32
menggunakan t test dan ANOVA yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara sampel pati walur kontrol dengan sampel pati walur HMT. Hormdok dan
Noomhorm 2007 juga menyatakan bahwa tidak ada perubahan berarti yang terjadi pada indeks kelarutan antara pati beras yang diberi perlakuan HMT dengan pati beras kontrol.
Tabel 8. Hasil analisis kelarutan pati walur alami dan modifikasi HMT pada kadar air 17 dengan menggunakan t test dan ANOVA.
Perlakuan Kelarutan
60
o
C 90
o
C Kontrol 0 jam 0.0196
Aa
0.0710
Aa
100
o
C 6 jam
0.0157
Aa
0.0654
Aa
8 jam 0.0189
Aa
0.0736
Aa
10 jam 0.0144
Aa
0.0706
Aa
110
o
C 6 jam
0.0161
Aa
0.0727
Aa
8 jam 0.0155
Aa
0.0686
Aa
10 jam 0.0178
Aa
0.0800
Aa
Keterangan:
A
= hasil uji dengan t test terhadap pengaruh suhu. Huruf yang sama menunjukkan antara sampel tidak berbeda nyata,
a
= hasil uji dengan ANOVA terhadap pengaruh waktu HMT. Huruf yang sama menunjukkan antara sampel tidak berbeda nyata.
5. Karakteristik Tekstur Gel
Atribut tekstur dari gel tergantung pada jumlah amilosa pada pati, ukuran dan kemudahan deformasi granula pati, dan interaksi antara fase granula dan fase terdispersi Choi
dan Kerr, 2003. Menurut Lee dan Osman 1991, kekuatan gel tergantung dari kemampuan molekul pati untuk berikatan dengan air melalui ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen yang
menstabilkan struktur heliks ganda di dalam granula pati akan rusak selama gelatinisasi dan akan digantikan oleh ikatan hidrogen dengan air. Oleh karena itu, kapasitas pembengkakan pati
dan kekuatan gel ditentukan oleh derajat kristalinitas molekul-molekul pati Tester dan Kalkalas, 1996. Hasil pengukuran dengan menggunakan texture analyzer dapat dilihat pada
Tabel 9. Tabel 9. Hasil analisis karakteristik tekstur gel pati walur alami dan modifikasi HMT pada
kadar air 17 dengan menggunakan t test dan ANOVA.
Perlakuan Karakteristik tekstur gel
Kekerasan elastisitas
kohesifitas Kelengketan
Kontrol 0 jam 2137.600
Aa
0.985
Aa
0.495
Aa
1059.700
Aa
100
o
C 6 jam
1428.150
Aa
0.870
Aab
0.655
Aa
887.400
Aa
8 jam 2255.100
Aa
0.923
Aab
0.533
Aa
1195.000
Aa
10 jam 2217.300
Aa
0.755
Ab
0.408
Aa
923.325
Aa
110
o
C 6 jam
2927.200
Aa
0.800
Aab
0.300
Aa
921.250
Aa
8 jam 2113.900
Aa
0.860
Aab
0.540
Aa
1159.550
Aa
10 jam 1825.300
Aa
0.813
Ab
0.345
Aa
658.550
Aa
Keterangan:
A
= hasil uji dengan t test terhadap pengaruh suhu. Huruf yang sama menunjukkan antara sampel tidak berbeda nyata,
a,b
= hasil uji dengan ANOVA terhadap pengaruh waktu HMT. Huruf yang sama menunjukkan antara sampel tidak berbeda nyata, huruf yang berbeda
menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata dengan sampel lain.
33
Gambar 10. Grafik pengaruh HMT terhadap kapasitas pembengkakan pati walur kontrol dan modifikasi HMT pada kadar air 17 ketika dipanaskan dengan air berlebih pada
suhu 60
o
C dan 90
o
C.
Gambar 11. Grafik pengaruh HMT terhadap kelarutan pati walur kontrol dan modifikasi HMT pada kadar air 17 ketika dipanaskan dengan air berlebih pada suhu 60
o
C dan 90
o
C. Dari Gambar 12 dan Tabel 9 dapat terlihat bahwa pada suhu 100
o
C, perlakuan HMT menaikkan kekerasan dari gel yang terbentuk oleh pati walur. Analisis dengan menggunakan t
test dan ANOVA menunjukkan bahwa peningkatan antar sampel tidak signifikan atau tidak berbeda nyata. Kenaikan dari kekerasan gel pati juga dilaporkan oleh Hormdok dan
Noomhorm 2007 pada pati beras dan Collado dan Corke 1999 pada pati ubi manis. Kenaikan nilai kekerasan ini disebabkan oleh peningkatan ikatan silang antar molekul amilosa
di dalam granula pati. Peningkatan ikatan silang ini menyebabkan kapasitas pembengkakan granula pati menurun Gambar 10 sehingga ikatan hidrogen yang terbentuk antara molekul
amilosa yang terlepas ke dalam air junction zone menjadi lebih banyak Liu et al., 2000. Namun demikian, terjadi penurunan nilai kekerasan pada suhu 110
o
C pada perlakuan HMT selama 8 jam dan 10 jam. Hal ini terkait dengan urutan selama pengukuran karakteristik tekstur
gel. Pengukuran dilangsungkan pada suhu ruang dengan cara menaruh sampel satu-persatu dimulai dari kontrol sampai kepada pati yang mengalami pemanasan HMT selama 10 jam.
2 4
6 8
10 12
14 16
6 8
10
k ap
as itas
p e
m b
e n
gk ak
an
gr am
gr am
b k
lama waktu perlakuan HMT jam
60C, 100C 60C, 110C
90C, 100C 90C, 110C
0,00 0,01
0,02 0,03
0,04 0,05
0,06 0,07
0,08 0,09
6 8
10
k e
lar u
tan
lama waktu perlakuan HMT jam
60C, 100C 60C, 110C
90C, 100C 90C, 110C
34
Dengan kata lain, ada kemungkinan terjadi thawing gel pati selama proses menunggu sebelum diukur oleh alat sehingga ada air yang terperangkap dalam gel pati sempat mencair dan keluar
dari pati. Hal tersebut akan mengurangi tingkat kekerasan dari pati yang akan diukur. Elastisitas gel digunakan untuk mengetahui kemampuan gel pati untuk kembali pada
kondisi semula setelah penekanan pertama Simi dan Abraham, 2008. Dalam Gambar 13 dan Tabel 9 terlihat bahwa elastisitas pati walur cenderung menurun seiring dengan meningkatnya
waktu perlakuan HMT. Hal ini terjadi karena gel pati yang terbentuk akibat perlakuan HMT yang diberikan menjadi lebih kaku dan keras. Kekerasan gel yang meningkat menyebabkan
turunnya elastisitas gel pati karena kemampuan gel pati kembali ke kondisi semula menurun setelah penekanan pertama.
Kohesifitas merupakan perbandingan relatif antara kerusakan gel pati akibat penekanan yang kedua terhadap kerusakan gel pati akibat penekanan pertama Simi dan
Abraham, 2008. Dari segi sensori, kohesifitas berarti kekuatan dari interaksi internal dalam mempertahankan bentuk produk Thibodeau, 2009. Grafik pada Gambar 14 dan data pada
Tabel 9 menunjukkan bahwa kohesifitas gel pati walur cenderung untuk menurun selama perlakuan HMT jika dibandingkan dengan kontrol atau pati alaminya. Namun, analisis dengan
t test dan ANOVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kohesifitas gel pati walur kontrol dan gel pati walur HMT. Penurunan kohesifitas gel pati juga dialami
oleh Zavarese et al. 2012 pada pati jagung. Turunnya kohesifitas pati mungkin disebabkan terjadi thawing pada gel pati selama waktu tunggu pengukuran karakteristik tekstur gel
berlangsung. Waktu tunggu yang semakin lama memungkinkan air yang terperangkap dalam gel pati mencair dan bahkan keluar dari gel. Selama penekanan pertama, air yang terperangkap
dalam gel akan keluar sehingga kekerasan gel pada penekanan kedua akan jauh berkurang. Hal ini mengakibatkan turunnya nilai kohesifitas gel karena nilai kohesifitas merupakan
perbandingan antara kekerasan gel pati pada penekanan pertama dengan penekanan kedua. Sementara itu dari grafik yang nampak dalam Gambar 15 dan data pada Tabel 9
diketahui bahwa kelengketan pada pati walur cenderung menurun seiring dengan peningkatan suhu dan waktu perlakuan HMT. Hal serupa juga dialami oleh Zavarese et al. 2012 pada pati
jagung. Menurut Thibodeau 2009, nilai kelengketan berarti energi yang dibutuhkan untuk mengunyah makanan dari awal sampai kepada titik di mana makanan bisa ditelan. Sementara
itu, secara analisis tekstur, kelengketan merupakan hasil kali antara kekerasan dengan kohesifitas. HMT menurunkan kelengketan gel pati. Hal ini terjadi karena adanya perlakuan
HMT menyebabkan gel pati menjadi semakin keras namun semakin rapuh. Hal ini terlihat dari turunnya nilai kohesifitas gel pati dengan semakin lamanya perlakuan HMT yang diberikan.
Kenaikan kekerasan pada gel tidak sebanding dengan penurunan kohesifitas dari gel pati walur sehingga kelengketan dari gel pati walur cenderung menurun seiring dengan penurunan sifat
kohesifitas gel pati walur.
6. Freeze-thaw Stability