Multikultural DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

21

2.2. Multikultural

Multikulturalisme berasal dari kata “multi” yang berarti jamak, banyak, “Cultural” yang berarti budaya dan “isme” yang berati paham atau aliran. Multiulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial kebudayaan dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah ini juga digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya multikultural yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri dari beragam suku bangsa dan budaya, masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih kelompok yang secara kultural dan ekonomi yang terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda satu dengan yang lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri atas banyak struktur kebudayaan. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya suku bangsa yang memilik struktur budaya sendiri yang berbeda dengan budaya suku bangsa yang lainnya. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Universitas Sumatera Utara 22 Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut. Sikap multikultural merupakan sikap yang terbuka pada perbedaan, mereka yang memiliki sikap multikultural berkeyakinan: perbedaan bila tidak dikelola dengan baik memang bisa menimbulkan konflik, namun bila kita mampu mengelolanya dengan baik maka perbedaan justru memperkaya dan bisa sangat produktif. 1. Keberadaan masyarakat multikultural Tidak dapat dipisahkan dari berkembangnya konsep multikulturalisme yang mencakup sedikitnya tiga unsur yaitu: a Terkait dengan kebudayaan. b Merujuk kepada pluralitas keragaman kebudayaan, dan c Cara tertentu untuk menanggapi pluralitas tersebut. 2. Karakteristik Masyarakat Multikultural Pada masyarakat multikultural, individu maupun kelompok dari berbagai budaya dan suku bangsa hidup dalam kesatuan sosial tanpa kehilangan jati diri budaya dan suku bangsanya meskipun tetap ada jarak. Masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang kelompok suku bangsa dan budayanya berada dalam kesetaraan derajat dan toleransi sejati. Adapun karakteristik masyarakat multikultural adalah sebagai berikut: a Dalam masyarakat multikultural, tiap – tiap budaya bersifat otonom. b Masyarakat multikultural dalam perkembangannya akan Universitas Sumatera Utara 23 bersinggungan dengan konsep hidup bersama untuk mencari kehidupan bersama. c Adanya semangat untuk hidup berdampingan secara damai peaceful coexistence dalam perbedaan kultur yang ada, baik secara individual maupun secara kelompok dan masyarakat. d Dikembangkannya toleransi, saling memahami, dan menghargai perbedaan yang ada. e Terkait dengan upaya pencapaian civility keadaban, yang amat esensial bagi terwujudnya demokrasi yang berkeadaban dan keadaban yang demokratis. 2.3.Teori Interaksionis Simbolik Interaksionis simbolik adalah suatu hubungan yang terjadi secara alami antara manusia dalam masyarakat dan hubungan masyarakat dengan individu. Interaksi yang terjadi antar individu berkembang melalui simbol-simbol yang mereka ciptakan. Realitas sosial merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi pada beberapa individu dalam masyarakat. Interaksi yang dilakukan antar individu itu berlangsung secara sadar. Interaksi simbolik juga berkaitan dengan gerak tubuh, antara lain suara atau vocal, gerakan fisik, ekspresi tubuh, yang semuanya itu mepunyai maksud yang disebut dengan simbol. Menurut mead orang tak hanya menyadari orang lain tetapi juga mampu menyadari dirinya sendiri. Dengan demikian orang tidak hanya berinteraksi dengan orang lain, tetapi secara simbolis dia juga berinteraksi dengan dirinya Universitas Sumatera Utara 24 sendiri. Interaksionis simbolik dilakukan dengan menggunakan bahasa, sebagai satu-satunya symbol yang terpenting, dan melalui isyarat. Simbol bukan merupakan fakta-fakta yang sudah jadi, symbol berada dalam proses kontinu. Proses penyampaian makna inilah yang merupakan subject matter dari sejumlah analisa kaum interaksionis simbolik. Dalam interaksi orang belajar memahami simbol-simbol konvesional dan dalam suatu pertandingan mereka belajar menggunakannya sehingga mampu memahami aktor-aktor lainnya. Bagi blumer dalam Margaret M. Poloma 2010 : 2 interaksionis simbolik bertumpu pada tiga premis : 1 Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. 2 Makna tersebut berasa dan “interaksi sosial seseorang dengan orang lain” 3 Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial berlangsung Keistimewaan pendekatan kaum interaksionis simbolik ialah manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan itu menurut mode stimulus-respon. Seseorang tidak langsung member respon pada tindakan orang lain, tetapi didasari oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan itu. Manusia Universitas Sumatera Utara 25 mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan memanipulasi simbol-simbol dan diperlukan kemampuan untuk komunikasi antarpribadi dan pikiran subjektif. Kemampuan manusia menggunakan simbol suara yang dimengerti bersama memungkinkan perluasan dan penyempurnaan komunikasi jauh melebihi apa yang mungkin melalui isyarat fisik saja Wirawan, 2012; 124. Seperti masyarakat di Kelurahan Polonia, dimana dengan berkomunikasi mereka akan menggunakan simbol-simbol etnis mereka masing-masing dan menunjukkan identitas mereka dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya. 2.4.Adaptasi Sosial Budaya Dalam proses kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat, individu tidak dapat begitu saja melakukan tindakan yang di anggap sesuai dengan dirinya, karena individu tersebut mempunyai lingkungan diluar dirinya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan tersebut mempunyai aturan berupa norma-norma yang membatasi tingkah laku individu dan proses penyesuaian tersebut merupakan proses adaptasi sosial. Soerjono soekonto 2007: 10 memberikan beberapa batasan pengertian adaptasi sosial, yaitu : 1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan 2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan 3. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah 4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan Universitas Sumatera Utara 26 5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan 6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi ilmiah Salah satu bentuk adaptasi sosial tersebut adalah adaptasi budaya yang terdiri dari dua kata yang masing-masing makna yakni, kata adaptasi dan budaya, adaptasi adalah kemampuan atau kecenderungan makhluk hidup dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru untuk dapat tetap hidup dengan baik. Sedangkan budaya atau kebudayaan adalah segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Dengan kata lain kebudyaan mencakup segala yang di dapat atau yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya mencakup segala cara-cara atau pola pikir, merasakan dan bertindak. Dalam masyarakat, adaptasi sosial budaya dimulai melalui penyesuaian cara hidup dengan lingkungan sekitarnya yang memiliki perbedaan secara adat istiadat, bahasa dan agama yang berbeda. Dimana dalam adaptasi sosial budaya terdapat nilai dan norma sosial dalam tata cara bagaimana masyarakat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Seperti pada masyarakat Kelurahan Polonia yang tempat tinggal mereka berada di lingkungan yang memiliki berbagai macam etnis sehingga masyarakat harus mampu untuk menyesuaikan diri mereka dengan lingkungan yang berbeda etnis tersebut dan dapat diterima dengan baik oleh lingkungannya. Universitas Sumatera Utara 27 2.5.Kelompok Sosial Individu sebagai makhluk sosial tidak bisa dihindarkan dengan interaksi sosial, di lain pihak individu juga tidak dapat dilepaskan dari situasi dimana ia berada dan situasi ini sangat berpengaruh terhadap kelompok yang terbentuk akibat situasi tersebut. Secara sosiologis istilah kelompok mempunyai pengertian sebagai suatu kumpulan dari orang-orang yang mempunyai hubungan dan berinteraksi, dimana dapat mengakibatkan tumbuhnya perasaan untuk bersama. Kelompok sosial tersebut memiliki kehidupan bersama dalam himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang umumnya secara fisik relative kecil yang hidup secara guyub santosa 1999: 43. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan timbal balik yang saling pengaruh-mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong menolong. Berikut beberapa persyaratan tertentu, antara lain : 1. Adanya kesadaran pada setiap anggota kelompok bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan. 2. Ada hubungan timbal-balik antara anggota yang satu dengan anggota lainnya. 3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan antar mereka bertambah erat, yang dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan bersama, tujuan yang sama, ideology politik yang sama dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara 28 Tentunya faktor mempunyai musuh bersama misalnya dapat pula menjadi faktor pengikatpemersatu. 4. Berstruktur, berkasidah dan mempunyai pola perilaku. 5. Bersistem dan berproses Berdasarkan interaksi sosial agar ada pembagian tugas, struktur dan norma yang ada, kelompok sosial dapat dibagi menjadi beberapa macam, antara lain: 1. Kelompok primer : merupakan kelompok yang di dalamnya terjadi interaksi sosial yang anggotanya saling mengenal dekat dan berhubungan erat dalam kehidupan. Kelompok primer merupakan sejumlah orang yang terdiri dari beberapa orang acapkali berkomunikasi dengan yang lainnya sehingga setiap orang mampu berkomunikasi secara langsung bertatap muka tanpa melalui perantara. Misalnya, keluarga, kawan sepermainan, kelompok agama dan lainnya. 2. Kelompok sekunder : merupakan kelompok yang terdiri dari banyak orang, bersama siapa hubungannya tidak perlu berdasarkan pengenalan secara pribadi dan sifatnya tidak begitu langgeng. Jika interaksi sosial terjadi secara tidak langsung, berjauhan, dan sifatnya kurang kekeluargaan. Hubungan yang terjadi biasanya bersifat lebih objektif. 3. Kelompok formal : pada kelompok ini ditandai dengan adanya peraturan atau Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga ART yang ada. Anggotanya diangkat oleh organisasi. Universitas Sumatera Utara 29 4. Kelompok informal : merupakan suatu kelompok yang tumbuh dari proses interaksi, daya tarik, dan kebutuhan-kebutuhan seseorang. Keanggotaan kelompok biasanya tidak teratur dan keanggotaan ditentukan oleh daya tarik bersama dari individu dan kelompok. Kelompok ini terjadi pembagian tugas yang jelas tapi bersifat informal dan hanya berdasarkan kekeluargaan dan simpati. Misalnya kelompok arisan dan sebagainya. 2.6.Etnisitas -Teori Max Weber Tentang Etnisitas Dalam bahasa popular etnik adalah kumpulan masyarakat yang mendiami sebuah wilayah yang memiliki identitas dan kebiasaan tersendiri dan berbeda dengan masyarakat lainnya. Istilah etnik menunjuk pada suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya. Dari pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa etnis adalah sekumpulan manusia yang memiliki kesamaan ras, adat, agama, bahasa, keturunan dan memiliki sejarah yang sama sehingga mereka memiliki keterikatan sosial sehingga mampu menciptakan sebuah sistem budaya dan mereka terikat didalamnya. Kelompok etnik pada umumnya dipahami sebagai suatu populasi orang atau penduduk yang memiliki ciri-ciri yaitu : 1 Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan Universitas Sumatera Utara 30 2 Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya 3 Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri, dan 4 Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain. Secara eksplinsif, weber terlibat dengan hubungan etnis dan menyediakan beberapa model yang terintegrasi dan koheren untuk penjelasan hubungan antar etnik, model-model itu adalah sebagai berikut : 1. Etnisitas sebagai bentuk dari status kelompok. Weber mendefisikan kelompok etnis sebagai kelompok yang menyuguhkan kepercayaan subjektif di dalam keturunan mereka karena adanya tipe fisik yang mirip. Hal yang krusial dari prinsip ini adalah etnisitas ada hanya ada didasar dari kepercayaan kelompok tertentu. Klalu etnisitas berakar di dalam satu kepercayaan yang mahakuasa. Selain itu, etnisitas ternyata diperkuat dan di tegaskan di ranah kultural atau kessamaan fisik atau pada dasar dari pembagian ingatan bersama. 2. Etnisitas sebagai mekanisme dari terpaan monopolistic sosial. Status kelompok seering berjalan pada basis terpaan sosial dimana posisi monopolistic mereka secara teratur dipakai untuk mencegah orang- orang yang bukan anggota kelompok daei memperoleh keuntungan simbolik atau material dari kelompok mereka. Universitas Sumatera Utara 31 3. Keragaman bentuk etnik dari organisasi sosial. Meskipun sebagian besar mereka beroperasi sebagai status kelompok, kelompok etnis dapat menggunakan bentuk kelas, kasta dan tanah. Weber sangat tertarik dengan adanya fenomena kasta etnis, dimana kelompok, perbedaan kasta jauh lebih kaku dan mendekati kelompok sosial 4. Etnisitas dan mobilisasi politik. weber mendefenisikan etnisitas dalam istilah dinamika aktivitas politik. menurutnya, eksistensi dari komunitas politik merupakan prasyarat bagi perilaku kelompok etnis. Kesadaran kelompok terutama dibentuk oleh pengelaman politik secara umum, bukan dengan common descent. Dilihat dari empat prinsip utama diatas,status kelompok merupakan hal yang paling sering menjelskan kelompok etns. Status kelompok etnis membuat orang- orang percaya bahwa mereka sama dari segi kultur, common descent, serta bahasa. Tak hanya itu, mereka juga percaya bahwa semua itu adalah milik mereka. Contohnya ada disekitar kita, bila ada seseorang berbicara sunda, kita bisa menduga kalau ia berasal dari suku sunda. Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa untuk hidup sendiri dan akan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Manusia senantiasa hidup bersama, berinteraksi dan bergantung satu sama lain untuk mempertahankan hidupnya dengan melakukan hubungan dan pengaruh timbal balik dengan manusia lain dalam rangka memenuhi kehidupannya. Sebagai makhluk sosial, manusia hidup bersama dalam berbagai kelompok yang terorganisasi yang kita sebut masyarakat dan tinggal dalam satu wilayah tertentu. Dengan kata lain individu tersebut hidup di dalam suatu komunitas untuk melakukan suatu proses sosial dengan menjalankan aktivitas- aktivitas berupa interaksi sosial yang merupakan syarat utama terjadinya aktivitas- aktivitas serta hubungan-hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara orang perorangan, kelompok dengan kelompok, maupun perorangan dengan kelompok Soekanto, 2007: 54-55. Bertemunya orang perorang secara badaniah tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerjasama, saling berbicara, dan untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian, dan lain sebagainya. Pertemuan berdasarkan perbedaan suku atau etnis Universitas Sumatera Utara