Pengukuran Penetrasi Panas Wadah Aluminium

22 tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin, dan bahan antara seperti lipid dan protein Greenwood, 1976. Rasio antara amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi karakteristik fungsional pati. Oleh karena itu perlu diketahui jumlah kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati agar dapat diketahui aplikasi dan kualitas pati yang dihasilkan Mboungeng et al, 2008. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pati walur memiliki kadar amilosa sebesar 19 dan kadar amilopektin sebesar 59.21. Kadar amilopektin ini ditentukan dari selisih antara kadar pati dan kadar amilosa. Adapun rasio antara amilosa dan amilopektin berbeda dan bervariasi terhadap berbagai sumber pati Tester et al, 2004. Sementara itu pati walur memiliki pH yang rendah yaitu 4.62. Menurut Mishra dan Rai 2006 dan Mboungeng et al 2008, rendahnya pH dapat terjadi karena adanya bahan pengotor pada pati yang dihasilkan. Rendahnya nilai pH pati walur juga dapat disebabkan karena adanya perlakuan dengan asam ketika mereduksi kandungan oksalat pada pati walur.

B. Modifikasi Pati Walur dengan Heat-Moisture Treatment

1. Pengukuran Penetrasi Panas Wadah Aluminium

Penentuan waktu HMT dilakukan untuk menentukan waktu proses HMT menggunakan pati sagu dengan kadar air 17 sebagai pengganti pati walur. Pemilihan pati sagu dikarenakan profil amilografnya berdasarkan pengukuran mirip dengan pati walur yang dihasilkan kontrol pada Gambar 6,8, dan 9. Karakteristik yang diharapkan tercapai pada penelitian pendahuluan ini adalah perubahan profil amilograf, di mana viskositas puncak, viskositas breakdown, dan viskositas balik menjadi lebih rendah dari pati alaminya. Penentuan waktu HMT dilakukan dengan melakukan uji penetrasi panas dan uji profil amilograf menggunakan RVA untuk menentukan waktu pemanasan HMT. Uji penetrasi panas bertujuan untuk melihat keseragaman penyebaran panas di dalam wadah dengan terisi sampel dan lama waktu tunda yang terjadi sebelum suhu HMT tercapai. Penentuan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu yang diinginkan dapat dilihat dari titik terdingin pada sampel. Titik terdingin merupakan bagian sampel yang memiliki kecepatan peningkatan suhu paling rendah coldest point. Tercapainya suhu yang diinginkan di titik terdingin dapat menjamin bahwa suhu yang diinginkan sudah tercapai pada titik yang lain di seluruh bagian sampel dan panas telah terdistribusi dengan baik. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk uji penetrasi panas adalah termokopel. Termokopel terdiri dari rekorder pencatat suhu dan sensor untuk mendeteksi perubahan suhu yang terjadi. Penempatan sensor termokopel dalam loyang dilakukan secara berbeda-beda tergantung bagian terdingin dari produk. Menurut Winarno 2004 letak titik terdingin dalam kemasan tergantung pada jenis perambatan panasnya, apakah secara konveksi atau konduksi. Produk yang berbentuk padat atau sangat sedikit mengandung air bebas seperti pati memiliki perambatan panas secara konduksi. Dalam proses pindah panas konduksi, panas akan merambat dari dinding kemasan ke pusat kemasan dari segala arah, dengan demikian pusat terdinginnya akan berada di pusat kemasan Toledo 1991. Pengukuran penetrasi panas dilakukan satu ulangan pada suhu 110 o C. Pengukuran suhu pada termokopel diprogram agar ditampilkan setiap satu menit. Penentuan penetrasi panas dilakukan dengan menempatkan sensor-sensor termokopel pada posisi tertentu yang diduga sebagai titik terdingin pada loyang HMT. Adapun dimensi dari loyang yang digunakan adalah 20 x 8.5 x 2 cm dengan tebal wadah aluminium yang digunakan adalah 0.5 mm untuk 23 tutup dan 1 mm untuk wadah. Lima termokopel digunakan untuk pengukuran. Posisi termokopel dapat dilihat pada Gambar 8. Pengujian dilakukan dengan sampel tepung sagu. Sebelum mulai pengukuran penetrasi panas, oven dipanaskan hingga mencapai suhuproses HMT yang diinginkan, yaitu 110 o C. Loyang diisi dengan sampel pati sampai penuh. Pengisian sampel pati harus dilakukan sampai penuh untuk memastikan tidak ada ruang yang dapat memungkinkan terjadinya gelatinisasi parsial selama proses HMT berlangsung. Kedua loyang berisi sampel pati dimasukkan ke dalam oven. Satu untuk pengukuran penetrasi panas, dan yang lainnya sebagai pembanding dalam penentuan profil amilograf. Pengukuran penetrasi panas dimulai saat sampel selesai dimasukkan dan diakhiri ketika termokopel menunjukkan suhu pada titik termokopel menunjukkan suhu target yaitu 110 o C. Data penetrasi panas terlihat pada Gambar 5. 8.5 cm 20cm a 2cm b c1 c2 Gambar 4. Posisi termokopel dalam wadah HMT. Keterangan: a loyang tampak atas, b loyang tampak samping, c1 tampilan loyang yang digunakan untuk HMT, c2 tampilan uji penetrasi pada loyang HMT, bagian tengah merupakan tempat peletakan termokopel. . . . . . Tc1 Tc2 Tc4 Tc3 Tc5 . Tc4 . Tc1 . Tc5 . Tc3 . Tc2 24 Keterangan: Tc adalah titik tempat pemasangan termokopel dan Tt adalah waktu pada saat suhu 110 o C tercapai pada titik terdingin . Posisi termokopel di dalam wadah aluminium terlihat dari samping loyang ditampilkan pada gambar. Gambar 5. Data profil penetrasi panas pati sagu kadar air 17. Berdasarkan data dari rekorder suhu dapat terlihat bahwa hasil pengukuran suhu untuk kelima titik tidak berbeda nyata antara satu dengan yang lain Gambar 5. Hal ini menunjukkan bahwa perambatan panas pada setiap titik yang diuji tidak berbeda jauh. Perambatan panas yang hampir sama pada setiap titik yang diuji menunjukkan bahwa ukuran loyang yang tidak terlalu besar dan tebal sehingga penyebaran panasnya cukup merata. Berdasarkan profil data penetrasi panas, termokopel pada titik ke-5 Tc5 mencatat waktu paling lama untuk mencapai suhu target 110 o C dan termokopel pada titik ke-2 Tc2 mencatat waktu tersingkat untuk mencapai suhu target 110 o C. Jadi, dapat disimpulkan bahwa titik terdingin ada pada titik termokopel Tc5 yaitu titik di tengah loyang. Adapun waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu target berkisar antara 158-179 menit.

2. Penentuan Waktu HMT