8
termodifikasi dengan profil yang paling mendekati pati dengan tipe C diperoleh dari pati yang dimodifikasi dengan kadar air 27.
Sementara itu menurut Vermeylen et al. 2006, modifikasi HMT pada pati kentang dipengaruhi oleh kadar air dan suhu. Modifikasi yang dilakukan pada kadar air 23 dengan
suhu 130
o
C menghasilkan pati termodifikasi HMT dengan suhu gelatinisasi tertinggi dan perubahan pola difraksi sinar-X dari tipe B menjadi tipe A. Tipe A dari struktur granula pati
merupakan tipe difraksi sinar-X yang dimiliki oleh pati serealia alami.
2. Pengaruh sumber pati
Pati dari sumber yang berbeda mempunyai proporsi amilosaamilopektin yang berbeda pula. Adanya perbedaan proporsi amilosaamilopektin kemungkinan akan
mempengaruhi sensitifitasnya terhadap pengaruh modifikasi dengan HMT. Perbedaan panjang rantai serta perbedaan pengaturan amilosa dan amilopektin di dalam granula pati kemungkinan
akan mempengaruhi kemudahan perubahannya pada saat dipanaskan bersama dengan sejumlah air. Menurut Manuel 1996, pati polong-polongan termodifikasi HMT dari berbagai sumber
dengan proporsi amilosaamilopektin yang berbeda mengalami penurunan pelepasan amilosa amilose leaching, penurunan faktor pembengkakan granula swelling factor, dan
peningkatan suhu pelelehan dengan tingkat yang berbeda. Namun demikian, dari perbedaan yang ada belum terlihat adanya kecenderungan pati dengan proporsi amilosa yang lebih tinggi
mempunyai perubahan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pati yang mempunyai proporsi amilosa yang lebih rendah atau sebaliknya Hoover dan Manuel, 1996.
Studi yang dilakukan oleh Widaningrum dan Purwani 2006, menunjukkan bahwa pati jagung dengan kandungan amilopektin lebih tinggi lebih sesitif terhadap perlakuan HMT.
Pati jagung dengan kandungan amilosa rendah 17.69 mengalami pergeseran profil gelatinisasi dari tipe A menjadi tipe C. Sementara itu, pati jagung dengan kandungan amilosa
tinggi 46.15 mengalami pergeseran profil gelatinisasi dari tipe B menjadi tipe C. Studi yang dilakukan oleh Purwani et al. 2006, menunjukkan bahwa teknik HMT
dapat menggeser tipe kurva profil gelatinisasi pati sagu dari tipe A menjadi tipe B. Pada pergeseran pola gelatinisasi ini terjadi perubahan beberapa parameter profil gelatinisasi
diantaranya peningkatan suhu gelatinisasi, penurunan viskositas breakdown, dan peningkatan viskositas set back. Besarnya perubahan beberapa parameter gelatinisasi tersebut berbeda
untuk setiap asal sagu. Sagu Ihur yang mempunyai kandungan amilosa paling rendah mengalami peningkatan suhu gelatinisasi dan penurunan viskositas breakdown yang paling
besar. Modifikasi HMT yang dilakukan terhadap pati ubi jalar dengan kandungan amilosa
yang berbeda menunjukkan bahwa pati dengan kandungan amilosa lebih rendah lebih mudah mengalami pergeseran profil gelatinisasi dari tipe A menjadi tipe C bila dimodifikasi HMT
selama 4 jam dan 8 jam, penambahan waktu modifikasi menjadi 16 jam menghasilkan pati termodifikasi dengan profil gelatinisasi tipe B.
3. Pengaruh suhu dan kadar air
Perubahan yang terjadi pada pati yang dimodifikasi HMT disebabkan oleh adanya interaksi antara amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dengan air. Inhibisi air ke dalam
granula pati dimungkinkan oleh adanya suhu tinggi yang dapat memutuskan ikatan hidrogen antara molekul amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin, maupun amilopektin-amilopektin.
Ikatan hidrogen antara molekul tersebut kemudian digantikan oleh ikatan hidrogen dengan air.
9
Oleh karena itu, kadar air dan suhu yang diterapkan selama modifikasi kemungkinan akan saling berinteraksi dalam mempengaruhi karakteristik pati termodifikasi yang dihasilkan.
Studi yang dilakukan dilakukan oleh Vermeylen et al. 2006 menunjukkan bahwa pati termodifikasi HMT pada kadar air dan suhu yang lebih tinggi mempunyai suhu gelatinisasi
yang lebih tinggi, kisaran suhu gelatinisasi yang lebih lebar, dan energi entalpi gelatinisasi yang lebih rendah dibendingkan dengan pati termodifikasi HMT pada kadar air dan suhu yang
lebih rendah. Selain itu, pati termodifikasi pada suhu dan kadar air yang lebih tinggi mempunyai ukuran lubang kekosongan di pusat granula yang lebih besar dan integritas
granula pati termodifikasi pada suhu 130
o
C telah hilang sebagian.
4. Pengaruh waktu dan suhu Adanya pengaruh interaksi waktu dan suhu modifikasi HMT terhadap karakteristik
pati termodifikasi jagung dilaporkan oleh Ahmad 2009. Modifikasi yang dilakukan pada suhu pemanasan 110
o
C selama 6 jam dapat menghasilkan pati termodifikasi dengan karakteristik gelatinisasi tipe C, pati tersebut juga mempunyai kelarutan yang lebih rendah dan kekuatan gel
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pati yang dimodifikasi pada waktu dan suhu yang berbeda.
Studi yang dilakukan oleh Lestari 2009, menunjukkan bahwa tepung jagung yang dimodifikasi HMT pada berbagai modifikasi suhu dan waktu yang berbeda menghasilkan
tepung jagung dengan karakteristik gelatinisasi yang berbeda. Tepung jagung termodifikasi dengan tipe C yaitu tepung yang mempunyai stabilitas panas dan pengadukan tinggi diperoleh
dengan kombinasi suhu 110
o
C dan waktu 6 jam. Selain itu, tepung tersebut juga mempunyai swelling volume dan amylose leaching yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tepung
yang dimodifikasi pada perlakuan lainnya. Studi yang dilakukan oleh Ahmad 2009 tidak menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan stabilitas pati dengan meningkatnya waktu dan suhu modifikasi HMT. Stabilitas panas pasta pati meningkat dengan meningkatnya waktu modifikasi dari 12 jam menjadi 16
jam, namun stabilitas panas tersebut menurun dengan meningkatnya suhu modifikasi dari 110
o
C menjadi 120
o
C.
5. Pengaruh pH dan waktu