan sesuatu yang membuat peserta didik melakukan pengulangan belajar, terutama materi pelajaran yang merangsang dan menantang, kadang peserta didik merasa bosan dan tidak tertarik dengan materi atletik yang sedang diajarkan. Solusi untuk menghindari gejala yang seperti ini guru harus memilih dan mengorganisir materi sedemikikan rupa sehingga merangsang dan menantang peserta didik untuk bersedia tanpa adanya unsur paksaan yang disertai dengan perasaan senang untuk mempelajarinya. Hal senada juga dinyatakan oleh ahli psikologi sebagai berikut: Psikologi kognitif, pembelajaran adalah usaha membantu siswa atau anak didik mencapai perubahan struktur kognitif melalui pemahaman. Psikologi humanistik, pembelajaran adalah usaha guru untuk menciptakan suasana yang menyenangkan untuk belajar enjoy learning, yang membuat siswa dipanggil untuk belajar Darsono, 2001: 24-25 Pembelajaran atletik dengan pendekatan berkompetisi merupakan suatu upaya agar anak menyukai pelajaran atletik yang terkesan sangat membosankan. Atletik yang dikemas secara bermain dan berkompetisi dapat menggugah perhatian peserta didik dan dapat memfasilitasi semua tingkat keterampilan yang commit to user 8 ada pada setiap kelas pada jenjang pendidikan menegah atas yang kita ajar. Permainan kompetisi atletik tidak berarti menghilangkan unsur keseriusan, mengabaikan unsur ketangkasan atau menghilangkan substansi pokok materi atletik, akan tetapi permainan kompetisi atletik berisikan seperangkat gerak dasar atletik berupa : jalan, lari, lompat dan lempar yang disajikan dalam bentuk permainan yang berkompetisi dan bervariasi sebagai upaya memperkaya perbendaharaan gerak dasar peserta didik. Kegiatannya didominasi oleh pendekatan kompetisi yang dieksplorasi dalam suasana kegembiraan dan diperkuat oleh pemenuhan dorongan berkompetisi sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Bermain kompetisi dalam atletik sebetulnya tidak dikenal batasan tingkat pendidikan, yang membedakan barangkali adalah jenis permainan, berat ringannya, bobot permainan serta kemampuan pemahaman peserta didik untuk melakukannya. Atletik berorientasi bermain dapat mengembangkan berbagai dimensi seperti diungkapkan oleh Hans KatzenbognerMichael Medler dalam Yoyo Bahagia, 2000 : 57, yaitu : Atletik berorientasi bermain dapat mengembangkan dimensi permainan atletik, mengembangkan berbagai variasi gerakan atletik, dimensi irama atkletik, kemungkinan kompetisi serta mengembangkan dimensi pengalaman atletik. Unsur yang terkandung dalam permainan adalah kegembiraan atau keceriaan. Selanjutnya menurut Yoyo Bahagia 2000 : 57 , tanda-tanda menuju ke arah permainan yang menggembirakan tersebut antara lain sebagai berikut: 1 menempatkan diri pada situasi, gerakan dan irama. 2 menanamkan kegemaran berlomba atau berkompetisi dalam situasi persaingan yang sehat, penuh tantangan dan kegembiraan. 3 unsur kegembiraan dan kepuasan harus tercermin dalam bentuk praktek. 4 memberikan kesempatan untuk memamerkan kemampuan atau ketangkasan yang dikuasainya. commit to user 9 Permainan berkompetisi atletik tercipta manakala unsur kegembiraan dalam praktek merasuk ke dalam jiwa peserta didik . Dengan demikian maka aktivitas bermain dan berkompetisi atletik dalam penyajian materi atletik harus menjadi salah satu alasan bagi guru penjasorkes karena dapat membangun serta membangkitkan motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran penjasorkes. Metode kompetisi menjadi salah satu bentuk pembelajaran yang dikembangkan dalam pembelajaran atletik.Pemanfaatan kesempatan belajar yang menarik terutama bidang atletik di nomor lompat jangkit yang memerlukan gerakan anggota tubuh yang sangat kompleks, memungkinkan terciptanya hasil belajar peserta didik menjadi optimal. Pada hakeketnya tidaklah susah untuk memotivasi siswa untuk berlari, berjingkat dan melompat. Sering dijumpai tempat atau arena di lingkungan sekolah dimana mereka berada dapat digunakan untuk aktivitas ini. Tanpa disadarinya anak-anak melakukan dalam situasi bermain dan berkompetisi dengan teman-temannya, akan membawa dampak yang positif kearah bermain dan berkompetisi atletik yang mengarah pada gerakan yang bermacam-macam. Berbekal dari arena inilah tinggal sedikit langkah lagi untuk menghadapi akan lari, berjingkat dan melompat dengan menggunakan peralatan seperti : tali, simpai , ban sepeda dan benda-benda berkeping lainnya. Sehingga dapatlah diciptakan suasana yang menarik dan menantang peserta didik untuk menggunakan, mencoba berlari, berjingkat dan melompat dengan menghalau semua rintangan dan halangan yang ada. commit to user 10 Penyediaan alat dan sarana disamping mengutamakan faktor yang sifatnya menantang dan menarik juga harus tetap diperhatikan tentang keselamatan dan keamanannya, sehingga peserta didik terhindar dari perasaan takut dan keterpaksaan yang berakibat cidera. Penggunaan rintangan yang rendah mengggunakan bangku-bangku atau kotak kayu yang kokoh, namun bila rintangan agak tinggi menggunakan kardus bekas sehingga apabila terpaksa membenturnya peserta didik tidak akan cidera dan terlepas dari perasaan takut. Keuntungan alat-alat ini selain mengurangi resiko juga mudah membawanya murah harganya mudah mencarinya dan praktis dalam penggunaannya. Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan adalah mata pelajaran yang menitikberatkan pada ranah psikomotor, akan tetapi juga tidak mengabaikan pada ranah kognitif maupun pada ranah afektif, banyak cabang olah raga yang masih dibagi lagi menjadi berbagai nomor sudah barang tentu banyak yang tidak dapat dikuasai para peserta didik. Latihan yang berat dan tingkat kesulitan yang tinggi semakin memperburuk hasil belajarnya. Hal ini dapat kita lihat pada materi cabang atletik pada nomor lompat jangkit, tingkat sekolah menengah atas, pencapaian tujuan pembelajaran masih jauh dari harapan. Hasil seleksi antar sekolah ternyata memang sangat rendah , hampir semua sekolah tidak mengirimkan atlet lompat jangkit . Padahal lompat jangkit merupakan lanjutan dari lompat jauh yang mana telah dipelajari pada kelas tingkatan sebelumnya. Seharusnya peserta didik tingkat sekolah menengah atas sudah mampu dan terampil melakukan lompat jangkit dengan benar dan hasil yang optimal. Akan tetapi kenyataan di lapangan tidak commit to user 11 semudah yang dibayangkan. Kendala yang sifatnya teknis selalu mewarnai pelaksanaan lompat jangkit diantaranya, cara lari dalam mengambil ancang- ancang, pada saat langkah, saat jingkat dan pada saat lompat banyak yang terdiskualifikasi atau hasil lompat yang tidak diukur karena tidak termasuk lompatan yang syah. Kondisi dan berbagai kendala yang sering dijumpai dalam pembelajaran tersebut harus segera dicari solusinya, salah satunya adalah upaya seorang guru penjasorkes untuk melakukan penerapan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan berkompetisi dan drill sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan pada cabang atletik di nomor lompat jangkit secara optimal. Metode kompetisi adalah suatu pendekatan cara belajar yang berorientasi pada tujuan melalui berbagai permaian yang menarik yang dapat mengidentifikasi siapa saja yang melakukan sesuatu yang lebih baik daripada yang lain dalam suatu perlombaan, berfokus pada sasaran-sasaran yang akan dicapai. Makna bermain kompetisi menurut Adang Suherman, Yudha M. Saputra, Yudha Endrayana 2001 : 5 adalah sebagai berikut: Sebenarnya makna bermain kompetisi adalah sebuah proses dalam menentukan pemenang dan yang kalah yang pada akhirnya akan diperoleh ranking yang bersifat hirarkis dan setiap orang akan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk dirinya dan untuk orang lain. Pada penelitian ini yang menjadi tujuannya adalah mencapai suatu hasil belajar lompat jangkit yang optimal, maka model permaian kompetisi yang diberikan adalah hal-hal yang berhubungan dengan kecepatan , daya ledak dan commit to user 12 koordinasi gerak. Permainan kompetisi yang diberikan tentunya bisa meningkatkan kualitas tersebut. Metode drill adalah suatu pendekatan cara belajar yang berorientasi pada program latihan yang langsung menuju pada tujuan yang sebenarnya. Jadi pada penelitian ini menggunakan program latihan lompat jangkit yang sebenarnya, tanpa adanya faktor bermain. Peserta didik melakukan latihan yang telah terprogram berdasarkan kemampuan gerak dasar yang telah dikuasai oleh peserta didik. Pada materi lompat jangkit ada tiga gerakan dasar yang dominan yang harus dikuasai peserta didik terlebih dahulu. Upaya penguasaan pola gerak dasar lompat jangkit tersebut disesuaikan dengan tingkat kemampuan peserta didik. Mengingat keterbatasan kemapuan peserta didik untuk dapat berhasil dalam pembelajaran lompat jangkit secara optimal terutama pada kecepatan yang tinggi, penguasaan kondisi dan teknik , tenaga lompat yang kuat, ketangkasan ,keseimbangan serta koordinasi gerak dari ketiga tahap lompatan, maka akan penulis teliti salah satu faktor pendukung tersebut yakni kecepatan para peserta didik yang akan dijadikan variable atributif dalam penelitian ini. Banyaknya komponen yang mempengaruhi keefektifan proses pembelajaran, maka pada penelitian ini akan dibatasi pada analisis yang ada hubungannya dengan metode pembelajaran di sekolah dimana peserta didik berada, yaitu mengenai perbandingan keefektifan penerapan metode kompetisi dan metode drill dalam pembelajaran lompat jangkit ditinjau dari kecepatan lari para peserta didik. commit to user 13 B . Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah ada perbedaan pengaruh antara metode pembelajaran kompetisi dengan metode pembelajaran drill terhadap hasil belajar lompat jangkit ? 2. Apakah ada perbedaan pengaruh antara kecepatan lari tinggi dan kecepatan lari rendah para peserta didik terhadap hasil belajar lompat jangkit ? 3. Apakah ada pengaruh interaksi metode pembelajaran dan kecepatan lari para peserta didik terhadap hasil belajar lompat jangkit ?

C. Tujuan Penelitian