61 Suku dalam kekerabatan Minangkabau menyerupai suatu klen matrilineal. Pada
masyarakat Minangkabau jodoh harus dipilih diluar suku. Pada masa dulu, adat mengharuskan seorang laki-laki kawin dengan anak perempuan mamaknya. Tetapi pada
zaman sekarang, pola-pola itu sudah mulai hilang. Bahkan karena pengaruh dunia modern perkawinan endogami local tidak lagi dipertahankan.
4.4.3. Sistem Kekerabatan Pada Suku Jawa
Suku bangsa ini adalah suku terbesar di Indonesia, mereka menduduki wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sebagian kecil Jawa Barat. Mereka memiliki satu bahasa
yaitu bahasa Jawa yang hanya terdapat perbedaan dialek saja. Sebagian besar orang Jawa menganut agama Islam yang berpusat di Jawa Tengah. Orang yang bertugas
menyebarkan agama Islam di Jawa dikenal dengan sebutan wali songo Sembilan wali. Selain agama Islam, suku bangsa Jawa juga ada yang memeluk agama Kristen, Hindu,
Buddha dan aliran kepercayaan. Dalam sistem kekerabatan orang Jawa berdasarkan prinsip keturunan bilateral
disebut juga kekerabatan parental parent = orang tua. Kekerabatan ini menarik garis keturunan diperhitungkan dari dua belah pihak, ayah dan ibu sehingga ego mempunyai
dua orang kakek dan dua orang nenek baik dari ayah maupun dari ibu Posman,2000:74. Kekerabatan bilateral ini dimiliki oleh suku bangsa: Jawa Sunda, dan Bugis-
Makasar. Namun pada umumnya, kekerabatan bilateral hampir terdapat diseluruh suku bangsa di Indonesia. Kekerabatan bilateral ini makin lama semakin luas, tetapi
anggotanya merasa merupakan satu golongan tersendiri. Golongan ini biasanya disebut suku bangsa, yang mempunyai adat-istiadat dan bahasa yang berasal dari nenek moyang
Universitas Sumatera Utara
62 mereka sendiri. Dengan prinsip bilateral atau parental ini maka ego mengenal
hubungannya dengan sanak saudara dari pihak ibunya maupun pihak ayah, dari satu nenek moyang sampai generasi ketiga, yang disebut sanak sedulur kindred.
Dalam kehidupan sehari-hari, istilah-istilah kekerabatan untuk menyebut seseorang didalam kelompok kerabatnya adalah sebagai berikut:
1. Ego menyebut orang tua laki-laki dengan Bapak atau Rama.
2. Ego menyebut orang tua perempuan dengan Simbok atau Biyung.
3. Ego menyebut kakak laki-laki dengan kamas, mas, kakang mas, kakang, kang.
4. Ego menyebut kakak perempuan dengan Mbakyu, Mbak, Yu.
5. Ego menyebut adik laki-laki dengan Adhi, Dhimas, Dik, Le.
6. Ego menyebut adik perempuan dengan Adhi, Dhi Ajeng, Nduk, Dhenok.
7. Ego menyebut kakak laki-laki dari ayah atau ibu dengan Pakdhe, Siwa, Uwa.
8. Ego menyebut kakak perempuan dari ayah atau ibu dengan Budhe, Mbok De,
Siwa. 9.
Ego menyebut adik laki-laki dari ayah atau ibu dengan Paman, Paklik, Pak Cilik. 10.
Ego menyebut adik perempuan dari ayah atau ibu dengan Bibi, Buklik, Ibu Cilik, Mbok Cilik.
11. Ego menyebut orang tua ayah atau ibu baik laki-laki maupun perempuan dengan
Eyang, Mbah Simbah, Kakek, Pak Tuwa. Sebaliknya Ego akan disebut dengan Putu.
12. Ego menyebut orang tua laki-laki perempuan dua tingkat diatas ayah dan ibu
Ego dengan Mbah Buyut. Sebaliknya Ego akan disebut dengan Putu Buyut, Buyut. 13.
Ego menyebut orang tua laki-laki perempuan tiga tingkat diatas ayah dan ibu Ego dengan Mbah Canggah, Simbah Canggah, Eyang Canggah. Sebaliknya Ego
akan disebut Putu Canggah, Canggah. Di Yogyakarta tata cara sopan santun pergaulan seperti diatas berlaku diantara
kelompok kerabat kinship behavior. Bagi orang muda adalah keharusan menyebut seseorang yang lebih tua darinya baik laki-laki maupun perempuan dengan istilah
Universitas Sumatera Utara
63 tersebut diatas, karena orang yang lebih tua dianggap merupakan pembimbing,
pelindung, atau penasihat kaum muda. Melanggar semua perintah atau nasihat kaum tua dapat menimbulkan sengsara yang disebut dengan kuwalat.
Bagan 1.3. Sistem Kekerabatan Masyarakat Suku Jawa Bilateral
Keterangan bagan Bilateral : = Laki-laki
= Perempuan = Garis keturunan
= Perkawinan = Saudara
= Ego
4.5. INTERPRETASI DATA 4.5.1. Interaksi Pada Keluarga Beda Agama