Perbaikan Kualitas Produk untuk Menurunkan Rework dengan Menggunakan Metode DMAIC dan Fuzzy FMEA di PT. Gold Coin
(2)
LAMPIRAN
TABEL KRITERIA RATING FMEA
RATING SEVERITY
Efek Kriteria Rangking
Berbahaya tanpa ada peringatan
Dapat membahayakan konsumen
10 Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah
Tidak ada peringatan Berbahaya dan ada
peringatan
Dapat membahayakan konsumen
9 Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah
Ada peringatan
Sangat tinggi
Mengganggu kelancaran produksi
8
Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat disortir (apakah
sudah baik/bisa di rework) Pelanggan tidak puas
Tinggi
Sedikit mengganggu kelancaran produksi
7
Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat disortir (apakah
sudah baik/bisa di rework) Pelanggan tidak puas
Sedang Sebagian kecil menjadi scrap, sisanya dapat disortir (sudah
baik) 6
Rendah 100% produk dapat di-rework 5
Produk pasti dikembalikan oleh konsumen
Sangat Rendah Sebagian dapat di-rework dan sisanya sudah baik 4
Kemungkinan produk dikembalikan oleh konsumen Kecil
Hanya sebagian kecil yang dapat di-rework dan sisanya sudah
baik 3
Rata-rata pelanggan complain
Sangat kecil Komplain hanya diberikan oleh pelanggan tertentu 2
Tidak ada Tidak ada efek buat konsumen 1
Sumber: Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press.
(3)
RATING OCCURANCE
Peluang Terjadinya Penyebab Kegagalan
Tingkat Kemungkinan
Kegagalan
Rangking
Sangat Tinggi 1 dalam 2 10
1 dalam 3 9
Tinggi 1 dalam 8 8
1 dalam 20 7
Sedang
1 dalam 80 6
1 dalam 400 5
1 dalam 2.000 4
Rendah 1 dalam 15.000 3
1 dalam 150.000 2
Sangat Kecil 1 dalam 1.500.000 1
Sumber: Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press.
RATING DETECTION
Keterangan Rangking
Selalu jelas, sangat mudah untuk diketahui 1
Jelas bagi indera manusia 2
Memerlukan inspeksi 3
Inspeksi yang hati-hati dengan indera manusia 4
Inspeksi yang sangat hati-hati dengan indera manusia 5
Memerlukan bantuan dan/atau pembongkaran sederhana 6
Diperlukan inspeksi dan/atau pembongkaran 7
Diperlukan inspeksi dan/atau pembongkaran yang kompleks 8
Kemungkinan besar tidak dapat dideteksi 9
Tidak dapat dideteksi 10
Sumber: Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press.
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Richard. 1999. Alat Peningkatan Mutu, Jakarta: Gramedia.
George, L Michel, Dkk. The Lean Six Sigma Pocket Toolbook. New York:
McGraw-Hill
Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Gupta, Praveen. The Six Sigma Performance Handbook, New York: McGraw-Hill
Inc, 2005
Kusumadewi, Sri, Purnomo, Hari. 2002. Analisis & Desain Fuzzy Menggunakan
Tool. Box Matlab. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusumadewi, Sri., Purnomo, Hari. 2004. Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung
Keputusan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Montgomery, C. Douglas. 2009. Introduction to Statistical Quality Control 6th
edition. USA: John Wily & Sons, Inc.
McDermott., E, Robin. 2009. The Basic of FMEA. Edisi 2. USA : CRC Press.
Rusmiati, Emi. 2014. Penerapan Fuzzy Failure Mode And Effect Analysis (Fuzzy
FMEA) Dalam Mengidentifikasi Kegagalan Pada Proses Produksi Di PT. Daesol Indonesia. Program Studi Teknik dan Manajemen Industri, Sekolah Tinggi Manajemen Industri. http://p3m.stmi.ac.id/assets/uploads/detail_ jurnal/247d3-hal-18-34.pdf. 12 Agustus 2015
Sinulingga, Sukaria. 2013. Metodologi Penelitian. Medan: USU Press.
Wardhana, Widi. 2015. Implementasi Perbaikan Kualitas Menggunakan Metode
Six Sigma Untuk Mengurangi Jumlah Cacat Produk Sajadah Pada Perusahaan PT.Pondok Tekstil Kreasindo. Jurusan Teknik Industri Itenas, Volume 03, No. 1, http://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/rekaintegra/article /view/655. 12 Agustus 2015.
(16)
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Kualitas1
Kualitas sebagai suatu hal yang berhubungan dengan satu atau lebih karakteristik yang harus dimiliki pada produk atau jasa. Kualitas telah menjadi salah satu faktor keputusan konsumen yang paling penting dalam persaingan pemilihan antara produk dan jasa. Fenomena ini meluas, terlepas dari apakah konsumen itu individu, organisasi industri, toko ritel, lembaga bank atau keuangan, atau program pertahanan militer. Akibatnya, pemahaman yang baik pada kualitas merupakan faktor kunci yang menyebabkan keberhasilan bisnis, pertumbuhan, dan meningkatkan daya saing. Ada keuntungan yang besar atas investasi dari peningkatan kualitas dan berhasil menggunakan kualitas sebagai bagian integral dari strategi bisnis secara keseluruhan.
3.2. Pengendalian Kualitas2
Pengendalian kualitas adalah kombinasi semua alat dan teknik yang digunakan untuk mengontrol kualitas suatu produk dengan biaya seekonomis mungkin dan memenuhi syarat pemesan. Pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen, yang dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas
1
Douglas C. Montgomery. 2009. Introduction to Statistical Quality Control 6th edition. USA: John Wily & Sons, Inc h. 4
2
(17)
produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang standar.
Dalam mengendalikan proses kita berusaha menyelidiki dengan cepat apabila terjadi gangguan proses dan tindakan pembetulan dapat segera dilakukan sebelum terlalu banyak unit yang tidak sesuai dengan standard produksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengendalian kualitas antara lain:
1. Dari segi operator : keterampilan dan keahlian dari manusia yang
menangani produk.
2. Dari segi bahan baku : bahan baku yang dipasok oleh penjual.
3. Dari segi mesin : jenis mesin dan elemen-elemen mesin yang
digunakan dalam proses produksi.
Pengendalian kualitas statistik (statistical quality control) secara garis besar
digolongkan menjadi dua, yakni pengendalian proses statistik (statistical process
control) dan rencana penerimaan sampel produk (acception sampling).
Pengendalian proses statistik (statistical process control) merupakan teknik
penyelesaian masalah yang digunakan sebagai pemonitor, pengendali, penganalisis, pengelola dan memperbaiki proses menggunakan metode-metode statistik. Pengendalian proses statistik merupakan penerapan metode-metode statistik untuk pengukuran dan analisis variasi proses. Dengan pengendalian proses statistik maka dapat dilakukan analisis dan meminimalkan penyimpangan dan kesalahan, mengkuantifikasikan kemampuan proses dan memuat hubungan antara konsep dan teknik yang ada untuk mengadakan perbaikan proses.
(18)
Keberhasilan dalam pengendalian proses statistik sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni sistem pengukuran, sistem pelatihan yang tepat, dan komitmen manajemen. Alasan utama mengadakan pengendalian proses statistik adalah untuk dapat mencapai kepuasan pelanggan
Secara umum pengendalian kualitas atau quality control dapat diartikan
sebagai suatu sistem yang efektif untuk memadukan pengembangan, pemeliharaan dan upaya perbaikan kualitas berbagai kelompok dalam sebuah organisasi agar perekayasaan, produksi dan jasa, serta pemasaran dapat berada pada tingkatan yang paling ekonomis sehingga konsumen mendapat kepuasan penuh. Jadi pengendalian kualitas berarti:
1. Menggunakan pengawasan kualitas sebagai dasar setiap kegiatan .
2. Pengendalian biaya, harga dan laba secara terintegrasi.
3. Pengendalian jumlah, meliputi jumlah produksi, penjualan dan persediaan serta
waktu pengiriman kepada pelanggan.
3.3. DMAIC3
DMAIC adalah prosedur pemecahan masalah terstruktur secara luas yang digunakan dalam kualitas dan proses perbaikan kualitas. Hal ini sering dikaitkan
dengan kegiatan six sigma, dan hampir semua implementasi dari six sigma
menggunakan proses DMAIC. Namun, DMAIC belum tentu secara resmi selalu
terikat dengan six sigma, dan dapat digunakan tanpa penggunaan organisasi dari six
sigma.
3
Douglas C. Montgomery. 2009. Introduction to Statistical Quality Control 6th edition. USA: John Wily & Sons, Inc. h. 45-46, h. 49
(19)
Struktur DMAIC mendorong pemikiran kreatif tentang masalah dan solusinya dalam definisi produk asli, proses, atau jasa. Ketika proses ini beroperasi begitu parah sehingga perlu untuk meninggalkan proses asli dan mulai dari awal, atau jika ditentukan produk yang baru atau jasa yang diperlukan, maka langkah DMAIC sebenarnya akan meningkatkan menjadi langkah desain yang baik bagi kualitas.
3.3.1. Tahap Define
Tujuan dari tahap define dalam DMAIC adalah untuk mengidentifikasi
peluang proyek dan untuk memverifikasi atau memvalidasi bahwa itu merupakan
potensi terobosan yang sah. Sebuah proyek harus penting untuk pelanggan (voice
of customer) dan penting untuk bisnis. Stakeholder yang bekerja dalam proses dan pelanggan hilir perlu menyetujui kegunaan potensi proyek. Salah satu item pertama
yang harus diselesaikan dalam menentukan define adalah project charter.
Pada langkah ini merupakan operasional awal dalam program peningkatan
kualitas six sigma. Pada tahap define, ada 2 hal yang perlu dilakukan, yaitu:
a. Mendefinisikan proses inti perusahan
Proses inti adalah suatu rantai tugas, biasanya mencakup berbagai departemen atau fungsi yang mengirimkan nilai (produk, jasa, dukungan, informasi) kepada
para pelanggan eksternal. Dalam hal pemilihan tema Six Sigma pertama-tama
yang dilakukan adalah mempertimbangkan dan menjelaskan tujuan dari suatu proses inti yang akan dievaluasi.
(20)
Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi pemain paling penting didalam semua proses, yakni pelanggan, pelanggan bisa internal maupun eksternal
adalah tugas Black Belt dan tim untuk menentukan dengan baik apa yang
diinginkan pelanggan eksternal. Pekerjaan ini membuat suara pelanggan (voice
to customer - VOC) menjadi hal yang menantang. Dalam hal mendefinisikan kebutuhan spesifik dari pelanggan yang terpenting adalah memahami dan
membedakan diantara dua kategori persayaratan kritis, yaitu persyaratan output
dan persyartan pelayanan.
3.3.2. Tahap Measure4
Tujuan dari tahapan measure adalah untuk mengevaluasi dan memahami
keadaan disaat proses berlangsung. Ini melibatkan pengumpulan data dalam hal ukuran waktu yang berkualitas, biaya, dan siklus. Hal ini penting untuk
mengembangkan semua key process input variables (biasanya disingkat KPIV) dan
key process output variables (KPOV).
Dalam langkah yang kedua dalam tahapan operasional pada program peningkatan kualitas terdapat 3 hal pokok yang dilakukan yaitu sebagai berikut : 1. Menentukan karakteristik kualitas kunci
CTQ ditetapkan berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan
yang diturunkan secara langsung dari persyaratan - persayaratan output dan
pelayanan. Dalam buku lain menyebutkan bahwa karakteristik kualitas sama dengan jumlah kesempatan penyebab cacat.
4
(21)
2. Mengembangkan rencana pengumpulan data
Pada dasarnya pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu:
a. Rencana pengukuran tingkat proses, adalah mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik kualitas input yang diserahkan oleh pemasok yang mengendalikan dan mempengaruhi karaktersitik kualitas
output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran ini adalah
mengidentifikasi setiap perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses.
b. Pengukuran tingkat output, mengukur karakteristik kualitas output yang dihasilkan suatu proses dibandingkan dengan karakteristik kualitas yang diinginkan pelanggan.
c. Rencana pengukuran tingkat outcome, mengukur bagaimana baiknya suatu
produk atau jasa itu memenuhi kebutuhan spessifik dari pelanggan. Jadi pada tingkat ini adalah mengukur kepuasan pelanggan dalam menggunakan
produk atau jasa yang diserahkan kepada pelanggan. Pengukuran baseline
kinerja
d. Peningkatan kualitas six sigma yang telah ditetapkan akan berfokus pada
upaya-upaya yang giat dalam peningkatan kualitas menuju kegagalan nol (zero defects) sehingga memberikan kepuasan total kepada pelanggan. Maka sebelum peningkatan kualitas dimulai, kita harus mengetahui tingkat
(22)
Setelah mengetahui baseline kinerja maka kemajuan peningkatan-peningkatan yang dicapai dapat diukur.
e. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat proses, biasanya dilakukan
apabila itu terdiri dari beberapa sub proses. Pengukuran kinerja pada tingkat proses akan memberikan baganan secara jelas dan konprehensif tentang segala sesuatu yang terjadi dalam sub proses itu.
3.3.2.1.Pengukuran SixSigma5
Pengukuran dilakukan dengan mengasumsikan semua kemungkinan nilai termasuk penilaian data kontinu misalnya waktu siklus pelayanan pelanggan. Untuk menghitung tingkat sigma, maka harus mengkalkulasi DPMO kemudian
mengkonversikan ke tingkat sigma. Perhitungan DPMO dan tingkat sigma dapat
dilakukan sesuai langkah-langkah perhitungan berikut ini:
1. Perhitungan Defect Per Unit (DPU)
DP To e e To U i
Dimana,
D = jumlah defect atau jumlah kecacatan yang terjadi dalam proses produksi
U = jumlah unit yang diperiksa
2. Defect Per Million Opportunities (DPMO). DPMO mengindikasikan berapa banyak cacat akan muncul jika ada satu juta peluang.
5
Praveen Gupta, The Six Sigma Performance Handbook, (New York: McGraw-Hill Inc, 2005), hal. 217-222
(23)
DPM o or i ie or error i i DP 1.000.000
3. Perhitungan tingkat Sigma dapat dihitung dengan menggunakan Microsoft
Excel yaitu dengan menggunakan formula berikut ini:
“ EXP (-DP )”
3.3.2.2.Peta Kontrol6
Control Chart merupakan suatu grafik yang digunakan untuk menentukan apakah suatu proses maupun kualitas produk berada dalam keadaan stabil atau tidak atau dengan kata lain apakah masih dalam keadaan terkendali (sesuai dengan batas spesifikasi) atau di luar kendali (di luar batas spesifikasi).
Gambar 3.1. Control Chart
Control Chart yang paling umum digunakan adalah: a. Control Chart untuk variabel
6
(24)
Yaitu Control Chart untuk pengukuran data variabel. Data yang bersifat variabel diperoleh dari hasil pengukuran dimensi, seperti berat, panjang, tebal,
dan sebagainya. Control Chart untuk variabel ini terdiri dari:
1. Peta X dan R, pengendali rata-rata (X) proses tingkat kualitas biasanya
dengan peta kendali X. Variabilitas atau pemencaran proses dapat dikendalikan dengan peta kendali atau rentang yang disebut peta R.
2. Peta X dan S, bila ukuran sampel (n) cukup besar (n>10), metode
rentang kehilangan efisiensinya karena rentang mengabaikan semua
informasi dalam sampel antara Xmax dan Xmin.
b. Control Chart untuk atribut
Yaitu Control Chart untuk karakteristik kualitas yang tidak mudah dinyatakan
dalam bentuk numerik. Contohnya inspeksi secara visual seperti penentuan
cacat warna, goresan, berkarat, dan sebagainya. ControlChart untuk atribut ini
terdiri dari: peta p, peta np, peta u,dan peta c.
1. Peta p
Peta ini menggambarkan bagian yang ditolak karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Untuk membuat peta p ini dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut:
k i i k i i n p n p CL 1 1 1 n p p pUCL 3 (1 ) dan
n p p p
(25)
2. Peta np
Peta ini menggambarkan banyaknya unit yang ditolak dalam sampel yang berukuran konstan. Untuk membuat peta np ini dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut:
n k p p n CL k i o
1 1
) 1 (
3 o o
o np p
p n
UCL dan LCLnpo 3 npo(1po)
3. Peta c
Peta ini menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian atau kecacatan dalam sampel berukuran konstan. Satu benda yang cacat memuat paling sedikit satu ketidaksesuaian, tetapi sangat mungkin satu unit sampel memiliki beberapa ketidaksesuaian, tergantung sifat dasar ke lannya. Untuk membuat peta c ini dapat digunakan rumus sebagai berikut: k p c CL k i
1 1
c c
UCL 3 dan LCLc3 c
4. Peta u
Peta ini menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian dalam satu unit sampel dan dapat dipergunakan untuk ukuran sampel tidak konstan. Untuk membuat peta u ini dapat dipergunakan rumus-rumus sebagai berikut:
(26)
k i i k i n p u CL 1 1 1 n u uUCL 3 dan
n u u
LCL 3
3.3.3. Tahap Analyze7
Dalam tahapan analyze, tujuannya adalah untuk menggunakan data dari
tahapan measure untuk memulai menentukan hubungan sebab-akibat dalam proses
dan memahami berbagai sumber variabilitas. Dengan kata lain, dalam menganalisis langkah kita ingin menentukan penyebab potensi cacat, masalah kualitas, masalah pelanggan, waktu siklus atau limbah dan inefisiensi yang menganggu jalannya proyek. Hal ini penting untuk memisahkan sumber variabilitas dalam penyebab umum dan penyebab khusus.
Pada tahap ini, tiga hal yang perlu dilakukan yaitu: 1. Menentukan stabilitas dan kemampuan proses
Proses industri harus dipandang sebagai suatu penigkatan terus-menerus, yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan suatu produk (barang dan/atau jasa), pengembangan produk, proses produksi, sampai kepada distribusi kepada pelanggan. Berdasarkan informasi sebagai umpan balik yang dikumpulkan dari pengguna produk itu dapat dikembangkan ide untuk menciptakan produk baru atau memperbaiki produk lama beserta proses produksinya.
7
(27)
2. Menentukan target kinerja dari karakteristik kualitas kunci
Setelah melakukan analisis kapabilitas maka langkah selanjutnya adalah menetapkan target-target kinerja dari setiap karakteristik kualitas kunci untuk ditingkatkan. Konseptual penetapan target kinerja dalam program pendekatan kualitas merupakan hal yang sangat penting, oleh karena itu harus mengikuti
prinsip dari SMART (specific/measurabl/achievabl/result oriented/time
bound).
3. Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas
Pada proses analyze terdapat pemilihan peta kontrol yang disini digunakan peta
kontrol-u karena data yang digunakan adalah data atribut dengan ukuran sampel yang berbeda-beda. Data yang dikumpulkan berupa jumlah ketidaksesuaian dalam sampel. Banyaknya ketidaksesuaian rata-rata per unit dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
3.3.3.1.ParetoDiagram8
Pareto diagram dibuat untuk menemukan atau mengetahui masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan. Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang dominan maka kita akan bisa menetapkan prioritas perbaikan. Perbaikan pada faktor penyebab yang dominan ini akan membawa pengaruh yang lebih besar
8
(28)
dibandingkan dengan penyelesaian penyebab yang tidk berarti. Langkah-langkah
pembuatan pareto diagram adalah sebagai berikut :
Kumpulkan data dan susun data berdasarkan jumlah yang paling besar
ke yang paling kecil/tentukan jumlah kumulatifnya.
Gambar grafik dengan sumbu y sebagai jumlah data dan sumbu x
sebagai kategori data dan digambar dengan skala yang tepat.
Gambarkan diagram batang pada sumbu x sesuai kategori data dan
jumlahkan mulai dari jumlah data terbesar hingga yang terkecil.
Dengan menggunakan tabel kumulatif gambar grafik kumulatifnya
Setelah didapat diagram pareto maka dapat kita simpulkan kategori yang paling dominan dari tiap kategori.
Gambar 3.2. Diagram Pareto
3.3.3.2.Cause and Effect Diagram9
Tujuan dari diagram sebab akibat ini adalah membantu mengatasi penyebab masalah yang tidak dapat diatasi, menyediakan struktur untuk identifikasi masalah,
9
Michael L. George, Dkk, The Lean Six Sigma Pocket Toolbook, (New York: McGraw-Hill), hal. 146
(29)
dan memastikan ide pemecahan masalah yang diperoleh dari hasil brainstorming. Langkah-langkah membuat diagram sebab akibat adalah sebagai berikut:
1. Memberi nama masalah secara spesifik
2. Memutuskan masalah utama sebagai penyebab masalah dan menuliskannya dalam diagram
3. Melakukan brainstorming secara detail mengenai penyebab masalah
4. Melakukan review pada diagram secara kompleks
5. Mendiskusikan hasil diagram akhir
6. Mengembangkan rencana untuk mengonfirmasi potensi penyebab masalah secara aktual dan jangan melakukan tindakan sampai memverifikasikan penyebab masalah.
3.3.3.3.Scatter Diagram
Scatter diagram sangat berguna untuk mendeteksi korelasi (hubungan)
antara dua variable (faktor), sekaligus juga memperlihatkan tingkat hubungan
tersebut (kuat atau lemah). Diagram scatter juga menjadi dasar pembuatan chart
yang sering digunakan dalam peramalan.
Pada pemanfaatannya, scatter diagram membutuhkan data berpasangan
sebagai bahan baku analisisnya, yaitu sekumpulan nilai x sebagai faktor yang independen berpasangan dengan sekumpulan nilai y sebagai faktor dependen. Melalui penggambaran data tersebut dalam scatter diagram, akan dapat dilakukan analisa lebih lanjut, sejauhmana antara faktor x dan y memiliki korelasi, yang
(30)
tingkat keeratan hubungan antar faktor tersebut. Dikatakan kedua faktor itu berhubungan sangat erat bila nilai rho mendekati angka +1. Di samping itu, juga akan dapat disimpulkan kecenderungan arah korelasi tersebut (positif atau negatif). Korelasi memiliki kecenderungan positif bila setiap pertambahan faktor x menyebab-kan pertambahan faktor y, sebaliknya kecenderungan negatif bila setiap pertambahan menyebabkan pengurangan faktor y.
Tujuan penggunaan Scatter Diagram
1. Menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel,
2 Menentukan jenis hubungan dari dua variabel itu, apakah positif, negatif dan
tidak ada hubungan
3.3.4. Tahap Improve10
Dalam tahapan measure dan analyze, tim difokuskan untuk memutuskan
KPIVs dan KPOVs dalam penelitian, data apa yang dikumpulkan, bagaimana menganalisis dan menampilkan data, mengidentifikasi potensi sumber variabilitas, dan menentukan bagaimana menafsirkan data yang diperoleh. Dalam tahapan improve, mereka beralih ke pemikiran kreatif tentang perubahan tertentu yang dapat dibuat dalam proses dan hal-hal lain yang bisa dilakukan untuk memiliki dampak yang diinginkan pada kinerja proses. berbagai alat dapat digunakan dalam
tahapan improve. Merancang ulang proses untuk meningkatkan alur kerja dan
mengurangi bottleneck dan work-in-process akan membuat ekstensif menggunakan
flow chart dan / atau peta value stream.
10
(31)
11
Pada tahap improve, dilakukan pemecahan masalah dengan cara
memberikan solusi yang tepat terhadap masalah yang terjadi, mengevaluasi, menyeleksi, dan mengoptimisasi solusi terbaik untuk pemecahan masalah, serta mengembangkan solusi terbaik yang dipilih agar mendapatkan hasil perbaikan
yang sesuai dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3.3.5. Tahap Control
Tujuan dari tahapan control untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang
tersisa pada proyek dan menyerahkan proses improve kepada pemilik proses
dengan rencana melakukan pengendalian proses dan prosedur lain yang diperlukan untuk memastikan bahwa keuntungan dari proyek tersebut akan dilembagakan. Artinya, tujuannya adalah untuk memastikan bahwa keuntungan yang membantu dalam proses dan jika mungkin, perbaikan akan dilaksanakan dalam proses serupa lainnya dalam bisnis. Pemilik proses harus dilengkapi dengan sebelum dan setelah data pada metrik proses kunci, operasi dan dokumen pelatihan, dan diperbarui peta proses saat ini. Rencana pengendalian proses harus menjadi sistem untuk memantau solusi yang telah dilaksanakan, termasuk metode dan metrik untuk audit
berkala. Control chart adalah alat statistik yang penting yang digunakan dalam
langkah pengendalian DMAIC; banyak rencana pengendalian proses melibatkan diagram kontrol pada kritis metrik proses.
11
(32)
3.4. FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) 12
FMEA merupakan suatu metode yang sistematik dalam mengidentifikasi dan mencegah masalah yang terjadi pada produk dan proses. Penggunaan efektif FMEA dapat menghasilkan pengurangan dalam hal berikut :
1. Meningkatkan reliabilitas dan kualitas produk/proses. 2. Meningkatkan kepuasan pelanggan.
3. Cepat dalam mengidentifikasi dan mengurangi kecacatan yang terjadi pada produk/proses.
4. Memprioritaskan pada kekurangan produk/proses.
5. Mendapatkan perekayasaan atau pembelajaran keorganisasian. 6. Menekankan pada pencegahan terjadinya masalah.
7. Mempunyai sistem pengulangan jenis kecacatan komponen yang sistematik untuk meyakinkan bahwa beberapa kegagalan minimal menghasilkan kerugian bagi produk dan proses.
8. Mengetahui efek-efek dari kegagalan pada produk atau proses yang diteliti dan fungsi-fungsinya.
9. Menetapkan komponen-komponen dari produk atau proses yang gagal akan memiliki efek kritis pada produk atau proses dan kecacatan-kecacatan tersebut akan menghasilkan efek merugikan.
Tujuan dari penerapan FMEA adalah mencegah masalah terjadi pada proses dan produk. Jika digunakan dalam desain dan proses manufaktur, FMEA dapat mengurangi atau menekan biaya dengan mengidentifikasi dan memperbaiki produk
12
(33)
dan proses secara cepat pada saat proses pengembangan. Pembuatannya relatif mudah serta tidak membutuhkan biaya yang banyak. Hasilnya adalah proses menjadi lebih baik karena telah dilakukan tindakan koreksi dan mengurangi serta mengeliminasi kegagalan.
Dalam industri otomotif, kebanyakan perusahaan membagi FMEA ke dalam dua jenis yaitu sebagai berikut:
1. Design FMEA Berfokus pada pemeriksaan fungsi subsistem, komponen atau sistem utama. Fokus dari desain FMEA adalah pada desain produk yang akan
dikirimkan ke konsumen akhir. Design FMEA membantu di dalam desain
proses dengan mengidentifikasi tipetipe kegagalan yang diketahui dan dapat diduga. Kemudian mengurutkan kegagalan tersebut berdasarkan dampak yang diakibatkan produk.
2. Process FMEA Berfokus pada penelitian proses yang digunakan untuk
membuat komponen, subsistem, atau sistem utama. Process FMEA
mengungkap masalah yang berkaitan dengan proses pembuatan produk. Process
FMEA digunakan untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegagalan proses dengan pengurutan tingkat kegagalan dan membantu untuk menetapkan prioritas berdasarkan dampak yang diakibatkan baik pada pelanggan eksternal maupun
internal. Penerapan process FMEA membantu untuk mengidentifikasi
penyebab-penyebab yang potensial pada manufaktur maupun perakitan dalam rangka menetapkan kendali untuk mengurangi dan mendeteksi kejadian.
(34)
3.4.1. Tahapan Pembuatan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Prosedur dalam pembuatan FMEA mengikuti sepuluh tahapan berikut ini 1. Melakukan peninjauan terhadap proses.
2. Mengidentifikasi potential failure mode (mode kegagalan potensial) padaproses.
3. Membuat daftar potential effect (akibat potensial) dari masing-masing mode
kegagalan.
4. Menentukan peringkat severity untuk masing-masing cacat yang terjadi.
5. Menentukan peringkat occurance untuk masing-masing mode kegagalan.
6. Menentukan peringkat detection untuk masing-masing mode kegagalan dan/atau
akibat yang terjadi.
7. Menghitung nilai Risk Priority Number (RPN) untuk masing-masingcacat.
8. Membuat prioritas mode kegagalan berdasarkan nilai RPN untuk dilakukan tindakan perbaikan.
9. Melakukan tindakan untuk mengeliminasi atau mengurangi kegagalan yang paling banyak terjadi.
10.Mengkalkulasi hasil RPN sebagai mode kegagalan yang dikurangi atau dieliminasi.
Kesepuluh tahapan tersebut dituangkan ke dalam lembar kerja FMEA.
3.5. Logika Fuzzy13
Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang
input ke dalam suatu ruang output. Logika fuzzy merupakan salah satu metode
13
Sri Kusumadewi, Hari Purnomo. 2002. Analisis & Desain Fuzzy Menggunakan Tool. Box Matlab. Yogyakarta: Graha Ilmu. h. 2-3, 17
(35)
untuk melakukan analisa system yang mengandung ketidakpastian. Penerapan
logika fuzzy dalam FMEA adalah untuk membantu menentukan nilai Risk Priority
Number dari kegagalan yang terjadi. Dengan melakukan metode fuzzy FMEA ini, perusahaan dapat menentukan proses mana yang harus diprioritaskan untuk diberikan solusinya secara bertahap sehingga dapat meminimalkan terjadinya kegagalan dalam proses produksi. Terdapat beberapa alasan mengapa orang
menggunakan logika fuzzy antara lain :
1.Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari
penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.
2. Logika fuzzy sangat fleksibel.
3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.
4.Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi non linier yang sangat
kompleks.
5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman
para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.
6.Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara
konvensional.
7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.
3.6. Himpunan Crisp dan Himpunan Fuzzy
Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu
himpunan A, yang sering ditulis dengan µ[x], memiliki dua kemungkinan: 1. Satu (1), yang berarti bahwa item menjadi anggota dalam suatu himpunan.
(36)
2. Nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan.
Himpunan crisp A didefinisikan oleh item-item yang ada pada himpunan
itu. Jika aɛA, angka nilai yang berhubungan dengan a adalah 1. Namun, jika aɛA,
maka nilai yang berhubungan dengan a adalah o. Notasi A={x|P(x)} menunjukkan bahwa A berisi item x dengan P(x) benar. Jika X merupakan fungsi karakteristik A dan properti P, maka dapat dikatakan bahwa P(x) benar, jika dan hanya jika X
(x)=1. Kalau pada himpunan crisp, nilai A keanggotaan hanya ada dua
kemungkinan yaitu 0 dan 1, pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada
rentang 0 dan 1. Apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy µ[x]=0, berarti x tidak
menjadi anggota himpunan. Demikian pula apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy µ A[x]=1, berarti x menjadi anggota penuh himpunan A.
3.7. Fungsi Keanggotaan14
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan ) yang memiliki interval antara 0 dan 1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Ada beberapa fungsi yang bisa digunakan.
3.7.1. Representasi Linier
Pada representasi linier, pemetaan input ke derajat keanggotaannya
14
Sri Kusumadewi, Purnomo Hari. 2004. Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan..
(37)
digambarkan sebagai suatu garis lurus. Bentuk ini paling sederhana dan menjadi pilihan yang baik untuk mendekati suatu konsep yang kurang jelas.
Ada dua keadaan himpunan fuzzy yang linier. Pertama, kenaikan derajat keanggotaan nol [0] bergerak ke kanan menuju ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih tinggi.
Gambar 3.3. Representasi Linear Naik Fungsi keanggotaan :
µ[x] = {
Kedua, merupakan kebalikan yang pertama. Garis lurus dimulai dari nilai domain dengan derajat keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian bergerak menurun ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah.
b 0
(38)
Gambar 3.4. Representasi Linear Turun Fungsi keanggotaan :
µ[x] = {
3.7.2. Representasi Kurva Segitiga
Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara dua garis (linier).
Gambar 3.5. Kurva Segitiga Fungsi keanggotaan :
µ[x] = {
(39)
3.7.3. Representasi Kurva Trapesium
Kurva segitiga pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada
beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1.
Gambar 3.6. Kurva Trapesium Fungsi keanggotaan :
µ[x] = {
3.7.4. Representasi Kurva Bentuk Bahu
Daerah yang terletak di tengah-tengah suatu variabel yang
direpresentasikan dalam bentuk segitiga, pada sisi kanan dan kirinya akan naik dan turun. Tetapi terkadang salah satu sisi dari variabel tersebut tidak mengalami
perubahan. Himpunan fuzzy „bahu‟ bukan segitiga, digunakan untuk mengakhiri
variabel suatu daerah fuzzy. Bahu kiri bergerak dari benar ke salah, demikian juga bahu kanan bergerak dari salah ke benar.
(40)
3.7.5. Representasi Kurva-S
Kurva PERTUMBUHAN dan PENYUSUTAN merupakan kurva-S atau sigmoid yang berhubungan dengan kenaikan dan penurunan permukaan secara tak linier. Kurva-S untuk PERTUMBUHAN akan bergerak dari sisi paling kiri (nilai keanggotaan = 0) ke sisi paling kanan (nilai keanggotaan = 1). Fungsi keanggotaannya akan tertumpu pada 50% nilai keanggotaannya yang sering disebut dengan titik infleksi.
1 Derajat
keanggotaan µ[ x ]
0
R1 domain Rn
Gambar 3.7. Himpunan fuzzy dengan kurva-S: Pertumbuhan
Kurva-S untuk PENYUSUTAN akan bergerak dari sisi paling kanan (nilai keanggotaan = 1) ke sisi paling kiri (nilai keanggotaan = 0).
1 derajat keanggotaan
µ[ x ]
0
Ri domain Ri
(41)
Kurva-S didefenisikan dengan menggunakan tiga parameter, yaitu : nilai
keanggotaan nol ( α ), nilai keanggotaan lengkap ( ), dan titik infleksi atau
crossover ( ) yaitu titik yang memiliki domain 50% benar. Gambar berikut menunjukkan karakterisik kurva-S dalam bentuk skema.
1 derajat
keanggotaan
µ[ x ] 0.5
0
R1
domain Rn
µ[ x ]=0 α µ[ x ]=1
µ[ x ]=0.5
Gambar 3.9. Karakteristik fungsi kurva-S Fungsi keanggotaan kurva PERTUMBUHAN adalah :
0 → x ≤α
2
(
x−α)
/(
− α)
2 → α ≤x≤S ( x;α; ; )=
(
−α)
2 → ≤x ≤
1 − 2 ( −x) /
1
→ x ≥
Sedangkan fungsi keanggotaan pada kurva PENYUSUTAN adalah :
1 → x ≤α
−2
(
x − α)
/(
− α)
2 → α ≤x≤ 1S ( x;α; ; )=
2
(
−x)
/(
− α)
2 → ≤ x ≤(42)
3.7.6. Representasi Kurva Bentuk Lonceng (Bell Curve)
Untuk mempresentasikan bilangan fuzzy, biasanya digunakan kurva bentuk
lonceng. Kurva berbentuk lonceng ini terbagi atas tiga kelas, yaitu : himpunan
fuzzy π , beta, dan Gauss. Perbedaaan ketiga kurva ini terletak pada gradiennya.
3.7.6.1.Kurva
Kurva π berbentuk lonceng dengan derajat keanggotaannya 1 (satu),
terletak pada pusat dengan domain ( ), dan lebar kurva ( ).
Gambar 3.10. Karakteristik fungsional kurva
Fungsi Keanggotaan
− , − → x ≤ S ( x;
2 , )
π (x; ; )=
1 −S x; , + , + → x > 2
(43)
3.7.6.2.Kurva BETA
Seperti halnya kurva PI, kurva BETA juga berbentuk lonceng namun lebih rapat. Kurva ini juga didefenisikan dengan dua parameter, yaitu nilai pada domain yang menunjukkan pusat kurva ( ), dan setengah lebar kurva ( ). Nilai kurva untuk suatu nilai domain x diberikan sebagai :
Pusat 1
derajat keanggota an
µ[ x ] 0.5
0
R1 Titik Titik Rn
Infleksi Infleksi
− +
Domain
Gambar 3.11. Karakteristik fungsional kuva BETA Fungsi Keanggotaan :
B (x; ) = 1
1 (
-) 2
Salah satu perbedaan mencolok kurva BETA dari kurva PI adalah, fungsi keanggotaannya akan mendekati 0(nol) jika hanya jika nilai ( ) sangat besar.
(44)
3.7.6.3.Kurva GAUSS
Jika kurva BETA menggunakan dua parameter yaitu ( ) dan ( ), kurva GAUSS juga menggunakan ( ) untuk menunjukkan nilai domain pada pusat kurva, dan (k) yang menunjukkan lebar kurva.
Pusat 1
derajat keanggotaan
µ[ x ] 0.5
0
R1
R j Leba
Domain
Gambar 3.12. Karakteristik Fungsional Kurva GAUSS
Fungsi keanggotaan :
G ( x; k , )= e−k( −x)2 3.8. Metode Mamdani
Metode mamdani sering dikenal sebagai metode Max-Min. Metode ini
diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975. Untuk mendapatkan output, diperlukan 4 tahapan :
1. Pembentukan himpunan fuzzy
(45)
Pada metode mamdani, baik variabel input maupun variabel output dibagi menjadi satu atau lebih himpunan fuzzy.
2. Aplikasi fungsi implikasi (aturan)
Pada metode mamdani, fungsi implikasi yang digunakan adalah Min.
3. Komposisi aturan
Tidak seperti penalaran monoton, apabila sistem terdiri dari beberapa aturan, maka inferensi diperoleh dari kumpulan dan korelasi antar aturan. Ada 3 metode yang digunakan dalam melakukan inferensi sistem fuzzy, yaitu : max, additive, dan probabilistic OR (probor).
a. Metode Max (Maximum)
Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai maksimum aturan, kemudian menggunakannya untuk memodifikasi daerah fuzzy, dan mengaplikasikannya ke output dengan menggunakan operator OR (union). Jika semua proposisi telah dievaluasi, maka output akan berisi suatu himpunan fuzzy yang merefleksikan konstribusi dari tiap-tiap proposisi. Secaa umum dapat dituliskan :
µsf[Xi] = max(µsf[Xi],µkf[Xi])
dengan :
µsf[Xi] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i;
µkf[Xi] = nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-i;
Misalkan ada tiga aturan (proposisi) sebagai berikut : [R1] IF Biaya Produksi RENDAH And Permintaan NAIK THEN Produksi Barang BERTAMBAH ;
(46)
[R2] IF Biaya Produksi STANDAR THEN Produksi Barang NORMAL ;
[R3] IF Biaya Produksi TINGGI And Permintaan TURUN THEN Produksi Barang BERKURANG ;
Proses inferensi dengan menggunakan metode Max dalam melakukan komposisi aturan seperti terlihat pada gambar berikut ini.
1. Input fuzzy 2. Aplikasi 3. Aplikasi
operasi fuzzy metode implikasi
NAIK
BERTAMBAH
Rendah
IF Biaya Produksi RENDAH AND Permintaan NAIK THEN Produksi Barang BERTAMBAH
STANDAR NORMAL
Tak ada
IF Biaya Produksi STANDAR THEN Produksi Barang NORMAL
TINGGI TURUN BERKURANG
IF Biaya Produksi TINGGI And Permintaan TURUN THEN Produksi Barang BERKURANG
(47)
4. Aplikasi metode komposisi (max)
Gambar 3.13. Komposisi aturan Fuzzy : Metode MAX
b. Metode Additive (Sum)
Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara
melakukan bounded-sum terhadap semua output daerah fuzzy. Secara
umum dituliskan :
µsf[Xi] = min(1,µsf[Xi] + µkf[Xi])
dengan :
µsf[Xi] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i;
µkf[Xi] = nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-i;
c. Metode Probabilistik OR (probor)
Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara
melakukan product terhadap semua output daerah fuzzy. Secara umum
dituliskan :
µsf[Xi] = (µsf[Xi] + µkf[Xi]) - (µsf[Xi] * µkf[Xi])
dengan :
µsf[Xi] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i;
(48)
4. Penegasan (defuzzy)
Input dari proses defuzzy adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. Sehingga jika diberikan suatu
himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka harus dapat diambil suatu nilai crisp
tertentu sebagai output seperti terlihat pada gambar 3.3.
Daerah fuzzy „A‟
Output :
Daerah fuzzy ‘D’
Daerah fuzzy „B‟ Daerah fuzzy „C‟
Nilai yang diharapkan
Gambar 3.14. Proses Defuzzy
Ada beberapa metode defuzzy yang bisa dipakai pada komposisi aturan Mamdani, antara lain:
a. Metode Centroid (Composite Moment)
(49)
daerah fuzzy. Secara umum dirumuskan :
Untuk variabel kontinu, atau
∑
∑ Untuk variabel diskret
b. Metode Bisektor
Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai
keanggotaan setengah dari jumlah total nilai keanggotaan pada daerah fuzzy. Secara umum dituliskan :
zpsedemikian hingga∫Rp1 µ ( z ) dz =∫pRn µ( z )dz
c. Metode Mean of Maximum (MOM)
Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai rata-rata
domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum.
d. Metode Largest of Maximum (LOM)
Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai terbesar
dari domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum.
e. Metode Smallest of Maximum (SOM)
Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai terkecil
(50)
3.9. Implementasi Perbaikan Kualitas Menggunakan Metode Six Sigma Untuk Mengurangi Jumlah Cacat Produk Sajadah pada Perusahaan PT. Pondok Tekstil Kreasindo15
3.9.1. Latar Belakang
PT. Pondok Tekstil Kreasindo adalah perusahaan yang bergerak dibidang industri sajadah. Menghasilkan produk yang baik merupakan salah satu tujuan perusahaan PT. Pondok Tekstil Kreasindo yang berorientasi pada kepuasan konsumen. Saat ini masih terdapat keluhan konsumen terhadap produk sajadah ini karena masih terdapat beberapa cacat pada produk sajadah, seperti jahitan yang tidak mengikuti pola, masih terdapat bolong pada sajadah, dll. Masih terdapat cacat pada produk sajadah di PT. Pondok Tekstil Kreasindo dapat mengurangi keuntungan dan kepuasan konsumen, sehingga perlu dilakukan perbaikan terhadap proses produksi untuk mengurangi cacat produk sajadah agar perusahaan mendapatkan keuntungan yang optimal serta mempertahankan tingkat kepuasan konsumen akan produk yang dihasilkan perusahaan PT. Pondok Tekstil Kreasindo, sehingga perusahaan dapat bertahan dan berkembang.
3.9.2. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan data merupakan proses mengumpulkan data yang dibutuhkan sebagai input dalam melakukan perhitungan pada penelitian berupa jenis-jenis cacat yang ada, jumlah cacat produk per periode, dan jumlah produksi produk sajadah.
15
Widi Wardhana., 2015. “Implementasi Perbaikan Kualitas Menggunakan Metode Six Sigma Untuk Mengurangi Jumlah Cacat Produk Sajadah Pada Perusahaan PT.Pondok Tekstil Kreasindo”.
(51)
Pengolahan data merupakan proses untuk mengolah data input agar didapatkan output berupa solusi untuk mengurangi cacat.
3.9.2.1.Define
Tahap define dilakukan dengan mengidentifikasi proses produksi dan jenis
cacat. Pada tahap ini dapat dilakukan pembuatan peta proses operasi (Operation
Process Chart) dengan tujuan untuk mengetahui secara keseluruhan proses yang
terjadi dalam pembuatan produk sajadah dan dapat ditentukan penentuan Critical to
Quality (CTQ).
3.9.2.2.Measure
Pada tahapan ini dapat ditentukan penentuan Critical to Quality (CTQ). Tahap
Measure bertujuan untuk mengukur dan menganalisa permasalahan dari data-data yang ada. Untuk mengukur permasalahan yang ada dapat dilakukan perhitungan Defect per Million Opportunities (DPMO) untuk mengukur kinerja perusahaan pada saat ini, Perhitungan DPMO dan nilai Sigma dilakukan berdasarkan penentuan CTQ.
3.9.2.3.Analyze
Tahapan analyze adalah tahap ketiga dalam metode peningkatan kualitas Six
Sigma yang terdiri dari Analisis Terhadap Ukuran DPMO dan Sigma Level,
penentuan penyebab dan akar masalah dengan menggunakan Process Decision
Program Chart (PDPC) yang terdapat dalam7 Management Planning Tools, dan
perhitungan biaya rework.
(52)
3.9.2.4.Improve
Pada tahapan ini akan mendiskusikan mengenai ide-ide untuk melakukan suatu improvement berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan. Selain itu juga dilakukan percobaan untuk melihat hasilnya sudah efektif atau belum.
3.9.2.5.Control
Setelah keempat tahapan diatas sudah dilakukan maka tahapan selanjutnya adalah
membuat suatu rencana dan merancang pengukuran atas hasil improvement yang
sudah dilakukan agar dapat dikontrol dan diawasi secara berkesinambungan.
3.9.3. Kesimpulan dan Saran 3.9.3.1.Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari hasil pengamatan dan penelitian yang dilakukan di perusahaan PT. Pondok Tekstil Kreasindo, adalah sebagai berikut: 1. Jenis cacat yang paling kritis dan harus dilakukan adalah cacat bolong. Penyebab
jenis cacat bolong berdasarkan faktor operator, metode, dan peralatan. Faktor yang paling menyebabkan cacat bolong adalah faktor metode. Faktor metode disebabkan karena SOP perusahaan yang belum baik sehingga tebal gulungan benang menjadi tidak sama satu sama lain tidak mengetaui jika benang akan habis.
2. Usulan tindakan perbaikan yang diberikan kepada PT. Pondok Tekstil Kreasindo adalah dengan memisahkan pemakaian gulungan benang dan menghitung jumlah
(53)
produk yang sudah dihasilkan dari gulungan benang, sehingga dapat diperkirakan kapan gulungan benang akan habis.
3. Nilai DPMO mengalami penurunan sebesar 32645,74 dan nilai sigma mengalami peningkatan sebesar 0,327s.Dengan menurun nya nilai DPMO dan naiknya nilai sigma dari 2,983s menjadi 3,31s, menandakan bahwa implementasi yang dilakukan cukup berhasil karena mampu mengurangi jumlah cacat pada perusahaan.
3.9.3.2.Saran
Saran untuk perusahaan adalah agar memisahkan penggunaan gulungan benang antar stasiun kerja dan menyediakan alat-alat untuk menghitung kapasitas gulungan benang. Perusahaan juga diharap mampu menjaga implementasi yang sudah ada dan mengembangkan implementasi yang sudah ada untuk kemajuan perusahaan.
3.10. Penerapan Fuzzy Failure Mode And Effect Analysis (Fuzzy FMEA) Dalam Mengidentifikasi Kegagalan Pada Proses Produksi Di PT. Daesol Indonesia16
3.10.1. Pendahuluan
PT XYZ merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi sunvisor PUPAD. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah kerusakan yang sering terjadi pada setiap proses. Dalam era globalisasi ini setiap perusahaan dituntut mampu bersaing
16
Emi Rusmiati., 2014. “Penerapan Fuzzy Failure Mode And Effect Analysis (Fuzzy FMEA) Dalam Mengidentifikasi Kegagalan Pada Proses Produksi Di PT. Daesol Indonesia”.
(54)
untuk dapat bertahan hidup. Untuk itu salah satu hal yang harus dilakukan adalah meningkatkan kualitas produk yang mereka hasilkan. Saat ini sudah banyak cara dan metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas suatu produk industri,
salah satunya adalah Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan penggunaan
logika fuzzy. FMEA merupakan suatu metode yang sistematik dalam mengidentifikasi
dan mencegah masalah yang terjadi pada produk dan proses (McDermott, 2009).
Logika fuzzy adalah suatu cara untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu
ruang output. Logika fuzzy merupakan salah satu metode untuk melakukan analisa
system yang mengandung ketidakpastian (Kusumadewi, 2002). Penerapan logika fuzzy dalam FMEA adalah untuk membantu menentukan nilai Risk Priority Number
dari kegagalan yang terjadi. Dengan melakukan metode fuzzy FMEA ini, perusahaan
dapat menentukan proses mana yang harus diprioritaskan untuk diberikan solusinya secara bertahap sehingga dapat meminimalkan terjadinya kegagalan dalam proses produksi. Oleh karena itu PT. Daesol Indonesia perlu menerapkan metode ini agar dapat meningkatkan kualitas pada produksinya sehingga dapat memuaskan konsumen.
3.10.1.1.Pengumpulan dan Pengolahan Data
Dalam rangka menjalankan kebijakan mutu perusahaan, kegiatan pengendalian kualitas di PT XYZ dilakukan pada seluruh sistem, mulai dari
diterimanya permintaan pelanggan dan pelaksanaan proses produksi, incomming
(55)
pelanggan atas produk yang dihasilkan. Berikut ini adalah data cacat pada foaming injection
Tabel 3.1. Data Jumlah Produksi yang Cacat Pada Injection Foaming
Diagram pareto dilakukan untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah utama
(jenis cacat) yang terjadi pada proses injection foaming. Data mengenai jumlah dan
jenis cacat yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 2.1. Untuk selanjutnya pembuatan diagram Pareto adalah sebagai berikut:
(56)
Gambar 3.15. Diagram Pareto Jenis Cacat Injection Foaming
Kemudian dibuat peta kendali P, seperti pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.16. Peta P Jumlah Cacat Injection Foaming
Dari nilai Cpk 1.34 berdasarkan dari nilai klasifikasi produk berdasarkan Cp maka nilai kapabilitas prosesnya sudah baik, proses dapat menghasilkan produk yang sesuai spesifikasi, tapi tetap harus dihati-hati karena masih ada produk yang dihasilkan cacat.
Yang dilakukan pada tahap ini adalah mengidentifikasi Potensial Failure
Mode, identifikasi Failure Effect, menetukan nilai severity, occurance dan detection
(57)
(58)
Tabel 3.2. Tabel Peringkat RPN dan FRPN ( Lanjutan )
Berdasarkan tabel 2.2 terlihat adanya perbedaan antara nilai, kategori dan peringkat antara RPN dan FRPN. Hal ini disebabkan perhitungan dengan menggunakan RPN hanya dilakukan dengan mengalikan S, O, dan D saja serta
tidak memperhatikan derajat kepentingan setiap input. Sedangkan nilai FRPN yang
diperoleh dari hasil fuzzifikasi, menghasilkan nilai dengan memperhatikan derajat
(59)
3.10.1.2.Kesimpulan
Berdasarkan proses pengolahan data dan analisis masalah dapat diketahui bahwa:
1. Kapabilitas proses pada proses pembuatan Sunvisor PUPAD adalah 1,34 masuk dalam kategori baik
2. Kategori cacat yang sering muncul adalah cacat bergelembung dengan persentase 40%.
3. Terdapat perbedaan peringkat antara RPN dan FRPN. Ini dikarenakan FRPN yang diperoleh dari hasil fuzzifikasi, menghasilkan nilai dengan memperhatikan derajat
kepentingan setiap input yang diberikan.
4. Peringkat tertinggi pada perhitungan RPN terdapat pada setiap jenis kegagalan sehingga menyebabkan kesulitan untuk menentukan jenis kegagalan yang akan
dilakukan perbaikan. Sedangkan untuk peringkat tertinggi nilai Fuzzy Risk Priority
Number (FRPN) terdapat pada proses Injection Forming. Maka yang diupayakan
untuk dilakukan rencana perbaikan adalah untuk proses Injection Forming karena
(60)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Gold Coin Indonesia yang berlokasi di Jl. Pulau Bali 2 KIM II, Mabar, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2015 hingga Juli 2015.
4.2. Jenis Penelitian17
Jenis penelitian ini termasuk penelitian sebab-akibat (Causal Research),
karena penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki hubungan sebab-akibat dengan cara mengamati akibat yang terjadi dan kemungkinan faktor (sebab) yang menimbulkan akibat tersebut.
4.3. Objek Penelitian
Objek penelitian pada penelitian ini adalah jumlah produk pakan ternak ayam crumble (butiran) yang di rework.
4.4. Variabel Penelitian
17
(61)
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen baik secara positif maupun secara negatif, variabel independen yang dipakai dalam penelitian ini adalah kadar air bahan baku jagung kuning lokal, umur ekonomis mesin hammer mill.
Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari variabel independen. Dalam penelitian ini, variabel dependen yang digunakan
adalah rework produk pakan ternak ayam crumble.
4.5. Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka berpikir merupakan landasan awal dalam melaksanakan penelitian. Untuk mendukung tujuan penelitian, terlebih dahulu mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan produk cacat. Masing-masing penyebab kecacatan tersebut menyebabkan dua jenis kecacatan yaitu kecacatan variabel (dimensi) dan kecacatan
atribut. Terdapat dua tahap yang akan dilakukan yaitu tahap DMAIC (Design,
Measure, Analyze, Improve dan Control) yang digunakan sebagai prosedur pemecahan masalah yang terstruktur dalam kualitas dan proses perbaikan kualitas dan fuzzy FMEA yang digunakan sebagai salah satu program peningkatan kualitas dan pengendalian kualitas yang dapat mencegah terjadinya kegagalan dalam suatu produk atau proses. Kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.
(62)
Kadar Air Jagung Kuning ≥ 23%
Umur Ekonomis Mesin Hammer Mill ≥ 10
Tahun
Perbaikan Kualitas dengan DMAIC dan
Fuzzy FMEA Rework Produk Pakan
Ternak Ayam Crumble Tinggi
Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian
4.6. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah kuesioner terbuka yang digunakan untuk mengetahui jenis kecacatan apa yang terjadi pada produk pakan ternak ayam jenis crumble (butiran) dalam pembuatan diagram pareto dan kuesioner semi terbuka yang digunakan untuk mengetahui berbagai penyebab dari jenis kecacatan yang didapat
dalam pembuatan cause and effect diagram.
4.7. Rancangan Prosedur Penelitian
Rancangan prosedur penelitian adalah tahapan-tahapan dalam melaksanakan suatu penelitian. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dimulai dari mengidentifikasi masalah kecacatan yang terjadi dalam produksi. Kemudian dilakukan studi pendahuluan untuk mengetahui metode pemecahan masalah. Pengumpulan data dilakukan untuk digunakan sebagai input dalam penelitian. Jenis
(63)
data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu data kuesioner terbuka yang digunakan untuk pembuatan diagram pareto dan kuesioner semi tebuka yang
digunakan untuk pembuatan cause and effect diagram. Pengolahan data
menggunakan metode DMAIC untuk mengetahui jenis kecacatan yang paling
mempengaruhi kecacatan dalam perusahaan, dan metode fuzzy FMEA digunakan
untuk mencegah masalah yang terjadi pada proses dan produk. Langkah-langkah prosedur penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.
(64)
Identifikasi Masalah Banyaknya terjadi rework yang
disebabkan kecacatan atribut
Studi Pendahuluan - Kondisi Perusahaan - Proses Produksi Pakan Ternak - Informasi Pendukung
Pengumpulan Data
Pengumpulan Data Primer - Kuesioner Terbuka (Data jenis kecacatan)
- Kuesioner Semi Terbuka (Data penyebab kecacatan)
Pengumpulan Data Sekunder - Sejarah Perusahaan
- Struktur Organisasi
- Data jumlah produk yang di rework Agus 2014 – Juli 2015
- Data jumlah produksi Agus 2014 – Juli 2015
Pengolahan Data Pengolahan Data DMAIC - Pengidentifikasi CTQ (Critical to Quality) - Pengukuran nilai DPMO dan Nilai Sigma - Perhitungan peta kontrol atribut (peta P) - Pembuatan pareto diagram - Pembuatan cause and effect diagram
- Pembuatan scatter diagram dan perhitungan korelasi - Perhitungan FMEA
- Perhitungan fuzzy FMEA - Pembuatan usulan perbaikan Pengolahan Data Fuzzy FMEA -Peninjauan terhadap proses.
-Pengidentifikasi potential failure mode (mode kegagalan potensial) pada proses.
-Pembuatan daftar potential effect (akibat potensial) -Penentuan peringkat severity untuk masing-masing cacat yang terjadi.
-Penentuan peringkat occurance untuk masing-masing mode kegagalan.
-Penentuan peringkat detection untuk masing-masing mode kegagalan dan/atau akibat yang terjadi.
-Dihitung nilai Risk Priority Number (RPN) untuk masing-masing cacat.
-Dibuat prioritas mode kegagalan berdasarkan nilai RPN untuk dilakukan tindakan perbaikan.
-Dilakukan tindakan untuk mengeliminasi atau mengurangi kegagalan yang paling banyak terjadi.
-Dikalkulasi hasil RPN sebagai mode kegagalan yang dikurangi atau dieliminasi.
-Perhitungan Proses Fuzzifikasi
-Penentuan Kategori yang perlu menjadi perhatian untuk perbaikan dari nilai FRPN
Analisis Pemecahan Masalah
Kesimpulan dan Saran Mulai
Selesai
Studi Literatur - Teori Pengendalian Kualitas - DMAIC
- Fuzzy FMEA
(65)
4.8. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan setelah keseluruhan data yang dibutuhkan baik data primer maupun data sekunder terkumpul, maka dilakukan pengolahan data. Peta atribut yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan peta p. Rumus yang digunakan dalam peta kontrol atribut dapat dilihat di bawah ini.
Peta p
Peta ini menggambarkan bagian yang ditolak karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Untuk membuat peta p ini dapat digunakan rumus-rumus sebagai berikut:
k i i k i i n p n p CL 1 1 1 n p p pUCL 3 (1 ) dan
n p p p
LCL 3 (1 )
Block Diagram untuk pengolahan data ditunjukkan pada dapat dilihat pada Gambar 4.3.
(66)
1. Critical to Quality
2. DPMO dan Nilai Sigma
3. Peta Kontrol Atribut
5. Cause and Effect Diagram
6. Scatter Diagram
4. Pareto Diagram
Data Pengamatan
7. Perhitungan FMEA
8. Fuzzy FMEA
- Menentukan potensial failure mode
- Mengideintifikasi failure mode
- Menentukan nilai severity
- Mengidentifikasi penyebab-penyebab dari kegagalan
- Menentukan nilai occurance
- Mengidentifikasi pengendalian proses - Menentukan nilai detection
- Menghitung nilai RPN - Melakukan Proses Fuzzifikasi - Menentukan peringkat dan Kategori
berdasarkan nilai FRPN
9. Usulan Perbaikan
(67)
4.9. Analisis Pemecahan Masalah
Analisis pemecahan masalah berawal dari perbaikan terhadap penyebab dari jenis kecacatan yang terbanyak yang terjadi di perusahaan tersebut. Metode yang digunakan untuk menganalisis pemecahan masalah penelitian ini dapat dilakukan
dengan diagram sebab-akibat (cause effect diagram) dan metode fuzzy FMEA untuk
mengetahui dan mencegah masalah yang terjadi pada proses secara cepat. Contoh diagram sebab-akibat yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.4.
(68)
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang diambil meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa data jenis kecacatan dan data penyebab kecacatan,. Sedangkan data sekunder yang diperoleh dari bagian dokumentasi perusahaan berupa data jumlah
produksi dan data jumlah produk pakan yang di rework.
5.1.1. Data Jenis Kecacatan
Berdasarkan hasil pengumpulan data diperoleh, responden I menyatakan
bahwa jenis kecacatan adalah crumble basah, butiran belang dan hancur. Hasil
(69)
Tabel 5.1. Rekapitulasi Hasil Jawaban Kuesioner Terbuka
No.
Responden Nama Umur
Jenis Kelamin Jawaban Pertanyaan I Jawaban Pertanyaan II Jawaban Pertanyaan III Responden
I Operator I
39 Tahun Laki-Laki Crumble basah, butiran belang, hancur Proses pengeringan dan penyaringan Material, karena bahan baku masih basah Responden II Operator II 50 Tahun Laki-Laki Produk basah, hancur, produk belang-belang Proses pengeringan dan pencampuran Metode, manusia (karena kurang teliti), material (karena jagung kuning belum kering) Responden III Operator III 47 Tahun Laki-Laki Produk masih basah, belang-belang dan hancur
Mixing dan pengeringan Manusia (kurang teliti), material (jagung masih basah/kurang kering) Sumber : Pengumpulan Data Kuesioner Terbuka
Hasil pengumpulan data tahap kedua yang diperoleh dari kuesioner semi terbuka akan ditunjukkan setelah didapat jenis kecacatan apa yang paling tinggi berdasarkan pengolahan data dari hasil kuesioner terbuka dengan menggunakan pareto diagram aturan 80-20.
(70)
5.1.2. Data Produksi Produk Pakan Ternak Ayam (Crumble)
Data produksi produk pakan ternak ayam (crumble) yang dikumpulkan dari
hasil dokumentasi cacatan perusahaan selama bulan Agustus 2014 sampai Juli 2015 dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2. Data Produksi Produk Pakan Ternak Ayam (crumble)
No Periode Jumlah Produksi Bags (1 Bags = 50 Kg)
1 Agustus 2014 9370
2 September 2014 11800
3 Oktober 2014 8440
4 November 2014 10455
5 Desember 2014 9219
6 Januari 2015 8790
7 Februari 2015 9817
8 Maret 2015 7500
9 April 2015 9250
10 Mei 2015 13183
11 Juni 2015 9820
12 Juli 2015 10122
(71)
5.1.3. Data Kecacatan Produk yang di Rework
Data kecacatan produk pakan ternak ayam (crumble) yang di rework
diperoleh dari hasil dokumentasi cacatan perusahaan selama bulan Agustus 2014 sampai Juli 2015 dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3. Data Kecacatan Produk yang di Rework
No Bulan
Jenis Kecacatan yang di Rework Bags ( 1 Bag = 50 Kg )
Butiran Belang Butiran
Basah Butiran Hancur
1 Agustus 2014 53 100 59
2 September 2014 64 65 94
3 Oktober 2014 53 99 48
4 November 2014 63 43 82
5 Desember 2014 51 33 54
6 Januari 2015 65 92 32
7 Februari 2015 72 46 64
8 Maret 2015 50 66 75
9 April 2015 78 86 71
10 Mei 2015 97 26 92
11 Juni 2015 70 29 62
12 Juli 2015 79 35 71
Total 795 720 804
S mber: ok me i Per h
5.2. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan pada laporan ini adalah menggunakan
metode DMAIC dan fuzzy FMEA. DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve dan
Control) merupakan sebuah tahapan proses yang sangat sistematis dan mengacu pada fakta yang terjadi untuk untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus.
(72)
5.2.1. Define
5.2.1.1.Pemilihan Objek Penelitian
PT. Gold Coin Indonesia Medan Mill merupakan pabrik yang memproduksi berbagai jenis produk pakan ternak, pada penelitian ini fokus penelitian hanya pada
jenis pakan ternak ayam bentuk crumble (butiran). Tujuan dari metode DMAIC ini
yaitu untuk meningkatkan kualitas produk pakan ternak ayam bentuk crumble dengan
meminimalisasi jumlah produk cacat sampai pada tingkat terendah, dengan mengendalikan faktor-faktor yang diindikasikan sebagai penyebabnya munculnya
kecacatan produk sehingga bisa meminimalisasi aktivitas rework.
5.2.1.2.Mengidentifikasi CTQ (Critical to Quality)
CTQ (Critical to Quality) merupakan kriteria produk yang telah ditetapkan
standarnya sebagai patokan kualitas produk yang diproduksi oleh perusahaan agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.
Dalam penelitian ini data jenis kecacatan yang dikelompokkan dapat dilihat pada tabel 5.4. sebagai berikut:
(73)
Tabel 5.4. CTQ Potensial Produk Pakan Ternak Ayam Crumble No. CTQ (Critical to Quality) Keterangan
1 Butiran Belang
Warna produk tidak homogen, terdapat yang coklat dan juga yang terlalu hitam. Sehingga kurang menarik
2 Butiran Basah Moisture produk masih basah, karena
kadar air > 12%
3 Butiran Hancur
Bentuk dan ukuran produk tidak
sesuai dengan bentuk crumble yang
telah ditetapkan perusahaan
5.2.2. Measure
5.2.2.1.Pengukuran DPMO (Defect Per Million Opportunities) dan Nilai Sigma ( )
Perhitungan DPMO merupakan ukuran yang baik bagi kualitas produk ataupun proses, sebab berkorelasi langsung dengan cacat, biaya dan waktu yang terbuang. Perhitungan besarnya nilai sigma produk dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus perhitungan sigma yang sudah baku, sebelum dilakukan perhitungan
nilai sigma, perlu diketahui dahulu oppurtinity yang mempengaruhi nilai sigma
tersebut. Oppurtinity adalah kesempatan yang memungkinkan terjadinya cacat
(defect). Nilai DPMO untuk periode bulan agustus 2014 adalah :
DPMO = e e
U i r i i x 10
6
=
2129.370 3 x 10
6
(74)
Dilakukan perhitungan untuk mencari nilai sigma ( ), yang merupakan ukuran dari kinerja perusahaan yang menggambarkan kemampuan dalam menghasilkan produk bebas cacat. Nilai sigma untuk periode bulan agustus 2014 adalah :
Nilai Sigma ( = Normsinv(10
6-DPM
106 ) + 1,5
= Normsinv(10
6-7.542
106 ) + 1,5
= 3,93
Rekapitulasi perhitungan untuk nilai DPMO dan nilai sigma dapat dilihat pada tabel 5.5. sebagai berikut :
Tabel 5.5. Rekapitulasi Nilai DPMO dan Nilai Sigma (
No. Bulan Jumlah Produksi Bags (1 Bags = 50 Kg)
Jumlah Cacat Jumlah CTQ Nilai DPMO Nilai Sigma
1 Agustus 2014 9370 212 3 7.542 3,93
2 September 2014 11800 223 3 6.299 3,99
3 Oktober 2014 8440 200 3 7.899 3,91
4 November 2014 10455 188 3 5.994 4,01
5 Desember 2014 9219 138 3 4.990 4,08
6 Januari 2015 8790 189 3 7.167 3,95
7 Februari 2015 9817 182 3 6.18 4,00
8 Maret 2015 7500 191 3 8.489 3,89
9 April 2015 9250 235 3 8.468 3,89
10 Mei 2015 13183 215 3 5.436 4,05
11 Juni 2015 9820 161 3 5.465 4,04
12 Juli 2015 10122 185 3 6.092 4,01
(75)
Untuk nilai DPMO dan nilai sigma ( ) selama periode bulan agustus 2014- juli 2015 dapat dilihat pada gambar 5.1. dan 5.2. sebagai berikut :
Gambar 5.1. Grafik Nilai DPMO Periode Bulan Agustus 2014 – Juli 2015
Gambar 5.2. Grafik Nilai Sigma Periode Bulan Agustus 2014 – Juli 2015
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
Nilai DPMO
Nilai DPMO
3,75 3,8 3,85 3,9 3,95 4 4,05 4,1
Nilai Sigma
(76)
5.2.2.2.Peta Kontrol Atribut
Peta kontrol dibuat untuk mengetahui apakah proses dalam kendali dan untuk memonitor variasi proses secara terus-menerus. Peta p menggambarkan bagian yang ditolak karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Perhitungan untuk 12
periode jenis kecacatan pada produk pakan ternak ayam crumble dapat dilihat pada
Tabel 5.7. Bedasarkan data yang ada, didapat nilai mean p(CL) sebagai berikut:
0200 , 0 12 2401 , 0
n np pBatas kelas Atas (UCL) dan Batas Kelas Bawah (LCL) dapat dihitung seperti dibawah ini :
n ) p 1 ( p 3 p
UCL
n ) p 1 ( p 3 p
LCL
Perhitungan UCL adalah sebagai berikut :
1412 , 0 12 0200 , 0 1 0200 , 0 3 0200 , 0 ) 1 ( 3 1 1 1 UCL UCL n p p p UCLPerhitungan LCL adalah sebagai berikut:
1012 , 0 12 0200 , 0 1 0200 , 0 3 0200 , 0 ) 1 ( 3 1 1 1 LCL LCL n p p p LCL 0(77)
Nilai pada LCL yang minus dibuat menjadi 0 karena tidak ada kecacatan per produk unit yang minus jumlahnya. Minimal jumlah kecacatan per unit adalah 0 sehingga angka minus diganti dengan 0.
Tabel 5.6. Perhitungan Peta p
No Jumlah
Produksi Jumlah Kecacatan P CL UCL LCL
1 9370 212 0.0226 0.0200 0.1412 0
2 11800 223 0.0189 0.0200 0.1412 0
3 8440 200 0.0237 0.0200 0.1412 0
4 10455 188 0.0180 0.0200 0.1412 0
5 9219 138 0.0150 0.0200 0.1412 0
6 8790 189 0.0215 0.0200 0.1412 0
7 9817 182 0.0185 0.0200 0.1412 0
8 7500 191 0.0255 0.0200 0.1412 0
9 9250 235 0.0254 0.0200 0.1412 0
10 13183 215 0.0163 0.0200 0.1412 0
11 9820 161 0.0164 0.0200 0.1412 0
12 10122 185 0.0183 0.0200 0.1412 0
Peta kontrol untuk produk pakan ternak ayam crumble dapat dilihat pada
(78)
Gambar 5.3. Peta Kontrol
5.2.3. Analyze
5.2.3.1.Pareto Diagram
Pareto Diagram digunakan untuk mengetahui jenis-jenis kecacatan yang memberikan kontribusi terhadap kecacatan dalam suatu perusahaan. Langkah awal yang dilakukan adalah mengurutkan setiap jenis kecacatan dari jumlah kecacatan terbesar hingga yang terkecil. Kemudian dilakukan perhitungan persentase kecacatan dan persentase kumulatif dari setiap jenis kecacatan. Pengurutan jenis kecacatan alas sandal dapat dilihat pada Tabel 5.7.
0,0000 0,0200 0,0400 0,0600 0,0800 0,1000 0,1200 0,1400 0,1600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
P CL UCL LCL
(79)
Tabel 5.7. Pengurutan Jenis Kecacatan Produk Pakan Ternak Ayam Crumble
No. Jenis Kecacatan Jumlah Cacat Persentase (%)
Persentase Kumulatif (%)
1 Butiran Hancur 804 34.670 34.670
2 Butiran Belang 795 34.282 68.952
3 Butiran Basah 720 31.048 100
Total 2319 100
S mber: Pe go h
Dari tabel diatas, maka dapat dibuat pareto diagram untuk kecacatan produk
pakan ternak ayam crumble yang dapat dilihat pada Gambar 5.4.
Sumber : Pengolahan Data ( Program Minitab16)
Gambar 5.4. Pareto Diagram Produk Pakan Ternak Ayam Crumble
Berdasarkan aturan 80-20 dapat dilihat bahwa terdapat dua jenis kecacatan yang memiliki persentase kesalahan kumulatif berkisar 80% yaitu butiran hancur dan butiran belang. Hasil diagram Pareto menunjukkan bahwa jenis kecacatan yang harus dianalisis lebih lanjut penyebab terjadinya permasalahan adalah produk pakan ternak
Jumlah Cacat 804 795 720 Percent 34.7 34.3 31.0 Cum % 34.7 69.0 100.0 Jenis Kecacatan Butiran Hancur Butiran Belang Butiran Basah
2500 2000 1500 1000 500 0 100 80 60 40 20 0 J u m la h C a c a t P e r c e n t
(80)
ayam crumble yang hancur dan belang. Setelah didapat bahwa jenis kecacatan yang
paling tinggi yaitu produk pakan ternak ayam crumble yang hancur dan belang, maka
dilakukan pengumpulan data untuk mengetahui penyebab-penyebab apa saja yang menjadi faktor terjadinya cacat tersebut.
Rekapitulasi hasil jawaban kuesioner semi terbuka dapat dilihat pada tabel 5.8.
(81)
Tabel 5.8. Rekapitulasi Hasil Jawaban Kuesioner Semi Terbuka
No.
Responden Nama Umur
Jenis
Kelamin Jabatan Manusia Metode Mesin Material
Responden I Heronimus P Barus 47 Tahun Laki-Laki Supervisor Produksi
Salah destinasi bin Raw Material
-
Slide pada bin masuk material tidak normal
Tekstur bahan baku kurang bagus Salah destinasi bin
barang jadi
Sistem program PLC rusak
Kadar air bahan baku (jagung kuning)
terlalu tinggi Ukuran Produk yang
tidak tepat (sesuai)
Responden
II Imeng Z
42 Tahun Laki-Laki Supervisor Produksi
Operator tidak tanggap dalam mengoperasikan mesin Jadwal produksi terlalu padat Proses penggilingan tidak halus
Tekstur bahan baku kurang bagus
Pengawasan dalam pergantian ration jalur
harus diperhatikan kembali sudah tepat apa
belum Terkendala banyak ration dadakan dari sales yang mengganggu proses produksi
Jalur produksi yang kurang optimal
Kadar air terlalu tinggi yang bisa mengakibatkan moistur terlalu tinggi,
tidak mencapai yang diinginkan oleh standart produksi kita Sampel harus di check
kembali baik mash/crumble
(1)
DAFTAR TABEL (LANJUTAN)
TABEL HALAMAN
5.11. Identifikasi Metode Deteksi Kegagalan ... V-27 5.12. Penilaian Deteksi Kegagalan (Detection, D) ... V-29 5.13. FMEA Produk Pakan Ternak Ayam Crumble ... V-32 5.14. Kategori Variabel Input... V-34 5.15. Parameter Fungsi Keanggotaan Variable Input ... V-34 5.16. Parameter Fungsi Keanggotaan Variable Output ... V-39 5.1.7. Aturan Nilai Variabel Input Berdasarkan Fuzzy Rules ... V-42 5.18. Nilai Variabel Input Proses FMEA ... V-46 5.19. Evaluasi Variabel Input (S=7, O= 5, D=5) ... V-47 5.20. Aturan yang Memiliki Daerah Hasil Fungsi Minimum ... V-51 5.21. Evaluasi Variabel Input (S=7, O= 4, D=6) ... V-57 5.22. Aturan yang Memiliki Daerah Hasil Fungsi Minimum ... V-62 5.23. Evaluasi Variabel Input (S=5, O= 5, D=4) ... V-71 5.24. Aturan yang Memiliki Daerah Hasil Fungsi Minimum ... V-75 5.25. Evaluasi Variabel Input (S=5, O= 6, D=2) ... V-82 5.26. Aturan yang Memiliki Daerah Hasil Fungsi Minimum ... V-87 5.27. Fuzzy FMEA Produk Pakan Ternak Ayam Crumble ... V-96
6.1. Hasil Perhitungan Nilai DPMO dan Nilai Sigma ( ) ... VI-1 6.2. Faktor-Faktor yang Menjadi Penyebab Kecacatan ... VI-6 6.3. FMEA Terhadap Proses dengan Nilai RPN ... VI-8
(2)
DAFTAR TABEL (LANJUTAN)
TABEL HALAMAN
6.5. Perbandingan Kategori Nilai RPN dan Fuzzy RPN ... VI-12 6.6. Usulan Tindakan Perbaikan ... VI-14
(3)
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
1.1. Produk yang di Rework ... II-3 2.1. Struktur Organisasi PT. Gold Coin Indonesia... II-3 3.1. Control Chart ... III-8
3.2. Diagram Pareto... III-13 3.3. Representasi Linear Naik ... III-22 3.4. Representasi Linear Turun ... III-23 3.5. Kurva Segitiga ... III-23 3.6. Kurva Trapesium ... III-24 3.7. Himpunan Fuzzy dengan Kurva-S: Pertumbuhan... III-25 3.8. Himpunan Fuzzy dengan Kurva-S: Penyusutan ... III-25 3.9. Karakteristik Fungsi Kurva-S ... III-26 3.10. Karakteristik Fungsional Kurva ... III-27 3.11. Karakteristik Fungsional Kurva BETA ... III-28 3.12. Karakteristik Fungsional Kurva GAUSS ... III-29 3.13. Komposisi Aturan Fuzzy : Metode MAX ... III-32 3.14. Proses Defuzzy ... III-33 3.15. Diagram Pareto Jenis Cacat Injection Foaming ... III-40 3.16. Peta P Jumlah Cacat Injection Foaming ... III-41 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3 4.2. Langkah-Langkah Proses Penelitian ... IV-5 4.3. Block Diagram Pengolahan Data ... IV-7
(4)
DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)
GAMBAR HALAMAN
4.4. Diagram Sebab-Akibat ... IV-8 5.1. Grafik Nilai DPMO Periode Bulan Agustus 2014-Juli 2015 .. V-8 5.2. Grafik Nilai Sigma Periode Bulan Agustus 2014-Juli 2015 ... V-8 5.3. Peta Kontrol ... V-11 5.4. Pareto Diagram Produk Pakan Ternak Ayam Crumble ... V-12 5.5. Diagram Sebab-Akibat Kecacatan Produk Pakan Ternak
Ayam Crumble Butiran Hancur ... V-17 5.6. Diagram Sebab-Akibat Kecacatan Produk Pakan Ternak
Ayam Crumble Butiran Belang ... V-18 5.7. Scatter Diagram Butiran Hancur vs Jumlah Cacat ... V-19
5.8. Scatter Diagram Butiran Belang vs Jumlah Cacat ... V-21
5.9. Representasi Variabel Output ... V-41 5.10. Grafik Fungsi Output Aturan 63 ... V-52 5.11. Grafik Fungsi Output Aturan 88 ... V-53 5.12. Komposisi Semua Output untuk Input S= 7, O=5, dan D=5 .. V-54 5.13. Solusi Daerah Fuzzy untuk Input S=7, O=5 dan D =5 ... V-55 5.14. Grafik Fungsi Output Aturan 58 ... V-63 5.15. Grafik Fungsi Output Aturan 59, 63 dan 64 ... V-64 5.16. Grafik Fungsi Output Aturan 83 ... V-65 5.17. Grafik Fungsi Output Aturan 84 dan 89 ... V-66 5.18. Grafik Fungsi Output Aturan 88 ... V-67
(5)
DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)
GAMBAR HALAMAN
5.19. Komposisi Semua Output untuk Input S= 7, O=4, dan D=6 .. V-68 5.20. Solusi Daerah Fuzzy untuk Input S=7, O=4 dan D =6 ... V-69 5.21. Grafik Fungsi Output Aturan 62 ... V-77 5.22. Grafik Fungsi Output Aturan 63 ... V-78 5.23. Komposisi Semua Output untuk Input S= 5, O=5, dan D=4 .. V-79 5.24. Solusi Daerah Fuzzy untuk Input S=5, O=5 dan D =4 ... V-80 5.25. Grafik Fungsi Output Aturan 61 ... V-88 5.26. Grafik Fungsi Output Aturan 62 ... V-89 5.27. Grafik Fungsi Output Aturan 66 ... V-90 5.28. Grafik Fungsi Output Aturan 67 ... V-91 5.29. Komposisi Semua Output untuk Input S= 5, O=6, dan D=2 .. V-92 5.30. Solusi Daerah Fuzzy untuk Input S=5, O=6 dan D =2 ... V-93 6.1. Grafik Nilai DPMO Periode Bulan Agustus 2014-Juli 2015 .. VI-2 6.2. Grafik Nilai Sigma Periode Bulan Agustus 2014-Juli 2015 ... VI-3 6.3. Peta Kontrol Atribut (Peta P) ... VI-4 6.4. Pareto Diagram Produk Pakan Ternak Ayam Crumble ... VI-5
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN HALAMAN
1. Tabel Kriteria Rating FMEA ... L-1 2. Kuesioner Terbuka Produk Pakan Ternak Ayam ... L-2 3. Kuesioner Semi Terbuka Produk Pakan Ternak Ayam ... L-3 4. Form Tugas Akhir ... L-4
5. Surat Penjajakan ... L-5 6. Surat Balasan Perusahaan ... L-6 7. Surat Keputusan Tugas Akhir... L-7 8. Form Asistensi Dosen ... L-8