Konflik Dan Integrasi Anggota Keluarga Luas Batak Toba Yang Menganut Agama Berbeda (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)

(1)

KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA

(Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dalam Bidang Antropologi

Oleh:

DUMA ROSDIANA L. GAOL 080905009

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Duma Rosdiana Lumban Gaol

NIM : 080905009 Departemen : Antropologi

Judul : KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)

Medan, Maret 2012

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Antropologi

Drs. Agustrisno, MSP Dr. Fikarwin Zuska, M.Si NIP : 196008231987021001 NIP : 196212201989031005

Dekan FISIP-USU

Prof. Dr. Badarudin, M.Si NIP : 196805251992031002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA (Studi Etnografi Lima Keluarga

Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Maret 2012

Duma Rosdiana Lumban Gaol


(4)

ABSTRAK

Duma Rosdiana Lumban Gaol 2012, judul skripsi: KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 149 halaman, tabel, 10 gambar, 23 daftar pustaka serta lampiran

Skripsi ini mendeskripsikan : “KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)”. Kajian ini menjelaskan tentang hubungan anggota keluarga luas Batak Toba di Jalan Galang KecamatanLubuk Pakam, yang dikelompokkan menjadi dua bentu, yaitu berupa konflik dan integrasi. Tujuan dilaukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk konflik dan integrasi seta dalam suasana seperti apa konflik dan integrasi tersebut terjadi di dalam 5 keluarga luas di Jalan Galang, Lubuk Pakam. Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan teknik wawancara mendalam kepada 20 orang informan serta observasi partisipasi terhadap beberapa aktivitas sehari-hari informan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik dan integrasi dalam anggota keluarga luas Batak Toba memang benar-benar ada.Konflik dan integrasi terjadi dalam beberapa hal, yaitu: menyangkut informasi, sumber daya, serta kepentingan dan kebutuhan. Selain itu konflik dan integrasi juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari, perayaan hari besar agama, dan upacara Adat Batak Toba yang pernah diselenggarakan dalam keluarga tersebut.


(5)

Seluruh Staff Pengajar di Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membekali penulis dengan ilmu pengetahuan.Kepada Camat Lubuk Pakam, Sekretaris Camat, dan seluruh perangkat Kecamatan Lubuk Pakam yang sudi menerima dan membantu penulis melakukan penelitian. Seluruh anggota Keluarga Siahaan, Nadapdap, UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam) dengan baik.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan dan masukan dari berbagai pihak. Dengan demikian penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada pihak tersebut, yaitu: Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Spesial kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska, M.Si selaku Ketua Departemen Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Terkhusus kepada Bapak Drs. Agustrisno, MSP selaku Sekretaris Departemen Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang juga sekaligus sebagai dosen pembimbing dan dosen penasehat akademik penulis.


(6)

Sihotang, Pandiangan, dan Lumban Gaol yang telah membantu penulis dalam memberikan informasi bagi penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penghargaan terbesar, terima kasih dan rasa cinta yang sebesar-besarnya penulis persembahkan kepada Bapak tercinta M. Lumban Gaol dan Mama tersayang T.Br. Simamora yang selalu memberikan dukungan moril dan materil, selalu sabar hingga penulis meraih gelarm sarjana. Adik-adikku tercinta : Chandra Rikardo Lumban Gaol, Adi Putra Lumban Gaol, dan Amsal Haryanto Lumban Gaol yang sudah memberikan semangat dalam menyelesaikan studi penulis. Abang/ Kakak/ Adik sepupuku: Kak Bella, Kak Dame, Bang Charles, Novita, dan Winarti yang selalu memberikan dorongan dan semangat dalam penyelesaian skripsi. Terima kasih juga buat Bou-Bouku Sayang.

Terspesial buat Tell Bers: Ria C. Sos, Bethrin C. Sos, Santa Panjaitan C. Sos, Rulianna C. Sos, dan Suherman C. Sos. Semangat terus ya tell ya. Spesial thanks buat Nullang atas semangat, dorongan, dan kasih sayang dari kejauhan dalam penyelesaian skripsi. Spesial ditujukan kepada seluruh kerabat Antropologi’08: Nelson, Junius S.E Tarigan, Puteri, Sylvi, Dea, Santa Simamora, Febry, Fazri, Etta, Junius, Kalvin, Hardi, Radinton S. Sos, Riko, Boy, Batara, Iskandar, Haris, Taufik, Harni, Maria, Berti, Marda, Sari, Donald, Berkat, Arifin, Helen S. Sos, Ervina S. Sos, Hezron, Ayu, Nesya, Mila, dan teman-teman 08 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas persahabatan dan kenangannya.Kepada kerabat Antropologi lainnya: Bang Heri Manurung, Bang Windra, Bang Darwin, Bang Junjung, Bang Heri Sianturi, Kak


(7)

Erika, Kak Sri Nainggolan, Kak Indri dan mahasiswa Antropologi di Universitas Sumatera Utara.

Penulis,


(8)

Riwayat Hidup

Duma Rosdiana L. Gaol, lahir pada tanggal 11 Mei 1989 di Lubuk Pakam. Anak pertama dari 4 (empat) bersaudara dari pasangan M. Lumban Gaol dan T. Br. Simamora.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD N 101914 Lubuk Pakam pada tahun 2001. Sekolah Menengah Pertama di SMP N 2 Lubuk Pakam pada tahun 2004 dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA N 1 Lubuk Pakam pada tahun 2007.

Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi di Universitas Sumatera Utara pada tahun 2008.

Selain mengikuti pendidikanl, peneliti juga pernah mengikuti beberapa seminar yang pernah di selenggarakan di fakultas dan universitas, yaitu:

• CROSSING BOUNDARIES (Cross Culture Video Making Project For Peace) oleh Hikmat Budiman (Direktur The Interseksi Foundation).

• Inventarisasi Kain Tenun, Hiou Simalungun di Sumatera Utara oleh Antropologi FISIP USU dan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan Film.


(9)

• Launching Pusat Penelitian dan Pengembangan Budaya Pakpak.

• “Mandat Konstitusi untuk Kesejahteraan Rakyat dan Ekonomi Kerakyatan” yaitu Pameran dan Rangkaian Seminar “Ini Medan Demokrasi Bung” oleh Fadel Muhammad (Menteri Kelautan dan Perikanan RI)

• Anggota GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) di FISIP USU Pengalaman Organisasi dan Kerja

• Anggota INSAN di Departemen Antropologi Sosial FISIP USU


(10)

Skripsi ini adalah jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca untuk perbaikan menuju kesempurnaan skripsi ini. Dengan demikian penulis berharap skripsi ini dapat KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dan segala perlengkapan lainnya dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang Antropologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

“KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)” yang menjadi judul dari skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara dalam bidang antropologi. Skripsi ini berisi kajian analisis yang didasarkan pada observasi partisipasi dan wawancara penulis yang membahas mengenai konflik dan integrasi yang terjadi dalam lima keluarga luas Batak Toba yang anggotanya menganut agama berbeda di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam. Berdasarkan hasil penelitian konflik dan integrasi antara anggota keluarga luas Batak Toba memang benar ada. Konflik dan integrasi terjadi dalam beberapa hal, yaitu: menyangkut informasi, sumber daya, serta kepentingan dan kebutuhan. Selain itu konflik dan integrasi juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari, perayaan hari besar agama, dan upacara Adat Batak Toba yang pernah diselenggarakan dalam keluarga tersebut.


(11)

memberi manfaat bagi para pembaca, khusunya mahasiswa antropologi, yaitu sebagai penambah wawasan selama masa perkuliahan, dan juga bagi lima keluarga luas Batak Toba yang sudah diteliti.

Medan, Maret 201


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN

PERNYATAAN ORIGINALITAS... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Ruang Lingkup dan Lokasi Penelitian ... 6

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.5.Tinjauan Pustaka... 7

1.6. Metode Penelitian ... 19

1.7. Analisia Data ... 21

BAB II. SEJARAH DAN PROFIL ANGGOTA LIMA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALAN GALANG KECAMATAN LUBUK PAKAM 2.1. Sejarah dan Profil Keluarga Siahaan ... 27

2.2. Sejarah dan Profil Keluarga Nadapdap ... 40

2.3. Sejarah dan Profil Keluarga Sihotang ... 52

2.4. Sejarah dan Profil Keluarga Pandiangan ... 62


(13)

BAB III. BENTUK KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA LIMA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALAN GALANG KECAMATAN LUBUK PAKAM

3.1. Konflik Anggota Lima Keluarga Luas Batak Toba yang Menganut Agama Berbeda di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam ………...80

3.1.1. Konflik Menyangkut Informasi dalam Keluarga Siahaan, Nadapdap, dan Pandiangan. ... 80 3.1.2. Konflik Menyangkut Sumber Daya dalam Keluarga

Siahaan ... 93 3.1.3. Konflik Menyangkut Kebutuhan dan Kepentingan dalam

Keluarga Nadapdap dan Sihotang ... 99 3.1.4. Konflik Menyangkut Acara Adat dalam Keluarga Lumban

Gaol ... 111 3.2. Integrasi Anggota Lima Keluarga Luas Batak Toba yang Menganut

Agama Berbeda di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam ... 114 3.2.1. Integrasi Anggota Keluarga Luas Siahaan dan Pandiangan

di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam dalam Acara

Adat ... 118 3.2.2. Integrasi ketika Menjalankan Kewajiban sebagai Umat

Beragama dalam Anggota Lima Keluarga Luas di Jalan

Galang Kecamatan Lubuk Pakam ... 124 3.2.3. Integrasi Kehidupan Sehari-hari dalam Anggota Lima

Keluarga Luas di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam ... 132

BAB IV. TERBENTUNYA KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA LIMA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALAN GALANG KECAMATAN LUBUK PAKAM DALAM TIGA SUASANA

4.1. Terbentuknya Konflik dan Integrasi Anggota Lima kEluarga Luas Batak Toba yang Menganut Agama Berbeda di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam dalam Kehidupan Sehar-hari ... 135 4.2. Terbentuknya Konflik dan Integrasi Anggota Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam dalam Hari Besar

Agama ... 137 4.3. Terbentuknya Konflik dan Integrasi Anggota Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam dalam Acara Adat ... 141


(14)

BAB V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 144 5.2. Saran ... 145 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Persebaran Penduduk Kecamatan Lubuk Pakam Berdasarkan Kelompok Etnik

24

2.2. Komposisi Keluarga Luas Siahaan Berdasarkan Beberapa Kategori

38

2.3. Komposisi Keluarga Luas Nadapdap Berdasarkan Beberapa Kategori

49

2.4. Komposisi Keluarga Luas Sihotang Berdasarkan Beberapa Kategori

59

2.5. Komposisi Keluarga Luas Pandiangan Berdasarkan Beberapa Kategori

68

2.6. Komposisi Keluarga Luas Lumban Gaol Berdasarkan Beberapa Kategori


(16)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Anggota Keluarga Luas Siahaan 40

2.2. Anggota Keluarga Luas Nadapdap 52

2.3. Anggota Keluarga Luas Sihotang 61

2.4. Anggota Keluarga Luas Pandiangan 71

2.5. Anggota Keluarga Luas Lumban Gaol 78 3.1. Jarak Rumah J. Pandiangan dengan Orangtuanya di

Lubuk Pakam

91

3.2. Jarak Rumah Anggota Keluarga Luas Siahaan di Lubuk Pakam

99

3.3. Jarak Rumah S.Br. Nadapdap dengan Orangtuanya di Sidikalang

109

3.4. Jarak Rumah T. Sitohang dengan Orangtuanya di Medan


(17)

ABSTRAK

Duma Rosdiana Lumban Gaol 2012, judul skripsi: KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 149 halaman, tabel, 10 gambar, 23 daftar pustaka serta lampiran

Skripsi ini mendeskripsikan : “KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)”. Kajian ini menjelaskan tentang hubungan anggota keluarga luas Batak Toba di Jalan Galang KecamatanLubuk Pakam, yang dikelompokkan menjadi dua bentu, yaitu berupa konflik dan integrasi. Tujuan dilaukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk konflik dan integrasi seta dalam suasana seperti apa konflik dan integrasi tersebut terjadi di dalam 5 keluarga luas di Jalan Galang, Lubuk Pakam. Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan teknik wawancara mendalam kepada 20 orang informan serta observasi partisipasi terhadap beberapa aktivitas sehari-hari informan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik dan integrasi dalam anggota keluarga luas Batak Toba memang benar-benar ada.Konflik dan integrasi terjadi dalam beberapa hal, yaitu: menyangkut informasi, sumber daya, serta kepentingan dan kebutuhan. Selain itu konflik dan integrasi juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari, perayaan hari besar agama, dan upacara Adat Batak Toba yang pernah diselenggarakan dalam keluarga tersebut.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Khairuddin (1997) menjelaskan bahwa keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Secara historis keluarga inti terbentuk paling tidak dari ayah/ ibu dan anak, yang berada dalam ikatan pernikahan, dan anak-anaknya akan melepaskan diri sebagai anggota keluarga inti karena adanya proses pendewasaan yang menuntut untuk membentuk keluarga inti baru lagi. Terbentuknya keluarga inti baru nantinya akan menghasilkan keluarga-keluarga inti baru yang selanjutnya akan membentuk kelompok masyarakat.

Pembentukan keluarga inti baru tidak dapat menjadi jaminan untuk membentuk sebuah rumah tangga yang baru pula. Dalam hal ini rumah tangga didefinisikan sebagai wadah keluarga yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi anggota keluarga, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Jika keluarga inti baru tersebut bergabung/ tinggal bersama dengan keluarga inti lainnya serta memenuhi tanggung jawab atas kebutuhan ekonomi secara bersama, maka keluarga tersebut dapat dikatakan telah membentuk keluarga inti baru, namun tidak membentuk rumah tangga baru. Demikian pula sebaliknya, jika keluarga inti baru tersebut memilih untuk tinggal terpisah dengan keluarga inti lainnya serta bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi sendiri, maka secara


(19)

otomatis keluarga inti tersebut sudah membentuk keluarga baru sekaligus rumah tangga baru.

Adapun kenyataan yang terjadi di dalam lima keluarga luas Batak Toba Lubuk Pakam adalah pembentukan keluarga inti baru yang juga diikuti dengan pembentukan rumah tangga baru pula. Artinya setelah menikah keluarga inti baru tersebut hidup dalam sebuah rumah tangga yang masing-masing berbeda. Hal ini tampak dari pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka sehari-hari yang menjadi tanggung jawab keluarga inti baru tersebut.

Terbentuknya rumah tangga baru menciptakan jarak rumah yang relatif jauh ataupun dekat. Artinya rumah tangga masing-masing keluarga inti hidup dalam tempat tinggal yang berbeda. Jarak rumah inilah yang dapat mempengaruhi komunikasi masing-masing anggota keluarga. Semakin dekat jarak rumahnya, biasanya mereka juga akan sering berkomunikasi. Demikian pula sebaliknya, semakin jauh jarak rumahnya, biasanya mereka juga akan jarang melakukan interaksi. Namun hal ini tidak bersifat mutlak, bagi masing-masing anggota keluarga yang jarak rumahnya relatif jauh, juga sering mengadakan komunikasi secara tidak langsung, yaitu melalui media tertentu seperti: handphone dan telepon.

Di samping itu setiap satu anggota keluarga dengan anggota keluarga lainnya biasanya memeluk agama yang sama jika berada dalam sebuah keluarga inti ataupun keluarga luas. Hal ini menggambarkan bahwa agama merupakan bagian dari identitas keluarga itu sendiri. Artinya melalui keluarga, orang lain dapat mengetahui jenis


(20)

agama yang dianut oleh individu tersebut, misalnya keluarga Batak Toba yang identik dengan agama Kristen, namun pada kenyataannya tidaklah demikian. Di dalam beberapa keluarga luas Batak Toba di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam terdapat anggota keluarga penganut agama yang berbeda, misalnya terdiri atas Kristen Protestan/ Katholik dan Islam. Perbedaan ini bermula dari ikatan pernikahan oleh pasangan yang menganut agama berbeda.

Menurut Koentjaraningrat (Verawati, 2010:5) di dalam masyarakat Batak Toba, perkawinan adalah sebuah pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dengan seorang perempuan, tetapi juga mengikat dalam suatu hubungan tertentu, yaitu kaum kerabat laki-laki dengan kaum kerabat perempuan. Artinya setiap perkawinan yang diadakan akan menjadi sebuah pengikat hubungan bagi seluruh anggota keluarga yang berasal dari kedua belah pihak yang bersangkutan. Dengan demikian setiap anggota keluarga akan memiliki hak dan kewajiban berdasarkan kedudukan yang didasarkan dalam Dalihan Natolu, seperti: Hula-hula, Dongan tubu, dan Boru.

Konflik dan integrasi ini tentu saja sangat menarik untuk diteliti. Dengan meneliti hal tersebut dapat diketahui dan dipahami bagaimana bentuk konflik dan integrasi dalam perbedaan tersebut serta kapan dan bagaimana perbedaan agama yang dianut oleh keluarga luas dapat menimbulkan konflik dan integrasi. Pengetahuan dan pemahaman tentang hal itu dapat menciptakan keluarga yang harmonis, yaitu dengan cara menghindari terjadinya konflik dan melakukan hal apa saja yang dapat memulai


(21)

adanya integrasi dalam sebuah keluarga, khususnya keluarga yang menganut agama berbeda.

Perbedaan agama (Kristen-Islam) yang dianut biasanya mempengaruhi pola pikir masing-masing dan merubah sikap dan tingkah laku. Pola pikir dan tingkah laku yang berbeda dapat menimbulkan konflik dan integrasi selama mereka mengadakan interaksi secara face to face (bertatap muka) ataupun mengadakan komunikasi secara tidak langsung atau menggunakan media seperti: handphone dan telepon . Artinya pola pikir dan tingkah laku yang ada di dalam setiap anggota keluarga akan dimunculkan selama mereka berinteraksi.

Adapun yang dimaksud dengan konflik dan integrasi dalam penelitian ini adalah konflik yang terjadi antar anggota sebuah keluarga luas akibat perbedaan agama (Kristen-Islam) yang dianut oleh setiap anggota keluarga luas Batak Toba. Konflik dan integrasi ini lebih sering tampak ketika mereka sering mengadakan interaksi secara bertatap muka. Artinya semakin sering mereka berinteraksi, semakin tampak pula konflik dan integrasi yang terjadi di dalam keluarga tersebut. Demikian pula sebaliknya, jika mereka jarang sekali melakukan interaksi, maka konflik dan integrasi yang terjadi di dalam keluarga tersebut tidak tampak jelas/ kabur.

Konflik ini dapat berupa perbedaan pendapat antara masing-masing anggota keluarga yang disebabkan oleh perbedaan agama masing-masing yang akhirnya akan menimbulkan tingkah laku yang saling bertolak belakang dan mengakibatkan hubungan antar anggota keluarga tersebut menjadi terpecah-belah. Sedangkan yang


(22)

dimaksud dengan integrasi dalam penelitian ini adalah bersatunya seluruh anggota keluarga secara utuh yang disebabkan oleh beberapa faktor dan masih erat kaitannya dengan pola keagamaan masing-masing.

Pada intinya, penelitian ini dilakukan kepada beberapa keluarga luas di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam. Adapun keluarga luas tersebut adalah Keluarga Siahaan, Keluarga Nadapdap, Keluarga Sihotang, Keluarga Pandiangan, dan Keluarga Lumban Gaol. Anggota keluarga tersebut terdiri dari 3 generasi secara berturut-turut, yaitu kakek/ nenek, ayah/ ibu ego, dan cucu laki-laki/ perempuan yang menganut agama berbeda (Kristen-Islam) dalam sebuah keluarga luas yang sering ataupun jarang melakukan interaksi secara bertatap mukaataupun yang mengadakan komunikasi secara tidak langsung/ menggunakan media.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bentuk konflik dan integrasi seperti apa yang terjadi dalam keluarga luas tersebut?


(23)

1.3. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam. Lokasi ini dipilih karena di dalamnya terdapat lima keluarga luas Batak Toba dengan anggota keluarga yang menganut agama berbeda. Dengan demikian peneliti lebih mudah menemukan informan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui fenomena konflik dan integrasi bagi anggota keluarga luas Batak Toba yang menganut agama berbeda-beda. Fenomena ini dijelaskan melalui pemaparan tentang bentuk konflik dan integrasi seperti apa yang terjadi dalam keluarga luas serta dalam keadaan seperti apa konflik dan integrasi tersebut bisa terjadi.

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara praktis ataupun akademis. Manfaat secara praktis dapat memberikan pemahaman mendalam tentang konflik dan integrasi anggota keluarga luas yang anggotanya menganut agama berbeda-beda, sehingga mereka akan semakin memahami perbedaan agama yang dapat menciptakan konflik dan integrasi. Dengan demikian mereka dapat menciptakan keluarga yang lebih harmonis, karena memahami bagaimana cara menciptakan integrasi dan menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat memicu konflik. Sedangkan manfaat akademisnya adalah untuk memperluas wawasan dan pengetahuan masyarakat, khususnya mahasiswa antropologi.


(24)

1.5. Tinjauan Pustaka

Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan sehingga kebudayaan menempati posisi terpusat dalam tatanan hidup manusia (Maran, 2000:15). Hal ini disebabkan karena setiap manusia di dunia tidak terlepas dari pola berpikir dan bertingkah laku yang akhirnya berubah menjadi sebuah kebiasaan yang disebut dengan kebudayaan. Meskipun bentuk pola pikir dan tingkah lakunya berbeda-beda, manusia haruslah tetap menjaga hubungan dengan sesamanya agar selalu dapat berinteraksi dengan baik.

Salah satu aspek dalam wujud kebudayaan manusia adalah aspek agama. Dalam hal ini pengetahuan dan tingkah laku agama merupakan keseluruhan kompleks dari ide dan segala sesuatu yang dihasilkan manusia dalam pengalaman hidupnya. Termasuk di dalamnya sistem keyakinan, kepercayaan, dan kemampuan serta perilaku keagamaan yang diperoleh manusia sebagai anggota dari sekelompok umat beragama tertentu. Pengetahuan manusia yang berbeda tentang agama sesuai dengan ajaran agama masing-masing diwujudkan ketika mereka berinteraksi dalam satuan sistem sosial, misalnya: keluarga.

Hal tersebut mengartikan bahwa agama merupakan bagian dari pola pikir manusia tentang keyakinannya terhadap sebuah kekuatan di luar dirinya sendiri. Pola pikir inilah yang mendorong manusia untuk bertingkah laku dengan cara menganut salah satu agama dan melaksanakan ajaran-ajaran agama masing-masing. Hal ini


(25)

disebabkan karena di dalam agama terkandung nilai-nilai yang dapat mengarahkan manusia ke arah yang lebih baik dari kehidupan yang mereka alami sebelumnya.

Tidak ada manusia yang tidak berbudaya. Hal ini mengartikan bahwa setiap manusia memiliki kebudayaan yang mencerminkan identitas diri di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Kebudayaan dijadikan sebagai bagian dari ciri khas tersendiri, yang dapat membedakannya dengan mahkluk lain di permukaan bumi. Ciri khas tersebut itu pula yang menciptakan keberagaman manusia.

Sairin (2001:27) yang mengatakan b

ahwa, antropologi memandang agama sebagai salah satu unsur kebudayaan, karena agama yang dianut oleh manusia juga merupakan bagian dari sistem pengetahuan manusia yang berfungsi sebagai pedoman bagi tingkah laku mereka. Dikatakan demikian karena di dalam agama terkandung nilai-nilai yang mengajarkan umatnya untuk selalu berbuat kebaikan.

Di dalam “Sejarah Teori Antropologi 1”, Koentjaraningrat menjelaskan lima komponen agama. Adapun komponen agama tersebut adalah emosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem ritus dan upacara1

1

Sistem ritus dan upacara dalam suatu religi dapat berwujud aktivitas dan tindakan dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan dan penghuni dunia gaib lainnya untuk berkomunikasi. Dalam ritus dan upacara ini diperlukan berbagai macam sarana dan peralatan, seperti: gereja, masjid, alat bunyi-bunyian suci, dan lain-lain.

, peralatan ritus dan upacara, dan umat agama. Semua komponen agama di atas merupakan unsur-unsur utama dalam setiap


(26)

agama. Dengan demikian setiap umat yang menganut agama harus mengetahui dan memahami setiap komponen yang berada di dalamnya.

Kebudayaan didefinisikan oleh E.B. Tylor sebagai keseluruhan kompleks dari ide dan segala sesuatu yang dihasilkan oleh manusia dalam pengalaman historisnya. Artinya kebudayaan dapat tercipta berdasarkan pengalaman-pengalaman dalam kehidupannya di masa lampau. Hal tersebut mencakup pengetahuan, agama, seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kemampuan serta perilaku lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Definisi tersebut juga dilengkapi oleh Robert H.Lowie seorang pakar antropologi Amerika Serikat. Ia mendefinisikan kebudayaan sebagai segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup agama, adat-istiadat, norma-norma artistik, kebiasaan makan, keahlian yang diperoleh bukan karena kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang didapat melalui pendidikan formal atau informal. Artinya kebudayaan dapat diperoleh dari masyarakat yang pernah hidup sebelumnya dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya.

Selain itu Koentjaraningrat (2002:202) juga menyebutkan bahwa kebudayaan memiliki unsur-unsur yang bersifat universal, yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, agama, dan kesenian. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut berlaku kepada setiap kelompok etnik tanpa terkecuali. Dalam hal ini ketujuh unsur kebudayaan yang dimiliki oleh setiap


(27)

kelompok etnik tersebut menjadi ciri khusus yang dapat membedakannya satu sama lain.

Christopher Dawson menyatakan bahwa agama sebagai sumber kebudayaan dan dasar kebudayaan sosial. Dalam hal ini Dawson menjelaskan bahwa agama memuat pandangan tentang hakikat dunia dan manusia, serta realitas ilahi yang menjadi dasar dan orientasi hidup manusia di dunia ini. Selain itu, agama juga mempengaruhi sikap dan perilaku manusia karena di dalam agama terdapat ajaran-ajaran yang dapat merubah pola pikir dan diwujudkan dalam bentuk tindakan ataupun pola tingkah laku.

Dalam perspektif teologi terdapat standar ganda dalam aspek keagamaan. Standar tersebut yaitu yang menyatakan bahwa agama yang dianut oleh diri sendiri adalah agama yang paling sejati dan asli berasal dari Tuhan, sementara agama lain hanyalah rekayasa manusia atau setidaknya berasal dari Tuhan tetapi telah diubah sesuai dengan kebutuhan manusia. Keadaan yang seperti inilah yang dapat mengakibatkan adanya bentuk klaim kebenaran (truth claim). Antara agama yang satu dengan yang lain sehingga memunculkan adanya konflik antar umat beragama (Sabri, 1999:4).

Suparlan (1982) juga menyebutkan bahwa pada hakekatnya agama adalah sama dengan kebudayaan: yaitu suatu sistem simbol atau sistem pengetahuan yang diciptakan dan menggunakan simbol-simbol untuk berkomunikasi dan juga untuk menghadapi lingkungannya. Simbol-simbol agama digolongkan sebagai simbol suci


(28)

karena muatan-muatannya penuh dengan sistem-sistem nilai baik, emosi, dan perasaan. Sehingga setiap simbol memiliki makna tersendiri.

Dalam artikelnya Paramita menjelaskan bahwa terkadang perbedaan dalam agama selalu ingin disamakan, sedangkan persamaan dalam agama juga selalu dibeda-bedakan. Cukup jelas apabila ada yang mengatakan, bahwa agama bagaikan pisau bermata dua dengan karakteristik baik (protagonist )- buruk (antagonis) atau bersifat dualisme. Agama akan cenderung menempah para pemeluk agama yang menerima suatu perbedaan kultur, etnis, teologi, serta rasial. Artinya agama dapat membentuk karakter pemeluk agama. Kebenaran mendasar semua agama akan diterima sebagai bentuk toleransi antar umat beragama (majalahhinduraditya.blogspot.com/./citra-dualisme-dalam-agama

Sistem nilai dalam agama yang pada dasarnya bersumber pada etos dan pandangan hidup ternyata juga dapat menimbulkan konflik dan integrasi di dalam

-).

Secara umum agama dikatakan sebagai seperangkat aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya (Suparlan, 1982:19). Artinya melalui agama susunan kehidupan masyarakat tidak akan mengalami kekacauan sama sekali. Tetapi mengapa masih selalu terjadi kekacauan di tengah-tengah kehidupan manusia dalam ruang lingkup agama itu sendiri. Padahal di dalam agama itu tertuang aturan dengan muatan-muatan sistem nilai yang pada dasarnya bersumber pada etos dan pandangan hidup.


(29)

masyarakat. Konflik berasal dari kata kerjconfigure” yang berarti saling memukul. Secara sosiologis konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Sedangkan menurut Gamble (Utsman, 2007:16), konflik merupakan bentrokan sikap-sikap, pendapat-pendapat, perilaku-perilaku, tujuan-tujuan dan kebutuhan-kebutuhan yang bertentangan.

Adapun sumber penyebab terjadinya konflik menurut Nyi (Utsman, 2007:16) adalah:

(1)kompetisi: satu pihak berupaya meraih sesuatu, dengan mengorbankan pihak lain, (2)dominasi: satu pihak berusaha mengatur yang lain sehingga merasa haknya dibatasi dan dilanggar, (3)kegagalan: menyalahkan pihak tertentu bila terjadi kegagalan pencapaian tujuan, (4)provokasi: satu pihak sering menyinggung perasaan pihak yang lain, (5)perbedaan nilai: terdapat patokan yang berbeda dalam menetapkan benar salahnya suatu masalah.

Selain itu Kusnaidi juga melihat tahapan konflik yang terdiri atas dua proses, yaitu tahap disorganisasi, yang merupakan tahap kesalahpahaman, norma yang mulai tidak dipatuhi, anggota banyak menyimpang, dan sanksi yang lemah. Sedangkan tahap kedua, yaitu disintegrasi, yang merupakan hal-hal yang penyebab timbulnya emosi (rasa benci), suka marah (ingin memusnahkan), dan ingin menyerang. Jika pada tahapan integrasi tidak ada solusi, maka akan berlanjut pada tahapan disintegrasi yang artinya akan mengarah kepada perpecahan.


(30)

Miall (2000) menggambarkan lima pendekatan terhadap konflik berdasarkan perhatian bagi diri sendiri atau tinggi/ rendahnya perhatian bagi orang lain sebagai berikut:

1. Jika seseorang yang berkonflik dengan orang lain lebih perduli terhadap kepentingan sendiri daripada pihak lain, maka disebut dengan “pertikaian”.

2. Jika mengimplikasikan perhatian yang lebih terhadap kepentingan pihak lain daripada kepentingan sendiri, maka disebut dengan “mengalah”.

3. Jika lebih memilih untuk menghindari konflik dan mengundurkan diri, disebut dengan “menarik diri”.

4. Jika menyeimbangkan perhatian antara diri sendiri dengan pihak lain, serta mencari kompromi dan mencoba mengakomodasikan kepentingan kedua belah pihak, disebut dengan “berkompromi”.

5. Jika seorang yang berkonflik tersebut lebih memilih untuk kepentingan sendiri, tetapi juga menyadari aspirasi dan kebutuhan pihak lain serta berusaha untuk mencari hasil penyelesaian masalah yang kreatif, disebut dengan “ memecahkan masalah”

Selain melihat adanya pendekatan konflik, dalam bukunya Miall juga mengemukakan dua jenis konflik, yaitu konflik simetris dan tidak simetris. Konflik simetris merupakan konflik yang muncul antara pihak-pihak yang relatif sama, misalnya konflik antar kelompok minoritas. Sedangkan konflik tidak simetris adalah


(31)

konflik yang terjadi antara pihak-pihak yang tidak sama, misalnya antara pihak yang minoritas dengan mayoritas.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Konflik merupakan situasi yang wajar dalam setia yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya. Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya

masyarakat itu sendiri

Konflik berangkat dari kondisi kemajemukan struktur masyarakat (Utsman, 2007:15). Artinya konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suat

.

menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan adanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setia yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Selanjutnya dalam bukunya Nurhadiantomo (2004) mengatakan bahwa konflik senantiasa melekat dalam setiap masyarakat, tetapi makna konflik tergantung dari tingkat intensitasnya. Pertama, bentuk konflik yang paling ringan adalah


(32)

perbedaan pendapat yang jika dikelola dengan baik justru akan bermanfaat bagi masyarakat yang bersangkutan. Kedua, adalah unjuk rasa atau demonstrasi (a protest demonstrant) yang tidak menggunakan kekerasan. Munculnya demonstrasi ini diakibatkan karena adanya perbedaan pendapat yang tidak memiliki proses dengan baik atau proses negosiasi tidak mencapai kesepakatan. Ketiga, adalah kerusuhan

(riot) yaitu semacam demonstrasi yang diwarnai dengan kekerasan fisik, yang muncul karena unsur kesengajaan terencana maupun spontanitas. Keempat, yaitu serangan bersenjata yang merupakan konflik dengan intensitas yang paling tinggi.

Lebih lanjut lagi Paul Conn (Utsman, 2007:26), mengatakan bahwa struktur konflik dibedakan menjadi dua, yaitu konflik menang-kalah (zero-sum conflict) dan konflik menang-menang (non-zero-sum conflict). Konflik menang-kalah adalah kedua belah pihak dan atau para pihak yang berkonflik mempunyai sifat antagonistik sehingga tidak memungkinkan untuk kompromi. Sedangkan konflik yang kedua adalah konflik menang-menang, dimana dalam konflik ini kedua belah pihak dan atau para pihak yang berkonflik memungkinkan untuk mengadakan kompromi atau perundingan.

Konflik bertentangan denga sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Kata “integrasi” berasal dari bahasa latin “integer”, yang berarti utuh atau menyeluruh. Berdasarkan arti etimologis tersebut, integrasi dapat diartikan sebagai pembauran


(33)

integrasi.html)

1. Integrasi normatif, yaitu suatu ikatan sosial yang terjadi karena adanya suatu kesepakatannterhadap nilai-nilai dan norma-norma dasar. Dari dimensinya integrasi ini disebut dengan integrasi budaya.

. Dalam hal ini tersirat bahwa hal pokok dari integrasi adalah karena adanya keanekaragaman. Keanekaragaman ini boleh dalam satuan individu, keluarga ataupun institusi-institusi lainnya.

Integrasi memiliki dua pengertian, pertama, pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu. Kedua, membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu. Proses integrasi akan berjalan dengan baik apabila ditunjang oleh norma-norma sosial dan adat istiadat yang baik. Norma-norma sosial merupakan unsur yang mengatur perilaku dengan mengadakan tuntutan mengenai bagaimana orang harus bertingkah laku (Simanihuruk, 15-16).

Komisi Ilmu-ilmu Sosial Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (KIS-AIPI) (Nurhadiantomo, 2004:35), menyatakan tiga konsep integrasi dalam sebuah sistem sosial, yaitu:

2. Integrasi fungsional, yaitu suatu ikatan sosial yang didasarkan pada situasi saling ketergantungan fungsional antara unsur yang satu dan yang lainnya. Integrasi ini lebih berdimensi ekonomi.

3. Integrasi koersif, yaitu suatu ikatan yang terjadi karena adanya kekuatan yang memaksa. Integrasi ini dimasukkan dalam dimensi politik.


(34)

Nurhadiantomo (2004:36-37) menjelaskan bahwa secara teoritis, ketiga sifat integrasi tersebut juga harus ada yang dipertahankan dan tidak dipertahankan keseimbangannya. Apabila keseimbangannya tidak terjaga, maka hal-hal yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

a. Bila integrasi normatif terlalu lemah, akan terjadi sektarianisme dan

primordialisme2. Akibatnya adalah akan selalu terancam konflik laten yang sewaktu-waktu akan meledak ke permukaan dalam bentuk kerusuhan sosial yang tidak rasional dan emosional. Sebaliknya jika integrasi normatif terlalu kuat maka akan menimbulkan chauvinism dan

eksklusivisme3

b. Bila integrasi fungsional lemah, artinya tidak ada ketergantungan antar satu golongan dengan golongan lain. Kemungkinan yang terjadi adalah golongan tertentu akan memborong semua fungsi yang ada, sementara golongan lainnya tidak memiliki fungsi ataupun posisi. Sebaliknya, bila integrasi fungsional lebih kuat, maka setiap golongan akan bersifat terikat dan kehilangan kemandiriannya.

yang akan menghambat proses globalisasi.

2

Sektarianisme didefinisikan dalam keabsahan unik dari kredo dan praktik-praktik orang percaya dan hal itu meningkatkan ketegangan dengan masyarakat yang lebih luas melalui tindakan mereka membangun praktik-praktik yang menegaskan batas pemisahnya. Sedangkan primordialisme adalah perasaan kesukuan yg berlebihankarena adanya rasa tanggung jawab akan suku sendiri (sumber:id.wikipedia.org/wiki/sekte-41k-similar pages)

3

Chauvinisme yaitu paham kebangsaan yang sempit dengan menganggap hanya bangsanya yang paling superior dan berakibat fatal bagi negara-negara lain. Sedangkan eksklusivisme adalah paham yg

mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat


(35)

c. Bila integrasi koersif terlalu lemah, akan menimbulkan adanya sikap

anarkis, dimana setiap orang/ golongan akan memaksakan kehendak sendiri tanpa memperdulikan aturan-aturan dan kebudayaan yang sudah terbentuk. Sebaliknya, integrasi koersif yang terlalu kuat akan memaksa golongan lainnya untuk terintegrasi yang menjurus kepada

otoritarianisme.4

Penelitian ini melihat keanekaragaman tersebut dalam bentuk satuan keluarga. Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Di dalam ilmu sosiologi (Khairuddin, 1997:19) dijelaskan ada 2 bentuk keluarga, yaitu keluarga inti (Nuclear Family) dan keluarga luas (Extended Family). Keluarga inti dapat didefinisikan dengan keluarga kelompok atau keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum dewasa atau belum kawin. Sedangkan keluarga luas adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan suatu lingkungan keluarga yang lebih luas daripada hanya ayah, ibu, dan anak-anaknya. Dengan adanya suatu perkawinan, maka anak yang kawin memisahkan diri dari orang tuanya atau keluarga intinya. Sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah keluarga luas Batak Toba yang terdiri dari beberapa anggota keluarga penganut agama berbeda (Kristen-Islam).

4

Anarkis adalah suatu paham yang mempercayai bahwa segala bent kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang menumbuhsuburkan penindasan terhadap kehidupan. Sedangkan otoritarianisme adalah faham untuk menguasai/memerintah orang lain karena adanya hak kekuasaan (sumber:id.wikipedia.org/wiki/Anarkisme-131.k-similar pages).


(36)

Selain itu Burgess dan Locke juga mengemukakan pendapatnya mengenai definisi keluarga berdasarkan 4 karakteristik keluarga yang terdapat pada semua keluarga. Menurut mereka, keluarga adalah suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah, atau adopsi, merupakan susunan rumah tangga sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami isteri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan saudara perempuan, dan merupakan pemelihara kebudayaan bersama (Khairuddin, 1997:17).

1.6. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi. Metode etnografi, yang akan mengungkap tentang kebiasaan-kebiasaan hidup (Terjemahan dari Clive Seale 1998:217) anggota lima keluarga luas Batak Toba yang menganut agama berbeda di Jalan Galang, Lubuk Pakam melalui teknik penelitian sebagai berikut:

1. Observasi Partisipasi

Untuk mendapatkan data yang lebih jelas dan akurat, peneliti sudah tinggal dengan masyarakat tineliti (masyarakat yang diteliti). Peneliti sudah tinggal bersama dengan beberapa keluarga luas yang anggotanya menganut agama berbeda. Mengamati dan mencatat bentuk konflik dan integrasi seperti apa serta dalam suasana yang bagaimana konflik dan integrasi itu bisa terjadi. Dalam hal ini peneliti telah mengikuti acara-acara keluarga untuk mengetahui


(37)

segala proses yang terkait dengan fokus penelitian, misalnya: ikut berkumpul bersama anggota keluarga luas dalam perayaan hari besar agama, seperti: Natal yang dilanjutkan dengan Tahun Baru. Selain itu peneliti juga berkunjung ke rumah salah satu anggota keluarga luas dan mengamati interaksi yang mereka lakukan melalui media, seperti: handphone. Dalam hal ini peneliti sengaja meminjamkan handphone kepada informan agar tidak menjadi beban terhadap informan itu sendiri.

2. Wawancara

Adapun jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Dalam wawancara ini peneliti menggunakan pedoman wawancara yang disebut dengan interview guide. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi dari berbagai informan yang terkait dengan fokus penelitian. Pada awalnya peneliti menggunakan alat perekam ketika melakukan wawancara, namun hal ini dianggap terlalu formal bagi setiap informan yang diwawancarai. Oleh karena itu, peneliti tidak lagi menggunakan alat perekam melainkan menggunakan buku kecil dan alat tulis untuk mencatat setiap informasi yang disampaikan.

Bagi beberapa informan, kegiatan wawancara dilakukan setiap hari minggu. Kesempatan ini disesuaikan waktu yang dimiliki informan yang kemudian juga disepakati oleh peneliti. Wawancara dilakukan selepas acara kebaktian di gereja. Sesudah wawancara berakhir, peneliti akan mengantarkan


(38)

informan ke rumah masing-masing dengan tujuan untuk menciptakan hubungan yang baik antara peneliti dengan informan. Dengan demikian informan tidak jerah atau merasa dirugikan atas waktu yang sudah diberikan selama memberikan data melalui wawancara tersebut.

Suasana wawancara yang dilakukan oleh peneliti tidak terlalu menegangkan melainkan terlaksana dengan rileks. Hal ini disebabkan karena hubungan yang baik dengan informan. Hubungan baik yang tercipta antara peneliti dan informan disebabkan karena jarak rumah antara peneliti dengan informan tidak begitu jauh. Artinya peneliti sudah tinggal dengan masyarakat yang diteliti. Dengan demikian peneliti tidak perlu lagi mengadakan pendekatan pada informan, karena pada dasarnya antara peneliti dan informan sudah saling kenal dan memiliki hubungan yang cukup baik.

1.7. Analisis Data

Pada tahap analisis ini, peneliti akan memeriksa ulang kembali data yang sudah diperoleh dari lapangan. Analisis data digunakan dengan menggunakan folk taxonomy. Dalam hal ini data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif dan disusun dengan kategori-kategori tertentu sebagaimana yang dikemukakan oleh informan.

Ketika melakukan wawancara dan observasi terhadap informan di lapangan peneliti sudah mulai menganalisis data, namun data yang dianalisis kurang terlihat sempurna. Hal ini disebabkan karena pada saat melakukan wawancara dan observasi,


(39)

peneliti hanya mencatat gambaran-gambaran umum tentang data yang sudah didapatkan tanpa memaparkannya dengan lengkap. Untuk menghindari kelupaan atas pemaparan data yang sudah didapatkan di lapangan, peneliti langsung menganalisis kembali dan menuangkannya dalam tulisan ketika sudah sampai di rumah.

Peneliti melakukan analisis data dengan melihat hubungan anggota lima keluarga luas Batak Toba yang menganut agama berbeda. Hubungan-hubungan ini sengaja dikategorikan ke dalam 2 pengelompokan yang berbeda, yaitu konflik dan integrasi. Dengan demikian penulis menarik beberapa kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil analisa data dan telaah pustaka yang disesuaikan dengan tujuan penulisan.


(40)

BAB II

SEJARAH DAN PROFIL LIMA ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALANG GALANG

KECAMATAN LUBUK PAKAM

Kota Lubuk Pakam adalah tempat penelitian ini dilakukan. Sebagai ibukota Kabupaten Deli Serdang, Lubuk Pakam merupakan wilayah strategis dan mempunyai prospek pengembangan wilayah yang cukup dominan dengan beberapa kota satelitnya, seperti: Tanjung Morawa, Perbaungan, Galang, dan lain-lain. Sedangkan berdasarkan PP No. 7/1984 Pasal 1 dijelaskan bahwa pusat pemerintahan Kecamatan Lubuk Pakam ini adalah berkedudukan di Kelurahan Lubuk Pakam Pekan.

Daerah Kecamatan Lubuk Pakam luasnya ± 31,19 Km² (3.119 Ha), yang terdiri dari 7 kelurahan dan 6 desa serta 105 dusun dengan ibukota kecamatan terletak di jalan Tengku Raja Muda Lubuk Pakam. Adapun batas-batas Kecamatan Lubuk Pakam adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Beringin

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Pagar Merbau

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Pagar Merbau

Persebaran penduduk Kecamatan Lubuk Pakam berdasarkan kelompok etnik adalah sebagai berikut:


(41)

Tabel 2.1. Persebaran Penduduk Kecamatan Lubuk Pakam Berdasarkan Kelompok Etnik

No. Desa/ Kelurahan Etnik 01. Paluh Kemiri Batak Toba

02. Petapahan Mandailing

03. Tanjung Garbus I Jawa 04. Pagar Merbau III Jawa

05. Cemara Jawa

06. Pasar Melintang Batak Toba, Jawa

07. Pagar Jati Batak

Simalungun

08. Syahmad Jawa

09. Lubuk Pakam III Tionghoa 10. Lubuk Pakam I/ II Tamil 11. Lubuk Pakam Pekan Tionghoa, Tamil 12. Bakaran Batu Tionghoa

13. Sekip Minang

Sumber:Observasi

Berdasarkan tabel di atas yang menjadi sorotan utama daerah penelitian adalah Jalan Galang yang terletak di Desa Pasar Melintang. Di daerah Jalan Galang terdapat beberapa anggota keluarga luas Batak Toba yang menganut agama berbeda di dalam rumah tangga yang berbeda pula. Artinya masing-masing anggota keluarga


(42)

tinggal dalam rumah yang berbeda, baik yang berada di dalam satu desa/ kelurahan, satu kecamatan, hingga berada di dalam wilayah negara yang sama. Adapun keluarga tersebut adalah Keluarga Siahaan, Nadapdap, Sihotang, Pandiangan, dan Lumban Gaol.

Selain menggambarkan sedikit tentang Kecamatan Lubuk pakam, peneliti juga menjelaskan sejarah dan profil keluarga luas yang diteliti. Untuk itu peneliti mengadakan observasi dan wawancara demi mendapatkan data tersebut. Ketika melakukan observasi dan wawancara peneliti dibantu oleh salah satu informan, yaitu M. Lumban Gaol. Peneliti sengaja mengajak M. Lumban Gaol karena ia adalah penduduk asli Lubuk Pakam, yang sudah tinggal di Lubuk Pakam bersama keluarganya sejak kecil sampai sekarang.

Observasi kami lakukan setiap sore selama 7 hari berturut-turut dengan melihat dan mencatat alamat rumah masing-masing anggota keluarga. Ketika melakukan observasi, M. Lumban Gaol menunjukkan masing-masing kediaman anggota keluarga sambil menjelaskan bagaimana hubungan kekerabatan anggota keluarga tersebut. Sementara itu dalam waktu yang bersamaan, peneliti mencatat dan menggambarkan bagaimana letak rumah sambil menganalisa jarak rumah masing-masing anggota keluarga.

Bersamaan dengan observasi, peneliti dan M. Lumban Gaol sengaja singgah ke rumah keluarga yang diteliti untuk melakukan wawancara mengenai latar belakang keluarga serta kehidupan sosial masing-masing anggota keluarga luas. Ketika


(43)

melakukan observasi dan wawancara, anggota keluarga dari setiap rumah yang kami singgahi selalu menyambut dan bersifat terbuka terhadap kedatangan kami. Hal ini terbukti melalui senyuman yang mereka lepaskan dan kesediaan mereka menjawab setiap pertanyaan yang ditanyakan oleh peneliti.

Selanjutnya untuk memperoleh data mengenai konflik dan integrasi, penelitian dilakukan oleh peneliti yang didampingi oleh M. Lumban Gaol selama sepuluh minggu dengan menghabiskan waktu rata-rata dua minggu pada setiap keluarga luas. Adapun urutan keluarga yang diobservasi dan diwawancarai oleh kami adalah sebagai berikut:

• Tanggal: 7 November 2011-21 November 2011, Keluarga S. Siahaan (Alm)/ E.Br. Lumban Gaol.

• Tanggal: 22 November 2011-7 Desember 2011, Keluarga K. Siahaan (Alm)/ I.Br. Nasution dan Keluarga L. Siahaan/ U.Br.Panjaitan.

• Tanggal: 8 Desember 2011-22 Desember 2011, Keluarga G. Nainggolan/ D.Br. Nadapdap.

• Tanggal: 23 Desember 2011-6 Januari 2012 , Keluarga D. Sihotang/ L.Br. Sinaga.

• Tanggal: 7 Januari 2012-15 Januari 2012, Keluarga J. Pandiangan/ T.Br. Lumban Raja.


(44)

• Tanggal: 16 Januari 2012-21 Januari 2012, Keluarga H. Siringo-ringo/ C.Br.Pandiangan dan Keluarga G. Parhusip/ L.Br. Pandiangan

• Tanggal:22 Januari 2012-5 Februari 2012 : Keluarga M. Lumban Gaol/ T.Br. Simamora, W. Sitohang (Alm)/ F.Br. Lumban Gaol, J. Sihite/ R.Br. Sitohang, T. Sitohang/ Tini, A. Sitohang/ B.Br. Siagian.

Penelitian memang berlangsung selama sepuluh minggu penuh, namun tepat pada perayaan Natal dan Tahun Baru peneliti melakukan wawancara dan observasi pada beberapa keluarga luas yang sedang melakukan perkumpulan keluarga secara bergantian dari rumah- ke rumah. Pada saat itu perkumpulan keluarga berada di dalam Keluarga S. Siahaan (Alm)/ E.Br. Lumban Gaol, G. Nainggolan/ D.Br. Nadapdap, J. Pandiangan/ T.Br. Lumban Raja, dan W. Sitohang (Alm)/ F.Br. Lumban Gaol. Berikut adalah data yang didapatkan oleh peneliti:

2.1. SEJARAH DAN PROFIL KELUARGA SIAHAAN 2.1.1. Keluarga B. Siahaan (Alm)/ S.Br. Napitupulu (Alm)

Keluarga B. Siahaan (Alm)/ S.Br. Napitupulu dahulunya adalah tinggal di Gg. Budiman, Lubuk Pakam. Di sana mereka bekerja sebagai pedagang ikan di pasar tradisional Lubuk Pakam, hingga pada akhirnya pekerjaan tersebut diwariskan kepada anaknya K. Siahaan (Alm). Mereka menikah pada tahun 1952, dan memiliki 4 orang anak, yaitu S. Siahaan (Alm), V.Br. Siahaan (Alm), K. Siahaan (Alm), dan L. Siahaan. B. Siahaan meninggal pada usia 65 tahun, sedangkan S.Br. Napitupulu meninggal pada usia 74 tahun.


(45)

2.1.2. Keluarga S. Siahaan (Alm)/ E.Br. Lumban Gaol

Observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada hari Senin tepatnya tanggal 7 November 2011 dimulai peneliti bersama M. Lumban Gaol pukul 16.00 WIB. Pada saat itu kami menjumpai E.Br. Lumban Gaol sedang sibuk menjahitkan kancing berwarna emas di atas kebaya kuning yang hampir jadi. E.Br. Lumban Gaol menyambut kedatangan kami dengan senyuman dan menanyakan maksud kedatangan kami. Peneliti juga membalas senyuman tersebut dengan manis dan menjelaskan maksud kedatangan kami adalah untuk melakukan tanya-jawab tentang anggota keluarga mereka. Sesudah maksud dan tujuan dijelaskan, tiba-tiba E.Br. Lumban Gaol langsung menuju dapur dan tidak lama kemudian muncul lagi ke ruang tamu sambil menyuguhkan 2 gelas teh manis hangat.

Hal tersebut tidak terlalu mengejutkan buat peneliti dan M. Lumban Gaol, karena pada hari-hari biasa E.Br. Lumban Gaol juga sering mengadakan kunjungan ke rumah M. Lumban Gaol sebagai ito kandung-nya. Dalam hal ini M. Lumban Gaol merupakan hula-hula dari E.Br. Lumban Gaol, sehingga kedudukan M. Lumban Gaol sebagai hula-hula sangat dihormati olehnya. Pada saat melakukan kunjungan pada hari-hari biasa, E.Br. Lumban Gaol juga sering makan bersama dengan keluarga M. Lumban Gaol. Hal ini dikarenakan oleh E.Br. Lumban Gaol tinggal seorang diri di rumahnya, sebab suaminya sudah meninggal sejak 16 tahun yang lalu akibat penyakit

maag, sedangkan keempat orang anaknya, Juli Siahaan, Dame Siahaan sudah berkeluarga, Charles Siahaan, dan Novita Siahaan merantau di Jakarta.


(46)

Pernikahan E.Br. Lumban Gaol dengan S. Siahaan (Alm) berawal dari pertemuan mereka di Bakkara. Pada saat itu E.Br. Lumban Gaol dan S. Siahaan (Alm) sama-sama duduk di bangku SMA namun tidak belajar di dalam sekolah yang sama. Di Bakkara E.Br. Lumban Gaol tinggal di rumah opung-nya dan bersekolah di sana, sedangkan S. Siahaan (Alm) sedang berkunjung ke rumah bapak tua-nya. Lalu perkenalan berubah status menjadi berpacaran dan akhirnya menikah pada tahun 1977.

Pernikahan tersebut berlangsung di Gg. Budiman, Lubuk Pakam sesuai dengan prosesi pernikahan Adat Batak Toba sebagaimana biasanya. Setelah menikah mereka tinggal di Kampung Baru, Jalan Galang, Lubuk Pakam atau tepat berada di belakang rumah Keluarga M. Lumban Gaol/ T.Br. Simamora yang merupakan rumah peninggalan kedua orang tua mereka. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari S. Siahaan (Alm) bekerja sebagai supir angkot sudako dengan jurusan Galang-Pakam Kota. Pekerjaan ini ia tekuni hingga ia meninggal dunia. Sedangkan E.Br. Lumban Gaol bekerja sebagai penjahit pakaian wanita hingga saat ini.

Anak mereka yang pertama yaitu Juli Siahaan yang sudah berusia 35 tahun sudah tinggal bersama namboru-nya di Pulo Gadung. Jakarta Timur sejak ia duduk di bangku SMA. Hingga pada akhirnya ia bekerja sebagai rentenir yang dimodali oleh

namboru-nya setelah ia tamat SMA. Uang yang diberikan oleh namboru-nya ia pinjamkan kepada pedagang-pedagang kain untuk dijadikan sebagai modal. Kemudian uang yang dipinjamkan dibayar oleh pedagang dalam bentuk cicilan yang dikutip setiap harinya. Ketika melakukan rutinitas tersebut ia berkenalan dengan H.


(47)

Napitupulu yang akhirnya menikahinya pada tahun 2003. Pernikahan dilaksanakan sesuai dengan prosesi Adat Batak Toba.Sesudah berkeluarga Juli dan suaminya masih tinggal di Jakarta dan mengembangkan usaha mereka sebagai rentenir hingga memiliki seorang anak perempuan bernama Bella Br. Napitupulu yang sudah duduk di bangku kelas-2 SD.

Pada saat pernikahan berlangsung, K. Siahaan (Alm) beserta isterinya I.Br.Nasution menghadiri pernikahan tersebut. Pada masa itu K. Siahaan (Alm) berperan sebagai ayah, yaitu pengganti ayah kandung Juli Siahaan yang sudah meninggal. Ketika mendapat peran sebagai Ayah, yaitu sebagai pemberi boru kepada pihak laki-laki (paranak), ia menjalankannya dengan sangat baik, yaitu dengan cara mendampingi pihak pembagi jambar (raja parhata) sesuai dengan kedudukannya masing-masing.

Anak kedua Keluarga S. Siahaan (Alm)/ E.Br. Lumban Gaol adalah Dame Siahaan yang sudah berusia 32 tahun. Ia lahir hingga menamatkan sekolahnya dari bangku SMK di Lubuk Pakam. Setelah tamat SMA ia merantau ke Pulau Batam dan bekerja di salah satu perusahaan swasta. Di sana ia bekerja selama 3 tahun, hingga pada akhirnya ia di suruh ke Jakarta oleh kakaknya, yaitu Juli Siahaan untuk membantunya menjalankan usahanya sebagai rentenir. Sesampai di Jakarta ia membantu usaha kakanya sebagai rentenir hingga ia memiliki modal sendiri dan mengembangkannya. Hingga pada akhirnya ia bertemu dengan G. Nainggolan yang bekerja di showroom mobil yang sudah memiliki cabang di seluruh Indonesia. Perkenalan mereka berawal ketika G. Nainggolan sedang melakukan pengawasan di


(48)

salah satu cabang showroom hingga pada akhirnya mereka menikah sesuai dengan prosesi pernikahan Adat Batak Toba dan sekarang tinggal di Bengkulu.

Anak ke-3 dari Keluarga S. Siahaan (Alm)/ E.Br. Lumban Gaol adalah Charles Siahaan yang sudah berusia 29 tahun. Sejak lahir hingga selesai menamatkan pendidikannya dari bangku SMK, ia merantau ke Jakarta mengikuti jejak kedua ito -nya. Di sana ia bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan. Ia tinggal terpisah dengan kedua ito-nya dan mengontrak sebuah kamar kost yang tidak jauh dari tempat ia bekerja.

Sedangkan anak terakhir mereka adalah Novita Siahaan yang sudah berusia 21 tahun. Sejak ia lahir tinggal di Lubuk Pakam hingga menamatkan pendidikannya dari bangku SMA. Setelah selesai sekolah, ia juga menyusul jejak kedua kakak dan

ito-nya. Di sana ia tinggal bersama dengan keluarga kakaknya H. Napitupulu/ Juli Br. Siahaan dan bekerja sebagai SPG (Sales Promotion Girl) di salah satu mall Jakarta Timur.

2.1.3. Keluarga P. Napitupulu/ V.Br. Siahaan (Alm)

Pernikahan P. Napitupulu dengan V.Br. Siahaan (Alm) berawal dari pertemuan mereka di Jakarta. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan E.Br. Lumban Gaol, mengatakan bahwa pada mulanya mereka adalah sama-sama perantau di Jakarta. Setelah mereka berpacaran selama 3 tahun, P. Napitupulu mengajak V.Br. Siahaan untuk diperkenalkan kepada kedua orang tuanya di Samosir. Setelah dari sana mereka ke Lubuk Pakam untuk menjumpai orang tua V.Br. Siahaan, yaitu B.


(49)

Siahaan (Alm) dan S.Br. Napitupulu. Hingga pada akhirnya mereka melangsungkan pernikahan pada tahun 1983. Setelah menikah mereka kembali ke Pulo Gadung, Jakarta Timur. Di sana mereka berprofesi sebagai rentenir dan sudah memiliki 3 orang anak.

Anak mereka yang pertama adalah Lina Napitupulu yang sudah berusia 29 tahun. Sejak lahir ia tinggal di Jakarta hingga meyelesaikan kuliah program Strata-1

sekitar 5 tahun yang lalu dan bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan di Jakarta Timur. Rencananya ia akan menikah dalam waktu dekat, yaitu sekitar bulan Juni tahun ini (2012).

Anak mereka yang ke-2 adalah Paul Napitupulu yang sekarang sudah berusia 27 tahun. Sejak lahir Paul juga tinggal di Jakarta hingga menyelesaikan kuliah program Diploma-3 sekitar 3 tahun yang lalu. Sekarang ia bekerja dengan membuka kios pulsa yang letaknya tidak jauh dari rumahnya.

Anak mereka yang terakhir adalah Cory yang sudah berusia 25 tahun. Sejak lahir juga ia tinggal di Jakarta dan menyelesaikan kuliah program Diploma-3 sekitar 2 tahun yang lalu. Setelah menyelesaikan kuliah, ia bekerja di salah satu pelayaran Indonesia sambil menyelesaikan kuliah program Strata-1 nya hingga saat ini.

2.1.4. Keluarga K. Siahaan (Alm)/ I.Br. Nasution

Peneliti bersama M. Lumban Gaol melakukan observasi rumah dan wawancara terhadap I.Br.Nasution tentang sejarah dan profil keluarga mereka tepat pukul 14.00 WIB. Pada saat itu I.Br. Nasution sedang duduk di dapur sambil


(50)

merokok karena kecapain setelah berjualan ikan di pasar tradisional Lubuk Pakam, sedangkan anaknya Dodi sedang istrahat siang di atas sebuah karpet di ruang tengah tepatnya di depan Televisi.

Pada awal kami menuju dapur, I.Br. Nasution tersenyum kecil sambil mematikan rokoknya menyambut kedatangan kami. Ia agak sedikit heran melihat kedatangan kami, karena sebelumnya kami tidak pernah melakukan kunjungan secara pribadi tanpa didampingi angkang boru-nya E.Br. Lumban Gaol terkecuali ada hal penting yang disampaikan tetapi angkang boru-nya tersebut berhalangan datang. Sesampai di dapur, I.Br. Nasution meminta kami untuk duduk di ruang tengah dan menyuruh Dodi untuk menyediakan minuman, namun kami menolaknya secara halus karena tidak ingin merepotkan.

Di atas kursi yang terletak di ruang tengah, peneliti menjelaskan maksud kedatangannya ke rumah adalah untuk melakukan observasi dan wawancara tentang sejarah dan profil keluarga mereka. Pada mulanya ia sangat heran dan menanyakan atas tujuan apa menanyakan hal tersebut. Dalam kesempatan teresbut peneliti meyakinkanya lagi hingga akhirnya berhasil memecahkan suasana yang hampir tegang terebut menjadi suasana yang lebih rileks dan berhasil menjalin hubungan yang baik dengannya ketika melakukan wawancara. Hal ini terbukti dari caranya berbicara lepas ketika menjelaskan apa yang ditanyakan oleh peneliti.

Ia menjelaskan bahwa pada awalnya pertemuannya dengan suaminya K. Siahaan (Alm) bermula ketika ia dikenalkan oleh sahabat dekatnya Leo yang


(51)

sekarang sudah tinggal di Jambi. Leo adalah teman dekat K. Siahaan (Alm) juga ketika masih duduk di bangku SMP di Kelurahan Cemara, Lubuk Pakam. Perkenalan tersebut berlanjut hingga mereka berpacaran selama 4 tahun.

Pada saat ingin melanjutkan hubungan ke pernikahan, awalnya Keluarga Siahaan, yaitu orang tua mereka B. Siahaan (Alm)/ S.Br. Napitupulu sangat tidak setuju dengan hal tersebut, sementara ketiga saudaranya yang lainnya tidak mengundang perbedaan pandangan terhadap pernikah tersebut. Ini terbukti dari sikap mereka yang tidak pernah menyambut kedatangan I.Br. Nasution ketika K. Siahaan (Alm) membawanya ke rumah. Namun K. Siahaan (Alm) tidak berhenti sampai di situ saja, karena ia selalu berusaha memberikan alasan yang cukup kuat untuk meyakinkan kedua orang tua bahwa keluarganya akan baik-baik saja setelah ia menikah nanti.

Alasan tersebut bisa dipahami dan diterima oleh kedua orang tuanya dengan berbagai macam persyaratan, yaitu dengan mengajak I.Br. Nasution berpindah agama menjadi agama Kristen Protestan. Sementara itu di sisi lain, pihak keluarga I.Br. Nasution akan merestui pernikan mereka dengan syarat bahwa I.Br. Nasution boleh menikah dengan K. Siahaan (Alm) tetap beragama Islam dan mengajak suaminya untuk ikut beragama Islam pula.

Perbedaan maksud dan keinginan yang dijadikan sebagai syarat restu bagi masing-masing kedua belah pihak menimbulkan permasalahan yang menimbulkan konflik. Hingga pada akhirnya pihak Keluarga Siahaan mengalah dan memberikan


(52)

izin kepada K. Siahaan (Alm) untuk menikahi I.Br. Nasution dan menganut agama Islam. Pernikahan juga dilakukan di rumah pihak perempuan yang juga dijadikan sebagai syarat restu yang diberikan orang tua I.Br. Nasution. Walaupun demikian setelah menikah hubungan I.Br. Nasution dengan kedua mertuanya tetap saja tidak terlalu dekat.

Setelah menikah mereka membentuk keluarga dan rumah tangga tersendiri di Gg. Bidan, Bakaran Batu, Lubuk Pakam. Di sana mereka bekerja sebagai pedagang ikan laut di pasar tradisional Lubuk Pakam. Setiap pukul 02.00 WIB mereka berangkat dari rumah dengan mengendarai sepeda motor hingga selesai berjualan pada pukul 14.00 WIB. Namun hal tersebut tidak bersifat mutlak, tergantung pada laris tidaknya ikan yang di jual. Pada saat ikannya laris, mereka akan pulang lebih awal. Demikian pula sebaliknya, jika ikannya tidak cepat habis maka mereka lebih lama pulang dari biasanya. Namun jika ikan juga tidak habis hingga sore hari, mereka membawanya pulang dan menyimpannya di rumah untuk dijual kembali pada esok harinya.

K. Siahaan meninggal sekitar 5 tahun yang lalu, yaitu ketika ia berusia 52 tahun. Meninggalnya ia di rumah pada saat isterinya I.Br. Nasution sedang berada di penjara sebagai tahanan pengedar ganja. Sebenarnya penyakit yang dideritanya berawal dari stress yang berkepanjangan karena memikirkan isterinya masuk penjara sudah setahun lamanya. Sementara itu penyebab isterinya masuk penjara adalah akibat pengaduan keluarga adiknya sendiri yaitu L. Siahaan/ U.Br. Panjaitan.


(53)

Akibatnya ia tidak lagi memperdulikan kesehatannya dan mengurung diri di kamar sepanjang hari hingga meninggal dunia di kamar itu juga.

Keluarga K. Siahaan (Alm)/ I.Br. Nasution memiliki 3 orang anak, yaitu Hendri Siahaan, Noni Br. Siahaan, dan Dodi Siahaan. Hendri Siahaan berusia 28 tahun dan sudah menikah dengan Vero, perempuan berusia 22 tahun beragama Islam. Sekarang mereka tinggal di rumah mertuanya di Jalan Antara, Bakaran Batu yang yang tidak jauh dari rumah orang tuanya. Di sana ia bekerja sebagai kuli bangunan sedangkan isterinya sebagai ibu rumah tangga. Saat ini mereka sudah memiliki 3 orang anak, bernama Bagas, Cici, dan Magnalita.

Anak mereka yang ke-2 adalah Noni yang sekarang berusia 27 tahun dan sudah menikah dengan Boby, yaitu sbekerja sebagai seorang polisi. Sekarang Noni sudah memiliki 1 orang anak perempuan bernama Kiki yang masih berusia 4 tahun. Sedangkan ito-nya yang paling kecil, yaitu Dodi yang sekarang berusia 24 tahun tinggal bersama orang tuanya di Gg. Bidan, Bakaran Batu. Di sana ia bekerja sebagai karyawan di salah satu pabrik di Tanjung Morawa.

2.1.5. Keluarga L. Siahaan/ U.Br. Panjaitan

Setelah mendapat data yang cukup dari I.Br. Nasution, kami melanjutkan perjalanan kami menuju rumah Keluarga L. Siahaan/ U.Br. Panjaitan di Gg. Budiman, Bakaran Batu, Lubuk Pakam. Ketika sampai di rumah kami hanya bertemu dengan U.Br. Panjaitan karena pada saat yang bersamaan suaminya masih berada di penjara sebagai tahanan pengedar ganja sedangkan anaknya Dewi bekerja di rumah


(54)

sakit Medistra dan Anggi masih sedang duduk di bangku kuliah kesehatan di Medistra Lubuk Pakam.

Keluarga L. Siahaan/ U.Br. Panjaitan terbentuk sekitar 23 tahun yang lalu. Pernikahan mereka bermula ketika L. Siahaan sering bermain di Tangsi, Lubuk Pakam atau rumah orang tua U.Br. Siahaan. Setelah berpacaran selama 2 tahun, mereka memutuskan untuk menikah. Adapun pernikahan mereka sesuai dengan prosesi Adat Batak Toba yang dilaksanakan di Gg. Budiman, Lubuk Pakam, yaitu rumah keluarga L. Siahaan.

Setelah menikah keluarga U.Br. Panjaitan memberikan sepetak sawah padi yang terletak di Pokok Mangga, Jalan Galang, Lubuk Pakam sebagai sumber mata pencaharian mereka untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Dimulai dari situ mereka berdua bekerja sebagai petani padi hingga sampai saat ini. Pada bulan januari mereka menanam tanaman palawija, sedangkan pada bulan April dan Agustus mereka menanam padi. Hal ini disesuaikan dengan musim yang terjadi di Indonesia, yaitu pada musim kemarau mereka menanam tanaman palawija sedangkan pada musim hujan mereka menananm padi.

Anak mereka yang pertama, yaitu Dewi Br. Siahaan yang sudah berusia 23 tahun adalah lulusan Akademi Kebidanan Medistra. Sekarang ia sudah bekerja di Rumah Sakit Medistra Lubuk Pakam. Sedangkan adiknya Anggi Br. Siahaan yang sekarang sudah berusia 19 tahun, masih duduk di bangku kuliah Akademi Keperawatan Medistra juga sama seperti kakak-nya.


(55)

Adapun komposisi anggota Keluarga Siahaan berdasarkan beberapa kategori adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2. Komposisi Keluarga Luas Siahaan Berdasarkan Beberapa Kategori

Keluarga Kategori

Jenis Kelamin

Etnis Agama Pendidi-kan

Pekerjaan

-B. Siahaan (Alm)

-S.Br.Napitupulu (Alm) Lk Pr Batak Toba Protestan SD SD Pedagang ikan Pedagang ikan

-S. Siahaan (Alm)

-E.Br. Lumban Gaol

-Juli Siahaan -Dame Siahaan -Charles Siahaan -Novita Siahaan Lk Pr Pr Pr Lk Pr Batak Toba Protestan SMP SMA SMA SMA SMA SMA Supir Penjahit Rentenir IRT Karyawan SPG -P. Napitupulu

-V.Br. Siahaan (Alm)

-Lina Napitupulu

Lk

Pr

Pr Batak

Toba Protestan SMA SMA S-1 Rentenir Rentenir Karyawan


(56)

-Paul Napitupu lu -Cory Napitupulu Lk Pr D-3 D-3 Pemilik Counter Karyawan

-K. Siahaan (Alm)

-I.Br. Nasution -Hendri Siahaan -Noni Siahaan -Dodi Siahaan Lk Pr Lk Pr Lk Batak Toba Manda-iling Batak Toba Islam SMA SMA SMA SMA SMA Pedagang ikan Pedagang ikan Karyawan IRT Karyawan -L. Siahaan -U.Br. Panjaitan -Dewi Siahaan -Anggi Siahaan Lk Pr Pr Pr Batak Toba Protestan SMA SMA D-3 SMA Petani Petani Bidan Mahasiswi Sumber: Wawancara


(57)

Adapun gambar anggota Keluarga Siahaan adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1. Anggota Keluarga Siahaan

KETERANGAN :

LAKI-LAKI PEREMPUAN KRISTEN ISLAM

K. Siahaan (Alm)/ Br. Nasution

L. Siahaan/ Br. Panjaitan

Sumber: Wawancara

Keterangan: Selain menunjukkan anggota Keluarga Siahaaan secara keseluruhan, gambar di atas juga memetakan anggota keluarga yang pernah berkonflik yang akan dijelaskan dalam BAB III.

2.2.SEJARAH DAN PROFIL KELUARGA NADAPDAP

Keluarga Nadapdap secara keseluruhan berjumlah 38 anggota keluarga. Keluarga ini sudah terbentuk sejak tahun 1936. Salah satu anggota keluarganya tinggal, yaitu Keluarga G. Nainggolan/ D.Br. Nadapdap tinggal di Perumnas BSP, Jalan Galang, Lubuk Pakam. Keluarga inilah yang menjsdi informan utama untuk


(58)

mengetahui sejarah dan profil dan terbentuknya masing-masing keluarga inti yang berada di dalam keluarga luas tersebut.

Untuk mendapatkan data yang lebih mendalam tentang sejarah dan profil masing-masing keluarga inti, secara terfokus peneliti sengaja tinggal satu malam di rumah Keluarga G. Nainggolan/ D.Br. Nadapdap, sebab salah satu anak perempuannya yang bernama Sari juga merupakan teman dekat semasa SMP dahulu. Selain menanyakan kepada G. Nainggolan dan D.Br. Nadapdap, peneliti juga melakukan wawancara sambil lalu kepada Ewin, yaitu anak pertama dalam keluarga tersebut. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara mendalam kepada Sari, yaitu pada malam hari sebelum Sari dan peneliti tidur bersama. Wawancara dilakukan mulai dari pukul 22.00 WIB-01.00 WIB.

Suasana wawancara yang dilakukan peneliti kepada Sari bukanlah seperti wawancara formal yang banyak dilakukan oleh orang-orang penting di luar sana. Suasana wawancara ini lepas begitu saja seperti acara curhatan seseorang kepada teman dekatnya. Terkadang Sari dan peneliti mencampurkan wawancara dengan curhatan tentang masalah kuliah dan pacar. Begitulah session pertanyaan dan penjelasan jawaban secara rinci dan mendalam secara bergantian sepanjang malam.

Adapun hasil wawancara mendalam yang didapatkan oleh peneliti tentang sejarah dan profil anggota keluarga luas tersebut adalah sebagai berikut:


(59)

2.1.Keluarga G. Nadapdap (Alm)/ E.Br. Sinaga

G. Nadapdap (Alm) menikah dengan E.Br. Sinaga pada tahun 1936. Pada dasarnya mereka sudah saling kenal karena sejak kecil mereka sudah berada dalam lingkungan sosial yang sama, yaitu sama-sama tinggal di Sidikalang, Kabupaten Dairi. Setelah menikah mereka tetap tinggal menetap di Sidikalang. Di sana ia dan isterinya bekerja sebagai petani kopi untuk memenuhi seluruh kebutuhan ekonomi keluarga. Tidak lama setelah membentuk keluarga baru, mereka memiliki 8 orang anak, yang terdiri atas 6 orang anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan. berikut urutan anak-anaknya yang dimulai dari anak tertua: A. Nadapdap (Alm), B. Nadapdap, R. Nadapdap, D.Br. Nadapdap, S. Nadapdap, K. Nadapdap, A. Nadapdap, dan S.Br. Nadapdap.

2.2. Keluarga A. Nadapdap (Alm)/ Rani

A. Nadapdap (Alm) menikah dengan Rani pada tahun 1994, yaitu ketika A. Nadapdap berusia 40 tahun dan Rani berusia 39 tahun. Lamanya usia ketika mereka menikah disebabkan karena tuntutan pekerjaan mereka masing-masing. Keduanya bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan swasta yang sama. Akibatnya mereka sama-sama sibuk dan tidak menyadari bahwa usia sudah semakin tua.

Prosesi pernikahan mereka berlangsung sesuai dengan Adat Batak Toba yang merupakan kesepakatan masing-masing kedua belah pihak yang bersangkutan, yaitu antara orang tua A. Nadapdap (Alm) dengan orang tua Rani. Acara pernikahan berlangsung di Sidikalang. Setelah menikah mereka dan anaknya menganut agama


(60)

Kristen Protestan dan tinggal menetap di Jakarta hingga pada saat ini. Namun setelah A. Nadapdap (Alm) meninggal, Rani atau isteri dari A. Nadapdap (Alm) itu sendiri menikah lagi dengan seseorang yang menganut agama Islam. Dalam situasi yang seperti ini Rani tidak mengembalikan ketiga orang anaknya kepada mertuanya, melainkan membawa mereka ke dalam keluarga barunya. Satu orang diantara anaknya masih tetap menganut agama Kristen Protestan, sedangkan 2 orang lainnya menganut agama Islam.

Anaknya yang pertama adalah Edo Nadapdap yang sudah berusia 17 tahun sekarang sedang duduk di bangku SMA kelas 2. Ia belajar di salah satu sekolah swasta Jakarta Utara. Adik perempuannya yang bernama Winda Br. Nadapdap sekarang masih berusia 15 tahun dan duduk di bangku kelas 3 SMP, sedangkan adiknya yang paling kecil, yaitu Riris berusia 13 tahun dan sekarang duduk di bangku kelas 1 SMP.

2.2.Keluarga B. Nadapdap/ N.Br. Lumban Siantar

B. Nadapdap dengan N.Br. Lumban Siantar menikah sekitar tahun 1984. Hubungan mereka berawal sejak perkenalan mereka di perantauan di Jakarta. Pernikahannya dilaksanakan sesuai dengan prosesi pernikahan Adat Batak Toba. Setelah menikah di Sidikalang mereka kembali lagi ke Jakarta untuk bekerja dan tinggal menetap. B. Nadapdap bekerja sebagai penjual pakaian di toke sendri yang didampingi oleh isterinya. Di sana mereka memiliki seorang anak laki-laki yang


(61)

bernama David Nadapdap. Saat ini David berusia 27 tahun dan sudah menikah dengan Vio Br. Simarmata tetapi belum memiliki keturunan.

2.3. Keluarga R. Nadapdap/ P.Br. Siagian

R. Nadapdap dan P.Br. Siagian adalah sepasang suami isteri yang menikah pada tahun 1980. R. Nadapdap adalah seorang guru SMA di Bengkulu, sedangkan isterinya sebagai ibu rumah tangga. Mereka menikah di Sidikalang sesuai dengan prosesi pernikahan Adat Batak Toba. Setelah menikah mereka kembali ke Bengkulu dan tinggal menetap.

Di sana mereka memiliki 4 orang anak, yaitu Mery Br.. Nadapdap yang sudah berusia 32 tahun dan sudah menikah dan memilki 2 orang anak. Mery bekerja sebagai guru SMA yang tinggal di Bengkulu juga. Anaknya yang ke-2 adalah Lia Br. Nadapdap yang sudah berusia 27 tahun. Ia bekerja sebagai bidan di salah satu rumah sakit swasta di Bengku lu. Anaknya yang ke-3 adalah Gideon Nadapdap yang sudah berusia 25 tahun. Ia masih berstatus pengangguran karena baru saja menyelesaikan kuliahnya. Sedangkan anaknya yang terakhir adalah Very Nadapdap, yang sudah berusia 19 tahun. Ia baru saja menjadi mahasiswa di universitas swasta Bengkulu.

2.4. Keluarga G. Nainggolan/ D.Br. Nadapdap

Keluarga G. Nainggolan sendiri tinggal di Perumnas BSP, Jalan Galang Lubuk Pakam. G. Nainggolan bekerja sebagai guru SMA di Perbaungan, Serdang Berdagai, sedangkan D.Br. Nadapdap bekerja sebagai guru SMP di Pasar Miring,


(62)

Lubuk Pakam. Keduanya berstatus sebagai pegawai negeri sipil. Keluarga ini sudah terbentuk sejak 27 tahun yang lalu.

Sebelum melangkah kepada jenjang pernikahan mereka sudah berkenalan sejak mereka sama-sama duduk di bangku kuliah, yaitu di Universitas Negeri Medan. Hingga pada akhirnya mereka menikah di Balige, yaitu di rumah orang tua G. Nainggolan. Prosesi pernikahan dilaksanakan sesuai dengan Adat Batak Toba. Setelah menikah mereka kembali ke Lubuk Pakam dan tinggal di Perumnas BSP hingga pada saat ini.

Di depan rumahnya banyak tanaman anggrek dengan berbagai macam variasi. Sebab salah satu kesenangan D.Br. Nadapdap adalah menanam bunga apabila memiliki waktu senggang. Jika tanaman anggreknya berbunga sangat lebat ia akan menjualnya kepada orang-orang yang membutuhkannya. Biasanya bunga dibeli oleh muda/i Katolik untuk dibawa ke Gereja, selain itu bunga juga dibeli oleh orang-orang yang ingin membuat karangan bunga dalam upacara kematian.

Mereka memilki tiga orang anak, yang terdiri atas dua orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan yaitu: Ewin Nainggolan, Oga Nainggolan, dan Sari Nainggolan. Ewin Nainggolan adalah seorang karyawan Kedaung Group di Tanjung Morawa, Jalan Medan. Ia adalah seorang sarjana manajemen dari Universitas Nomensen. Oga anak ke-2 mereka sudah menyelesaikan kuliahnya satu tahun yang lalu di Fakultas Hukum Universitas Nomensen. Dan anak mereka yang terakhir, yaitu


(63)

Sari masih duduk di bangku kuliah semester ke-8 Fakultas Hukum Universitas Nomensen juga.

2.5. Keluarga S. Nadapdap/ K.Br. Lumban Tobing

S. Nadapdap dan K.Br. Lumban Tobing sudah berkenalan sejak mereka sama-sama duduk di bangku SMA. Mereka mengikat hubungan kea rah yang lebih serius dan menikah pada tahun 1993. Pernikahan mereka disambut baik oleh masing-masing kedua orang tua mereka, karena berdasarkan penilaian kedua belah pihak keduanya adalah pasangan serasi. Mereka melangsungkan pernikahan di Sidikalang sesuai dengan prosesi pernikahan Adat Batak Toba.

Setelah menikah, mereka tinggal di Palangkaraya untuk bekerja dan tinggal menetap di sana. S. Nadapdap bekerja di Pertambangan Batu Licin, Kalimantan Selatan, sedangkan isterinya hanyalah sebagai ibu rumah tangga. Sudah 19 tahun mereka menikah dan sekarang sudah memiliki 4 orang anak. Anak mereka yang pertama adalah Benny Nadapdap, yang usianya adalah 18 tahun dan sekarang masih duduk di bangku kelas-3 SMA. Adiknya yang pertama bernama Fani Br. Nadapdap, yang sudah berusia 16 tahun dan duduk di bangku kelas-1 SMA, sedangkan adiknya yang ke-2 bernama Asnita yang berusia 15 tahun dan sekarang sedang duduk di bangku kelas -1 SMP. Dan adiknya yang terakhir bernama Antonius Nadapdap, yaitu berusia 12 tahun, yang sedang duduk di bangku kelas-6 SD.


(64)

2.6. Keluarga K. Nadapdap/ G.Br. Simanungkalit

K. Nadapdap berkenalan dengan G.Br. Simanungkalit ketika mereka sama-sama mengikuti Ujian CPNS di Pulau Bangka. Ketika ujian mereka berada di dalam ruangan yang sama dan saling bertukar nomor handphone. Namun ketika pengumuman hasil ujian, K. Nadapdap dinyatakan lulus sedangkan G.Br. Simanungkalit tidak lulus.

Setelah itu hubungan mereka masih terus berlanjut hingga pada akhirnya mereka menikah pada tahun 1996. Pernikahan mereka juga dilaksanakan di Sidikalang sesuai dengan prosesi pernikahan Adat Batak Toba. Sekarang mereka sudah memiliki dua orang anak. Anak pertama mereka adalah Armi Br. Nadapdap, yang sekarang sudah berusia 15 tahun dan duduk di bangku SMP. Sedangkan adiknya yang bernama Linda Nadapdap berusia 10 tahun dan sekarang duduk di bangku kelas-4 SD.

2.7. Keluarga A. Nadapdap/ L.Br. Manik

Keluarga A. Nadapdap/ L.Br. Manik terbentuk sejak 14 tahun yang lalu. Keduanya beretemu dalam acara pernikahan teman dekat mereka Ios/ Wati. Ios adalah teman dekat L.Br. Manik, sedangkan Wati adalah teman SMA A. Nadapdap. Selanjutnya mereka menikah di Sidikalang sesuai dengan prosesi pernikahan Adat Batak Toba.

Saat ini A. Nadapdap bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Tanjung Morawa, sedangkan isterinya sebagai ibu rumah tangga. Mereka tinggal di Helvetia,


(65)

Medan. Sekarang mereka sudah mempunyai seorang anak bernama Ari Nadapdap berusia 14 tahun yang sedang duduk di bangku kelas-2 SMP.

2.8. Keluarga Kahar/ S.Br. Nadapdap

Kahar bertemu dengan S.Br. Nadapdap ketika ia bermain-main ke rumah temannya di Sidikalang. Perkenalan mereka berlanjut sampai mereka berpacaran hingga 2 tahun lamanya. Ketika mereka akan memutuskan untuk menikah, perbedaan agama menjadi sebuah tembok penghalang di antara keduanya, terlebih kepada kedua orang tuanya.

Pada awalnya hubungan mereka tidak disetujui karena Kahar juga tidak memiliki pekerjaan tetap dan diragukan tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari karena Kahar hanya bekerja sebagai kuli bangunan. Pada akhirnya Kahar melarikan S.Br. Nadapdap ke kampung halamannya di Kisaran hingga melaksanakan pernikahan sesuai dengan ajaran agama Islam dan Adat Jawa. S.Br.Nadapdap berpindah agama dan akhirnya mengikuti agama suaminya Kahar.

Ketika anak mereka yang pertama lahir pada tahun 2000, mereka berkunjung ke rumah orang tua S.Br. Nadapdap di Sidikalang untuk meminta restu kembali. Dalam suasana yang demikian keluarga besar S. Nadapdap menyambutnya dengan baik dan membuat acara syukuran kecil-kecilan dengan mengundang warga sekitar. Dalam acara tersebut juga orang tua S.Br. Nadapdap meminta mereka untuk tinggal di Sidikalang dan dibuatkan sebuah rumah kecil. Hingga pada saat ini mereka tinggal di Sidikalang yang rumahnya tidak jauh dari rumah orang tuanya tersebut. Di


(66)

Sidikalang mereka membuka warung kopi kecil-kecilan sambil bertani dengan lahan yang tidak terlalu luas.

Keluarga Kahar/ S.Br. Nadapdap sudah memiliki 3 orang anak sekarang. Anaknya yang pertama bernama Lusiana yang sudah berusia 12 tahun dan duduk di bangku kelas-6 SD. Adiknya yang pertama bernama Siska, berusia 9 tahun dan sekarang duduk di bangku kelas-3 SD. Sedangkan adiknya yang terakhir bernama Dedi yang masih berusia 4 tahun.

Adapun komposisi anggota Keluarga Siahaan berdasarkan beberapa kategori adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3. Komposisi Keluarga Luas Nadapdap Berdasarkan Beberapa Kategori

Keluarga Kategori

Jenis Kelamin

Etnis Agama Pendidikan Pekerjaan -G.Nadapdap (Alm)

-E.Br.Sinaga

Lk

Pr

Batak Toba

Protestan SD

SD

Petani kopi


(67)

-A.Nadapdap (Alm) -Rani -Edo Nadapdap -Winda Nadapdap -Riris Nadapdap Lk Pr Lk Pr Pr Batak Toba Jawa Batak Toba Protestan Islam Kristen Islam Islam SMA D-3 SMP SD - Karyawan Bidan Siswa Siswi - -B.Nadapdap -P.Br. Siagian -Mery Nadapdap -Lia Nadapdap -Gideon Nadapdap -Very Nadapdap Lk Pr Pr Pr Lk Lk Batak Toba Protestan S-1 S-1 S-1 S-1 S-1 SMA Pedagang Pedagang PNS PNS Karyawan Mahasiswa -G. Nainggolan -D.Br. Nadapdap -Ewin Nainggolan -Oga Nainggolan -Sari Nainggolan Lk Pr Lk Lk Pr Batak Toba Protestan S-1 S-1 S-1 S-1 SMA PNS PNS Karyawan Karyawan Mahasiswi -S. Nadapdap -K.Br.Lumban Tobing -Benny Nadapdap -Fani Nadapdap -Asnita Nadapdap -Antonius Nadapdap Lk Pr Lk Pr Pr Pr Batak Toba Protestan S-1 SMA SMA SMP SMP SD Karyawan IRT Siswa Siswi Siswi Siswa


(68)

-K. Nadapdap -G.Br. Simanungkalit -Armi Nadapdap -Linda Nadapdap Lk Pr Pr Pr Batak Toba Protestan S-1 SMA SMP SD PNS IRT Siswi Siswi -A. Nadapdap -L.Br. Manik -Ari Nadapdap Lk Pr Lk Batak Toba Protestan S-1 SMA SMP Karyawan IRT Siswa -Kahar -S.Br.Nadapdap -Lusiana -Siska -Dedi Lk Pr Pr Pr Lk Jawa Batak Toba Jawa Islam SMA SMA SMP SD - Pedagang kopi IRT Siswi Siswi - Sumber: Wawancara


(69)

Adapun gambar anggota Keluarga Siahaan adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2. Anggota Keluarga Luas Nadapdap

Sumber: Wawancara

Keterangan: Selain menunjukkan anggota KeluargaNadapdap secara keseluruhan, gambar di atas juga memetakan anggota keluarga yang pernah berkonflik yang akan dijelaskan dalam BAB III.

2.3. SEJARAH DAN PROFIL KELUARGA SIHOTANG

Keluarga K. Sihotang (Alm)/ S.Br. Sigalingging terbentuk pada tahun 1946 yang lalu, atau sudah terbentuk sekitar 66 tahun lamanya. Secara keseluruhan anggota


(1)

BIODATA INFORMAN

1. Nama : Br. Lumban Gaol Usia : 55 Tahun

Pendidikan : SMA Pekerjaan : Penjahit 2. Nama : Br. Nasution

Usia : 50 Tahun Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pedagang ikan 3. Nama : Noni

Usia : 27 Tahun Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga 4. Nama : Dodi

Usia : 24 Tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Karyawan 5. Nama : Br. Panjaitan

Usia : 46 Tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Petani

6. Nama : Br. Nadapdap Usia : 51 Tahun


(2)

Pendidikan : S-1 Pekerjaan : PNS

7. Nama : G. Nainggolan Usia : 54 Tahun Pendidikan : S-1 Pekerjaan : PNS

8. Nama : Ewin Nainggolan Usia : 27 Tahun

Pendidikan : S-1 Pekerjaan : Karyawan 9. Nama : Sari Nainggolan

Usia : 21 Tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Mahasiswi 10.Nama : D. Sihotang

Usia : 56 Tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Petani 11.Nama : Br. Sinaga

Usia : 54 Tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Petani

12.Nama : Dewi Sihotang Usia : 22 Tahun


(3)

Pendidikan : SMA Pekerjaan : Mahasiswi 13.Nama : J. Pandiangan

Usia : 44 Tahun

Pendidikan : SMA Pekerjaan : Petani

14.Nama : Br. Lumban Raja

Usia : 42 Tahun

Pendidikan : SMA Pekerjaan : Petani

15.Nama : Lastarulina Pandiangan

Usia : 20 Tahun

Pendidikan : SMA Pekerjaan : Mahasiswa 16.Nama : G. Parhusip

Usia : 53 Tahun

Pendidikan : SMA Pekerjaan : Pedagang

17.Nama : M. Lumban Gaol

Usia : 51 Tahun

Pendidikan : SMA Pekerjaan : Petani

18.Nama : Br. Simamora


(4)

Pendidikan : SMA Pekerjaan : Bertani

19.Nama : Hendra Sitohang

Usia : 31 Tahun

Pendidikan : Diploma-3 Pekerjaan : Karyawan 20.Nama : T. Sitohang

Usia : 33 Tahun

Pendidikan : SMA Pekerjaan : Polisi


(5)

Lokasi Penelitian di Jalan Galang, Desa Pasar Melintang, Kecamatan Lubuk Pakam


(6)