PERBEDAAN PENGARUH METODE PEMBELAJARAN DAN KECEPATAN LARI TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR LOMPAT JANGKIT

(1)

commit to user

i

PERBEDAAN PENGARUH METODE PEMBELAJARAN

DAN KECEPATAN LARI TERHADAP PENINGKATAN

HASIL BELAJAR LOMPAT JANGKIT

(Study Eksperimen Pengaruh Metode Pembelajaran Kompetisi dan Drill

pada Peserta Didik Putra SMA Negeri 1 Dagangan Kabupaten Madiun Propinsi Jawa Timur )

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Keolahragaan

Disusun Oleh :

PRAMUJO BUDIARTO

NIM : A 120809118

PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

commit to user


(3)

commit to user


(4)

commit to user

iv

PERBEDAAN PENGARUH METODE PEMBELAJARAN

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : PRAMUJO BUDIARTO

NIM : A.120809118

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul :

PERBEDAAN PENGARUH METODE PEMBELAJARA DAN KECEPATAN LARI TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR LOMPAT JANGKIT (Study Eksperimen Pengaruh Metode Pembelajaran Kompetisi dan Drill

pada Siswa Putra SMA Negeri 1 Dagangan kabupaten Madiun Propinsi Jawa Timur )

Adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan pada daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, April 2011 Pembuat Pernyataan,


(5)

commit to user

v

MOTTO

“ Barang siapa yang menghendaki dunia ,maka hendaklah ia berilmu, dan barang siapa yang menghendaki akhirat ,maka hendaklah ia berilmu, dan barang siapa yang menghendaki keduanya,hendaklah ia berilmu”.


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan

Kepada :

Ibundaku Tarinem Tercinta, Istriku Tintin Muryani Tersayang,

Anakku, Melin,Zelin dan Nando Tersayang, Teman-temanku Terkenang,


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat-Nya, sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Penyelesaian tesis mengalami berbagai kesulitan dan hambatan, berkat bantuan dari berbagai pihak sehingga kesulitan dan hambatan yang timbul tersebut dapat diatasi. Dalam kesempatan ini diucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. dr. M. Syamsulhadi, Sp. KJ (K). selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta atas pemberian pengarahan dan bantuannya.

3. Prof. Dr. Sugiyanto selaku Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Prof. Dr.H.M. Furqon H, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan pengarahan, saran dan koreksi dalam menyusun tesis.

5. Prof. Dr. Siswandari,M.Stats. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, saran dan koreksi dalam menyusun tesis.

6. Drs. Yayuk Nuryanto,M.Pd selaku Kepala SMA Negeri 1 Dagangan Kab. Madiun yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.

7. Teman-teman yang telah membantu pelaksanaan penelitian.

8. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

Semoga Allah melimpahkan rahmat,taufik dan balasan-Nya kepada mereka dengan yang lebih baik. Amin.


(8)

commit to user

viii

Surakarta, April 2011 Penulis


(9)

commit to user viii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

PERNYATAAN... iv

MOTTO... ... v

PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... ... vii

DAFTAR ISI ... Viii DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS ... 16

A. Kajian Teori ... .. 16

1. Lompat Jangkit ... ... 16

a. Pengertian lompat jangkit ... 16

b. Pelaksanaan Lompat Jangkit Bertahap... 18

c. Tipe Pelompat Jangkit ... 25

2. Metode Pembelajaran ... 26

a. Metode Pembelajaran Kompetisi ... 28

b. Metode Pembelajaran Drill ... 34

3. Kecepatan dan Hasil Belajar ... 48

a. Kecepatan Lari ... 48


(10)

commit to user ix

C. Kerangka Pemikiran ... 55

D. Perumusan Hipotesis ... 57

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 59

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 59

1. Tempat Penelitian ... 59

2. Waktu Penelitian ... 59

B. Metode dan Rancangan Penelitian ... 60

C. Variabel Penelitian ... 64

D. Definisi Operasional Variabel ... 64

E. Populasi dan Sampel ... 65

1. Populasi ... 65

2. Sampel ... 66

F. Teknik Pengumpulan Data ... 67

G. Teknik Analisis Data ... 69

1. Uji Normalitas... 69

2. Uji Homogenitas ... 69

3. Uji Hipotesis ... 70

BAB IV. HASIL PENELITIAN.DAN PEMBAHASAN... 75

A. Deskripsi Data... 75

B. Pengujian Persyaratan Analisis... ... 82

1. Uji Normalitas Distribusi Frekuensi Populasi... 83

2. Uji Homogenitas Variansi Populasi ... 84

C. Pengujian Hipotesis... 85

D. Pembahasan Hasil Penelitian... ... 89

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN... 97

A. Kesimpulan... 97

B. Implikasi... 98

C. Saran... . 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101


(11)

commit to user x

Gambar 2.1 Serangkaian Gerakan Jingkat pada Lompat Jangkit ... 19

Gambar 2.2 Serangkaian Gerakan Langkah pada Lompat Jangkit ... 20

Gambar 2.3 Serangkaian Gerakan Lompat dan Pendaratan ... 23

Gambar 2.4 Rangkaian Gerakan Keseluruhan Lompat Jangkit ... 23

Gambar 4.1 Histogram Hasil Tes Berdasarkan Metode Pembelajaran ... 78

Gambar 4.2 Histogram Nilai Rerata Hasil Belajar Lompat Jangkit... . 80


(12)

commit to user xi

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran... 34

Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Drill ... 47

Tabel 3.1 Waktu Penelitian... 60

Tabel 3.2 Rancangan Faktorial Penelitian ... 63

Tabel 3.3 Proses Pengumpulan Data Penelitian... 68

Tabel 3.4 Analisis Varians Dua Jalur... 71

Tabel 4.1 Deskripsi Data Hasil Belajar Lompat Jangkit ... 77

Tabel 4.2 Peningkatan Hasil Belajar Lompat Jangkit Masing-masing Sel.... 79

Tabel 4.3 Rangkuman Uji Normalitas ... 83

Tabel 4.4. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas ... 84

Tabel 4.5 Ringkasan Nialai Rata-rata Hasil Belajar Lompat Jangkit ... 85

Tabel 4.6 Ringkasan Hasil Analisis Varians Dua Jalan... 86

Tabel 4.7 Ringkasan Analisis Kecepatan Lari ... 87

Tabel 4.8 Ringkasan Analisis Dua Faktor ... 87

Tabel 4.9 Ringkasan Hasil Uji Rentang Newman- Keuls... 87

Tabel 4.10 Pengaruh Sederhana Faktor A dan B Terhadap Hasil Belajar Lompat Jauh ... 93


(13)

commit to user xii

Lampiran 1. Program Latihan Metode Pembelajaran Drill... 105

Lampiran 2. Program Latihan Metode Pembelajaran Kompetisi ... 109

Lampiran 3. Data Hasil Tes Kecepatan Lari... 122

Lampiran 4. Data Hasil Kecepatan Lari Beserta Klasifikasinya ... 125

Lampiran 5. Data Tes Awal Lompat Jangkit ... 127

Lampiran 6. Data Tes Akhir Lompat Jangkit ... 128

Lampiran 7. Rekapitulasi Data Kecepatan Lari dan Klasifikasinya ... 129

Lampiran 8. Data Pembagian Sampel Per Sel Hasil Lompat Jangkit ... 130

Lampiran 9. Rekapitulasi Data Hasil Lompat Jangkit dan Kecepatan Lari Serta Pembagian Per Sel... 131

Lampiran 10. Data Hasil Belajar Lompat Jangkit Kelompok 1 Metode Kompetisi ... 131

Lampiran 11. Data Hasil Belajar Lompat Jangkit Kelompok 1 Metode Drill... 132

Lampiran 12. Tabel Kerja Menghitung Homogenitas dan Analisis Varians . 134 Lampiran 13. Hasil Penghitungan Data Homogenitas dan Analisis Varians 135 Lampiran 14. Uji Normalitas Data Metode Liliefors... 136

Lampiran 15. Uji Normalitas Kelompok Kompetisi Kategori Rendah ... 137

Lampiran 16. Uji Normalitas Kelompok Drill Kategori Tinggi ... 138

Lampiran 17. Kelompok Drill Kategori Rendah ... 139

Lampiran 18. Rangkjuman Hasil Uji Normalitas... 140

Lampiran 19. Uji Homogenitas dengan Uji Bartlet ... 141

Lampiran 20. Analisis Varian ... 142

Lampiran 21.Uji Rata-Rata Rentang Newman Keuls ... 143

Lampiran 22.Permohonan Ijin Penelitian ... 144


(14)

commit to user

xiii ABSTRAK

Pramujo Budiarto, NIM : A.120809118 , Perbedaan Pengaruh Pendekatan Metode Pembelajaran dan Kecepatan Lari Terhadap Hasil Belajar Lompat Jangkit, pada peserta didik putra SMA Negeri 1 Dagangan, Kabupaten Madiun Propinsi Jawa Timur. Komisi Pembimbing I : Prof.Dr.H.M. Furqon H.,M.Pd. Komisi Pembimbing II : Prof.Dr. Siswandari, M.Stats. Tesis Ilmu Keolahragaan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, Maret 2011

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya : (1) Perbedaan pengaruh antara pendekatan metode pembelajaran dan kecepatan lari terhadap prestasi belajar lompat jangkit, (2) Perbedaan pengaruh antara kecepatan lari tinggi dan kecepatan lari rendah terhadap hasil belajar lompat jangkit. (3) Pengaruh interaksi antara pendekatan metode pembelajaran dan kecepatan lari terhadap hasil belajar lompat jangkit.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan faktorial 2 x 2, terdiri dari tiga variabel yakni variabel bebas manipulatif ( metode pembelajaran ), variabel bebas atributif ( kecepatan lari ) dan variabel terikat hasil belajar lompat jangkit. Besarnya sampel yang digunakan sebanyak 40 peserta didik yang diperoleh menggunakan purposive random sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis varian dua jalur. Untuk data uji normalitas menggunakan uji Lilliefors dengan taraf signifikansi (α) 0,05 dan uji homogenitas variansi dengan menggunakan uji Bartlett dengan taraf signifikansi

( α 0,05

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Metode pembelajaran kompetisi memiliki peningkatan yang berbeda dengan metode pembelajaran latihan. Hal ini dibuktikan dari nilai Fhitung = 5,436 > Ftabel = 4.11. Metode pembelajaran latihan memiliki peningkatan yang lebih baik dari pada metode pembelajaran kompetisi. (2) Ada perbedaan pengaruh yang nyata antara kelompok peserta didik dengan kecepatan lari tinggi dan kecepatan lari rendah terhadap peningkatan hasil belajar lompat jangkit. Pada kelompok peserta didik dengan kecepatan lari tinggi mempunyai peningkatan hasil belajar lompat jangkit lebih baik dibanding kelompok peserta didik dengan kecepatan lari rendah. Pada kelompok peserta didik kecepatan lari tinggi memiliki potensi yang lebih tinggi dari pada peserta didik yang memiliki kecepatan lari rendah. (3) Interaksi antara metode pembelajaran dan kecepatan lari sangat bermakna. Karena Fhitung = 10.623 > Ftabel = 4.11.

Kata kunci : Metode kompetisi, metode latihan, kecepatan lari dan lompat jangkit.


(15)

commit to user

xiii ABSTRACT

Pramujo Budiarto, NIM : A.120809118. The Differences of Effect of Learning Method and Speed on The Improvement The Result of Learning Triple Jump, at Male Student of SMA 1 Dagangan, Madiun, East Java. The main supervisor : Prof.Dr.H.M. Furqon H.,M.Pd. The supervisor : Prof.Dr. Siswandari, M.Stats. Thesis, The Postgraduate Program of Sport Science of Surakarta Sebelas Maret University.

The aim of this research are to find out whether there are : (1) Differences of effect between approach competition learning method and drill learning method to the result of learning triple jump. (2) Differences of effect between high- level speed and low-level speed to the result learn the triple jump.(3) Differences interaction between learning method and speed to the result of learning the triple jump .

The research used experimental method with design was factorial design 2 x 2, involving three variables, those were independent variable ( learning method ) and atribute variable ( speed ), and also for dependent variable ( the triple jump studied result ). The research involved forty (40) students as the sample of the study. The sample was determined by using purposive random sampling. The technique to analysis the data is Two-Way ANAVA. The normality test use Lilliefors test at the α = 0,05 level of significance and the homogeneity variance use Bartlett test with degree of significant α = 0,05

The result of research shows that : (1) Competition learning method has different development from drill learning method. It’s proved by the score F count = 5,436 F table = 4,11. The fact drill learning method has better development than competition learning method. (2) There are different effects among the group of learners from hig-level speed and low-level speed toward development result of learning triple jump. In learners group with hig-level speed has development result of learning triple jump, better than the learners group with low-level speed. In learners group with high-level speed has a higher potency than the learners with low-level speed. (3) The interaction between learning method and level speed are very adventageous, becouse F count = 10,623 F table = 4,11.


(16)

commit to user

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Atletik adalah aktivitas jasmani yang kompetitif maksudnya dapat diadu, yang meliputi beberapa nomor lomba yang terpisah berdasarkan kemampuan gerak dasar manusia seperti berjalan, berlari,melempar dan melompat.

Program atletik selalu dimodifikasi dan diperluas, sehingga olahraga yang mempunyai banyak pilihan dan event yang berbeda satu sama lain dapat dengan mudah dilakukan. Adanya suatu tradisi dan perkembangan atletik yang universal menjangkau dunia luas serta prestasi dan luasnya lingkup ketangkasan mutu yang harus dituntut oleh atletik, maka atletik merupakan olahraga dasar yang paling baik dan bersifat manusiawi.

Peran atletik dalam olahraga dan pengembangan jasmani manusia adalah sangat besar, hal ini juga dinyatakan oleh Ballesteros , Jose, Manuel , ( 1993 : 1 ) bahwa:

Atletik merupakan salah satu unsur penting dalam optimalisasi prestasi bidang olahraga, mengingat betapa besar kontribusi atletik dalam peran sertanya dalam upaya pengembangan kondisi jasmani manusia dan di dalamnya terkandung nilai-nilai edukatif yang tinggi, maka tidaklah berkelebihan jika atletik juga dijadikan sebagai suatu barometer perkembangan suatu negara.

Jarak dan waktu yang menjadi tolak ukur prestasi atletik merupakan hal yang tidak dapat dimanipulasi hal ini juga dapat membuktikan bahwa betapa murninya kemampuan seorang atlet diuji dan dikaji dalam dunia atletik. Hal ini juga membuat cabang olahraga atletik semakin menarik dan berkembang pesat keseluruh penjuru dunia, termasuk negara Indonesia.


(17)

commit to user

Prestasi atlet atletik Indonesia dewasa ini belum dapat untuk dibanggakan dan masih jauh dari harapan, belum memberikan kontribusi yang optimal. Perkembangan olagraga cabang atletik rasanya tertatih-tatih bahkan seakan-akan jalan di tempat. Sepak terjang, geliat perkembangan atletik menjadi sangatlah mengkhawatirkan dan sangat memprihatinkan bagi para pecinta, pelatih,pelaku dan pembina di masa-masa yang akan datang. Semakin banyak permasalahan yang ditemukan dalam upaya peningkatan prestasi di olahraga cabang atletik, maka akan semakin syarat beban yang harus dipikul untuk mewujudkan impian, harapan, dan cita-cita menjadi suatu kenyataan. Permasalahan nyata yang menyebabkan lambatnya perkembangan olahraga cabang atletik berdasarkan pengamatan peneliti, antara lain : (1) tujuan dan sasaran pembinaan yang tidak jelas,(2) pola pembinaan yang tidak mengena,(3) proses dan penetapan atlet yang kurang selektif,(4) sarana dan prasara serta fasilitas yang kurang mendukung,(5) terlalu kecilnya dana yang tersedia (6) kurangnya tenaga pelatih dan pembina yang berkualitas,(7) penyusunan program serta pelaksanaannya yang tidak tepat,(8) minimnya ajang kompetisi olahraga cabang atletik,(9) kurangnya minat dari para generasi muda,(10) asumsi yang keliru dalam menanggapi olahraga cabang atletik sebagai olahraga yang tradisional,(11) adanya campur tangan dari pihak-pihak yang bertentangan dengan maksud dan tujuan atletik itu sendiri,(12) kurangnya perhatian dan kecilnya penghargaan ,dan masih banyak lagi permasalahan yang harus dihadapi untuk mendapatkan perhatian yang serius sehingga dapat dicari jalan pemecahannya.


(18)

commit to user

Hambatan dan rintangan tersebut adalah bukan permasalahan yang baru dalam pembinaan olahraga cabang altletik di tanah air, melainkan kendala yang mendasar dan klasik dalam upaya pengembangan dan peningkatan prestasi atletik. Hal ini menjadikan tantangan, cambuk bagi seorang pelatih,pembina dan pecinta olahraga cabang atletik untuk mencari jalan keluar sebagai upaya pengembangan dan peningkatan prestasi di cabang atletik. Jalur pendidikan formal dan non formal sebenarnya telah memasukkan pelajaran penjasorkes untuk menumbuhkembangkan bidang olahraga di cabang atletik pada nomor lompat jangkit akan tetapi hasilnya masih kurang memuaskan, dengan demikian dunia pendidikan juga bertanggungjawab atas prestasi olahraga terutama pada nomor lompat jangkit ini.

Pengemasan pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran sekarang ini belum optimal seperti yang diharapkan. Hal ini terlihat dengan kekacauan-kekacauan yang muncul di masyarakat bangsa ini, diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikan yang sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap kekacauan ini

(Degeng dalam Budiningsih, 2005:4)

Pemerintah telah berupaya melalui dinas pendidikan sekolah, yang merupakan wahana pendidikan yang dipastikan mampu untuk memecahkan masalah ini, terutama olahraga cabang atletik di nomor lompat jangkit. Hal ini terbukti bahwa pada Olimpiade Olahraga Siswa Nasional ( OOSN ) nomor lompat jangkit tidak diserta mertakan, padahal sekolah juga merupakan wahana untuk menumbuhkembangkan para atlet berbakat. Mengacu pada pernyataan bahwa pendidikan adalah kunci keberhasilan, pendidikan adalah tumpuan harapan di masa mendatang adalah merupakan kebenaran yang diyakini oleh khalayak ramai. Kepercayaan masyarakat yang sangat kuat pada lembaga pendidikan sebagai


(19)

commit to user

kunci perubahan ke arah yang lebih inovatif. Peran sekolah menjadi semakin penting untuk wahana peningkatan prestasi olahraga.

Sebagai penyandang kepercayaan dari masyarakat yang begitu tinggi, akan menjadi motivasi para pendidik untuk dapat mewujudkan semua harapan dan impian itu. Berbagai upaya telah dilaksanakan terutama oleh seorang guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan bisa menciptakan metode pembelajaran olahraga cabang atletik yang bertepat guna dan berhasil guna, walaupun dalam prakteknya masih banyak ketimpangan-ketimpangan yang harus segera dibenahi dan ditindaklanjuti sehingga dapat memberikan andil dalam mempermudah pencapaian tujuan.

Fenomena yang diungkapkan secara filososfis tentang Homo Ludens

sangat sering dilanggar oleh para pelatih dan guru-guru olahraga dalam sepanjang kegiatan profesi yang mereka lakukan, yakni pada saat melatih atlet atau pada saat membina dalam pembelajaran di sekolah terhadap para peserta didiknya. Kenyataan atas dominasi dari stop-watch (pencatat waktu ) dan pita-ukur dalam

olahraga di sekolah terutama untuk bibit atlet atau atlet muda adalah bukan sekedar kurangnya inisiatif dan kreatifitas seorang guru , melainkan juga adalah cara yang ampuh dalam mematikan minat para peserta didiknya terhadap olahraga cabang atletik yang seharusnya kita banggakan ini.

Pelajaran atletik yang yang berkaitan dengan gerak lokomotor dan non lokomotor terkesan merupakan pelajaran penjasorkes yang membosankan, hal tersebut dapat dimengerti karena dunia peserta didik SMA masih tergolong dalam dunia bermain dan berkompetisi. Pada umumnya masih banyak guru penjasorkes


(20)

commit to user

dalam menyajikan materi pelajaran atletik lebih banyak menekankan pada penguasaan teknik dan berorientasi kepada hasil dan prestasi, dengan demikian unsur bermain dan berkompetisi yang menjadi kesenangan peserta didik menjadi kurang diperhatikan. Kalau diperhatikan secara seksama, sebenarnya para peserta didik SMA kegiatan hari-harinya di saat istirahat di sekolah selalu diisi dengan aktivitas bermain yang dinamis. Dari aktivitas fisik yang mereka lakukan tersebut nampak jelas bahwa mereka selalu bergerak dengan keterampilan, kecepatan, kecekatan, kekuatan yang mereka miliki sendiri. Mereka dapat berlari kencang sedang mengejar bola. Mereka juga dapat beraktivitas berlama-lama seolah tak kenal lelah, serta tampak terlihat cekatan dalam bermain bola , berkejaran, menghindar maupun mengejar lawannya. Bila demikian halnya, mengapa pembelajaran atletik tidak dikemas dalam bentuk permainan kompetisi. Artinya para peserta didik diajak beraktivitas berlari, berjingkat, melangkah dan melompat dalam berbagai aktivitas bermain dan berlomba atau berkompetisi.

Alat-alat serta lapangan yang digunakan dalam ativitas tersebut tidak selalu harus menggunakan alat dan lapangan standard. Karena sasaran yang akan dicapai adalah agar peserta didik memiliki dan menguasai berbagai kemampuan gerak dasar lari, lempar dan lompat, atau dapat memiliki kemampuan motorik dasar seperti kekuatan, kecepatan, daya tahan, keseimbangan, dan kelentukan. Hal-hal seperti itu yang lebih menarik bagi para peserta didik dibanding mereka harus mengikuti berbagai tes fisik olahraga dengan penuh kelelahan dan kejenuhan dengan target waktu dan jarak ukur. Penulis akan mencoba mengubah atau mengembangkan pola pikir guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan


(21)

commit to user

dalam pembelajaran atletik : dari berorientasi prestasi kepada orientasi proses belajar mengajar atletik bernuansa bermain kompetisi, dari ketergantungan pada penggunaan alat-alat standar, menjadi pemanfaatan alat-alat yang dimodifikasi yakni dengan menggunakan alat-alat yang sederhana, murah dan mudah dicari ,sehingga berbagai aktivitas beberlari, berjingkat, melangkah dan melompat, tersebut dapat dilakukan dengan beragam variasi kecepatan maupun kekuatan, sesuai dengan kemampuan serta fasilitas yang tersedia. Melalui kegiatan atletik bernuansa bermain kompetisi tersebut paling sedikit komponen fisik peserta didik akan turut terbina secara langsung. Sesuai dengan tujuan pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan pada umumnya, bahwa tidak semata-mata hanya bertujuan menyehatkan jasmani saja, akan tetapi perkembangan kesehatan rohani juga menjadi sasaran dari pendidikan jasmani dan lebih dari itu yang tidak kurang pentingnya adalah juga mencakup wilayah sehat sosial. Atletik masih tetap menjadi kegiatan yang sering diberikan kepada peserta didik. Sekolah dapat dengan mudah untuk menyiapkan fasilitas untuk kegiatan pembelajaran atletik. Pendidik dituntut memiliki kreativitas dan inisiatif agar dalam penyampaian materi tentang aletik ini tidak membosankan.

Keaktifan peserta didik dalam pembelajaran atletik sangat menentukan hasil belajarnya apabila peserta didik aktif dalam proses belajar dan pembelajaran. Peserta didik tidak sekedar menerima dan menelan konsep-konsep yang disampaikan guru,tetapi peserta didik beraktivitas langsung. Pendidik diharapkan dapat menciptakan situasi yang menimbulkan aktivitas peserta didik. Keterlibatan langsung, pelibatan langsung peserta didik dalam proses pembelajaran atletik


(22)

commit to user

adalah penting. Peserta didik yang melakukan kegiatan belajar atletik menjadi pelaku utama bukan menjadi obyek dalam pembelajaran. Supaya peserta didik banyak terlibat dalam proses pembelajaran, Pendidik hendaknya memilih dan mempersiapkan kegiatan-kegiatan pelajaran atletik sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.Pengulangan belajar, dan penguasaan meteri oleh peserta didik tidak bisa berlangsung secara singkat. Peserta didik perlu melakukan pengulangan-pengulangan supaya meteri yang dipelajari dapat dilaksanakan dengan optimal. Peran pendidik harus melakukan sesuatu yang membuat peserta didik melakukan pengulangan belajar, terutama materi pelajaran yang merangsang dan menantang, kadang peserta didik merasa bosan dan tidak tertarik dengan materi atletik yang sedang diajarkan.

Solusi untuk menghindari gejala yang seperti ini guru harus memilih dan mengorganisir materi sedemikikan rupa sehingga merangsang dan menantang peserta didik untuk bersedia tanpa adanya unsur paksaan yang disertai dengan perasaan senang untuk mempelajarinya. Hal senada juga dinyatakan oleh ahli psikologi sebagai berikut:

Psikologi kognitif, pembelajaran adalah usaha membantu siswa atau anak didik mencapai perubahan struktur kognitif melalui pemahaman. Psikologi humanistik, pembelajaran adalah usaha guru untuk menciptakan suasana yang menyenangkan untuk belajar (enjoy learning), yang membuat siswa dipanggil untuk belajar (Darsono, 2001: 24-25)

Pembelajaran atletik dengan pendekatan berkompetisi merupakan suatu upaya agar anak menyukai pelajaran atletik yang terkesan sangat membosankan. Atletik yang dikemas secara bermain dan berkompetisi dapat menggugah perhatian peserta didik dan dapat memfasilitasi semua tingkat keterampilan yang


(23)

commit to user

ada pada setiap kelas pada jenjang pendidikan menegah atas yang kita ajar. Permainan kompetisi atletik tidak berarti menghilangkan unsur keseriusan, mengabaikan unsur ketangkasan atau menghilangkan substansi pokok materi atletik, akan tetapi permainan kompetisi atletik berisikan seperangkat gerak dasar atletik berupa : jalan, lari, lompat dan lempar yang disajikan dalam bentuk permainan yang berkompetisi dan bervariasi sebagai upaya memperkaya perbendaharaan gerak dasar peserta didik. Kegiatannya didominasi oleh pendekatan kompetisi yang dieksplorasi dalam suasana kegembiraan dan diperkuat oleh pemenuhan dorongan berkompetisi sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Bermain kompetisi dalam atletik sebetulnya tidak dikenal batasan tingkat pendidikan, yang membedakan barangkali adalah jenis permainan, berat ringannya, bobot permainan serta kemampuan pemahaman peserta didik untuk melakukannya. Atletik berorientasi bermain dapat

mengembangkan berbagai dimensi seperti diungkapkan oleh Hans

Katzenbogner/Michael Medler dalam Yoyo Bahagia, (2000 : 57), yaitu :

Atletik berorientasi bermain dapat mengembangkan dimensi permainan atletik, mengembangkan berbagai variasi gerakan atletik, dimensi irama atkletik, kemungkinan kompetisi serta mengembangkan dimensi pengalaman atletik. Unsur yang terkandung dalam permainan adalah kegembiraan atau keceriaan.

Selanjutnya menurut Yoyo Bahagia ( 2000 : 57 ), tanda-tanda menuju ke arah permainan yang menggembirakan tersebut antara lain sebagai berikut:

(1) menempatkan diri pada situasi, gerakan dan irama. (2) menanamkan kegemaran berlomba atau berkompetisi dalam situasi persaingan yang sehat, penuh tantangan dan kegembiraan. (3) unsur kegembiraan dan kepuasan harus tercermin dalam bentuk praktek. (4) memberikan kesempatan untuk memamerkan kemampuan atau ketangkasan yang dikuasainya.


(24)

commit to user

Permainan berkompetisi atletik tercipta manakala unsur kegembiraan

dalam praktek merasuk ke dalam jiwa peserta didik . Dengan demikian maka aktivitas bermain dan berkompetisi atletik dalam penyajian materi atletik harus menjadi salah satu alasan bagi guru penjasorkes karena dapat membangun serta membangkitkan motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran penjasorkes.

Metode kompetisi menjadi salah satu bentuk pembelajaran yang dikembangkan dalam pembelajaran atletik.Pemanfaatan kesempatan belajar yang menarik terutama bidang atletik di nomor lompat jangkit yang memerlukan gerakan anggota tubuh yang sangat kompleks, memungkinkan terciptanya hasil belajar peserta didik menjadi optimal.

Pada hakeketnya tidaklah susah untuk memotivasi siswa untuk berlari, berjingkat dan melompat. Sering dijumpai tempat atau arena di lingkungan sekolah dimana mereka berada dapat digunakan untuk aktivitas ini. Tanpa disadarinya anak-anak melakukan dalam situasi bermain dan berkompetisi dengan teman-temannya, akan membawa dampak yang positif kearah bermain dan berkompetisi atletik yang mengarah pada gerakan yang bermacam-macam.

Berbekal dari arena inilah tinggal sedikit langkah lagi untuk menghadapi akan lari, berjingkat dan melompat dengan menggunakan peralatan seperti : tali, simpai , ban sepeda dan benda-benda berkeping lainnya. Sehingga dapatlah diciptakan suasana yang menarik dan menantang peserta didik untuk menggunakan, mencoba berlari, berjingkat dan melompat dengan menghalau semua rintangan dan halangan yang ada.


(25)

commit to user

Penyediaan alat dan sarana disamping mengutamakan faktor yang sifatnya menantang dan menarik juga harus tetap diperhatikan tentang keselamatan dan keamanannya, sehingga peserta didik terhindar dari perasaan takut dan keterpaksaan yang berakibat cidera. Penggunaan rintangan yang rendah mengggunakan bangku-bangku atau kotak kayu yang kokoh, namun bila rintangan agak tinggi menggunakan kardus bekas sehingga apabila terpaksa membenturnya peserta didik tidak akan cidera dan terlepas dari perasaan takut. Keuntungan alat-alat ini selain mengurangi resiko juga mudah membawanya murah harganya mudah mencarinya dan praktis dalam penggunaannya.

Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan adalah mata pelajaran yang menitikberatkan pada ranah psikomotor, akan tetapi juga tidak mengabaikan pada ranah kognitif maupun pada ranah afektif, banyak cabang olah raga yang masih dibagi lagi menjadi berbagai nomor sudah barang tentu banyak yang tidak dapat dikuasai para peserta didik.

Latihan yang berat dan tingkat kesulitan yang tinggi semakin memperburuk hasil belajarnya. Hal ini dapat kita lihat pada materi cabang atletik pada nomor lompat jangkit, tingkat sekolah menengah atas, pencapaian tujuan pembelajaran masih jauh dari harapan. Hasil seleksi antar sekolah ternyata memang sangat rendah , hampir semua sekolah tidak mengirimkan atlet lompat jangkit . Padahal lompat jangkit merupakan lanjutan dari lompat jauh yang mana telah dipelajari pada kelas tingkatan sebelumnya. Seharusnya peserta didik tingkat sekolah menengah atas sudah mampu dan terampil melakukan lompat jangkit dengan benar dan hasil yang optimal. Akan tetapi kenyataan di lapangan tidak


(26)

commit to user

semudah yang dibayangkan. Kendala yang sifatnya teknis selalu mewarnai pelaksanaan lompat jangkit diantaranya, cara lari dalam mengambil ancang-ancang, pada saat langkah, saat jingkat dan pada saat lompat banyak yang terdiskualifikasi atau hasil lompat yang tidak diukur karena tidak termasuk lompatan yang syah.

Kondisi dan berbagai kendala yang sering dijumpai dalam pembelajaran tersebut harus segera dicari solusinya, salah satunya adalah upaya seorang guru penjasorkes untuk melakukan penerapan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan berkompetisi dan drill sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran

pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan pada cabang atletik di nomor lompat jangkit secara optimal.

Metode kompetisi adalah suatu pendekatan cara belajar yang berorientasi pada tujuan melalui berbagai permaian yang menarik yang dapat mengidentifikasi siapa saja yang melakukan sesuatu yang lebih baik daripada yang lain dalam suatu perlombaan, berfokus pada sasaran-sasaran yang akan dicapai. Makna bermain kompetisi menurut Adang Suherman, Yudha M. Saputra, Yudha Endrayana (2001 : 5) adalah sebagai berikut:

Sebenarnya makna bermain kompetisi adalah sebuah proses dalam menentukan pemenang dan yang kalah yang pada akhirnya akan diperoleh ranking yang bersifat hirarkis dan setiap orang akan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk dirinya dan untuk orang lain.

Pada penelitian ini yang menjadi tujuannya adalah mencapai suatu hasil belajar lompat jangkit yang optimal, maka model permaian kompetisi yang diberikan adalah hal-hal yang berhubungan dengan kecepatan , daya ledak dan


(27)

commit to user

koordinasi gerak. Permainan kompetisi yang diberikan tentunya bisa meningkatkan kualitas tersebut.

Metode drill adalah suatu pendekatan cara belajar yang berorientasi pada

program latihan yang langsung menuju pada tujuan yang sebenarnya. Jadi pada penelitian ini menggunakan program latihan lompat jangkit yang sebenarnya, tanpa adanya faktor bermain. Peserta didik melakukan latihan yang telah terprogram berdasarkan kemampuan gerak dasar yang telah dikuasai oleh peserta didik. Pada materi lompat jangkit ada tiga gerakan dasar yang dominan yang harus dikuasai peserta didik terlebih dahulu. Upaya penguasaan pola gerak dasar lompat jangkit tersebut disesuaikan dengan tingkat kemampuan peserta didik.

Mengingat keterbatasan kemapuan peserta didik untuk dapat berhasil dalam pembelajaran lompat jangkit secara optimal terutama pada kecepatan yang tinggi, penguasaan kondisi dan teknik , tenaga lompat yang kuat, ketangkasan ,keseimbangan serta koordinasi gerak dari ketiga tahap lompatan, maka akan penulis teliti salah satu faktor pendukung tersebut yakni kecepatan para peserta didik yang akan dijadikan variable atributif dalam penelitian ini.

Banyaknya komponen yang mempengaruhi keefektifan proses

pembelajaran, maka pada penelitian ini akan dibatasi pada analisis yang ada hubungannya dengan metode pembelajaran di sekolah dimana peserta didik berada, yaitu mengenai perbandingan keefektifan penerapan metode kompetisi dan metode drill dalam pembelajaran lompat jangkit ditinjau dari kecepatan lari


(28)

commit to user

B . Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah ada perbedaan pengaruh antara metode pembelajaran kompetisi

dengan metode pembelajaran drill terhadap hasil belajar lompat jangkit ?

2. Apakah ada perbedaan pengaruh antara kecepatan lari tinggi dan kecepatan lari rendah para peserta didik terhadap hasil belajar lompat jangkit ?

3. Apakah ada pengaruh interaksi metode pembelajaran dan kecepatan lari para peserta didik terhadap hasil belajar lompat jangkit ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1 Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara metode pembelajaran kompetisi dengan metode pembelajaran drill terhadap hasil belajar lompat

jangkit .

2 Untuk mengetahui perbedaan pengaruh kecepatan lari tinggi dan kecepatan lari rendah para peserta didik terhadap hasil belajar lompat jangkit .

3 Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dan kecepatan lari para peserta didik terhadap hasil belajar lompat jangkit


(29)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

a. Sekolah, dapatlah kiranya sebagai masukan pada para pendidik untuk mebuat metode pembelajaran yang lebih efektif, khususnya pada pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di tingkat SMA. b. Guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan, dapat digunakan sebagai

acuan dalam rangka upaya pengembangan program pembelajaran yang berbeda sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

c. Peserta didik, agar lebih termotivasi dan berkreasi untuk belajar pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan dengan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang mereka miliki sehingga dapat mencapai hasil yang optimal.

2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai :

a. Bahan kajian berbagai pihak di sekolah terutama bagi kepala sekolah dalam membuat dan mengembangkan metodik pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang terkait dengan tujuan instruksional di mana sekolah berada.

b. Kajian untuk guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di tingkat SMA, betapa pentingnya dalam memberikan layanan pembelajaran yang


(30)

commit to user

sesuai dengan karakteristik peserta didiknya terutama pada pembelajaran lompat jangkit.

c. Pengembangan ilmu, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan penelitian lebih lanjut, khususnya dalam merancang metode pembelajaran yang berorientasi pada tujuan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien.

d. Sebagai khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dapat dijadikan referensi untuk para peneliti sejenis atau yang ingin melanjutkannya.


(31)

commit to user

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Lompat Jangkit

a. Pengertian Lompat Jangkit

Lompat jangkit menurut Fred Mc Mane (1985 : 39 ) adalah:” Suatu serangkaian tiga kali lompatan yang disertai dengan jingkat pada gerakan pertama, langkah dan loncat.”

Pernyataan senada juga disampaikan tentang lompat jangkit oleh Mochamad Djumindar A. Widya ( 2004 : 79 ) sebagai berikut:

Lompat jangkit adalah rangkaian suatu gerak lari,lompat dengan suatu gerakan yang cepat dari lompatan-lompatan atau tumpuan yang telah ditentukan yaitu dua kali jingkat kaki yang sama dan satu kali kaki yang lain dengan gerakan yang tidak terputus.

Serangkaian gerakan yang harus dilakukan dengan waktu yang singkat dan koordinasi gerak yang berkesinambungan yang melibatkan seluruh anggota badan,sehingga pelaksanaan lompat jangkit harus didahului dengan proses belajar dan latihan khusus.

Tujuan dari lompat jangkit adalah untuk mencapai jarak lompat yang sejauh-jauhnya. Darmawan Diraatmaja dan Yadianto ( 990 : 17 ) menyatakan :

Lompat jangkit atau hop,step and jump dalam prakteknya tidak berbeda dengan lompat jauh, yang ingin dicapai dalam melakukan lompat jangkit adalah untuk mencapai lompatan yang sejauh-jauhnya dan setinggi-tingginya.

Teknik lompat jangkit adalah kelanjutan dari lompat jauh, akan tetapi tingkat kompleksitas lompat jangkit lebih tinggi, sehingga ada beberapa pendapat


(32)

commit to user

dari para ahli bahwa mengajarkan lompat jauh setelah lompat jangkit adalah lebih baik, karena tingkat kemajuannya lebih tinggi daripada lompat jauh sehingga mendorong antusias peserta didik, namun apabila ditinjau dari aspek metodik pembelajaran jelas bahwa lompat jauh lebih mudah daripada lompat jangkit sehingga guru harus mengajarkan dari yang mudah terlebih dahulu ke tingkatan yang lebih sulit.

Lompat jangkit atau juga disebut lompat tiga dilakukan dengan memilih tumpuan kaki yang diarasa kuat dan mudah dilakukan oleh si pelompat, hal serupa dikemukakan oleh U.Jonath, E. Haag, R. Krempel (1986:221 ) yaitu:

Sejak 1896, pada permulaan Olimpiade moderen peraturan perlombaan Internasional menetapkan urutan loncat kiri-kiri-kanan atau kanan-kanan-kiri. Loncatan bagiannya mendapat nama : hop-step-jump ( jingkat-langkah-loncat ) sejak itu aturannya tidak diubah lagi.

Selanjutnya mereka tegaskan bahwa peloncat tiga bukanlah peloncat jauh yang gagal , melainkan justru peloncat jauh yang serba bisa.

Jess Javer (1998:50 ) mengemukakan mengenai lompat jangkit sebagai berikut :

Dalam lompat jangkit si pelompat harus mendarat dengan kaki yang sama dengan yang digunakan untuk take-off pada fase pertama ( hop = lompatan dengan satu kaki ), dengan kaki yang berlawanan dari kaki yang digunakan take-off pada fase yang ke dua ( step ) dan dengan kedua kaki pada fase terakhir ( jump ) .

Dari beberapa sumber tersebut , maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya lompat jangkit atau juga disebut lompat tiga tidak ada perbedaan mengenai pelaksanaannya, yaitu serangkaian gerakan melompat yang terdiri dari ancang-ancang atau awalan, jingkat, langkah, lompat dan diakhiri dengan pendaratan.


(33)

commit to user

b. Pelaksanaan lompat jangkit secara bertahap

Berdasarkan berbagai sumber yang telah dikemukakan di depan, agar lebih jelasnya akan penulis berikan gambaran mengenai lompat jangkit, yaitu ada lima tahap yang harus dilakukan oleh atlet lompat jangkit sebagai berikut :

1 ) Ancang-ancang atau awalan

Tujuan dari ancang-ancang atau awalan untuk mencapai kecepatan optimal dan mempersiapkan lepas tapak. Lepas tapak adalah pengalihan aktif dari ancang-ancang ke tahap melayang. Panjang ancang-ancang-ancang-ancang tergantung pada kecepatan yang dimiliki peserta didik. Hal ini juga dikemukakan oleh ( U. Jonath, Haag,E., Krempel, R.( 1986 : 225) ” Sebagai peraturan yang masih berlaku, atlet puncak mengambil ancang-ancang dari 35 sampai 42 meter ( yaitu 18 sampai 22 langkah ancang ), dan yang lebih muda 10 sampai 15 langkah” .Sifat ancang-ancang atau awalan yang baik adalah : cepat, tepat dan konsisten juga persiapan menumpu yang kuat.

2 ) Jingkat atau Hop

Gerakan jingkat atau hop adalah sebuah gerakan yang menumpu pada kaki

yang sama tanpa mengurangi kecepatan lari. Untuk mencapai ketinggian pada saat jump, gerakan menumpu kaki dipertahankan dalam posisi tergantung, kemudian secara cepat dihentakkan ke atas sehingga diperoleh ketinggian yang diinginkan.

Jingkat harus dilakukan sedatar mungkin. Sebelum melakukan pendaratan, kaki lompat dilencangkan jauh ke depan dan dipertahankan sampai dengan si pelompat sampai di tanah. Titik berat badan harus tetap berada kira-kira sepanjang kaki di belakang kaki depan. Pendaratan pada tahap ini dilakukan dengan tumit.


(34)

commit to user

Posisi lengan dan kaki ayun yang sebebas mungkin. Sampai sekarang belum ada ketentuan kaki yang mana digunakan untuk jingkat apabila kedua kaki sama-sama kuatnya. U. Jonath, Haag,E., Krempel, R. (1986 : 225) juga mengemukakan bahwa, ” Jika tenaga loncat kedua kaki praktis sama kuatnya, maka kebanyakan lalu dipilih kaki yang praktis ” ( yang dipakai sebagai kaki loncatan pertama )

Agar lebih jelasnya berikut ini akan disajikan serangkaian gerakan jingkat pada lompat jangkit berupa gambar :

Gambar 2.1

Serangkaian gerakan jingkat pada lompat jangkit

3 ) Langkah atau Step

Tahap yang ketiga adalah tahap langkah, pada tahap ini merupakan tahap yang paling sulit dilakukan terutama bagi peserta didik pemula pada lompat jangkit. Tingkat kesulitan yang relatif tinggi kadang membuat diskwalifikasi. Gerakan langkah atau step dilakukan setelah gerakan jingkat atau hop. Gerakan

langkah atau step ini dimaksudkan untuk mengubah gerakan jingkat yang

bertumpu pada kaki yang sama, sehingga memberi kesempatan mengangkat beban tubuh condong ke depan, sebagai persiapan melakukan gerakan lompat atau jump. Untuk memperoleh ketinggian yang diinginkan, pada saat melakukan langkah, seorang atlit harus menjaga posisi agar badan tetap tegak. Sementara untuk


(35)

commit to user

menjaga agar badan tidak turun lebih cepat, seorang atlit harus merentangkan kedua belah lengan ke atas. Pada saat akan mendapat, pusat perhatian pada kaki yang diayunkan sejauh mungkin ke arah depan, lutut diangkat ke depan sehingga sejajar dan kedua lengan digerakkan ke depan membantu gerakan kaki. Hal ini dilakukan setelah tumit menyentuh pasir.

Pada tahap langkah ini Jess Jarver ( 1986 : 57 ) mengutarakan bahwa,” Begitu kaki yang dipakai melompat dalam hop menyentuh tanah, kaki yang

sebelah lagi yang saat itu tergantung hendaknya digerakkan , dengan lutut dan paha dipertahankan tetap tinggi ” Jadi pada tahap ini , paha kaki ayun di tarik ke atas sampai pada posisi horisontal. Kaki lompat yang semula kencang kemudian ditekuk dan lutut sampai ketinggian pinggul. Langkah yang panjang dengan kedua kaki dilencangkan untuk persiapan pendaratan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa kemajuan prestasi, sebagian datang dari perbaikan-perbaikan dalam tahap langkah.

Agar lebih jelasnya akan disajikan gambar serangkaian gerak langkah pada lompat jangkit sebagai berikut :

Gambar 2.2


(36)

commit to user

4 ). Lompat

Gerakan terakhir dari lompat jangkit adalah gerakan lompat atau jump.

Gerakan lompat adalah melakukan pendaratan dengan sempurna. Untuk mencapai pendaratan yang sempurna, maka seorang atlet lompat jangkit harus memperhatikan beberapa hal diantaranya adalah ketika melakukan gerakan langkah atau step, kaki yang tergantung diayunkan ke arah depan dibantu dengan

ayunan kedua tangan. Jarak lompat yang bisa dicapai oleh seorang atlet, tergantung pada gerakan-gerakan awal. Definisi dari lompat menurut Mochamad Djumindar A. Widya ( 2004 : 65 ) sebagai berikut: 6814

Lompat adalah suatu gerakan mengangkat tubuh dari suatu titik ke titik yang lain yang lebih jauh atau tinggi dengan ancang-ancang lari cepat atau lambat dengan menumpu satu kaki dan mendarat dengan kaki/ anggota tubuh lainnya dengan keseimbangan yang baik.

Tujuan tahap yang ke empat ini adalah mengerahkan kecepatan yang tersisa guna mendapatkan jarak lompat sejauh mungkin. Jauhnya lompatan tergantung pada pembagian yang praktis dari momentum ke depan pada saat tahap sebelumnya. Gerakan pada tahap ini juga diuraikan Jess Jarver ( 1986:59 ) sebagai berikut :

Pemindahan momentum didapat dari pengarahan kaki setelah stepping, yang menyentuh tanah dan gerakan dari kaki sebelahnya serta kedua tangan. Begitu kaki stepping mendarat,kaki sebelahnya yang tergantung bebas diayunkan ke depan dengan lutut terlebih dahulu, punggung selurus mungkin untuk mendapatkan ketinggian.

Karena jauhnya lompatan pada tahap ini tergantung pada distribusi ekonomis dari momentum ke depan pada fase - fase sebelumnya dan komponen vertikal dari tenaga yang digunakan sewaktu lepas tapak, maka diharapkan peserta


(37)

commit to user

didik mampu melakukan pola gerak tertentu yang mendukung keberhasilan suatu lompatan.

Suatu hal yang penting pada tahap lompat ini ialah saat posisi badan melayang di udara. Pada saat si pelompat melepas kakinya dari tanah, pusat dari gaya beratnya bergerak dalam lintasan parabola. Tidak ada pengaruh dan pengubah kecepatan dari pusat gaya berat badan si pelompat. Pelompat dapat mengukur gerakan tungkainya yang bertujuan untuk menghindari putaran sehingga pendaratan dapat dilakukan dengan mudah dan sempurna.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan pada tahap ini , yaitu :Teknik jongkok, teknik menggantung dan teknik tendang pukul .

a. Pada teknik jongkok kecepatan menyudut akan bertambah dan tidak ada daya untuk melawan rotasi, sehingga memaksa tumit jatuh terlampau awal dan teknik ini jarang digunakan oleh pelompat profesional.

b. Teknik menggantung diperoleh dengan cara merentangkan tubuh setelah lepas tapak dan tungkai dalam keadaan terseret. Kaki yang memimpin, dijatuhkan setelah kaki yang lepas tapak selesai menjalankan tugasnya dan digerakkan ke belakang.

c. Teknik tendang pukul dapat dilakukan dengan cara memutar tungkai dan tangan pada saat melayang,. Sedangkan tujuan dari teknik ini adalah mendapatkan keseimbangan dan mengurang rotasi ke depan.

5). Pendaratan

Sebelum mendarat disarankan peserta didik merentangkan kedua tangan nya di atas kepala. Pada saat ini perhatikan kehendaknya dicurahkan pada kaki


(38)

commit to user

yang direntang sejauh mungkin dari pinggul.Lutut diangkat dan kedua tagannya diayun ke bawah untuk membantu rentangan kaki. Pada tahap ini juga memberikan saran sebagai berikut : ”Usaha untuk memperbaiki posisi jatuh ke pit

tidak ke belakang dengan memperhatikan menekuknya lutut pada waktu kaki menyentuh tanah.” ( Jess Javer, 1988 : 61 )

Agar lebih jelasnya akan disajikan gambar serangkaian gerak pendaratan pada lompat jangkit sebagai berikut :

Gambar 2.3

Serangkaian gerakan lompat dan pendaratan pada lompat jangkit

Dari uraian pentahapan untuk melakukan lompat jangkit sesuai dengan keterangan dan gambar yang telah penulis jelaskan, tahap demi tahap,maka agar lebih jelasnya disajikan serangkaian gerak lompat jangkit secara keseluruhan sebagai berikut :

Gambar 2.4


(39)

commit to user

Dari berbagai sumber tersebut di depan, dapatlah disimpulkan bahwa pelaksanaan lompat jangkit adalah sebagai berikut :(1)lari awalan, (2) bertolak, bertumpu, (3). melayang.

( 1) Lari awalan adalah lari ancang-ancang dilakukan dengan cepat sejauh kurang lebih 40 meter bagi atlet senior atau 18 sampai 22 langkah lari. Lari awalan pada lompat jangkit tidak banyak perubahan sikap badan untuk beberapa langkah lari terakhir. Untuk meningkatkan kecepatan lari dengan tidak menghambat dari tumpuan-tumpuan tersebut, jarak awalan harus cukup panjang 35 – 40 meter, supaya kecepatan mencapai titik maksimal pada waktu melakukan tumpuan. Gerakan lari konstan dan mampu menempatkan kaki tumpu pada balok dengan tepat.

( 2 ) Bertolak atau bertumpu, ada tiga kali bertolak atau bertumpu yang terpisah, tolakan pertama pada balok tumpuan melibatkan proyeksi horizontal, dengan gerakan yang cocok dari kaki yang bebas, tolakan ke dua terjadi dan dilakukan oleh kaki penolak yang sama dan dengan penekanan yang lebih pada angkatan dan dorongan dari kaki bebas dan lengan. Tolakan yang ke tiga, menggunakan kaki yang lain, memiliki sedikit posisi depan dari titik pusat gravitasi dan angkatan ke atas yang paling besar. Pada tolakan pertama lengan dikoordinasikan dengan kaki, sedangkan untuk tolakan yang ke dua dan ketiga gerakan mengangkat lengan bisa digabung.

( 3 ) Melayang

Lompatan pertama adalah suatu jingkat. Sesudah bertolak, kaki bebas secara wajar berayun ke belakang dan kemudian ditekuk pada saat diangkat pada


(40)

commit to user

persiapan untuk mendarat secara aktif, gerakan ini menggambarkan suatu gerak para bola yang paling datar dari ketiganya. Lompatan kedua merupakan langkah terbesar dari satu kaki ke kaki yang lain semacam langkah melompat. Lulut kaki bebas diangkat tinggi-tinggi, kedua kaki ditekuk pada titik tinggi, pada tahap ini sampai kaki bebas mulai diluruskan pada saat berayun ke bawah dan belakang untuk pendaratan secara aktif. Tahap akhir adalah suatu lompat jauh, dengan gerak menggantung atau dengan menggunakan tehnik melayang yang sederhana.

Pada tiap-tiap tumpuan, terjadi kehilangan kecepatan horisontal secara progresif yang tidak dapat untuk dihindari. Seorang pelompat jangkit harus dapat memperkecil kecepatan horisontal yang hilang dan dapat mengkompensasikan hal itu dengan angkatan vertikal yang lebih besar. Pada teori, kecepatan vertikal saat bertumpu harus ditambah secara progresif pada setiap lompatan, tetapi pada para atlet yang profesional melakukan hal yang sebaliknya, kecepatan vertikal yang paling tinggi pada saat lompat kemudian pada saat jingkat dan yang paling rendah pada saat langkah. Untuk praktek melatih pelompat pemula dengan baik adalah selalu menambah kecepatan vertikal setiap lompatannya dan upaya menyeimbangkan irama agar berimbang setiap tahap melayang. Pada saat melayang lengan dan kaki digunakan untuk mempersiapkan suatu pendaratan aktif dan juga pada saat bertumpu.

c. Tipe Pelompat jangkit

Ada dua tipe dalam pelaksanaan lompat jangkit menurut U. Jonath, Haag,E., Krempel, R. (1986 : 224), dikemukakan bahwa :


(41)

commit to user

( 1 ) Tipe Teknik Lompat Terjal, ciri yang jelas pada pelompat ini adalah : sudut tolak yang terjal pada lompatan yang pertama yaitu jingkat 15 derajat, lompatan yang pertama jauh dan tinggi ( peran sertanya 38 pesrsen), kehilangan kecepatan yang agak besar, ayunan lengan rangkap pada langkah dan lompat dan karenanya badan badan bagian atas sedikit membungkuk ke depan, benturan penghambat tau pengerem lebih kuat pada tiap lepas tapak, perbandingan jarak antara jingkat, langkah dan lompat kira-kira 38 : 29 : 33.

(2).Tipe Teknik Lompat Datar

Ciri-ciri dari tipe teknik lompat jangkit datar dapat didefinisikan sebagai berikut :

Lompatan pertama datar dengan sedikit detakan gerak, sudut tolak yang lebih kecil dari lompatan pertama ( 13 derajat ), tidak banyak kehilangan kecepatan horisontal, ayunan lengan yang berlawanan pada ketiga lompatan, perbandingan jarak antara jingkat, langkah dan lompat kira-kira 35 : 30 : 35. ( U. Jonath, E. Haag., R. Krempel, 1986 : 224 – 225 )

Jadi ternyata ada dua teknik pada atlet lompat jangkit untuk melakukan yang terbaik, sehingga menjadi pilihan yang sesuai dengan keinginannya, mana yang lebih menguntungkan untuk berprestasi yang lebih tinggi.

2. Metode Pembelajaran

Metode adalah suatu cara yang dalam fungsinya merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan. Rusli Lutan, (1988:397) mendefinisikan ” Metode sebagai suatu cara untuk melangsungkan proses belajar mengajar sehingga tujuan dapat tercapai ”. Hal senada dikemukakan oleh Winarno


(42)

commit to user

Surakhmad (1994:96) bahwa, ” Metode adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan ”.

Arti secara etimologi dalam kamus bahasa Indonesia ” Metode diartikan sebagai cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya ”. Pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk membantu peserta didik, agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Menurut Dick dan Carey (1990 : 1 ) ”Metode pembelajaran adalah suatu pendekatan dalam mengelola secara sistematis atau mencapai tujuan seperti yang diharapkan.”

Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan,langkah- langkah, dan cara yang digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran.Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan, maka dapatlah dimaknai arti dari metode pembelajaran adalahlangkah-langkah taktis yang digunakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan. Metode pembelajaran harus disusun dengan tepat sehingga memudahkan proses belajar mengajar.

Metode pembelajaran lompat jangkit dapat didefinisikan sebagai cara yang ditempuh oleh guru untuk menciptakan bentuk pembelajaran teknik lompat jangkit yang benar, sehingga para peserta didik dapat menguasai keterampilan gerak yang diajarkan menuju keberhasilan belajar lompat jangkit dengan optimal.


(43)

commit to user

Pemilihan dan penerapan metode pembelajaran yang tepat akan mempermudah proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan.

Untuk menentukan berhasil tidaknya metode pembelajaran diberikan juga memerlukan kejelian dari seorang guru untuk mengetahui karakteristik keterampilan gerak para peserta didiknya yang dapat dibagai menjadi tiga bagian.

Keterampilan gerak dibagi menjadi tiga bagian yaitu : (1) Siklis (cyclic ) yaitu ketrerampilan karakteristik penampilan geraknya yang diulang-ulang. (2) Asiklis ( acyclic) jenis keterampilan yang karakteristinya menunjukkan kesatuan fungsi, perpaduan rangkaian gerak. (3) Kombinasi Asiklis ( Acyclic Combined ) yaitu jenis keterampilan siklis dan asiklis. (Farel dan Rusli Lutan , 1988 : 7 )

Metode pembelajaran adalah konsep dasar yang mewadahi,

menginsipirasi, menguatkan, dan melatarbelakangi metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Pendekatan metode pembelajaran lompat jangkit dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode pembelajaran kompetisi dan metode pembelajaran drill. Metode pembelajaran kompetisi lebih efektif diberikan dalam

jenis keterampilan siklis, dengan melakukan berbagai permainan yang sifatnya bertahap untuk dapat menguasai gerakan lompat jangkit yang sifatnya diulang-ulang. Metode pembelajaran drill cenderung lebih efektif diberikan pada jenis

ketrampilan asiklis, yaitu diberikan pada latihan yang langsung menuju pada materi yang merupakan satu kesatuan rangkaian gerakan.

a. Metode Pembelajaran Kompetisi

Kata kompetisi sering dimaknai dengan persaingan dimana individu yang bersaing selalu berupaya untuk menjadi yang terbaik dari yang lainnya. Kompetisi secara umum dimaknai sebuah proses dalam menentukan pemenang dan yang


(44)

commit to user

kalah dengan mengidentifikasi siapa saja melakukan sesuatu yang lebih baik daripada yang lainnya dalam suatu perlombaan yang pada akhirnya diperoleh ranking secara hirarkis. Pembelajaran iklim kompetisi sangat memungkinkan dilakukan di sekolah melalui pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang telah diprogram oleh pendidik mengenai prosedur yang telah ditentukan. Metode kompetisi akan memberikan manfaat terutama sebagai upaya pembentukan karakter dan mempersiapkan peserta didik dalam bermasyarakat. Metode pembelajaran kompetisi ini belum terbiasa dilakukan oleh banyak pendidik, tetapi dengan penelitian ini dapatlah dijadikan dorongan untuk melakukannya dalam pembelajaran atletik khususnya materi lompat jangkit.

1). Manfaat Kompetisi

a). Perkembangan Fisik

Kegiatan kompetisi bermanfaat untuk pengembangan bermacam-macam aspek yang ada pada diri peserta didik yang mencakup fisik,motorik,sosial, emosional,kepribadian,kognisi, keterampilan berolahraga dan sebagainya. Peserta didik memperoleh kesempatan untuk melibatkan banyak gerakan melalui kegiatan berkompetisi. Kesehatan dapat meningkat, otot tubuh tumbuh menjadi kuat serta juga dapat menyalurkan energi yang berlebihan sehingga dapat merasakan perasaan gelisah dan kejenuhan pada diri peserta didik. Pelaksanaan kompetisi dapat memberi sumbangan yang positif apabila dikemas dalam suatu program yang konstruktif bagi perkembangan fisik peserta didik.


(45)

commit to user b). Perkembangan Motorik

Kegiatan berkompetisi dapat mengembangkan aspek motorik yang bersifat kasar seperti lempar, lari , lompat dan jalan. Sebagai contoh kita amati peserta didik berlomba lompat jangkit, mereka pasti berupaya keras menjadi yang terbaik dan terjauh hasil lompatannya. Pada awalnya mereka belum terampil untuk berlari, berjingkat,melangkah dan melompat, tetapi dengan seringnya berlatih peserta didik berminat untuk melakukannya sehingga berhasil menjadi lebih terampil dalam melakukan lompat jangkit. Dengan beraktivitas yang teratur, peserta didik dapat meningkatkan kemampuan yang dimiliki yaitu motorik halus ( fine movement) maupun motorik kasar ( gross movement).

Kedua keterampilan ini tidak mungkin peserta didik miliki tanpa melakukan aktivitas berkompetisi dengan sungguh-sungguh.

c). Perkembangan Sosial

Pelaksanaan kompetisi yang dilakukan dengan teman sebaya dapat membentuk perkembangan sosial peserta didik. Perkembangan sosial pada peserta didik setingkat sekolah lanjutan tingkat atas adalah dalam fase memasuki pencarian jati diri dan mencari teman dekat dari lawan jenisnya. Mereka akan selalu mencari teman untuk berafiliasi satu sama lainnya. Melalui pendekatan berkompetisi sangat membuka peluang untuk memenuhi hasrat mereka. Desain untuk pengalaman belajar yang tepat akan berbuah hasil perkembangan sosial yang sehat.


(46)

commit to user d). Perkembangan Emosi

Kegiatan berkompetisi adalah kebutuhan bagi peserta didik, melalui kegiatan dalam suatu event peserta didik mengekspresikan emosinya. Kegiatan kompetisi yang dilakukan bersama kelompok temannya, peserta didik akan mempunyai penilaian terhadap dirinya mengenai kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki, sehingga dapat membantu konsep diri ke arah yang lebih positif. Apalagi di saat krisis multi dimensi dewasa ini, perilaku peserta didik di sekolah akan terimbas, sebagai contoh nyata adalah banyaknya perkelaian antar pelajar hal ini dapat dijadikan simbol adanya ketidak harmonisan antara emosi dan keinginan. Keinginan yang tidak diimbangi dengan fasilitas untuk menyalurkan hasrat mereka mencari jalan lain untuk mendapatkan perhatian yang serius dari semua pihak yakni melakukan tawuran pelajar di mana-mana. Diberlakukannya pendekatan berkompetisi secara sehat merupakan suatu tindakan preventif perilaku kekerasan peserta didik yang tidak dapat menyalurkan kelebihan energi yang mereka miliki dan pengunaan waktu luang mengarah pada kegiatan yang bersifat positif.

e). Pengembangan Prestasi

Kegiatan berkompetisi dapat membawa suatu kepercayaan diri, mampu melakukan kegiatan dengan tingkat kesulitan gerak yang tinggi, sehingga peserta didik dapat menguasai gerakan-gerakan yang relevan dalam mengembangkan prestasi olahraga yang mereka tekuni.


(47)

commit to user

Metode pembelajaran kompetisi adalah cara belajar peserta didik dengan melakukan berbagai macam permainan yang berorientasi pada peningkatan semua komponen, keberhasilan belajar yang dikemas dalam suatu perlombaan atau berkompetisi. Menurut Adang Suherman, Yudha M. Saputra, Yudha Endrayana. ( 2001:25), menyatakan bahwa :

Mengajarkan atletik untuk siswa SLTA sedikit berbeda, untuk anak SD guru harus menekankan pembelajaran atletik melalui pendekatan bermain, di SLTP melalui pendekatan bermain dan berkompetisi sedangkan untuk SLTA guru dapat menggunakan pendekatan yang menekankan performa melalui kompetisi.

Mengingat banyaknya faktor yang harus dipenuhi untuk memperoleh hasil belajar optimal pada materi pembelajaran lompat jangkit, juga karakteristik peserta didik yang berbeda baik dalam keterampilan, kemampuan gerak dasar serta motivasi yang mereka dimiliki, maka metode pembelajaran kompetisi dapat dijadikan cara untuk mencapai tujuan. Gunter Lange ( 1995 : 04) menyatakan bahwa:

Kenyataan atas dominasi stop watch dan pita ukur dalam olahraga sekolah dan latihan, terutama pada atlet pemula atau tunas muda adalah bukan sekedar kurangnya inisiatif kreatifitas dan pengetahuan para guru atau pelatih, melainkan juga adalah cara yang ampuh dalam mematikan minat anak-anak terhadap atletik olahraga kesayangan kita. Bahkan selanjutnya juga dipertegas bahwa, motivasi sepanjang hidup untuk berlatih atletik dengan tingkatan prestasi tinggi atau hanya sekedar untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran, hanya dapat dicapai bila latihan sebenarnya olahraga di sekolah-sekolah diganti dengan pendekatan metodik-dikdaktik baru dengan mengutamakan bermain kompetisi atletik atau tegasnya atletik yang penuh kegembiraan bermain dan berlomba.

Tujuan bermain kompetisi untuk semua cabang olahraga adalah sama yaitu menanamkan nilai-nilai kompetisi. Akan tetapi konsep yang sama bukan berarti bentuk dan jenis medianya sama yang digunakan untuk berkompetisi. Semua


(48)

commit to user

aktivitas yang berhubungan dengan permainan kompetisi lompat jangkit yang dibuat oleh seorang pendidik akan selalu dihubungkan dengan perlombaan dalam lompat jangkit, bukan untuk yang lain. Beberapa bentuk aktivitas yang permainan kompetisi dalam pembelajaran lompat jangkit harus diarahkan pada unsur pendukung dalam lompat jangkit, yaitu : kecepatan lari, ketepatan menolak, irama langkah, interval pada tolakan maupun jarak keseluruhan hasil lompatan atau dengan dicoba dengan perlombaan yang sebenarnya.

Bentuk permainan kompetisi lompat jangkit yang telah peneliti jadikan acuan yakni Pedoman Manual Actual Knowledge for Indonesian IAAF Level 1

Coaches (1993:6.47) adalah sebagai berikut :

(1). Lompatan banyak sisi (2). Taman lompatan (3). Lompat ganda berirama (4). Lompat jarak sasaran (5). Lompat melewati rintangan 6).Lompat terhadap sesuatu (7). Lomba pertunjukan kuda (8). Lomba lari estafet (9). Estafet melompat 10).Estafet Sirkuit (11).Lomba berkejaran

(12).Memasang jalur rintangan (13).Sprint dan lompat


(49)

commit to user (14).Lompatan dorongan

(15).Lompat sprint berbentuk sebuah bintang

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Kompetisi

Kelebihan Kekurangan

-Sumbangan yang positif terhadap

aspek perkembangan fisik

peserta didik

-Sebagai wahana untuk mengek- spresikan emosional

-Memenuhi keinginan bersosialisasi yang sehat

-Sarana pembentukan konsep diri ke arah yang lebih positif

- Peserta didik yang merasa tidak sepadan, akan menyerah sebelum berkompetisi

- Emosi yang tinggi terkadang sulit terkontrol

- Untuk menjadi yang terbaik, terkadang melakukan persaingan yang kurang sehat

- Penyusunan program yang salah tujuan pembelajaran tidak akan tercapai.

b. Metode Pembelajaran Drill

Metode pembelajaran drill mempunyai pengertian sebagai berikut:

Metode drill adalah cara pendekatan dalam mengajar dimana pelajar diberi instruksi untuk melakukan gerakan tertentu berulang-ulang sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Guru terus mengontrol secara ketat apakah petunjuk yang diberikan telah dilaksanakan oleh pelajar.


(50)

commit to user

Drill adalah suatu cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan

terhadap apa yang telah dipelajari peserta didik sehingga memperoleh suatu keterampilan tertentu. Kata latihan berarti bahwa sesuatu itu selalu diulang. Bila situasi belajar diubah kondisinya maka responnya akan berubah sehingga keterampilan akan semakin lebih sempurna.

Metode ini merupakan pendekatan yang berorientasi pada guru dan sangat cocok untuk menguasai bentuk gerak keterampilan yang bersifat baku.Aspek motorik kasar seperti jalan,lari lempar dan lompat dapat dikembangkan melalui kegiatan latihan. Peserta didik pada awalnya belum bisa melakukan semua gerakan pada cabang olahraga yang sifatnya gerakan baku. Salah satu contoh adalah peserta didik belum bisa melakukan materi pelajaran atletik di nomor lompat jangkit, maka mereka harus berlatih lompat jangkit. Untuk memperoleh hasil lompatan optimal maka komponen - komponen penentu harus terpenuhi. Lompat jangkit yang terdiri dari gerakan lari, jingkat,langkah dan lompat ini memerlukan latihan koordinasi gerakan yang tidak mudah, dengan seringnya mereka berlatih para peserta didik menjadi berminat untuk melakukan lompat jangkit dan menjadi lebih terampil sehingga hasil belajar lompat jangkit semakin optimal. Berorientasi pada banyaknya gerakan yang terangkai menjadi apa yang dinamakan lompat jangkit, maka pendekatan pembelajaran drill ini dilakukan

dengan proses latihan yang sifatnya bertahap, dengan bertujuan untuk menguasai keterampilan gerak yang melibatkan anggota tubuh dalam porsi yang bebeda-beda, sehingga terkoordinasi dengan baik dan mencapai hasil belajar yang optimal.


(51)

commit to user

Menurut Nossek. J (1995:3) “ Latihan adalah suatu proses atau dinyatakan dengan kata lain, periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun,sampai siswa tersebut mencapai standar penampilan yang tinggi ”. Menurut Sukadiyanto (2002:1) menerangkan bahwa,” Pada prinsipnya latihan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu untuk meningkatkan: kualitas fisik kemampuan fungsional peralatan tubuh dan kualitas psikis anak latih”. Sedangkan menurut Harsono, (1988:102) menyatakan bahwa,” Latihan juga bisa dikatakan sebagai sesuatu proses berlatih yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang yang kian hari jumlah beban latihannya kian bertambah ”.

Bompa Tudor O. (1990:3) menyatakan pula, “ Latihan adalah merupakan kegiatan yang sistematis dalam waktu yang lama ditingkatkan secara progresif dan individual yang mengarah pada cirri-ciri fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan ”. Namun ada pula yang menyatakan bahwa, “Latihan adalah suatu proses yang sistematis dengan tujuan meningkatkan fitness/kesegaran seorang siswa dalam suatu aktivitas yang dipilih. Ini adalah proses jangka panjang yang semakin meningkat (progresif) dan mengakui kebutuhan individu-individu siswa dan kemampuanya. Program latihan dilakukan mengunakan latihan atau praktik untuk mengembangkan kualitas yang dituntut oleh suatu even ”. (Thomson, Peter,J.L. 1993:61)

Latihan secara luas diartikan sebagai suatu intruksi yang diorganisasikan dengan tujuan meningkatkan kemampuan fisik, psikis serta keterampilan baik intelektual maupun keterampilan gerak olahraga. Dalam pembinaan olahraga prestasi latihan didefinisikan sebagai persiapan fisik, teknik, intelektual, psikis,


(52)

commit to user

dan moral. Selanjutnya dikatakan bahwa, ” Latihan adalah proses persiapan secara sistematis dalam mempersiapkan siswa menuju kearah tingkat keterampilan yang paling tinggi ” (Harre D. 1982:11). Melalui latihan kemampuan seseorang dapat meningkatkan sebagian besar sistem dapat menyesuaikan diri pada tuntutan fungsi yang melebihi dari apa yang biasa dijumpai dari biasanya. ” Latihan dapat didefinisikan sebagai peran serta yang sistematis yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsional fisik dan daya tahan ”. (Pate R., Clenaghan M.B., 1993:317)

Latihan mental bertujuan untuk menjaga kestabilan emosi dan meningkatkan motivasi. Harsono (1988:101) mengemukakan bahwa “Latihan mental adalah latihan yang menekankan pada perkembangan kedewasaan siswa, emosional, dan impulsif guna mempertinggi efisiensi mental siswa terutama apabila siswa dalam situasi stress yang kompleks”. Jadi pada prinsipnya latihan mental adalah untuk menghilangkan atau mengurangi beban psikologis itu mental peserta didik yang dapat mengganggu penampilan atau prestasi selama berlomba atau bertanding. Penjiwaan ternyata juga ada hubungannya dengan proses latihan gerak tubuh seseorang, hal ini dinyatakan oleh Fred Mc Mane ( 1985: 11 ) bahwa, ”Latihan sangat berhubungan dengan pikiran seperti halnya dengan tubuh. Tujuannya adalah untuk membangun tubuh dan pikiran serta memiliki keyakinan pada kemampuan tubuh tersebut”. Selain kecepatan,power dan stamina dalam lompat jangkit juga sebagai komponen penentu pada hasil belajar lompat jangkit, dengan melakukan tiga kali tolakan berturut-turut dengan efektif untuk memperoleh jarak yang sejauh-jauhnya. Ditegaskan selanjutnya bahwa


(53)

commit to user

keberhasilan bukan semata-mata ditentukan pada jumlah jam latihan , akan tetapi bagaimana cara latihan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Berpedoman pada prinsip-prinsip dasar latihan maka program latihan disusun. Dalam penyusunan program latihan perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan program latihan tersebut dalam meningkatkan prestasi. Faktor-faktor tersebut adalah:

1). Intensitas latihan

Intensitas pelatihan adalah suatu dosis (jatah) pelatihan yang harus dilakukan peserta didik secara perorangan menurut program yang telah ditentukan.

Intensitas pelatihan yang dilakukan setiap kali berlatih harus cukup, apabila intensitas suatu pelatihan tidak memadai, maka pengaruh pelatihan terhadap peningkatan kualitas fisik sangat kecil atau bahkan tidak sama sekali. Sebaliknya apabila intensitas pelatihan terlalu tinggi kemungkinan dapat menimbulkan cidera atau sakit (M.Sajoto, 1995: 133).

2). Lama latihan

Lama latihan atau durasi latihan adalah berapa minggu atau bulan program latihan itu dijalankan sehingga seorang siswa dapat mencapai kondisi yang diharapkan. Lama latihan ditentukan berdasarkan kegiatan latihan per minggu, per bulan atau aktivitas latihan yang dilakukan dalam jangka waktu per menit atau jam. Lama latihan berbanding terbalik dengan intensitas latihan. Bila intensitas latihan tinggi maka durasi latihan lebih singkat, sebaliknya bila intensitas latihan rendah maka durasi latihan lebih panjang. Fox E.L, Mathew, DK dalam M. Sajoto (1995:70) menyatakan bahwa “ Lama latihan hendaknya dilakukan 4 – 8 minggu ”, sedangkan Harsono (1988:117) berpendapat bahwa “ Untuk tujuan olahraga


(54)

commit to user

prestasi, lama latihan 45-120 menit dan untuk olahraga kesehatan lama latihan 20-30 menit dan training zone ”.

Berdasarkan uraian di atas, maka waktu pelatihan pada penelitian ini adalah 2 bulan atau selama 24 kali pelatihan dengan frekuensi pelatihan 3 kali seminggu dimana tidak termasuk tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test).

3). Frekuensi latihan

Frekuensi latihan adalah jumlah latihan intensif yang dilakukan dalam satu minggu. Untuk menentukan frekuensi latihan harus memperhatikan kemampuan seseorang, Penentuan kemampuan setiap peserta didik tidak berdasarkan kemampuan secara individu, tetapi berdasarkan tingkat kemampuan kelompok yang hampir mempunyai kemampuan yang sama dari kemampuan setiap peserta didik dalam beradaptasi dengan program latihan.Perlu diperhatikan apabila frekuensi latihan berlebihan dapat mengakibatkan cedera, tetapi bila frekuensi kurang maka tidak berarti apa-apa karena otot sudah kembali pada kondisi semula seperti pada saat sebelum latihan.

Latihan beban adalah sebuah metode latihan yang telah diakui akan keberhasilannya dalam mengembangkan otot dan kekuatan, tetapi harus dalam pengawasan dan perencanaan khusus.Program latihan harus disusun secara ilmiah agar menghasilkan manfaat yang terbaik bagi setiap peserta didik.

Metode drill untuk memelihara kemampuan tersebut antara lain latihan

pliometrik yang berbentuk suatu gerakan jingkat, lompat dan kombinasi keduanya yang dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu tahap persiapan dan


(55)

commit to user

dilanjutkan dengan latihan teknik lompat jangkit. Proses belajar mengajar lompat jangkit memerlukan persiapan khusus yang bertujuan memelihara pendaratan aktif setelah melakukan lompatan dan memelihara keseimbangan serta kecepatan horisontal melalui beberapa lompatan yang dilakukan secara berturut-turut. Lompatan yang terkoordinir dengan prosentase yang ideal akan menghasilkan jarak lompat yang maksimal.

4). Sistematis Latihan.

Pelatihan akan menghasilkan suatu manfaat yang maksimal apabila mengikuti sistem pelatihan yang tepat. Sistematika pelatihan yang salah akan menyebabkan terjadinya suatu cidera. Adapun sistematika yang harus diperhatikan menurut Kanca, (1990:22) adalah sebagai berikut :

a). Pelatihan Peregangan (Streching).

Sebelum melakukan pelatihan yang berat, sebaiknya terlebih dahulu melakukan pelatihan peregangan karena bermanfaat untuk :

(1).Meningkatkan kelenturan (elastisitas) otot-otot, sendi dan menambah mutu

gerakan.

(2).Mengurangi ketegangan otot dan membantu tubuh merasa rileks, serta mencegah terjadinya cidera.

(3).Meningkatkan kesiap-siagaan tubuh, serta melancarkan sirkulasi darah.

Peregangan mutlak harus dilakukan, gerakan peragangan tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba harus perlahan - lahan. Peregangan dapat dilakukan secara aktif dan juga bisa dilakukan secara pasif dengan bantuan orang lain.


(56)

commit to user

”Pada setiap akhir dari usaha peregangan otot pada satu sendi posisinya ditahan selama 20-30 detik ”. Ngurah Nala, (1998:51).

b). Pelatihan Pemanasan (Warning-Up).

Pemanasan atau warming-up amat perlu dilakukan oleh setiap siswa baik

sebelum berlatih (pra-latihan) maupun sebelum bertanding (pra-pertandingan). Warming-up atau sering disebut juga dengan istilah pre- elimenare exercise

merupakan aktivitas fisik yang membantu mempersiapkan performance latihan

baik secara psikologis maupun fisiologis dan juga berfunsi untuk mencegah terjadinya resiko cidera pada sendi maupun otot. Warming-up sangat berpengaruh

terhadap mental seseorang sebelum melakukan latihan, karena dengan mental yang siap akan memperlancar peningkatan skill dan koordianasi gerak. Pengaruh terhadap fisiologis adalah performance latihan itu sendiri yakni akan

meningkatkan aliran darah, otot dan pada temperatur, selain itu Warming-up juga

akan membawa perubahan-perubahan antara lain (1) Meningkatkan kecepatan kontraksi dan relaksasi otot.(2) Memfasilitasi penggunaan oksigen oleh otot karena hemoglobin oksigen lebih cepat pada temperatur tinggi.(3) Meningkatkan aliran darah pada seluruh jaringan yang aktif seperti pada lokal vaskularisasi akibat dilatasi pada metabolisme pada level yang lebih tinggi dan temperatur otot.(4) Memfasilitasi transmisi nerve atau saraf dan memetabolisme otot pada temperatur tinggi. Pada spesific warming-up akan memfasilitasi requitmen motor

unit yang akan diperlukan dalam aktivitas berikutnya. Tubuh dalam keadaan diam atau istirahat akan pasif sehingga tidak terjadi perubahan pada temperatur tubuh, sistem energi hanya menyediakan kebutuhan metabolisme yang diperlukan tubuh


(1)

commit to user Keterangan :

: A1 = Metode pembelajaran kompetisi.

: A2 = Metode pembelajaran drill

: B1 = Kecepatan lari tinggi

: B2 = Kecepatan lari rendah

Atas dasar gambar di atas, bahwa bentuk garis perubahan besarnya nilai hasil belajar lompat jangkit adalah tidak sejajar dan bersilangan. Garis perubahan peningkatan hasil belajar antar kelompok memiliki suatu titik pertemuan atau persilangan. Antara jenis metode pembelajaran dan kecepatan lari memiliki titik persilangan. Berarti terdapat interaksi yang signifikan diantara keduanya. Gambar tersebut menunjukkan bahwa kecepatan lari berpengaruh signifikan terhadap penggunaan metode pembelajaran.

Berdasarkan hasil penelitian yang dicapai, ternyata peserta didik yang memiliki kecepatan lari tinggi dengan metode pembelajaran drill, memiliki peningkatan hasil belajar lompat jangkit yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan kecepatan lari rendah dan mendapat perlakuan metode pembelajaran

drill. Peserta didik yang memiliki kecepatan lari rendah memiliki peningkatan

hasil belajar lompat jangkit yang besar jika dilatih dengan metode pembelajaran kompetisi. Keefektifan penggunaan metode pembelajaran dipengaruhi oleh klasifikasi kecepatan lari yang dimiliki peserta didik. Peserta didik dengan kecepatan lari tinggi lebih cocok jika mendapatkan metode pembelajaran drill,


(2)

commit to user

sedangkan peserta didik dengan kecepatan lari rendah lebih cocok jika mendapatkan metode pembelajaran kompetisi.

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kecepatan lari, hal ini terlihat bahwa arah perubahan peningkatan hasil belajar tidak sejajar dan memiliki titik pertemuan. Peserta didik dengan kecepatan lari tinggi memiliki peningkatan hasil belajar yang tinggi, jika mendapat metode pembelajaran drill, sedangkan peserta didik dengan kecepatan lari rendah memiliki peningkatan hasil belajar yang tinggi, jika mendapat metode pembelajaran kompetisi. Berdasarkan hasil penelitian yang dicapai kecepatan lari memiliki pengaruh interaksi terhadap hasil metode pembelajaran.


(3)

commit to user

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode pembelajaran

kompetisi dan drill terhadap hasil belajar lompat jangkit. Pengaruh metode pembelajaran drill lebih baik dari pada metode pembelajaran kompetisi. 2. Ada perbedaan hasil belajar lompat jangkit yang signifikan antara peserta

didik yang memiliki kecepatan lari tinggi dan rendah. Peningkatan hasil belajar lompat jangkit pada peserta didik yang memiliki kecepatan lari tinggi lebih baik dari pada peserta didik yang memiliki kecepatan lari rendah.

3. Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran dan kecepatan lari terhadap hasil belajar lompat jangkit.

a. Metode pembelajaran drill lebih cocok bagi peserta didik dengan kecepatan lari tinggi.

b. Metode pembelajaran kompetisi lebih cocok bagi peserta didik dengan kecepatan lari rendah.


(4)

commit to user

B. Implikasi

Kesimpulan dari hasil penelitian ini dapat mengandung pengembangan ide yang lebih luas jika dikaji pula tentang implikasi yang ditimbulkan. Atas dasar kesimpulan yang telah diambil, dapat dikemukakan implikasinya sebagai berikut:

1. Secara umum dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran dan kecepatan lari

merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi peningkatan hasil belajar lompat jangkit.

2. Metode pembelajaran drill ternyata memberikan pengaruh yang lebih tinggi dalam meningkatkan hasil belajar lompat jangkit. Kebaikan metode pembelajaran drill ini dapat dipergunakan sebagai solusi bagi pengajar dan pelatih dalam upaya meningkatkan hasil belajar lompat jangkit.

3. Berkenaan dengan penerapan kedua bentuk penggunaan metode pembelajaran

dapat meningkatkan hasil belajar lompat jangkit, masih ada faktor lain yaitu kecepatan lari. Hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan peningkatan hasil belajar lompat jangkit yang sangat signifikan antara kelompok kecepatan lari tinggi dan kecepatan lari rendah. Hal ini mengisyaratkan kepada pengajar dan pelatih, upaya peningkatan hasil belajar lompat jangkit hendaknya memperhatikan faktor kecepatan lari.


(5)

commit to user

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran ditujukan kepada siapa saja yang berkompeten di dalam dunia pendidikan terutama cabang olahraga atletik pada nomor lompat jangkit sebagai berikut:

1. Sebagai pengajar pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan sekolah menengah atas (SMA) sebaiknya dapat menerapkan metode pembelajaran kompetisi dan metode drill dengan harapan sebagai berikut :

a. Dapat memotivasi belajar peserta didik sehingga dengan tugas yang harus dilakukan tanpa adanya beban atau paksaan dari seorang pendidik, sehingga dapat dilaksanakan dengan suasana yang penuh persahabatan, ketenangan, kesenangan dan rasa tanggung jawab yang tinggi.

b. Mampu memanfaatkan sarana dan prasarana yang sangat terbatas dengan cara memodifikasinya tanpa mengurangi arti dari permainan itu sendiri dan tujuan pembelajaran yang sebenarnya.

c. Memilih media sesuai dengan metode yang digunakan sehinga kegiatan belajar mengajar menjadi lebih menarik lebih efisien dan efektif

d. Mendorong peserta didik untuk berfikir secara dewasa, bersikap membantu dengan memberi saran dan arahan, membimbing peserta didik yang sedang proses pencapaian tujuan dan bersifat demokratis yang penuh dengan keharmonisan.

c. Penerapan metode drill lebih bersifat pengembangan prestasi terutama bagi peserta didik yang berpotensi sebagai atlet lompat jangkit.


(6)

commit to user

2. Berorientasi pada peserta didik, dalam kegiatan belajar mengajar seyogyanya seorang pendidik harus memahami keunikan karakteristik , potensi serta daya kreativitas peserta didik.

3. Kepada sekolah agar mengupayakan kelengkapan sebagai sarana dan prasarana olahraga agar pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.

4. Kepada PASI, sebagai induk olahraga cabang atletik mau dan mampu menjembatani dalam pencarian dan pembinaan calon atlet yang berpotensi dengan cara mengadakan even untuk perlombaan di cabang atletik terutama nomor lompat jangkit .

5. Untuk para peneliti yang sejenis disarankan lebih berani untuk mencoba dan mengembangkan lebih lanjut penelitian ini sehingga dapat digeneralisasi pada nomor lompat yang lain.

6. Pengajar dan pelatih harus cakap untuk menerapkan kedua metode pembelajaran ini, dalam upaya meningkatkan hasil belajar lompat jangkit peserta didiknya. Metode pembelajaran drill memiliki pengaruh yang lebih baik dalam meningkatkan hasil belajar lompat jangkit bagi peserta didik yang mempunyai kecepatan tinggi, sedangkan yang memiliki kecepatan rendah lebih cocok menggunakan metode pembelajaran kompetisi, sehingga

7. Penerapan penggunaan metode pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar lompat jangkit, perlu memperhatikan faktor kecepatan lari.